Anda di halaman 1dari 98

ASUHAN KEPERAWATAN

FRAKTUR

FKES UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH


PRINGSEWU LAMPUNG
ASUHAN KEPERAWATAN
FRAKTUR
A. DEFINISI
 Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang
normal dari suatu tulang, dan seringkali jaringan
lunak disekitarnya terganggu (Black & Hawks,
2014).
 Fraktur (Patah tulang) adalah suatu kondisi
terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya serta dapat disertai
kerusakan jaringan sekitarnya, seperti otot, kulit,
pembuluh darah, saraf, tendon, ligamen, sendi
(Smeltzer S.C & Bare, 2010).
 Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari
jaringan atau struktur tulang (Maher, Salmond
& Pellino, 2002; Lewis, Dirksen, Heitkemper,
Bucher & Camera, 2011).
 Beberapa fraktur bahkan dapat menyebabkan
kematian karena berhubungan dengan
perdarahan dan syok.
 Oleh karena itu pengetahuan perawat tentang
fraktur dan kemampuan untuk melakukan
askep fraktur sangat penting sekali dalam
menurunkan komplikasi dan lamanya
perawatan di RS.
B. ETIOLOGI
1. Trauma (langsung dan tidak langsung) :
 Trauma langsung terjadi apabila trauma
tersebut menyebabkan tekanan langsung
pada tulang, misalnya benturan pada lengan
bawah yang menyebabkan fraktur pada
daerah tulang ulna dan radius.
 Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma
tidak langsung mengenai tulang, misalnya
jatuh tertumpu pada tangan yang
menyebabkan fraktur pada tulang klavikula.
2. Proses patologis (fraktur patologis), yaitu
kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan
tulang, seperti osteomyelitis, osteosarkoma,
dan osteoporosis atau osteomalacia.
B. KLASIFIKASI FRAKTUR
1. Berdasarkan terbuka dan tertutup
 Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat

hubungan antara fragmen tulang dengan dunia


luar (tidak menyebabkan robeknya kulit).
 Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat

hubungan antara fragmen tulang dengan dunia


luar karena adanya perlukan di kulit. Menurut
R. Sjamsuhidayat & Wim de Jong, 1997 derajat
fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat,
yaitu
1) Derajat I
Luka laserasi < 2 cm, kerusakan jaringan lunak
sedikit, tidak ada tanda luka remuk. Fraktur
sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif
ringan, dan dislokasi fragmen minimal, serta
kontaminasi ringan.
2) Derajat II
Luka laserasi > 2 cm, kerusakan jaringan lunak,
tidak luas, flap/luka avulsi. Fraktur kominutif
sedang, dan dislokasi fragmen jelas.
3. Derajat III
Luka lebar, rusak hebat, atau terjadi hilangnya
jaringan lunak disekitarnya, meliputi struktur
kulit, otot dan neurovaskuler serta kontaminasi
derajat tinggi.
 Fraktur kominutif, segmental, fragmen tulang
ada yang hilang.
2. Berdasarkan komplit dan tidak komplit
a. Fraktur komplit (complete)
 Garis patah melalui seluruh penampang
tulang atau melalui kedua korteks
b. Fraktur tidak komplit (incomplete)
 Garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang, seperti :
 Patah retak rambut (hair line fraktur)
 Buckle fraktur atau torus fraktur (terjadi lipatan
dari satu korteks dengan kompresi tulang
spongiosa dibawahnya).
 Green stick fraktur (fraktur tangkai dahan muda),
dapat mengenai satu korteks dengan angulasi
korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya


dengan mekanisme trauma;
1) Garis patah melintang ; trauma angulasi atau
langsung
2) Garis patah obliq; trauma angulasi (fraktur
membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
3) Garis patah spiral; trauma rotasi (fraktur memuntir
seputar batang tulang)
4) Fraktur kompresi; fraktur dimana tulang mengalami
kompresi (dapat terjadi pada tulang belakang dan
trauma axial-fleksi pada tulang spongiosa)
5) Fraktur avulsi ; tertariknya fragmen tulang oleh
ligamen atau tendon pada perlengketannya,
misalnya fraktur patela.
4. Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur komunitif ; fraktur dengan tulang
pecah menjadi beberapa fragmen
2) Fraktur segmental ; Garis patah lebih dari satu
tetapi saling berhubungan
3) Fraktur multiple ; Garis patah lebih dari satu
tetapi pada tulang yang berlainan.
5. Berdasarkan bergeser-tidak bergeser
 Fraktur tidak bergeser ; Garis patah
komplittetapi kedua fragmen tidak
bergeser.
 Fraktur bergeser, terjadi pergeseran fragmen-
fragmen fraktur yang juga disebut dislokasi
fragmen .
PATOFISIOLOGI
 Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya

yang menyebabkan fraktur. Jika ambang


fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati,
maka tulang mungkin hanya retak saja dan
tidak patah. Jika gayanya sangat ekstrem, spt
tabrakan mobil, maka tulang dapat pecah
berkeping-keping.
 Saat terjadi fraktur, otot yang melekat pada

ujung tulang dapat terganggu. Otot dapat


mengalami spasme dan menarik fragmen
tulang yang fraktur keluar posisi.
 Kelompok otot yang besar dapat menimbulkan
spasme yang kuat dan bahkan mampu
menggeser tulang besar, seperti femur.
 Pada bagian proksimal dari tulang yang patah
tetap pada tempatnya, sedangkan bagian
distalnya dapat bergeser karena gaya penyebab
fraktur maupun spasme otot-otot sekitarnya.
 Fragmen tulang dapat bergeser ke samping,
membentuk sudut, atau menimpa segmen
tulang lain, dan mungkin dapat berotasi atau
berpindah.
 Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di
korteks serta sumsum dari tulang yang fraktur
terganggu, sering terjadi cedera jaringan lunak,
seperti kulit, otot, saraf, pembuluh darah, ligamen
dan tendon.
 Perdarahan terjadi karena cedera jaringan lunak
atau cedera pada tulang itu sendiri. Pada saluran
sumsum tulang (medula), hematom terjadi diantara
fragmen-fragmen tulang dan di bawah perioteum.
 Jaringan tulang di sekitar lokasi fraktur akan mati
dan menimbulkan respon inflamasi yang hebat;
terjadi vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan
fungsi, eksudat plasma dan leukosit serta infiltrasi
sel darah putih.
PATOFLOW FRAKTUR
PROSES PENYEMBUHAN FRAKTUR
1. Fase inflamasi atau pembentukan hematom
 Dalam waktu 48-72 jam akan terbentuk hematom
pada area fraktur yang disebabkan karena
perdarahan yang terkumpul disekitar fraktur, yaitu
darah dan eksudat.
 Pada awalnya, suatu fraktur akan mencetuskan
terjadinya reaksi inflamasi. Peningkatan vaskularisasi
terjadidisekitar lokasi fraktur yang akan
menyebabkan hematoma fraktur, yang kemudian
segera diinvasi/diserbu oleh sel radang meliputi
neutropil, makrofag, dan fagosit. Sel-sel tersebut
termasuk osteoklast, yang berfungsi membersihkan
jaringan nekrotik, mempersiapkan dasar untuk fase
reparatif.
 Pada fase ini fibroblast dan osteoblast berasal dari
lapisan dalam perisoteum dan endosteum.
 Fase inflamasi berlangsung sekitar 1-2 minggu.
2. Fase proliferasi
 Fase ini berlangsung 3-14 hari. Diujung tulang
dari periosteum, endosteum, dan sumsum
tulang menyuplai sel-sel yang kemudian
berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi
fibrokartilago, hialinkartilago, dan jaringan
penyambung fibrosis. Jaringan periosteum
yang terkena trauma berfungsi sebagai
stimulus untuk berproliferasi fibroblast.
 Osteogenesis berkembang cepat, lapisan
fibrosis dari periosteum meningkat menjauhi
dari tulang. Setelah beberapa hari kombinasi
dari peningkatan periosteal dan jaringan
granulasi membentuk collar/jembatan
mengelilingi ujung dari setiap fragmen. Collar
akhirnya berkembang menyatu membentuk
jembatan antar tulang.
3. Fase pembentukan prokallus
 Terjadi 3-10 hari setelah trauma jaringan
granulasi berubah, dan terbentuk prokallus.
Kartilago dan matrik tulang yang baru
terbentuk ini melebur melalui jaringan lunak
kallus dan bertambah jumlahnya sampai
terbentuk prokallus.
 Prokallus terdiri dari anyaman-anyaman halus
lebih besar diameternya dari tulang biasa.
Prokallus melindungi fragmen tulang tetapi
belum mempunyai kekuatan.
 Prokallus memperpanjang jarak sampai
melebihi daerah fraktur dan sebagai
penyambung sementara.
 Pada fraktur yang uncomplicated prokallus
mencapai bentuk maksimal 14-21 hari setelah
fraktur.
 Immobilisasi/posisi tulang sesuai body
aligment sangat penting pada fase ini.
4. Fase osifikasi
 Kallus permanen yang kuat, akhirnya dibentuk
dan menutup gap antara keduannya.
 Osifikasi pertama membentuk eksternal kallus
(antara periosteum dan korteks), kemudian
internal kallus (medulary plug).
 Dan akhirnya intermediat kallus (antara
fragmen kortikal).
 Pada 3-10 minggu pada proses penyembuhan
tulang kallus berubah menjadi tulang.
5. Fase konsolidasi dan remodeling
 Pada fase ini kelebihan tulang akan diabsorpsi
oleh osteoklast.
Fase Penyembuhan Fraktur
CARA PEMERIKSAAN :
 Periksa adanya perubahan bentuk, luka terbuka,

bercak merah dan bengkak.


 Palpasi adanya krepitasi, nyeri pergerakan

tulang yang abnormal dan ketidakstabilan


sendi.
 Nilai warna, nadi, fungsi motorik, dan sensorik

di setiap ekstremitas dan bandingkan keduanya.


 Nilai adaya pemendekan ekstremitas
dibandingkan dengan ekstremitas lainnya.
 Nilai rotasi eksternal dan internal di setiap kali.
 Kenali bila ada penurunan sensasi motorik
dan sensorik.
 Monitor tanda dan gejala sindroma
kompartemen termasuk nyeri yang lebih dari
biasanya, parestesia, penurunan sensorik,
bengkak di daerah cedera.
 Periksa dan palpasi adanya memar,
hematome, bentuk yang tidak biasa, luka
terbuka, nyeri diseluruh bagian depan tubuh.
E. TANDA DAN GEJALA
1. Nyeri
Nyeri mungkin disebabkan oleh
spasme otot, berpindah tulang dari
tempatnya atau gerakan fragmen
tulang dan kerusakan struktur di
daerah yang berdekatan. Nyeri
tersebut berupa nyeri tekan yang
sifatnya sirkuler, dan nyeri tekan
sumbu pada waktu menekan atau
menarik dengan hati-hati anggota
badan yang patah searah dengan
sumbunya.
2.Deformitas (perubahan bentuk)
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan
fragmen tulang berpindah dari
tempatnya shg terjadi perubahan
kesimetrisan, dan keseimbangan serta
kontur, seperti bengkok, rotasi,
pemendekan tulang, dan juga terdapat
gerakan yang tidak normal.
3. Bengkak : edema muncul secara cepat dari
lokasi dan terjadi ekstravaksasi darah
dalam jaringan yang berdekatan dengan
fraktur.
4. Ekimosis (memar) karena perdarahan
subkutaneus.
5. Gangguan sensasi  dapat disebabkan
oleh kerusakan saraf karena terjepit atau
putusnya saraf.
6. Spasme otot dan ketegangan  spasme
terjadi dekat fraktur dan ketegangan diatas
lokasi fraktur disebabkan oleh cidera
7. Pemendekan tulang sekitar 2,5 – 5 cm.
8. Pergerakan abnormal  hilangnya
fungsi dan gangguan mobilisasi.
9. Shock hipovolemik  karena hilangnya
darah.
10. Kerusakan neurovavaskular  akibat
kerusakan saraf perifer dan pembuluh
darah terkait.
11. Krepitasi teraba akibat gesekan antara
fragmen tulang satu dengan lainnya
pada area fraktur.
Perkiraaan kehilangan darah pada
patah tulang :
 Tulang humerus 250-500 ml

 Tulang tibia 350-650 ml

 Tulang femur 800-1200 ml

 Tulang pelvis bervariasi dari 500 ml

sampai perdarahan yang


mengancam jiwa.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
penyembuhan fraktur
Waktu penyembuhan tulang bervariasi
secara individu dan berhubungan dengan
beberapa faktor penting pada penderita,
antara lain :
1. Umur penderita
Waktu penyembuhan tulang pada anak-anak
jauh lebih cepat daripada orang dewasa. Hal
ini terutama disebabkan oleh aktifitas proses
osteogenesis pada periostum dan endosteum,
dan juga berhubungan dengan proses
remodelling tulang yang pada bayi sangat aktif
dan makin berkurang apabila umur bertambah.
2. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur
 Lokalisasi fraktur memegang peranan penting.
Fraktur metafisis penyembuhannya lebih cepat
dari pada diafisis.
 Disamping itu konfigurasi fraktur seperti
transversal lebih lambat penyembuhannya
dibandingkan dengan fraktur oblik karena
kontak lebih lama.
3. Pergeseran awal fraktur
 Pada fraktur yang tidak bergeser dimana
periosteum intak, maka penyembuhan dua kali
lebih cepat dari pada fraktur yang bergeser.
 Terjadinya pergeseran fraktur yang lebih besar
juga menyebabkan kerusakan periosteum yang
lebih hebat.
4. Vaskularisasi pada kedua fragmen
 Apabila kedua fragmen mempunyai
vaskularisasi yang baik, maka penyembuhan
biasanya tanpa komplikasi.
 Bila salah satu sisi fraktur vaskularisasinya
jelek sehingga mengalami nekrosis, maka
menghambat terhambat terjadinya union atau
bahkan non union.
5. Reduksi dan immobilisasi
 Reposisi fraktur akan memberikan
kemungkinan untuk vaskularisasi yang lebih
baik dalam bentuk asalnya.
 Immobilisasi yang sempurna akan mencegah
pergerakan dan kerusakan pembuluh darah
yang akan mengganggu dalam penyembuhan
fraktur.
6. Waktu immobilisasi
 Bila immobilisasi tidak dilakukan sesuai
waktu penyembuhan sebelum terjadi union,
maka kemungkinan untuk terjadinya non
union sangat besar.
7. Ruangan diantara kedua fragmen dan
interposisi oleh jaringan lunak
 Bila ditemukan interposisi jaringan lunak, baik
berupa periosteum, maupun otot atau jaringan
fibrosa lainnya, maka akan menghambat
vaskularisasi kedua ujung fraktur.
8. Adanya infeksi
 Bila terjadi infeksi pada daerah fraktur,
misalnya pada fraktur tertutup atau fraktur
terbuka, maka akan mengganggu terjadinya
proses penyembuhan.
9. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak
 Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak
akan meningkatkan vaskularisasi daerah
fraktur, tapi gerakan yang dilakukan pada
daerah fraktur tanpa immobilisasi yang baik
akan mengganggu vaskularisasi.
10. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi
penyembuhan fraktur adalah pengobatan
yang sedang dijalani, status nutrisi/gizi, dan
penyakit tertentu, seperti DM.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Rontgen
Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis
fraktur secara langsung, mengetahui tempat
dan type fraktur, biasanya diambil sebelum
dan sesudah dilakukan operasi dan selama
proses penyembuhan secara periodik.
2. Scan tulang, tomografi/MRI digunakan
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram  dilakukan bila dicurigai ada
kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap : hematokrit mungkin
meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menurun
( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau
organ jauh pada trauma multiple)
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres
normal setelah trauma
5. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada
kehilangan darah, fraktur multiple atau cedera
hati (Doenges, 1999 : 76 ).
6. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban
kreatinin untuk klirens ginjal.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi fraktur dapat terjadi segera dan lanjut.
1. Komplikasi segera
a. Kerusakan arteri
 Kerusakan arteri dapat berupa terputusnya arteri,
spasme arteri, penekanan arteri, trombosis arteri.
b. Sindroma kompartemen
 Kompartemen dibentuk oleh otot, tulang, saraf,
dan pembuluh darah dan dibungkus oleh
membran fibrosa.
 Kompartemen adalah ruangan yang tertutup.
Karena adanya trauma, edema, perdarahan
menyebabkan tekanan pada otot, saraf, dan
pembuluh darah. Sindroma kompartemen adalah
nyeri iskemik yang tidak dapat hilang dengan
narkotik.
C. Emboli lemak
 Emboli lemak jarang terjadi, tetapi merupakan
komplikasi yang fatal dan menyebabkan
kematian sebesar 20% dari seluruh kematian
akibat fraktur.
 Emboli berasal dari lemak sumsum tulang dan
jaringan lemak, kemudian melalui robekan vena
masuk ke sirkulasi vena paru-paru, bersama
lemak globulus melewati kapiler paru masuk ke
sirkulasi sistemik dan menuju otak, ginjal,
jantung, dan kulit.
d. Infeksi
 Infeksi sebagai akibat dari kontaminasi fraktur
terbuka.
e. Syok
 Fraktur dapat merusak pembuluh darah. Resiko
terjadi pada tulang femur dan tulang pelvis.
2. Komplikasi lanjut
a. Mal Union
 Mal union adalah keadaan dimana fraktur
sembuh pada saatnya, tetapi terdapat
deformitas yang berbentuk angulasi, rotasi, dan
pemendekan.
 Mal union adalah tidak sempurnanya
penyembuhan tulang akibat kedudukan tulang
atau penatalaksanaan yang kurang baik.
b. Delayed Union
 Delayed union adalah fraktur yang tidak
sembuh setelah waktu 3-5 bulan.
 Delayed union adalah keterlambatan pada
proses penyembuhan.
c. Non Union
 Non union terjadi apabila fraktur tidak sembuh
antara 6-8 bulan dan tidak didapat konsolidasi.
 Non union, dimana pada proses
penyambungan fragmen-fragmen tulang tidak
menyambung dan diantara fragmen-fragmen
tersebut tidak diisi oleh sel-sel fibrotik.
d. Kekakuan, yang dapat terjadi pada sendi dan
otot sehingga menimbulkan aktifitas gerak yang
tidak normal.
e. Osteomyelitis dan artritis yang dapat
disebabkan oleh bakteri spesifik.
G. PENATALAKSANAAN
Ada empat konsep dasar yang mempertimbangkan
pada waktu menangani fraktur (4R), yaitu :
1. Rekognisi  merupakan tahap pengkajian pada
penegakkan diagnosa fraktur, meliputi ;
pengkajian riwayat pasien, pemeriksaan fisik,
psikososial, dan pemeriksaan diagnostik.
2. Reduksi/reposisi  adalah tindakan
memperbaiki kesegarisan tulang. Reduksi
dibagi menjadi dua, yaitu :
 Reduksi terbuka, adalah tindakan mereposisi
tulang dengan tindakan pembedahan.
 Reduksi tertutup, adalah tindakan mereposisi
tulang tanpa tindakan pembedahan.
3. Retensi/immobilisasi  adalah tindakan
mengimmobilisaikan fragmen tulang yang
fraktur. Retensi/fiksasi terbagi menjadi dua,
yaitu :
 Fiksasi internal, contohnya ; plate screw, nail,
wire, prothesis.
 Fiksasi eksternal, contohnya ; gips, eksternal
fixator.
4. Rehabilitasi
 Tujuan rehabilitasi adalah mengembalikan
tulang pada fungsi semula. Kegiatan yang
dilakukan pada fase ini adalah ROM pasif dan
aktif, penguatan otot, dan juga proses
penyembuhan tulang.

Prinsip pengelolaan fraktur pada umumnya


adalah mengembalikan posisi fraktur ke posisi
semula (reposisi) dan mempertahankan posisi
itu selama masa penyembuhan fraktur
(immobilisasi).
Biasanya immobilisasi non bedah pada patah
tulang cukup menjamin kesempurnaan
pertautan tulang.
Pengobatan :
1. Antitetanus : TT, dan ATS untuk mencegah
infeksi kuman tetanus.
2. Antibiotik untuk mencegah infeksi bakteri
3. Analgesik-anti inflamasi untuk mengurangi
nyeri.
4. Anti perdarahan, jika ada perdarahan hebat.
5. Pemasangan bidai/spalk untuk mencegah
gerakan fragmen tulang, kerusakan jaringan
lunak, dan perdarahan lebih lanjut.
6. Debridemen luka dan pemasangan fiksasi
ekternal
Penatalaksanaan fraktur :
1. Proteksi tanpa reposisi dan immobilisasi
 Penanganan fraktur dengan dislokasi fragmen
patahan yang minimal atau dengan dislokasi
yang tidak menyebabkan cacat di kemudian hari.
Contohnya : patah tulang rusuk, patah tulang
klavicula pada anak, dan patah tulang vertebrae
dengan kompresi minimal.
2. Immobilisasi dengan fiksasi atau immobilisasi
luar tanpa reposisi, tetapi tetap memerlukan
immobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen.
Contoh : pengelolaan patah tulang tungkai
bawah tanpa dislokasi yang penting.
3. Reposisi dengan cara manipulasi diikuti oleh
immobilisasi . Ini dilakukan pada patah tulang
dengan dislokasi fragmen yang berarti seperti
pada patah tulang radius distal.
4. Reposisi dengan traksi terus-menerus selama
masa tertentu, misalnya beberapa minggu, dan
kemudian diikuti dengan immobilisasi. Ini
dilakukan pada patah tulang yang bila di
reposisi secara manipulasi akan terdislokasi
kembali di dalam gips. Cara ini dilakukan pada
patah tulang dengan otot yang kuat misalnya
pada patah tulang femur.
5. Reposisi diikuti dengan immobilisasi fiksasi
eksternal. Untuk fiksasi fragmen patahan tulang
digunakan pin baja yang ditusukan pada
fragmen tulang, kemudian pin baja tadi
disatukan secara kokoh dengan batangan logam
di luar kulit. Alat ini disebut fiksator ekstern.
6. Reposisi secara non operatif diikuti dengan
pemasangan fiksasi internal pada tulang secara
operatif, misalnya reposisi patah tulang kolum
femur. Fragmen direposisi secara non operatif
dengan traksi, setelah terreposisi dilakukan
pemasangan pen ke dalam kolum femur secara
operatif.
7. Reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi
patahan tulang dengan pemasangan fiksasi
internal. Ini dilakukan pada fraktur femur,
tibia, humerus, lengan bawah. Fiksasi interna
yang dipakai bisa berupa pen di dalam
sumsum tulang panjang, bisa juga berupa plat
dengan sekrup dipermukaan tulang.
 Keuntungan fiksasi interna adalah bisa dicapai
reposisi sempurna, bila dipasang fiksasi
interna yang kokoh.
 Kerugiannya adalah bisa beresiko infeksi

tulang.
8. Eksisi fragmen tulang yang patah dan
menggantinya dengan prothesis, yang
dilakukan pada patah tulang kolum femur.
Kaput femur dibuang secara operatif dan
diganti dengan prothesis. Ini dilakukan pada
orang tua yang patahan pada kolum femur
tidak dapat menyambung kembali.
Bone loss tulang tibia dan fraktur fibula
ORIEF; ILLIZAROV
Proses Keperawatan
A. PENGKAJIAN
 Pengkajian adalah langkah awal dan dasar
dalam proses keperawatan secara menyeluruh.
 Tanda dan gejala fraktur tergantung pada
letak, berat/keparahannya, dan jumlah
kerusakan pada struktur lain.
1. Pengakajian data dasar
a. Data demografi : umur, jenis kelamin,
pekerjaan.
b. Riwayat kesehatan sekarang :
 Keluhan utama : nyeri, gangguan gerak dsb.
 Keluhan utama dijabarkan dengan rumus PQRST.
c. Riwayat kesehatan terdahulu
 Kaji riwayat penyakit yang berat, atau penyakit
tertentu yang berkontribusi pada kesehatan sekarang
; osteomyelitis, osteoporosis/osteomalacia, DM.
 Kaji riwayat trauma atau fraktur karena kecelakaan
d. Riwayat kesehatan keluarga  penyakit herediter
Pemeriksaan Fisik
1. Aktivitas / istirahat
Tanda : Keterbatasan / kehilangan fungsi pada
bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu
sendiri atau terjadi secara sekunder dari
pembengkakan jaringan, nyeri)
2. Sirkulasi
Tanda : Hipertensi (kadang-kadang sebagai
respons terhadap nyeri / ansietas) atau hipotensi
(kehilangan darah), takikardi (respon stress,
hipovelemia) penurunan / tak ada nadi pada
bagian distal yang cedera : pengisian kapiler
lambat, pucat pada bagian distal yang terkena.
Pembekakan jaringan atau hematoma pada sisi
cedera.
3. Neurosensori
Gejala : Hilang gerakan / sensasi, spasme otot,
kesemutan/kebas (parestesia).
Tanda : Deformitas lokal : angulasi abnormal,
pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit),
spasme otot, terlihat kelemahan / hilang fungsi.
Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri /
ansietes atau trauma lain).
4. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera
(mungkin terkolalisasi pada area
jaringan/kerusakan tulang) ; dapat berkurang
pada immobilisasi) ; tak ada nyeri akibat
kerusakan saraf. Spasme / kram otot (setelah
immobilisasi).
5. Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, avulsi jaringan,
pendarahan, perubahan warna,
pembengkakan lokal (dapat meningkat secara
bertahap atau tiba-tiba).
6. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Lingkungan cedera.
Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan pengkajian yang dilakukan secara


umum pada klien dengan fraktur, muncul diagnosa
keperawatan berdasarkan NANDA 2012 – 2014
(Herdman, 2012) yang dapat ditegakkan, yaitu :
 Nyeri akut (00134) berhubungan dengan agen

cidera fisik; trauma, gerakan fragmen tulang


fraktur.
 Kerusakan integritas jaringan kulit (00046)

berhubungan dengan faktor mekanis; trauma


dan penurunan sirkulasi.
 Hambatan mobilitas fisik (00085) berhubungan

dengan, disfungsi ektremitas, fraktur.


 Resiko disfungsi neurovaskuler perifer (00086)
berhubungan dengan fraktur, immobilisasi,
kompresi mekanik, pembedahan ortopedi.
 Resiko infeksi (00004) berhubungan dengan
tidak adekuatnya pertahanan primer.
 Resiko kekurangan volume cairan (00028)
berhubungan dengan perdarahan akibat cidera
traumatik (fraktur).
 Resiko konstipasi (00015) berhubungan dengan
ketidakadekuatan toileting, kurangnya aktifitas
fisik akibat fraktur, immobilisasi.
 Resiko jatuh (00155) berhubungan dengan
cidera, gangguan mobilitas fisik.
 Kecemasan (00146) berhubungan dengan
prosedur operasi.
 Gangguan citra tubuh (00118) berhubungan
dengan cidera, pembedahan.
 Ketidakefektifan performa peran (00055)
berhubungan dengan keterbatasan fisik, nyeri,
ketidakadekuatan sistem dukungan.
 Ketidakefektifan koping (00069) berhubungan
dengan dukungan sosial yang tidak adekuat,
sumber yang tersedia tidak adekuat.
Tujuan (Outcome) dan Intervensi Keperawatan
Beberapa intervensi dari diagnose keperawatan yang
dilakukan sesuai dengan Nursing Intervention
Classification diantaranya adalah (Maher, Salmond
& Pellino, 2002; Gloria et al., 2008; Sue Moorhead,
et al., 2008; Lewis, Dirksen, Heitkemper, Bucher &
Camera, 2011; Ackley & Ladwig, 2011).
1) Nyeri akut (00134) berhubungan dengan agen
cidera fisik; trauma, gerakan fragmen tulang
fraktur
NOC: Pain Level (2102), Pain control (1605)
NIC: Pain Management (1400)
 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi, Observasi reaksi
nonverbal dari ketidaknyamanan
 Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
 Pertahankan immobilisasi pada segmen kaki
yang mengalami fraktur dengan bidai.
 Kaji pulsasi, sensorik, motorik pada bagian
distal fraktur sebelum dan sesudah dipasang
bidai.
 Ajarkan tentang teknik non farmakologi Intervensi
education on pain beliefs; cognitive behavioural
educational intervention (CBEI); relaksasi nafas dalam,
relaksasi benson.
 Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi
nyeri.
 Kolaborasi : Pemasangan gips, traksi (kulit/tulang),
operasi pemasangan stabilisasi Internal/eksternal
(ORIF/OREF).
2) Kerusakan integritas jaringan kulit (00046)
berhubungan dengan faktor mekanis; trauma dan
penurunan sirkulasi
NOC Wounds Healing; secondary intention (1103)
NIC:Wound care (3660)
 Monitor luka (redness, swelling, nyeri, dan tanda
infeksi)
 Identifikasi phase dari wound healing
(inflammation, proliferasi, maturation)
 Pertahankan prinsip moist pada perawatan luka
 Edukasi klien dan keluarga untuk proses
penyembuhan luka
 Anjurkan untuk asupan nutrisi TKTP yang adekuat
3) Hambatan mobilitas fisik (00085) berhubungan
dengan, disfungsi ektremitas, fraktur
NOC: Ambulation (0200)
NIC: Exercise therapy: joint mobility (0224)
 Bantu klien untuk melatih dan menjaga kekuatan
otot.
 Bantu pasien untuk posisi/pergerakan sendi secara
optimal dengan melakukan passive/active ROM
 Mulai latihan pergerakan sendi dengan terlebih
dahulu mengontrol nyeri

NIC: Exercise therapy: Ambulation (0221)


 Bantu klien untuk ambulasi awal untuk
mendorong mobilisasi sesuai kemampuan klien
 Latih/ajarkan penggunaan alat bantu berjalan
(kruk, wallker)
4) Resiko disfungsi neurovaskuler perifer (00086)
berhubungan dengan fraktur,immobilisasi,
kompresi mekanik, pembedahan ortopedi.
NOC: Tissue perfusion; peripheral (0407)
NIC:Peripheral Sensation Management (2660)
 Kaji neurovaskuler setiap 4 jam - 8 jam; (kaji

nyeri, kaji nadi distal pada bagian cidera , kaji


adanya edema, kaji capillary refille, kaji warna
dan temperature pada ektremitas)
 Monitoring adanya paraesthesia pada distal

dan proksimal ektremitas seperti rasa


kesemutan (baal), mati rasa.
 Monitor kebenaran dan fungsi dari pemasangan
alat immobilisasi seperti gips, elastic bandage
setiap 1- 4 jam.
5) Resiko kekurangan volume cairan (00028)
berhubungan dengan perdarahan akibat cidera
traumatic;fraktur.
NOC : Blood loss severity (0413),
NIC : Fluid monitoring (4130), Fluid resuscitation
(4140)
 Monitore vital sign

 Monitor respon hemodinamik

 Monitor status oksigen

 Kelola cairan intra vena


 Lakukan pengecekan darah (cross- matching)
 Kelola pemberian produk darah (blood transfusion)
6) Resiko infeksi (00004) berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan primer.
NOC: Risk control knowledge: Infectious proses (1924)
NIC: Infection control (6540)
 Lakukan perawatan luka dengan prinsip aseptik
 Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan
 Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
pada saat melakukan tindakan keperawatan
 Pertahankan lingkungan aseptik selama
perawatan/pemasangan alat
 Tingkatkan intake nutrisi kklien
 Kolaborasi terapi antibiotik sesuai order
 Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
tangan saat berkunjung dan setelah
berkunjung meninggalkan pasien.

7) Resiko konstipasi (00015) berhubungan dengan


ketidakadekuatan toileting, kurangnya aktifitas
fisik akibat fraktur
NOC: Bowel elimination (0501)
Immobility consequences phycologikal (0204)
NIC: Bowel management (0430)
 Identifikasi pola kebiasaan BAB klien sebelum sakit
 Edukasi, anjurkan dan berikan asupan makanan
tinggi serat dan asupan cairan yang cukup
(minimal 2000cc/hari)
 Edukasi untuk tingkatkan kemampuan aktifitas
klien sesuai program.

8) Resiko jatuh (00155) berhubungan dengan


gangguan mobilitas fisik
NOC: Ambulation (0200)
Fall prevention behavior (1909)
Knowledge;fall prevention (1828)
NIC: Fall pvention (6490)
 Pastikan keamanan klien (pasang tanda resiko jatuh,
rendahkan tempat tidur, pasang pagar pengaman
tempat tidur)
 Berikan bantuan dan ajakan teknik
pemindahan/mobilsasi kepada klien dan keluarga
 Monitor tanda vital dan kemampuaan untuk
mobilisasi
 Edukasi klien terhadap resiko jatuh.
8) Kecemasan (00146) berhubungan dengan
prosedur operasi
NOC : Anxiety self-control (1402)
NIC : Anxiety Reduction (5820)
 Gunakan pendekatan yang menenangkan,
dengarkan dengan penuh perhatian dan beri
kesempatan kepada klien untuk mendiskusikan
perasaan/kehawatirannya.
 Jelaskan semua prosedur yang akan dijalankan
selama operasi dan motivasi keluarga/orang
terdekat untuk memberi support.
 Ajarkan/anjurkan melakukan aktivitas spiritual.
9) Gangguan citra tubuh (00118) berhubungan
dengan cidera,
pembedahan
NOC:Adaptation with physical disability (1308)
Body image (1200)
Self estem (1205)
NIC: Body image enchaement (5220)
 Identifikasi budaya, keyakinan, rase, umur klien.

 Fasilitasi klien untuk berdiskusi mengenai


perubahan tubuh
karena penyakit atau pembedahan.
 Fasilitasi klien untuk kontak dengan individu
yang mempunyai kesamaan perubahan tubuh
untuk dukungan sosial.
 Diskusikan dengan klien hal-hal yang bisa

dilakukan dengan perubahan tubuhnya.


10) Ketidakefektifan performa peran (00055)
berhubungan dengan keterbatasan fisik, nyeri,
ketidakadekuatan system dukungan
 NOC: Role performance (1501)

 Coping (1302)
NIC:Role enchacement (5370)
 Bantu klien untuk mengekpresikan perasaan

dirinya terhadap keaadaan diri dan peran yang


akan dijalaninya
 Berikan pujian terhadap kepercayaan yang masih

dimiliki klien
 Support klien untuk meningkatkan diri dari

keterbatasan dirinya
 Anjurkan keluarga untuk selalu memberikan

support kepada klien.


11) Ketidakefektifan koping (00069) berhubungan
dengan dukungan sosial yang tidak adekuat,
sumber yang tersedia tidak adekuat.
NOC: Adaptation with physical disability (1308),
Decision making (0906)
NIC: Coping enchacement (5230), Decision making
support (5250)
 Gunakan komunikasi verbal dan nonverbal yang
teurapetik
 Diskusikan bersama klien sumber kekuatan yang
dapat
digunakan
 Bantu klien untuk mencapai tujuan yang realistis
sesuai
dengan kondisinya
 Beri dukungan social melalui keluarga dan orang
terdekat
Semoga
bermanfaat

Fkes Univ. Muhammadiyah Pringsewu

Anda mungkin juga menyukai