Anda di halaman 1dari 41

PERDARAHAN SALURAN CERNA

PENDAHULUAN

 Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan


saluran cerna proksimal dari ligamentum Treitz.
 Perdarahan saluran cerna bagian atas merupakan kegawatdaruratan
gastrointestinal dengan mortalitas sebesar 5 – 14%.
 Untuk kepentingan klinis dibedakan menjadi variceal bleeding dan
non-variceal bleeding.
PENDAHULUAN

 Pasien dengan perdarahan SCBA biasanya datang dengan


kemungkinan anemia defisiensi besi dan hematemesis dan atau
melena.
 Evaluasi yang akurat dan manajemen awal yang tepat sebelum
pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi merupakan hal yang sangat
penting yang dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas.
ANATOMI SCBA
Esofagus
 Organ silindris berongga, panjang
25 cm dan diameter 2 cm.
 Dari hipofaring hingga kardia
gaster.
 Letak : di posterior trakea &
anterior vertebra.
 Terdapat sfingter pada kedua
ujungnya.
ANATOMI SCBA
Gaster
 Letak oblik dari kiri ke kanan.
 Bentuk J (bila kosong) dan buar
pir (bila penuh).
 Terdiri atas :

- Kardia
- Fundus
- Korpus
- Pilorus  sfingter
ANATOMI SCBA
Duodenum
 Panjang duodenum 25 – 30 cm,
panjang jejunum & ileum 6 – 7
m.
 Batas duodenum dan jejunum
ditandai oleh Lig. Treitz.
 Pada permukaan lumen, terdapat
lipatan  Valvula coniventes 
absorpsi.
EPIDEMIOLOGI

 Insidensi perdarahan SCBA 48 – 160 kasus per 100.000 populasi.


Lebih tinggi pada pria dan orang tua.
 Sebagian besar kematian bukan akibat langsung eksanguinasi, tapi
akibat buruknya toleransi terhadap syok, aspirasi dan prosedur
terapeutik.
 Angka mortalitas sebesar 6 – 14%.

 Mortalitas meningkat pada kasus rebleeding.


EPIDEMIOLOGI

 Rebleeding lebih sering terjadi pada kasus variceal bleeding sebesar


25%.
Tabel 1. Penyebab Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas
Berdasarkan Studi Epidemiologik Tahun 2010
  %
Ulkus peptik 31 – 67
Erosif 7 – 31
Perdarahan varises 4 – 20
Esofagitis 3 – 12
Mallory-Weiss 4–8
Neoplasma 2–8
Lain-lain 2–8
ETIOLOGI
1. Varises Esofagus
 Dilatasi vena-vena submukosa pada
esofagus bagian bawah.
 Terjadi akibat hipertensi portal
pada kasus sirosis hepatis (Normal
tek. portal 3 – 5 mmHg. Tek. portal
10 – 12 mmHg  varises).
 Tekanan meningkat  dilatasi
berlebihan  pecahnya vena 
perdarahan
ETIOLOGI
2. Gastritis Erosif
 Ditandai dengan mukosa
hiperemis, edema dan ditutupi
mukus hingga erosi.
 Terjadi akibat beberapa hal :
• Konsumsi OAINS berlebihan (mis :
aspirin, ibuprofen, dll)
• Stres  luka bakar, trauma SSP,
gagal multi organ.
• Konsumsi alkohol berlebihan
ETIOLOGI
3. Ulkus Peptikum
 Defek mukosa/submukosa yang
dapat menembus lapisan
muskularis hingga serosa. Diameter
≥ 5 mm
 Lokasi  dinding posterior bulbus
duodenum  erosi a.
pankreatikoduodenal atau a.
gastroduodenal.
 Akibat ketidakseimbangan faktor
agresif dan faktor defensi mukosa
lambung dan duodenum.
ETIOLOGI
3. Ulkus Peptikum
 Terbagi atas dua, yakni ulkus gaster dan ulkus duodenum.
 Ulkus duodenum  90% pada duodenum pars superior, 3 cm
dari pilorus. Diameter biasanya ≤ 1 cm.
 Ulkus gaster  diklasifikasikan menjadi empat berdasarkan
lokasinya, yaitu :
- Tipe I  corpus gaster
- Tipe II  antrum pilorikum
- Tipe III  3 cm dari pilorus
- Tipe IV  kardia gaster
ETIOLOGI
4. Sindrom Mallory-Weiss
 Perdarahan akibat laserasi mukosa
longitudinal pada gastroesophageal
junction atau kardia gaster.
 Akibat gradien tekanan transmural
yang besar.
 Paling sering pada kasus konsumsi
alkohol. Namun bisa terjadi pada
hernia hiatus.
 Sebagian besar bersifat self-
limiting.
ETIOLOGI
5. Keganasan
 Keganasan yang paling sering
bermanifestasi sebagai perdarahan
SCBA adalah karsinoma esofagus
dan karsinoma gaster.
 Biasanya keluhan akibat karsinoma
esofagus adalah disfagia. Selain itu
juga bisa terjadi perdarahan
(hematemesis dengan atau tanpa
melena atau anemia defisiensi
besi).
Karsinoma Esofagus
ETIOLOGI
5. Keganasan
 Karsinoma gaster yang sering
ditemukan adalah adenokarsinoma
(90 – 99%).
 Lokasi tersering  daerah
antropilorik bagian kurvatura
minor.
 Seperempat kasus berbentuk tumor
yang berulserasi.

Karsinoma Gaster yang


Mengalami Ulserasi
MANIFESTASI KLINIS

 Hematemesis dan atau melena  lokalisasi perdarahan.


 Anemia defisiensi Fe  perdarahan tersembunyi (occult bleeding).
 Bila ditemukan asites dan ikterus  varises esofagus akibat sirosis
hepatis.
PENATALAKSANAAN
Prinsip  mempertahankan stabilitas hemodinamik, menghentikan perdarahan dan
mencegah perdarahan ulang

Langkah praktis pengelolaan perdarahan SCBA :


 Pemeriksaan awal  evaluasi status hemodinamik
 Resusitasi  stabilisasi hemodinamik
 Anamnesis, pemfis dan pemeriksaan lain yg diperlukan
 Memastikan perdarahan SCBA atau SCBB
 Diagnosis pasti penyebab perdarahan
 Terapi utk menghentikan perdarahan, penyembuhan penyebab perdarahan, mencegah
terjadinya rebleeding.
PENATALAKSANAAN
A. Pemeriksaan Awal
Ditujukan untuk menilai status hemodinamik. Pemeriksaan meliputi :
 Tek. darah dan nadi dlm posisi berbaring
 Perubahan ortostatik tek. darah dan nadi
 Akral teraba dingin atau tidak
 Pernapasan
 Tingkat kesadaran
 Produksi urin
.
PENATALAKSANAAN
Perdarahan akut > 20% volume intravaskular  hemodinamik tdk stabil

Tanda-tanda hemodinamik tdk stabil :


 Hipotensi (< 90/60 mmHg atau MAP < 70 mmHg) dgn frek. nadi > 100x/menit.
 TD diastolik ortostatik turun > 10 mmHg atau sistolik turun > 20 mmHg
 Frek. Nadi ortostatik meningkat 15x/menit
 Akral dingin
 Kesadaran menurun
 Anuria atau oliguria
PENATALAKSANAAN
B. Resusitasi
Ditujukan untuk stabilisasi hemodinamik.
 Infus cairan kristaloid 2 line tetesan cepat.
 Pasang monitor CVP (central venous pressure)
 Curiga diatesis hemoragik  tes Rumple-Leede, BT, CT, PT dan aPTT
 Transfusi darah

Indikasi : - Hemodinamik tdk stabil

- Perdarahan aktif  > 1 liter / Hb < 10 gr% /HCT < 30%

- Tanda oksigenasi jaringan menurun


PENATALAKSANAAN
C. Penilaian Risiko Kematian dan Perdarahan Berulang
Terdapat dua sistem skoring yang sering digunakan yakni :
 Skor Rockall  parameter klinis (usia, komorbid, status hemodinamik) dan
endoskopis (diagnosis dan stigmata endoskopik).
 Skor Blatchford  utk memprediksi kebutuhan intervensi klinis (endoskopi, operasi
atau transfusi darah) berdasarkan parameter klinis dan laboratorium.
PENATALAKSANAAN
D. Anamnesis, Pemeriksaan Fisis dan Pemeriksaan Lain
Anamnesis
 Onset perdarahan dan perkiraan darah
 Riwayat perdarahan sebelumnya
 Riwayat perdarahan dlm keluarga
 Ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain
 Penggunaan obat-obatan terutama OAINS dan anti koagulan
 Kebiasaan minum alkohol
 Kemungkinan penyakit hati kronik, demam berdarah, demam tifoid, GGK, DM,
hipertensi dan alergi obat-obatan.
 Riwayat transfusi
PENATALAKSANAAN
D. Anamnesis, Pemeriksaan Fisis dan Pemeriksaan Lain
Pemeriksaan fisis
 Stigmata penyakit hati kronik
 Suhu badan dan perdarahan di bagian tubuh lain
 Tanda-tanda kulit dan mukosa penyakit sistemik yg bisa disertai perdarahan saluran
cerna
PENATALAKSANAAN
D. Anamnesis, Pemeriksaan Fisis dan Pemeriksaan Lain
Pemeriksaan Penunjang
 Eelektrokardiogram
 BUN dan kadar kreatinin serum
 Kadar elektrolit (Na, K, Cl)
 Pemeriksaan lainnya  tergantung jenis kasus yang dihadapi
PENATALAKSANAAN
E. Membedakan Perdarahan SCBA atau SCBB

Tabel 4. Perbedaan Perdarahan SCBA dan SCBB

Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB

Manifestasi klinik pada Hematemesis dan/melena Hematoskezia


umumnya

Aspirasi nasogastrik Berdarah Jernih

Rasio (BUN/Kreatinin) Meningkat > 35 < 35

Auskultasi usus Hiperaktif Normal


PENATALAKSANAAN
F. Diagnosis Penyebab SCBA
Sarana diagnostik :

- Radiografi dgn barium

- Endoskopi gastrointestinal  prosedur pilihan (diagnostik dan terapeutik)


- Radionuklid

- Angiografi
PENATALAKSANAAN
F. Diagnosis Penyebab SCBA
Endoskopik  aktivitas perdarahan akibat ulkus (klasifikasi Forrest)
PENATALAKSANAAN
G. Terapi
Terapi Non endoskopik :
 Bilas lambung
 Injeksi vitamin K
 Vasopressin 50 U dlm 100 cc D5% diberikan 0,5 – 1 mg/mnt/IV selama 20 – 60 mnt,
dpt diulang tiap 3 – 6 jam + nitroglisering IV 40 mcg/mnt dititrasi sambil tetap
mempertahankan TD sistolik > 90 mmHg
 Somatostatin  bolus 250 mc/IV, lanjut per infus 250 mcg/jam 12 – 24 jam
 Ocreotide  bolus 100 mcg/IV, lanjut per infus 25 mcg/jam 8 – 24 jam.
PENATALAKSANAAN
G. Terapi
Terapi Non endoskopik :
 Obat anti sekresi asam  Proton Pump Inhibitor (PPI)

Bolus omeprazol 80 mg/IV, lanjut per infus 8 mg/kgBB/jam selama 72 jam.


Mencegah rebleeding akibat ulkus peptik
 Antasida, antagonis reseptor H2, sukralfat  utk penyembuhan lesi mukosa penyebab
perdarahan.
PENATALAKSANAAN
G. Terapi
Terapi Non endoskopik :
 Balon tamponade  Sengstaken-Blakemore tube (SB tube)

Alat SB tube

Ilustrasi pemasangan SB tube


PENATALAKSANAAN
G. Terapi
Terapi Endoskopik :
 Injeksi epinefrin 1 : 10.000 sebanyak 0,5 – 1 cc tiap suntikan pd submukosa,
kombinasi dgn elektrokoagulasi.
 Hemostasis endoskopik  ligasi varises (terapi pilihan pd varises esofagus)

Ligasi varises secara endoskopik


PENATALAKSANAAN
G. Terapi
Terapi Radiologik
 Terapi angiografi  perdarahan menetap atau gagal terapi endoskopi serta
pembedahan sangat berisiko
 Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt (TIPS)  varises esofagus

Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt (TIPS)


PENATALAKSANAAN
G. Terapi
Terapi Pembedahan
 Indikasi :

* HD tetap tdk stabil  transfusi > 6 unit


* Perdarahan ulang setelah dua prosedur endoskopik

* Syok yg berkaitan dgn perdarahan berulang

* Perdarahan menetap yg membutuhkan > 3 unit PRC per hari


PENATALAKSANAAN
G. Terapi
Varises esofagus
 Pada kasus gagal endoskopik dan gagal terapi TIPS
 Prosedur  pembuatan portocaval shunt (menurunkan tekanan pd sirkulasi vena
portal)
PENATALAKSANAAN
G. Terapi
Ulkus peptik
 Ulkus duodenum 

- Identifikasi sumber perdarahan  duodenotomi longitudinal atau duodenopilorotomi


- Kontrol perdarahan  ligasi langsung

- Lokasi : anterior  ligasi empat kuadran

posterior  ligasi pembuluh darah di proksimal & distal ulkus


PENATALAKSANAAN
G. Terapi
Ulkus peptik
 Ulkus gaster 

- Kontrol perdarahan  ligasi


- Gastrektomi distal

- Risiko tinggi  dipertimbangkan utk vagotomi dan piloroplasti


PENATALAKSANAAN
G. Terapi
Mallory-Weiss
 Pada kasus gagal terapi injeksi secara endoskopik atau elektrokoagulasi
 Dilakukan high gastrotomy dan jahit robekan mukosa
 Jarang terjadi perdarahan berulang.
PENATALAKSANAAN
G. Terapi
Keganasan
 Lesi ulseratif yg menimbulkan perdarahan menetap
 Dilakukan reseksi tumor
ALGORITMA

Algoritma Diagnosis dan Manajemen


(non variceal bleeding)
ALGORITMA

Algoritma Diagnosis dan Manajemen


(variceal bleeding)
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai