Anda di halaman 1dari 35

FARMAKOTERPI GANGGUAN SISTEM SARAF, KULIT, DAN THT

SKIZOFRENIA
KELOMPOK 2 :
Aidil Fitrah Syah (1801043)
Cindy Patika Sari (1801049)
Ira Fazira (1801056)
Mutiara Septiani (1801062)
Resky Pertiwi (1801069)
Zamora Melindrawita (1801081)
Tengku Yuni Atika Sufi (1901123)

DOSEN PENGAMPU :
apt. Dra. Syilfia Hasti, M.Farm
Pokok Bahasan

Definisi Skizofreni Patofisiologi Skizofrenia

Etiologi Skizofreni Diagnostik Skizofrenia

Penatalaksanaa
Epidemiologi Skizofrenia Farmakologi dan Non
Farmakologi
Terapi Alternatif
Definisi Skizofrenia

Gangguan jiwa (skizofrenia) merupakan sekelompok gangguan psikotik,


dengan gangguan dasar pada kepribadian, distorsi khas pada proses pikir.
Kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan
kekuatan dari luar. Gangguan skizofrenia umumnya ditandai oleh distorsi pikiran
dan persepsi yang mendasar dan khas, dan oleh efek yang tidak serasi (Ibrahim,
2005).

Skizofrenia ditandai dengan delusi, halusinasi, pemikiran tidak teratur dan


ucapan, perilaku motorik abnormal, dan gejala negatif.
Etiologi Skizofrenia

Penyebab Skizofrenia jarang berdiri sendiri, biasanya terdiri dari penyebab fisik, jiwa dan
lingkungan serta kultural-spiritual yang sekaligus timbul bersamaan sehingga akhirnya
memunculkan gangguan pada jiwa (kaplan dan Saddock, 2009).
Menurut model diatesis-stress, Skizofrenia terjadi karena gangguan integrasi dari
faktor biologis, psikososial dan lingkungan. Seseorang yang rentan (diatesis), bila
diaktifkan oleh pengaruh yang penuh tekanan antara faktor biologis, psikososial dan
lingkungan, memungkinkan timbulnya Skizofrenia.

Komponen biologis berupa kelainan genetik,


gangguan fungsi atau struktural otak, neurokimia,
infeksi, sedangkan psikologis (contohnya situasi
keluarga yang penuh tekanan atau kematian kerabat
dekat), dan komponen lingkungan seperti
penyalahgunaan zat, stres psikososial, dan trauma
(kaplan dan Saddock,2015).
Etiologi Skizofrenia
2. Hipotesis perkembangan saraf
1. Genetik Studi autopsi dan studi pencitraan otak
Angka kesakitan bagi saudara kandung 7- memperlihatkan abnormalitas struktur dan
15%; bagi kembar dua telur (dizigot) 5-15%; morfologi otak pasien Skizofrenia, antara lain berupa
bagi kembar satu telur (monozigot) 40-60%. berat otak rata-rata lebih kecil 6% dari pada otak
Anak yang lahir dari orang tua Skizofrenia normal dan ukuran anterior-posterior 4% lebih
5-20 kali lipat akan lahir menjadi Skizofrenia pendek, pembesaran ventrikel otak, gangguan
dibandingkan anak yang lahir dari orangtua metabolisme di frontal dan temporal dan kelainan
normal (McClellan & Stock, 2013; Sadock, et susunan seluler struktur saraf di kortek dan
al., 2015). subkortek yang terjadi pada saat perkembangan.
Semua bukti tersebut melahirkan hipotesis
perkembangan saraf yang menyatakan bahwa
perubahan patologis gangguan ini terjadi pada awal
kehidupan, akibat pengaruh genetik dan dimodifikasi
oleh faktor maturasi dan lingkungan (kaplan dan
Saddock, 2015).
Epidemiologi Skizofrenia
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa 7 dari 1000
orang populasi dewasa adalah pasien Skizofrenia. Di Indonesia, menurut
Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi gangguan jiwa berat adalah
sebanyak 1,7 per 1000 orang. Menurut data dari WHO, Amerika Serikat
maupun Epidemological Cathment Area (ECA), prevalensi Skizofrenia
berada pada rentang angka 1-1,5 persen (Sadock & Sadock, 2010).
Skizofrenia terjadi pada 15-20/100.000 individu per tahun dengan risiko
morbiditas selama hidup 0,8 persen baik pria atau wanita dan kejadian
puncak pada akhir masa remaja atau awal dewasa (Lieberman, 2008).

Skizofrenia biasanya dimulai di usia dewasa awal, antara usia


15 dan 25 tahun. Pria cenderung menderita Skizofrenia sedikit lebih
awal daripada perempuan, usia puncak onset pada pria 15-25 tahun,
sedangkan wanita 25-35 tahun. Insidensi Skizofrenia pada pria
sedikit lebih besar dibandingkan pada wanita. Insiden pada wanita
lebih tinggi setelah usia 30 tahun. Rata-rata usia onset adalah 18
pada pria dan 25 tahun pada wanita. Onset Skizofrenia cukup langka
untuk orang di bawah usia 10 tahun, atau lebih dari 40 tahun
(Sadock, 2010)
Epidemiologi Skizofrenia

Penyakit ini berhubungan dengan jenis kelamin, dimana


jenis kelamin laki-laki, tingkat pendidikan yang rendah, gejala
negatif yang dominan, dan gangguan kognitif secara umum
prognosisnya buruk. Penelitian menunjukkan hanya sekitar 20
persen pasien Skizofrenia dilaporkan bisa menjadi pulih
sempurna. Sebagian besar individu dengan Skizofrenia masih
membutuhkan dukungan kehidupan sehari-harinya, baik secara
formal ataupun informal dan banyak gangguannya kronis
dengan eksaserbasi dan remisi dengan gejala yang aktif dan
deteorisasi mental yang progresif (Sadock, et al., 2015).
Patofisiologi Skizofrenia
Patofisiologi skizofrenia adanya ketidakseimbagan neurotransmiter di otak, terutama
norepinefrin, serotonin, dan dopamin (Shadock, 2015). Namun, proses patofisiologi skizofrenia
masih belum diketahui secara pasti. Secara umum, penelitian-penelitian telah menemukan
bahwa skizofrenia dikaitkan dengan penurunan volume otak, terutama bagian temporal
(termasuk mediotemporal), bagian frontal, termasuk substansia alba dan grisea. Dari sejumlah
penelitian ini, daerah otak yang secara konsisten menunjukkan kelainan adalah daerah
hipokampus dan parahipokampus (Abrams, et al.,2008).

Pada penelitian neuromaging penderita dengan


skizofrenia, ditemukan penurunan volume
talamus dan defprmitas talamus, abnormalitas
pada nukleus ventrolateral (Smith, et al.,2011)
Patofisiologi Skizofrenia
Beberapa patofisiologi skizofrenia berdasarkan penyebabnya adalah:

1. Peningkatan ukuran ventrikel, penurunan ukuran otak dan asimetri otak.

Penurunan volume hipokampus berhubungan dengan kerusakan neuropsikologis dan


penurunan respons terhadap antipsikotik tipikal (Wells et al., 2009).

2. Hipotesis dopaminergik

Skizofrenia dapat disebabkan oleh hiperaktivitas atau hipoaktivitas dopaminergik pada area tertentu
di otak serta ketidaknormalan reseptor dopamin (DA). Hiperaktivitas reseptor dopamin (DA) pada area
mesocaudate berkaitan dengan munculnya gejala-gejala positif. Sementara hipoaktivitas reseptor dopamin
(DA) pada area korteks prefrontal berkaitan dengan munculnya gejala-gejala negatif (Guyton and Hall,
2011).
Dopamin disekresikan oleh neuron yang badan selnya terletak di bagian tegmentum ventral mesensefalon, medial dan
superior substansia nigra. Neuron-neuron ini menyebabkan kondisi hiperaktivitas dopaminergik pada sistem
mesolimbik. Dopamin tersebut disekresikan ke bagian Play!medial dan anterior sistem limbik, terutama hipokampus,
amygdala, anterior caudate, nukleus dan bagian lobus prefronta yang merupakan pusat pengendali perilaku (Guyton and
Hall, 2011).
Patofisiologi Skizofrenia

3. Disfungsi glutamatergik.

Penurunan aktivitas glutamatergik berkaitan dengan munculnya gejala skizofrenia


(Wells et al., 2009).

4. Kelainan serotonin (5-HT)

Pasien skizofrenia memiliki kadar serotonin 5- HT yang lebih tinggi. Hal ini juga
berkaitan dengan adanya peningkatan ukuran ventrikel (Wells et al., 2009).
Diagnosis skizofrenia Next

Pedoman diagnosis menegakkan skizofrenia menurut PPDGJ III (Pedoman


Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III) yaitu :

1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau
kurang jelas):
• Thought echo yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya. Thought insertion or withdrawal yaitu isi
pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi
pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari/luar dirinya (withdrawal).
Thought broadcasting yaitu isi pikirannya tersiar ke luar sehingga orang
lain atau umum mengetahuinya.
• Delusion of Control adalah waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu. Delusion of influence adalah waham tentang
dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar. Delusion of
passivity adalah waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan dari luar. Delusion of perception yaitu
pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi
dirinya biasanya bersifat mistik atau mujizat.
Halusinasi auditorik, yaitu suara halusinasi yang
berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien, atau mendiskusikan perihal pasien di antara
mereka sendiri (diantara berbagai suara yang
berbicara), atau jenis suara halusinasi lain yang berasal
dari salah satu bagian tubuh

Waham-waham menetap jenis lainnya, yang


menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan
sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu atau kekuatan dan
kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu
mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
makhluk asing dari dunia lain)
Diagnosis skizofrenia
2. Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas :

• Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja apabila disertai baik oleh waham yang mengambang
maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun ide-ide berlebihan yang
menetap, atau terjadi selama setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
• Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (interpolation) yang berakibat inkoherensi atau
pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.
• Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau
fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
• Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon emosional yang
menumpul atau tidak wajar, biasanya mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi
atau medikasi neuroleptika.

3. Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih.
4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality)
dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup
tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan penarikan
diri secara sosial.
Menurut PNPK (Pedoman Nasional Pelayanan Kesehatan) Psikiatri 2012 (Amir, et al.,
2012) gejala Skizofrenia terdiri dari:

a. Penyiaran, penarikan, penyisipan, dan gema pikiran


b. Waham dikontrol, dipengaruhi, pasivitas, atau waham
persepsi
c. Halusinasi berupa suara yang berkomentar tentang
perilaku pasien atau sekelompok orang yang sedang g. Perilaku katatonik
mendiskusikan pasien, atau bentuk halusinasi suara h. Gejala negatif, misalnya apatis,
lainnya yang datang dari beberapa bagian tubuh miskin pembicaraan, afek tumpul,
pasien. respons emosi tidak sesuai.
d. Jenis waham lainnya, menetap yang tidak sesuai i. Perubahan yang konsisten dan
dengan budaya dan sangat tidak mungkin atau tidak bermakna pada semua aspek
masuk akal, misalnya mampu berkomunikasi dengan pribadi, hilangnya minat, tidak
makhluk asing yang datang dari planet lain. adanya tujuan, dan malas
e. Halusinasi yang menetap pada berbagai modalitas.
f. Inkoheren atau pembicaraan tidak relevan atau
neologisme
Kriteria diagnosis Skizofrenia menurut ICD X adalah
minimal satu gejala yang jelas (dua atau lebih, bila gejala
kurang jelas) yang tercatat pada kelompok a-d atau gejala
paling sedikit dua dari kelompok e-h, harus ada pada
sebagian besar waktu selama periode paling sedikit satu
bulan. Diagnosis Skizofrenia tidak dapat ditegakkan bila ada
penyakit otak, intoksikasi atau putus zat.

Sementara kriteria Skizofrenia diambil Menurut Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorder,
Fifth Edition (DSM-5), yaitu dijelaskan bahwa untuk menegakkan diagnosis Skizofrenia harus
memenuhi kriteria :
Jika ada dua atau lebih gejala dibawah ini, dimana gejala ini tampak secara signifikan selama
periode 1 bulan (atau kurang jika dilakukan terapi yang berhasil) dan sedikitnya satu dari gejala
nomor 1,2, atau 3 :
1. Waham
2. Halusinasi
3. Bicara yang kacau
4. Perilaku katatonik atau aneh
5. Simptom negatif (emosi yang hilang, atau penarikan diri)
b. Adanya gangguan secara fungsi satu atau lebih fungsi penting, seperti bekerja, hubungan
interpersonal, atau perawatan diri.
c. Gejalanya berlangsung persisten minimal 6 bulan. Periode 6 bulan ini harus mencakup sedikitnya 1
bulan dari gejala (atau berkurang karena efek pengobatan) yang dijumpai pada kriteria A dan juga
termasuk gejala prodromal atau gejala sisa. Selama gejala prodromal atau gejala sisa, keluhan yang
nampak berupa gejala negatif atau dua atau lebih gejala yang ada pada kriteria A.

d. Gangguan skizoafektif dan depresi atau gangguan bipolar dengan psikotik


dikesampingkan jika, 1) tidak ada gambaran depresi mayor atau episode manik yang terjadi
pada fase aktif ini, atau 2) jika terjadi episode mood selama fase aktif, yang menunjukkan
gejala minimal atau sebagian besar pada fase aktif atau gejala sisa pada penyakit saat ini.
e. Gangguan ini tidak diakibatkan oleh efek psikologi dari penggunaan obat seperti
penyalahgunaan obat atau kondisi medis lain.
f. Jika ada riwayat gangguan spektrum autism atau gangguan komunikasi pada masa anak,
diagnosis tambahan Skizofrenia dibuat jika ada gejala dominan halusinasi atau waham
minimal 1 bulan (atau kurang jika dengan keberhasilan pengobatan).
Terapi Non Farmakologi
● Terapi non farmakologi pada penderita skizofrenia meliputi pendekatan psikososial
dan ECT (Electro Convulsive Therapy).
● Ada beberapa jenis pendekatan psikososial yang biasa dilakukan pada pasien
skizofrenia, diantaranya yaitu :
a) Program for Assertive Community Treatment (PACT)
b) intervensi keluarga
c) terapi perilaku kognitif (cognitive behavioural therapy),
d) pelatihan keterampilan sosial (Ikawati, 2011).
● Selain pendekatan psikososial, ada juga terapi non farmakologi menggunakan ECT
(Electro Convulsive Therapy).

Terapi non farmakologi pada penderita skizofrenia meliputi pendekatan


psikososial dan ECT (Electro Convulsive Therapy:
1) Program for Assertive Community Treatment (PACT)
 PACT merupakan program rehabilitasi yang terdiri dari manajemen
kasus dan Intervensi aktif oleh satu tim menggunakan pendekatan
yang sangat terintegrasi. Program ini dirancang khusus untuk
pasien yang fungsi sosialnya buruk dan bertujuan untuk mencegah
kekambuhan dan memaksimalkan fungsi sosial dan pekerjaan.
 Unsur-unsur kunci dalam PACT adalah menekankan
kekuatan pasien dalam beradaptasi dengan 3. Terapi perilaku kognitif 
kehidupan masyarakat, penyediaan dukungan dan  Dalam terapi ini dilakukan koreksi
layanan konsultasi untuk pasien, memastikan bahwa atau modifikasi terhadap
pasien tetap dalam program perawatan. Laporan dari keyakinan (delusi) fokus
beberapa penelitian menunjukan bahwa PACT terhadap halusinasi
efektif untuk memperbaiki gejala, mengurangi lama pendengaran dan menormalkan
perawatan di rumah sakit dan memperbaiki kondisi pengalaman psikotik pasien
kehidupan secara umum sehingga mereka bisa tampil
secara normal.
 Beberapa penelitian
2. Intervensi keluarga
 Prinsipnya adalah bahwa keluarga pasien harus menunjukkan bahwa terapi
perilaku efektif dalam
dilibatkan dan terlibat dalam penyembuhan pasien.
mengurangi frekuensi dan
Anggota keluarga diharapkan berkontribusi untuk
keparahan gejala positif. Namun
perawatan pasien dan memerlukan pendidikan,
ada risiko penolakan yang
bimbingan dan dukungan serta pelatihan membantu
mungkin disebabkan oleh
mereka mengoptimalkan peran mereka.
pertemuan mingguan yang
mungkin terlalu membebani
4. Terapi pelatihan keterampilan sosial   Next
 Terapi ini didefinisikan sebagai penggunaan teknik
perilaku atau kegiatan pembelajaran yang
memungkinkan pasien untuk memenuhi tuntutan
interpersonal, perawatan diri dan menghadapi tuntutan
masyarakat. Tujuannya adalah memperbaiki
kekurangan tertentu dalam fungsi sosial pasien. Terapi
ini tidak efektif untuk mencegah kekambuhan atau
mengurangi gejala

5. Terapi Elektrokonvulsif (ECT)


 Dalam sebuah kajian sistematik menyatakan bahwa
penggunaan ECT dan kombinasi dengan obat-obat
antipsikotik dapat dipertimbangkan sebagai pilihan bagi
penderita skizofrenia terutama jika menginginkan
perbaikan umum dan pengurangan gejala yang cepat
(American Psychiatric Assosiated, 2013).
Terapi Farmakologi Back

Tujuan utama dari terapi skizofrenia adalah Ada tiga fase pengobatan dan
mengembalikan fungsi normal pasien dan pemulihan skizofrenia (Ikawati,
mencegah kekambuhan penyakitnya. Tidak ada 2011):
pengobatan yang spesifik untuk masing-masing 1. Terapi fase akut
subtipe skizofrenia. Pengobatan hanya dibedakan 2. Terapi fase stabilisasi
berdasarkan gejala apa yang menonjol pada pasien. 3. Terapi fase pemeliharaan
Cara utama pengobatan skizofrenia adalah
menggunakan obat-obat antipsikotik. Obat
antipsikotik bekerja dengan menginterfensi
transmisi dopaminergic pada otak dengan
menghambat reseptor dopamine D2 yang dapat
meningkatkan efek ekstrapiramidal dan efek
hiperprolaktinemia (IONI,2017).

Antipsikotik terbukti efektif untuk meredakan gejala


skizofrenia hingga 70-80%, memperpendek jangka
waktu pasien di rumah sakit jiwa, dan mencegah
kambuhnya penyakit. Namun, obat-obatan tersebut tidak
untuk penyembuhan secara menyeluruh. Mayoritas
pasien harus melanjutkan terapi dengan perbaikan dosis
pengobatan agar berfungsi diluar rumah sakit.
Terapi Fase Akut
● Pada fase ini pasien menunjukkan gejala psikotik yang intensif. Biasanya pada
fase ini ditandai dengan munculnya gejala positif dan negatif.
● Pengobatan pada fase ini bertujuan untuk mengendalikan gejala psikotik
sehingga tidak membahayakan terhadap diri sendiri maupun orang lain.
● Terapi utamanya adalah dengan menggunakan obat dan biasanya dibutuhkan
rawat inap. Pemilihan antipsikotik yang benar dan dosis yang tepat dapat
mengurangi gejala psikotik dalam waktu enam minggu.

Terapi Fase Stabilisasi


Pada fase ini pasien masih mengalami gejala psikotik
dengan intensitas yang lebih ringan. Pada fase ini pasien
masih memiliki kemungkinan yang besar untuk kambuh
sehingga butuhkan pengobatan yang rutin untuk menuju
ke tahap pemulihan yang lebih stabil.
Terapi Fase Pemeliharaan
● Pada fase ini dilakukan terapi jangka panjang dengan
harapan dapat mempertahankan kesembuhan, mengontrol
gejala, mengurangi risiko kekambuhan, mengurangi durasi
rawat inap, dan mengajarkan keterampilan untuk hidup
mandiri. Terapinya meliputi obat-obatan, terapi suportif,
pendidikan keluarga dan konseling, serta rehabilitasi
pekerjaan dan sosial.

Secara umum, terapi penderita skizofrenia dibagi Pengobatan pada tahap ini dilakukan
menjadi tiga tahap yakni terapi akut, terapi stabilisasi dengan obat-obat antipsikotik. Terapi
dan terapi pemeliharaan. Terapi akut dilakukan pada pemeliharaan bertujuan untuk mencegah
tujuh hari pertama dengan tujuan mengurangiagitasi, kekambuhan. Dosis pada terapi
agresi, ansietas, dan lain-lain. Benzodiazepin biasanya pemeliharaan dapat diberikan setengah
digunakan dalam terapi akut. Penggunaan dosis akut. Klozapin merupakan
benzodiazepin akan mengurangi dosis penggunaan antipsikotik yang hanya digunakan
obat antipsikotik. Terapi stabilisasi dimulai pada apabila pasien mengalami resistensi
minggu kedua atau ketiga. Terapi stabilisasi bertujuan terhadap antipsikotik yang lain (Dipiro,
untuk meningkatkan sosialisasi serta perbaikan 2008).
kebiasaaan dan perasaan.
Antipsikotik dapat dibedakan menjadi 2, yaitu : (Ikawati, 2011).

a) Antipsikotik tipikal (FGA)


Antipsikotik tipikal merupakan
b) Antipsikotik atipikal (SGA)
antipsikotik generasi lama yang
Antipsikotik atipikal adalah generasi baru
mempunyai aksi untuk mengeblok
yang banyak muncul pada tahun 1990an.
reseptor dopamin D2. Antipsikotik jenis
Aksi obat ini yaitu menghambat reseptor 5-
ini lebih efektif untuk mengatasi gejala
HT2 dan memiliki efek blokade pada
positif yang muncul. Efek samping
reseptor dopamin yang rendah.
ekstrapiramidal banyak ditemukan pada
Antipsikotik atipikal merupakan pilihan
penggunaan antipsikotik tipikal
pertama dalam terapi skizofrenia karena
sehinggamuncul antipsikotik atipikal
efek sampingnya yang cenderung lebih kecil
yang lebih aman. Contoh obat-obatan
jika dibandingkan dengan antipsikotik
yang termasuk dalam antipsikotik tipikal
tipikal.
diantaranya adalah klorpromazin,
Contoh obat yang termasuk antipsikotik
tiorizadin, flufenazin, haloperidol,
atipikal adalah clozapin, risperidon,
loxapin, dan perfenazin.
olanzapin, ziprasidon, dan quetiapin
(Ikawati, 2011).
Next

Perbedaan obat antispikotik


Back
Penatalaksanaan Skizofrenia menurut Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter
Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Tahun 2014

2. Intervensi sementara untuk gaduh


1. Diberikan obat antipsikotik
gelisah dapat diberikan injeksi haloperidol
Haloperidol 2-3 x 2-5mg/hari atau
5 mg, dapat diulangi dalam 30 menit –1
Risperidon 2 x 1-3mg/hari atau
jam. Dosis maksimal injeksi haloperidol
Klorpromazin 2-3 x 100-200
30mg/hari.Atau dapat juga diberikan
mg/hari.Untuk mengurangi agitasi
injeksi klorpromazin 2-3 x 50mg/hari.
dan memberikan efek sedasi
Untuk pemberian haloperidol dapat
dapat digabungkan dengan
diberikan tambahan injeksi diazepam
benzodiazepin (contoh: diazepam
untuk mengurangi dosis antipsikotiknya
2-3 x 5mg/hari, lorazepam 1-3 x
dan menambah efektifitas terapi
1-2mg/hari).
Back
Penatalaksanaan Skizofrenia menurut Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter
Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Tahun 2014

3. Untuk pasien psikotik kronis yang 4. Jika timbul efek samping


tidak taat berobat, dapat ekstrapiramidal seperti tremor,
dipertimbangkan untuk pemberian injeksi kekakuan, akinesia, dapat diberikan
depo (jangka panjang) antipsikotik triheksifenidyl 2-4 x 2mg. Jika timbul
seperti haloperidol deconas 50mg atau distonia akut berikan injeksi diazepam
fluphenazine deconas 25 mg. Berikan atau difenhidramin, jika timbul
injeksi I.M ½ ampul terlebih dahulu untuk akatisia (gelisah, mondar-mandir tak
2 minggu, selanjutnya injeksi 1 ampul bisa berhenti bukan akibat gejala)
untuk 1 bulan. Obat oral jangan turunkan dosis antipsikotik dan
diberhentikan dahulu selama 1-2 bulan, berikan beta-blocker, propranolol 2-3
sambil dimonitor efek samping, lalu obat x 10-20mg.
oral dapat diturunkan perlahan.
Cara Penggunaan Obat Antipsikotik
Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis
yang dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan
dosis ekivalen.
Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam
dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti
dengan obat psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan
dosis ekivalennya dimana profil efek samping belum tentu sama.
Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat
antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek
sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
 Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
 Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
 Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
 Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak
efek samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga
tidak begitu mengganggu kualitas hidup pasien
Cara Penggunaan Obat Antipsikotik
• Mulai dosis awal dengan dosis anjuran à dinaikkan setiap 2-3 hari à sampai
mencapai dosis efektif (mulai peredaan sindroma psikosis) à dievaluasi setiap
2 minggu dan bila perlu dinaikkan à dosis optimal à dipertahankan sekitar 8-
12 minggu (stabilisasi) à diturunkan setiap 2 minggu à dosis maintanance à
dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/mingu)
à tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) à stop
• Untuk pasien dengan serangan sndroma psikosis multiepisode terapi
pemeliharaan dapat diberikan paling sedikit selama 5 tahun. Efek obat
psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis
terakhir yang masih mempunyai efek klinis.
• Pada umumnya pemberian oabt psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3
bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali.
Untuk psikosis reaktif singkat penurunan obat secara bertahap setelah
hilangnya gejala dalam kurun waktu 2 minggu - 2 bulan.
• Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun
diberikan dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi ketergantungan
obat kecil sekali.
Cara Penggunaan Obat Antipsikotik
 Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic
rebound yaitu: gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar
dan lain-lain. Keadaan ini akan mereda dengan pemberian anticholinergic
agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg IM dan tablet trihexypenidil 3x2
mg/hari)
 Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk
pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak
efektif terhadap medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap 2
minggu pada bulan pertama baru ditingkatkan menjadi 1 cc setap bulan.
Pambarian anti psikosis long acting hanya untuk terapi stabilisasi dan
pemeliharaan terhadap kasus skizopfrenia.
 Penggunaan CPZ injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik
pada waktu perubahan posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade).
Tindakan mengatasinya dengan injeksi nor adrenalin (effortil IM)
 Haloperidol sering menimbulkan sindroma parkinson. Mengatasinya
dengan tablet trihexyphenidyl 3-4x2 mg/hari, SA 0,5-0,75 mg/hari
Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama

Yaitu obat yang dipilih adalah Newer atypical


antipsycotic merupakan terapi pilihan untuk
penderita Skizofrenia episode serangan pertama
karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan
resiko untuk terkena tardive dyskinesia lebih rendah.

Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu


beberapa saat untuk mulai bekerja. Sebelum
diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan
diganti dengan obat lain, para ahli biasanya akan
mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2 kali
lebih lama pada Clozaril)
Pemilihan Obat Untuk Keadaan Relaps (Kambuh)

• Biasanya timbul bila penderita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting
untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang
penderita berhenti minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh
obat tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat menurunkan dosis
menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti dengan obat lain
yang efek sampingnya lebih rendah.
• Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat
mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4
minggu. Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya.
• Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai
anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan
obat obatan yang lain, misalnya antipsikotik konvensional dapat diganti dengan
newer atipycal antipsycotic atau newer atipycal antipsycotic diganti dengan
antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat
bekerja bila terapi dengan obat-obatan diatas gagal.
Pengobatan Selama Fase Penyembuhan

o Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat


pengobatan walaupun setelah sembuh. Penelitian terbaru
menunjukkan 4 dari 5 pasien yang behenti minum obat
setelah episode petama Skizofrenia dapat kambuh.
o Para ahli merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia
episode pertama tetap mendapat obat antipskotik selama 12-
24 bulan sebelum mencoba menurunkan dosisnya.
o Pasien yang mendertia Skizofrenia lebih dari satu episode,
atau balum sembuh total pada episode pertama
membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu diingat,
bahwa penghentian pengobatan merupakan penyebab
tersering kekambuhan dan makin beratnya penyakit.
Daftar pustaka
DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015,
Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edit., McGraw-Hill Education
Companies, Inggris.
Ibrahim, A.S, 2005, Spliting Personality. Penerbit Dian Ariesta.
Jakarta pusat.Hal 17
Maramis, F.W. (2005). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya :
Airlangga
University PressSinaga, B R. 2007. Skizofrenia dan diagnosis
banding. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI
Wells, et al. 2009. Pharmacotherapy Handbook 7th Edition. New
York: McGraw-Hill
Smith, Valerie Et Al. 2011. ―Review Public Perceptions , Knowledge
And Stigma Towards People With Schizophrenia.‖ JOURNAL OF PUBLIC
MENTAL HEALTH 10(1): 45–56.
TERIMA KASIH
CREDITS: This presentation template was created
by Slidesgo, including icons by Flaticon and
infographics & images by Freepik.

Please keep this slide for attribution.

Anda mungkin juga menyukai