Anda di halaman 1dari 27

Dasar Keamanan

Pangan
Kelas X - APHPi

NIKMATUN AGHNIYA LAPUT, S.Pi


Pertemuan 1

Peranan bahan tambahan pangan (BTP) menjadi semakin penting


sejalan dengan kemajuan teknologi pangan. Meski memiliki manfaat
yang besar, namun penggunaan bahan tambahan makanan perlu
diwaspadai, baik produsen maupun konsumen. Bahan tambahan
pangan dapat membawa dampak positif dan negatif bagi masyarakat.
Di bidang pangan kita memerlukan sesuatu yang lebih baik untuk
masa yang akan datang, yaitu pangan yang aman untuk dikonsumsi,
lebih bermutu, bergizi dan lebih mampu bersaing dengan pasar global.
Kebijakan keamanan pangan (food safety), dan pembangunan
gizi nasional (food nutrient) merupakan bagian integral dari kebijakan
pangan nasional, termasuk penggunaan bahan tambahan pangan.
Dalam kehidupan sehari-hari BTP sudah digunakan secara umum oleh
masyarakat. Kenyataannya masih banyak produsen makanan yang menggunakan bahan
tambahan makanan yang berbahaya bagi kesehatan. Efek dari bahan tambahan beracun
tidak dapat langsung dirasakan, tetapi secara perlahan dan pasti dapat menyebabkan
penyakit. Penyimpangan atau pelanggaran mengenai penggunaan BTP yang sering
dilakukan oleh produsen pangan, yaitu : 1) Menggunakan bahan tambahan yang
dilarang penggunaannya untuk makanan; 2) Menggunakan BTP melebihi dosis yang
diizinkan. Penggunaan bahan tambahan yang beracun atau BTP yang melebihi batas
akan membehayakan kesehatan masyarakat, dan berbahaya bagi pertumbuhan generasi
yang akan datang. Karena itu produsen pangan perlu mengetahui peraturan-peratun
yang telah dikeluarkan oleh pemerintah mengenai penggunaan BTP.

Tujuan : Setelah memperoleh topik tentang bahan tambahan makanan, peserta


diharapkan mampu: ✓ Memahami tentang pengertian bahan tambahan makanan ✓
Memahami penggolongan bahan tambahan makanan, mekanisme kerja, tujuan
penggunaan, persyaratan penggunaan, sifat-sifat kimia dan efek penggunaannya 22 ✓
Memahami teknis analisis kimia bahan tambahan makanan ✓ Memahami alasan
penggunaan bahan tambahan makanan yang dilarang
Pertemuan 2

Pengertian Bahan Tambahan Pangan


Bahan Tambahan Makanan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara
alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam
pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain bahan pewarna,
pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental. Bahan Tambahan Pangan
atau aditif makanan juga diartikan sebagai bahan yang ditambahkan dan dicampurkan
sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu produk makanan.
Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu
aditif sengaja dan aditif tidak sengaja. Aditif sengaja adalah aditif yang diberikan dengan
sengaja dengan maksud dan tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi,
nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman atau kebasaan, memantapkan bentuk dan
rupa, dan lainnya. Sedangkan aditif yang tidak sengaja adalah aditif yang terdapat dalam
makanan dalam jumlah sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan. Bila dilihat dari
asalnya, aditif dapat berasal dari sumber alamiah (misalnya lesitin); dan dapat juga
disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa benar dengan bahan alamiah yang
sejenis, baik dari susunan kimia maupun sifat metabolismenya (misal asam askorbat).
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan
bahwa BTP adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai pangan dan biasanya
bukan merupakan ingredien khas pangan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi,
yang dengan sengaja ditambahkan kedalam pangan untuk maksud teknologi pada
pembuatan, pengolahan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan
pangan untuk menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas pangan
tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari BTP sudah digunakan secara umum oleh
masyarakat, termasuk dalam pembuatan pangan jajanan. Masih banyak produsen
pangan yang menggunakan bahan tambahan yang beracun atau berbahaya bagi
kesehatan yang sebenarnya tidak boleh digunakan dalam pangan.

Penggunaan bahan tambahan yang beracum atau BTP yang melebihi batas akan
membahayakan kesehatan masyarakat dan berbahaya bagi pertumbuhan generasi yang
akan datang. Oleh karena itu produsen pangan perlu mengetahui sifat-sifat dan
keamanan penggunaan BTP serta mengetahui peraturan-peraturan yang telah
dikeluarkan oleh pemerintah mengenai penggunaan BTP.
Secara khusus penggunaan BTP di dalam pangan adalah untuk : 1 Mengawetkan
pangan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan atau mencegah
terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan. 2 Membentuk pangan
menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak dimulut. 3 Memberikan warna dan aroma
yang lebih menarik sehingga menambah selera. 4 Meningkatkankualitas pangan. 5
Menghemat biaya.
Pertemuan 3

Fungsi dan Tujuan Bahan Tambahan Pangan


Tujuan penggunaan bahan tambahan makanan adalah untuk meningkatkan dan
mempertahankan nilai gizi dan kualitas makanan. Secara khusus tujuan penggunaan
BTP di dalam pangan adalah untuk :
✓ Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak
pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu
pangan;
✓ Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di mulut,
✓ Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera,
✓ Meningkatkan kualitas pangan dan 5) menghemat biaya. Produsen produk
pangan menambahkan BTP dengan berbagai tujuan, misalnya membantu proses
pengolahan, memperpanjang masa simpan, memperbaiki penampilan dan cita
rasa, serta pengaturan keseimbangan gizi.
Secara umum bahan tambahan makanan dapat dibagi menjadi dua golongan besar
yaitu: a. Bahan tambahan makanan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam
makanan, dengan mengetahui komposisi bahan dan maksud penambahan BTP dapat
mempertahankan kesegaran, cita rasa dan membantu pengolahan seperti: pengawet,
pewarna dan pengeras. b. Bahan tambahan makanan yang tidak sengaja ditambahkan,
yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara
tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama
proses produksi, pengolahan dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu
atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tjuan produksi bahan
mentah atau penanganannya yang masih terbawa ke dalam makanan yang akan
dikonsumsi. Contoh: residu pestisida, antibiotik dan pupuk.

Selain itu, berdasarkan asalnya, bahan tambahan makanan dapat berasal dari
sumber alamiah, seperti lesitin, asam sitrat dan lainnya dan bahan tambahan makanan
sintesis. Lesitin, asam sitrat dan lainnya juga dapat disintesis dari bahan kimia yang
mempunyai sifat serupa dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan kimia
maupun sifat metabolismenya misalnya asam askorbat dan beta karoten.
Pertemuan 4

Penggunaan bahan tambahan makanan sintesis lebih sering digunakan


karena memiliki kelebihan yaitu: lebih pekat, lebih stabil dan lebih murah.
Kelemahannya sering terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung
zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan dan kadang bersifat karsinogen yang
dapat merangsang terjadinya kanker pada hewan dan manusia. Untuk itu,
secara umum BTP yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila:
▪ Dimaksudkan untuk dapat mencapai masing-masing tujuan penggunaan
dalam pengolahan
▪ Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah
atau tidak memenuhi persyaratan.
▪ Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerjayang bertentangan
dengan cara produksi yang baik untuk pangan
▪ Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan
Penggunaan bahan tambahan makanan sebaiknya dengan dosis di bawah ambang
batas yang telah ditentukan. Secara garis besar ada 2 Jenis Bahan tambahan makanan
yaitu: Generally Recognized as Safe (GRAS), zat ini aman dan tidak berefek toksik,
sedangkan jenis lainnya yaitu, Acceptable Daily Intake (ADI), dimana jenis BTP ini
selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya demi menjaga dan melindungi
Berdasarkan fungsinya, menurut peraturan Menkes No. 235 tahun 1979, BTP
dapat dikelompoKkan menjadi 14 yaitu : Antioksidan; Antikempal; Pengasam,
penetral; Enzim; Pemanis buatan; Pemutih dan pematang; Penambah gizi; Pengawet;
Pengemulsi, pemantap dan pengental; Peneras; Pewarna sintetis dan alami; Penyedap
rasa da aroma, Sekuestran; dll. BTP dikelompokan berdasarkan tujuan penggunaanya
di dalam pangan. Pengelompokkan BTP yang diizinkan digunakan pada makanan
dapat digolongkan sebagai : Pewarna; Pemanis buatan; Pengawet; Antioksidan;
Antikempal; Penyedap dan penguat rasa serta aroma; Pengatur keasaman; Pemutih dan
pamatang tepung; Pengemulsi; Pemantap dan pengental; Pengeras, Sekuestran,
Humektan, Enzim dan Penambah gizi. konsumen.
Pertemuan 5

Penggolongan BTP yang diizinkan digunakan pada pangan menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai berikut : 1. Pewarna, yaitu BTP yang
dapat memperbaiki atau memberi warna pada pangan. 2. Pemanis buatan, yaitu BTP yang dapat
menyebabkan rasa manis pada pangan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. 3.
Pengawet, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau
peruaian lain pada pangan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. 4. Atioksida, yaitu BTP
yang dapat mencegah atau menghambat proses oksidasi lemak sehingga mencegah terjadinya
ketengikan. 5. Antikempal, yaitu BTP yang dapat mencegah mengempalnya (menggumpalnya)
pangan yang berupa serbuk seperti tepung atau bubuk. 6.
Penyedapa rasa dan aroma, menguatkan rasa, yaitu BTP yang dapat memberikan, menambah
atau mempertegas rasa aroma 7. Pengatur keasaman (pengasam, penetral dan pendapar) yaitu BTP
yang dapat mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman pangan. 8.
Pemutih dan pematang tepung, yaitu BTP yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau
pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan. 9. Pengemulsi, pemantap dan
pengental yaitu BTP yang dapat membantu terbentuknya dan memantapkan sistem dipersi yang
homogen pada pangan. 10. Pengeras, yaitu BTP yang dapat memperkeras atau mencegah
melunaknya pangan. 11. Sekuestran, yaitu BTP yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam
pangan, sehingga 6 memantapkan warna, aroma dan tekstrur.
Selain BTP yang tercantum dalam Peraturan Menteri tersebut, masih ada beberapa
BTP lainnya yang biasa digunakan dalam pangan, misalnya: 1 Enzim, yaitu BTP yang
berasal dari hewan, tanaman atau mikroba, yang dapat menguraikan secara enzimatis,
misalnya membuat pangan menjadi lebih empuk, lebih larut danlain-lain.
2 Penambah gizi, yaitu bahan tambahan berupa asam amino, mineral atau vitamin,
baik tunggal maupun campuran, yang dapat meningkatkan nilai gizi pangan. 3
Humektan, yaitu BTP yang dapat menyerap lembab (uap air) sehingga
mempertahankan kadar air pangan.
Pertemuan 6

Menurut Permenkes RI No. 722?MenKes/Per/IX/88 BTP yang banyak beredar


dan digunakan masyarakat namun pada dasarnya dilarang penggunaannya,
diantaranya: 1. Formalin (formaldehyd) 2. Natrium tetraborat (boraks) 3.
Kloramfenikol 4. Kalium klorat 5. Nitrofuranzon 6. Asam salisilat dan garamnya 7.
Minyak nabati yang dibrominasi 8. DIetilpirokarbonat 9. P- Phenitilkarbamida
Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No
1168/MenKes/PER/X/1999, beberapa bahan kimia yang dilarang penggunaannya
sebagai BTP, seperti: rhodamin B (pewarna merah), methanyl yellow (pewarna
kuning) dulsin (pemanis sintetis) dan potassium bromat (pengeras). Asam borat atau
Boraks (boric acid) merupakan zat pengawet berbahaya yang tidak dizinkan
digunakan sebagai campuran bahan makanan. Boraks adalah senyawa berbentuk
kristal putih, tidak berbau, dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Dalam air,
boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat. Boraks umumnya
digunakan dalam pembuatan gelas dan enamel, sebagai pengawet kayu, dan
pembasmi kecoa. Boraks ini sering disalah gunakan untuk dicampurkan dalam
pembuatan baso, tahu, ikan asin, dan mie.
Pertemuan 7

Pengertian dan ruang lingkup sanitasi industri


Setiap usaha dalam penanganan, pengolahan dan distribusi bahan atau produk
pangan harus selalu disertai dengan usaha untuk memperoleh bahan atau produk
pangan yang bermutu baik bahan atau produk pangan yang bermutu serta aman untuk
dikonsumsi. Sebaliknya bila bahan atau produk pangan yang dihasilkan bermutu jelek
perlu mendapatkan perhatian terutama jika sifat jelek tersebut berupa sifat yang
membahayakan kesehatan konsumen seperti menyebabkan penyakit dan beracun.
Menghadapi sifat yang membahayakan kesehatan dari bahan atau produk pangan yang
bermutu jelek ini maka hampir semua negara memiliki undang-undang atau peraturan-
peraturan yang melandasi warganya sebagai konsumen. Peraturan tersebut berlaku juga
bagi bahan atau produk pangan yang diimpor ke negara yang bersangkutan.
Sifat yang membahayakan ini umumnya tergolong sifat non inderawi atau sifat
tersembunyi berupa adanya cemaran bahan- Penerapan Prinsip Sanitasi dan Hygiene
Dalam Industri Perikanan 8 bahan kimia yang bersifat racun, adanya bibit-bibit
penyakit dan penghasil toxin (racun) berupa mikroba.
Adanya tanda-tanda bahwa hasil olah pernah diperlakukan dengan kurang hati-
hati sehingga menimbulkan dugaan membahayakan kesehatan seperti adanya bagian
yang digigit lalat, kecoa, tikus dan lain-lain telah mengundang anggapan bahwa hasil
olah itu termasuk katagori yang membahayakan kesehatan.
Bahkan jika diketahui bahwa hasil olah dibuat dengan cara yang memberikan
peluang untuk kemungkinan menyebabkan hasil olah membahayakan seperti diinjak-
injak pekerja akan menyebabkan dihindarinya hasil olah demikian oleh konsumen.
Adanya kaki lalat dan diketahui bahwa hasil olah pernah diinjak-injak pekerja telah
melanggar nilai perasaan halus atau nilai estetika konsumen.
Dalam memproduksi hasil olah harus dilakukan usaha untuk menghindari atau
mencegah hasil olah yang bersifat membahayakan kesehatan dalam industri
pengolahan yang dikenal dengan sanitasi industri. Sanitasi dapat diringkaskan sebagai
pengendalian yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan-bahan baku,
peralatan dan pekerja untuk mencegah pencemaran pada hasil olah, kerusakan hasil
olah, mencegah terlanggarnya nilai estetika konsumen serta mengusahakan lingkungan
kerja yang bersih dan sehat.
Pertemuan 8

Tujuan dan Peranan Sanitasi


Didepan telah disinggung bahwa dengan kegiatan sanitasi dapat
mencegah produk dari cemaran yang merugikan. Mencegah kontaminasi
atau pencemaran tidak berarti bahwa hasil olah menjadi bebas sama sekali
dari cemaran tetapi sampai batas yang dapat diterima oleh konsumen.
Cemaran ini terutama yang membahayakan tergolong cemaran yang tidak
terindera sehingga seringkali cemaran ini mengganggu kesehatan manusia
berupa keracunan, menderita sakit dan bahkan dapat merenggut nyawanya.
Rusaknya hasil olah ini sebenarnya bermula dari cemaran yang karena
sifatnya menyebabkan perubahan-perubahan sifat inderawi hasil olah seperti
rasa bau, warna dan tekstur. Perubahan ini dapat terjadi sewaktu bahan dalam
pengolahan misalnya karena cemaran mikroba pembusuk pada bahan yang
diolah atau hasil olahnya menyimpang dari yang dikehendaki.
Kesan tidak estetis bagi konsumen tidak hanya menyangkut sifat hasil olah tetapi
dapat juga terjadi jika konsumen mengetahui tempat dan cara pengolahan yang
dilakukan misalnya dekat tempat pembuangan sampah, ruang proses produksi kotor
dan jorok, dan lain-lain. Dalam mencegah kerugian-kerugian tersebut diatas kecuali
tindakan-tindakan operasional yang dilakukan berupa pengangkutan dan pemusnahan
sumber pencemaran, dilakukan juga pencegahan lewat perencanaan pabrik menuju
kemudahan operasi sanitasi.
Pertemuan 9

Dengan usaha sanitasi yang baik akan dapat :


 Diperoleh produk yang tidak membahayakan konsumen.
 Dipenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan dan undangundang.
 Diperoleh jumlah hasil olah yang tidak berkurang sebagai akibat
kerusakan selama pengolahan dan karena hasil olah lebih lama
disimpan.
 Diperoleh kemantapan hasil olah sebagai komoditi perdagangan di
pasaran.
 Dicapai kepercayaan konsumen terhadap hasil olah. - Memperkuat
kedudukan perusahaan dan meningkatkan kepercayaan badan-
badan yang diperlukan perusahaan.
Sebaliknya sanitasi yang tidak baik akan menyebabkan :
 Hasil olah dapat memiliki potensi membahayakan masyarakat konsumen.
 Tidak dipenuhinya persyaratan sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang
diterbitkan.
 Menimbulkan kericuhan perdagangan berupa tuntutan oleh konsumen.
 Mengurangi tersedianya hasil olah bagi masyarakat karena ada yang rusak.
 Melemahkan kedudukan hasil olah sebagai komoditi perdagangan di pasaran.
 Mengurangi kepercayaan pembeli terhadap perusahaan.
 Mengurangi kepercayaan badan-badan yang diperlukan perusahaan.
 Akan terjadi keadaan yang tidak menguntungkan bagi pengusaha karena hasil
olahnya mengandung racun yang dapat menyebabkan meningkatnya sejumlah
konsumen sehingga dapat mengakibatkan ditutupnya perusahaan dan dituntutnya
pengusaha ke depan pengadilan.
Pertemuan 10

Penerapan sanitasi dalam industri perikanan


Ikan merupakan komoditas yang mudah mengalami kerusakan
(perishable food) karena + 80 % dari komposisi ikan adalah air sehingga
mudah ditumbuhi oleh mikroorganisasi terutama mikroorganisme yang
bersifat pembusuk dan perusak.
Oleh karena itu dalam industri perikanan kegiatan sanitasi dimulai dari
penanganan (handling) ikan segar sehingga dapat mempertahankan
kesegaran ikan. Ikan yang akan diolah tidak boleh berasal dari daerah atau
perairan yang tercemar. Ikan yang diolah harus bersih , segar, bebas dari
setiap bau yang menandakan pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi
dan pemalsuan sehingga tidak membahayakan kesehatan. Ikan yang telah
rusak/terkontaminasi tidak boleh diolah sehingga harus yang bermutu baik.
Bahan pembantu yang digunakan dalam penanganan dan pengolahan ikan harus
memenuhi standar mutu yang ditetapkan. Bahan pembantu yang biasa digunakan
berupa air dan es. Air yang digunakan harus tersedia dalam jumlah cukup dengan
memenuhi standart internasional untuk air minum, tidak tercemar, aman dan saniter,
sedangkan es yang digunakan dibuat secara higienis dari air bersih. Dalam
penggunaannya es harus ditangani dan disimpan baik.
Sanitasi terhadap lingkungan produksi industri perikanan juga harus dikendalikan
terutama lingkungan kerja dan lingkungan di sekitar pabrik pengolahan ikan.
Lingkungan kerja harus bersih, tidak mudah kotor dan mudah dibersihkan, aman dan
nyaman untuk bekerja selama berlangsungnya operasi pengolahan. Lingkungan di
sekitar pabrik juga harus bersih bebas dari sumber cemaran kotoran yang dapat
mengkontaminasi ikan yang diolah.
Pertemuan 11

Peralatan dan sarana pengolahan dalam industri perikananjuga


dilakukan pengandalian terencana terhadap alat untuk mencegah
pencemaran dan kerusakan seperti yang dimaksud dalam salah satu
aspek sanitasi misalnya dengan usaha akan kemudahan pembersihan
alat, pemilihan bahan konstruksi yang tepat dengan permukaan rata
dan tidak menyudut.
Peralatan dan sarana pengolahan dalam industri perikananjuga
dilakukan pengandalian terencana terhadap alat untuk mencegah
pencemaran dan kerusakan seperti yang dimaksud dalam salah satu
aspek sanitasi misalnya dengan usaha akan kemudahan pembersihan
alat, pemilihan bahan konstruksi yang tepat dengan permukaan rata
dan tidak menyudut.
Pengendalian terhadap pekerja yang bekerja diindustri perikanan mengandung
aspek pengarahan kebiasaan, pemberian perlengkapan, pelayanan kesehatan dan
pemberian pengertian dan pengetahuan agar pekerja tidak merupakan penyebab
cemaran, kerusakan dan terlanggarnya nilai estetika ikan yang diolah.
Mengingat pentingnya sanitasi dalam industri perikanan serta bagi masyarakat
sebagai konsumennya maka sanitasi ini tidak dapat diabaikan. Kegiatan sanitasi dalam
industri perikanan harus merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan terus
menerus disertai tanggung jawab tidak hanya sewaktu-waktu. Semakin banyak
konsumen yang menuntut mutu hasil olah ikan lebih baik maka cara pelaksanaan
pengolahan bahan-bahan, peralatan dan sarana lainnya harus menjadi obyek evaluasi
yang terus menerus.
Pertemuan 12

Hygiene Industri Perikanan


Untuk mendapatkan hasil olah perikanan yang memenuhi persyaratan kesehatan dan keamanannya
upaya dan perlakuan dalam mengolah hasil perikanan tidak cukup difokuskan pada tahap akhir suatu
proses produksi. Upaya dan tindakan secara terpadu diperlukan sehingga setiap orang atau perusahaan
yang terlibat dalam pengadaan bahan pengolah dan penyalur turut bertanggungjawab dan menerapkan
tindakan hygiene. Semua tindakan dan perlakuan hygienis diperlukan dalam proses produksi di industri
perikanan sehingga diperoleh hasil olah yang dapat dikonsumsi secara aman dan sehat.
Untuk mendapatkan produk olahan yang aman dan sehat maka terhadap bahan mentah ikan harus
diperhatikan hal-hal berikut :
a. Perlu diketahui flora bakteri asli ikan yang terpusat di bagian insang, isi perut dan selaput lendir.
b. Adanya penyakit atau parasit yang mungkin dapat membahayakan kesehatan manusia.
c. Terjadinya kontaminasi selama penanganan oleh bakteri pathogen.
d. Terjadinya kontaminasi oleh logam berat.
e. Terjadinya kontaminasi oleh insektisida, pestisida, herbisida dari lingkungan perairan akibat
kegiatan sektor pertanian.
f. Terdapatnya racun yang secara alami terkandung dalam ikan.
Pencegahan kontaminasi terhadap ikan sebagai bahan mentah dapat dilakukan
apabila semua pihak bertanggung jawab untuk tidak menimbulkan pencemaran. Desain
dan fasilitas perusahan dalam industri perikanan harus diatur dan disediakan sehingga
menciptakan keadaan yang aman dan nyaman. Alir proses lancar dapat dicegah
kemungkinan pencemaran zat kimia , mikroorganisme dan zat asing melalui alat
bangunan, air, sampah dan fasilitas lainnya serta memudahkan pembersihan dan
pengawasan hygiene produk yang diperoleh.
Pertemuan 13

Pekerja yang ada di industri perikanan perlu mendapat pendidikan


tentang hygiene pengolahan sehingga dengan penuh kesadaran dapat
melakukan tindakan untuk mencegah terkontaminasi pada hasil olah
terutama oleh mikroorganisme.
Cara yang dapat dilakukan untuk persyaratan hygiene pekerja adalah :
a. Menanggulangi gangguan kesehatan pekerja
b. Mengobati luka dan mencuci tangan kotor
c. Menanamkan kebersihan dan perilaku pekerja yang baik
d. Menggunakan pakaian dan perlengkapan kerja Persyaratan hygiene
dalam proses pengolahan dapat dicapai dengan mengendalikan tiap
tahapan proses untuk mencegah pencemaran dan penurunan mutu
produk yang dihasilkan.
TerimaKasih

Anda mungkin juga menyukai