Anda di halaman 1dari 22

PENGANTAR HUKUM INDONESIA

AZAS ACARA PERDATA


Andika Putra Eskanugraha
PENGERTIAN DAN SEJARAH
HUKUM ACARA PERDATA
 Hukum Acara Perdata yang disebut juga hukum
perdata formil ketentuan – ketentuannya mengatur
tentang cara bagaimana mempertahankan dan
menjalankan peraturan hukum perdata materiil.
 Fungsinya menyelesaikan masalah dalam
mempertahankan kebenaran hak individu.
Perkara perdata yang diajukan oleh individu untuk
memperoleh kebenaran dan keadilan wajib
diselesaikan oleh hakim dengan kewajaran sebagai
tugasnya.
Definisi Menurut Pakar

 Hukum Acara Perdata adalah rangkaian


peraturan yang memuat cara bagaimana orang
harus bertindak dihadapan pengadilan dan
cara bagaimana pengadilan itu harus
bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan
berjalannya peraturan hukum perdata.
(Wirjono Prodjodikoro)
 Peraturan– peraturan hukum yang mengatur
bagaimana cara - caranya memelihara dan
mempertahankan hukum perdata materiil atau
peraturan – peraturan yang mengatur
bagaimana cara – caranya mengajukan sesuatu
perkara perdata kemuka peradilan perdata dan
bagaimana caranya hakim perdata
memberikan putusan. (CST. Kansil)
 Bagaimana seorang hakim mempertahankan tata
hukum perdata, menetapkan apa yang ditentukan
oleh hukum dalam suatu perkara. (R Supomo)
 Peraturan-peraturan hukum yang mengatur
bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum
perdata materil dengan perantara hakim.
(Sukdikno Mertokusumo )
 Kesemuanya kaidah hukum yang menentukan
dan mengatur cara bagaimana melaksanakan hak
dan kewajiban perdata sebagaimana yang diatur
dalam hukum perdata materiil. (Retnowulan S)
SEJARAH HUKUM ACARA PERDATA

 Pada zaman Hindia Belanda sesuai dengan


dualisme hukum, maka pengadilan di bagi
atas peradilan gubernemen dan peradilam
pribumi. Peradilan gubernemen di Jawa dan
Madura di satu pihak dan di luar Jawa di lain
pihak. Dibedakan peradilan untuk golongan
Eropa (Belanda) dan untuk bumiputera.
 Pada umumnya peradilan gubenemen untuk
golongan Eropa ada tingkat peradilan pertama
ialah Raad Van Justtitie sedangkan untuk golongan
Bumiputera ialah Landraad. Kemudian Raad Van
Justitie ini juga menjadi peradilan banding untuk
golongan pribumi yang diputus oleh Landraad.
 Hakim - hakim pada kedua macam peradilan
tersebut tidak tentu. Banyak orang Eropa
(Belanda) menjadi hakim Landraad dan adapula
orang bumiputera di Jawa menjadi hakim
pengadilan keresidenan yang yurisdiksinya untuk
orang Eropa.
SUMBER HUKUM ACARA PERDATA

BW BUKU IV
 Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang–Undang Hukum
Perdata), meskipun sebagai kodifikasi Hukum
Perdata Materiil, namun juga memuat Hukum Acara
Perdata, terutama dalam Buku IV tentang
pembuktian dan daluarsa (Pasal 1865- Pasal 1993),
selain itu juga terdapat dalam pasal Buku I,
misalnya tentang tempat tinggal atau domisili (Pasal
17 – Pasal 25) serta beberapa pasal Buku II dan
Buku III (misalnya Pasal 533,535,1244 dan 1365).
HIR (Herziene Inlandsch Reglemen)

 Hukum Acara Perdata yang berlaku untuk daerah Pulau


Jawa dan Madura. Hukum Acara perdata dalam HIR
dituangkan pada Pasal 115-245 yang termuat dalam BAB
IX,  serta beberapa pasal yang tersebar antara Pasal 372-
394.
 Pasal 115 s/d Pasal 117 HIR tidak berlaku lagi berhubung
dihapusnya Pengadilan Kabupaten oleh UU No.1 drt.
Tahun 1951, dan peraturan mengenai banding dalam pasal
188 – 194 HIR  juga tidak berlaku lagi dengan adanya
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang Peradilan
Ulangan di Jawa dan Madura.
RBg (Rechtsreglement voor de Buitengewesten)
 Hukum Acara Perdata yang berlaku untuk daerah-
daerah luar pulau Jawa dan Madura. RBg terdiri dari
5 (lima) BAB dan 723 (tujuh ratus dua puluh tiga)
pasal yang mengatur tentang pengadilan pada
umumnya dan acara pidananya tidak berlaku lagi
dengan adanya Undang-Undang Darurat Nomor 1
Tahun 1951.
 Ketentuan Hukum Acara Perdata yang termuat dalam
BAB II Title I, II, III, VI, dan VII tidak berlaku lagi,
yang masih berlaku hingga sekarang adalah Title IV
dan V bagi Landraad (sekarang Pengadilan Negeri).
UU No 20 Tahun 1947 Tentang
Pengadilan Peradilan Ulangan

 Undang-undang tentang Peradilan Ulangan di


Jawa dan Madura yang berlaku sejak 24 Juni
1947, dengan adanya undang-undang ini,
peraturan mengenai banding dalam HIR pasal
188 – 194 tidak berlaku lagi.
Pengaturan mengenai Mahkamah Agung

 UU No 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah


Agung
 UU No 5 Tahun 2004 Tentang Mahkamah
Agung
 UU No 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah
Agung
 UU Nomor 14 Tahun 1985 adalah UU tentang Mahkamah Agung yang
mulai berlaku sejak diundangkan tanggal 30 Desember 1985, yang
kemudian mengalami perubahan pertama dengan UU Nomor 5 Tahun
2004, kemudian dirubah lagi dengan perubahan kedua dengan  UU Nomor
3 Tahun 2009, tetapi hukum acara perdata yang ada dalam pasal tersebut
tidak mengalami perubahan.
 Dalam UU Nomor 14 Tahun 1985 dan UU Nomor 5 Tahun 2004 diatur
mengenai kedudukan, susunan, kekuasaan dan hukum acara bagi
Mahkamah Agung (Pasal 40-78).
 Hukum Acara bagi Mahkamah Agung yang termuat dalam BAB IV UU
Nomor 14 Tahun 1985 terdiri dari 5 (lima) bagian yaitu :
- Bagian Pertama Pasal 40 s/d Pasal 42 tentang ketentuan umum;
- Bagian Kedua Pasal 43 s/d Pasal 55 tentang pemeriksaan kasasi;
- Bagian Ketiga Pasal 56 s/d Pasal 65 tentang pemeriksaan sengketa
perihal kewenangan mengadili;
- Bagian Keempat Pasal 66 s/d Pasal 77 tentang pemeriksaan peninjauan
kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan tetap; dan
- Bagian Kelima Pasal 78 tentang pemeriksaan sengketa yang timbul
karena perampasan kapal.
Azas – Azas Yang Utama

Hakim Bersifat Pasif


 Hakim di dalam memeriksa perkara perdata
bersikap pasif dalam arti kata bahwa ruang
lingkup atau luas pokok sengketa yang di
ajukan kepada hakim untuk di periksa pada
asasnya di tentukan oleh para pihak yang
berperkara dan bukan oleh hakim.
Perdamaian (Mediasi)

 Jika
pada hari sidang yang telah ditentukan
kedua belah pihak hadir, maka hakim harus
berusaha mendamaikan mereka (pasal 130
HIR., 154 R.Bg). pada saat inilah hakim dapat
berperan secara aktif sebagaimana
dikehendaki oleh HIR.
Akibat hukum perdamaian dalam
pengadilan
 Perdamaian diluar pengadilan merupakan kesepakatan
para pihak yang apabila hal tersebut dilanggar tidak
membawanya pada kepastian hukum, melainkan harus
kembali pada proses litigasi.
 Jika perdamaian dalam persidangan, maka dibuatlah akta
perdamaian yang mana para pihak dihukum untuk
melaksanakan perjanjian itu, akta perdamaian
berkekuatan dan dapat dijalankan sebagai putusan yang
biasa (pengadilan). (Ps 130 HIR dan 154 RBG)
 Terhadap putusan yang sedemikian itu tidak dapat
dimohonkan banding.
Sidang Terbuka Untuk Umum
 Setiaporang di bolehkan hadir dan
mendengarkan pemeriksaan di persidangan.
Tujuannya ialah untuk memberi perlindungan
hak-hak asasi manusia dalam bidang peradilan
serta untuk lebih menjamin objektifitas
peradilan dengan mempertanggung jawabkan
pemeriksaan yang fair (pasal 19 ayat 1 dan
pasal 20 UU no.4 tahun 2004 Kekuasaan
Kehakiman).
 Apabila tidak di buka untuk umum maka
putusan tidak sah dan batal demi hukum.
 Pasal 195 KUHAP yang menyatakan bahwa
semua putusan pengadilan hanya sah dan
mempunyai kekuatan hukum apabila
diucapkan di sidang terbuka untuk umum.
Pengecualian
  Pasal 80 ayat (2) UU Peradilan Agama, sidang pemeriksaan
gugatan perceraian dilakukan secara tertutup;
  Pasal 3 huruf H UU No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Anak: memperoleh keadilan di muka pengadilan Anak yang
objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk
umum (Jo. Ps 56). Kecuali pada pembacaan putusan hakim (Ps 54)
dan jika dipandang perlu karena sifat dan keadaan, perkara harus
dilakukan secara terbuka. Suatu sifat perkara akan diperiksa secara
terbuka, misalnya perkara pelanggaran lalu lintas, dan dilihat dari
keadaan perkara, misalnya pemeriksaan perkara di tempat kejadian
perkara (penjelasan Ps 54).
Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya
Ringan

 Asas ini berasal dari pasal 2(4) UU No 48 Tahun 2009


Tentang Kekuasaan Kehakiman
 Penjelasan Ps 2 (4)
pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan
dengan cara efesien dan efektif.
biaya perkara yang dapat dijangkau oleh masyarakat.
Namun demikian dalam pemeriksaan dan penyelesaian
perkara di pengadilan tidak mengesampingkan ketelitian
dan kecermatan dalam mencari kebenaran dan keadilan.
 Biaya perkara ini meliputi biaya
kepaniteraan, dan biaya untuk
pengadilan, pemberitahuan para pihak
serta biaya materai.

Anda mungkin juga menyukai