Anda di halaman 1dari 50

Trauma Abdominal

Dr.Warsinggih,SpB-KBD
SUB BAGIAN BEDAH DIGESTIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNHAS/
Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO
MAKASSAR
Pendahuluan
 Trauma pada penduduk sipil masih tetap merupakan
penyebab kematian pada seluruh kelompok umur
 Terutama pada kelompok umur dibawah umur 45 tahun
 Lebih dari seperdua pasien-pasien trauma merupakan
akibat kecelakaan lalu lintas, selebihnya akibat terjatuh,
luka tembak dan luka tusuk, keracunan, luka bakar, dan
tenggelam
 Trauma abdomen dan pelvis merupakan penyebab
terbanyak kehilangan nyawa yang bersifat tragis, trauma
abdomen yang tidak diketahui (luput) masih tetap
menjadi momok sebagai penyebab kematian yang
seharusnya bisa dicegah (preventable death)
 Sebagian besar dokter menganggap bahwa ruptur organ
berongga atau perdarahan dari organ padat
menyebabkan peritonitis dan mudah diketahui.
 Kenyataannya, gejala fisik yang tidak jelas, kadang
ditutupi oleh nyeri (shadowed by pain) akibat trauma
ekstra-abdominal dan dikaburkan oleh (“masked by”)
intokasi atau trauma kepala yang semuanya merupakan
alasan utama untuk luputnya diagnosa trauma
abdomen.
 Lebih sepertiga pasien-pasien dengan trauma abdomen
yang membutuhkan tindakan bedah segera, pada
awalnya mempunyai gejala klinik yang tidak khas
( benign physical examination), sehingga klinisi yang
kurang waspada akan menganggap tidak ada trauma
abdomen (“no injury exist)
Pemeriksaan klinik
 Kunci sukses untuk penanganan trauma
abdomen adalah “high index suspicion”
 “Should be assumed” (harus dianggap)
menderita trauma organ visceral
 Dokter pemeriksa harus menentukan ada
trauma organ intra abdomen atau tidak, dan
harus menentukan apakah perlu intervensi
operasi segera atau tidak
 75 – 90% “abdominal gunshot wounds”
membutuhkan laparotomy segera, 25 – 35%
dengan “abdominal stab wounds”, hanya 15 –
20% dengan “blunt abdominal trauma”
Anatomical regions and contents
Anatomical site Visceral and vascular
contents
Peritoneum
-Thoracic liver, spleen, stomach, colon
-Abdominal
Small bowel, colon

Retroperitoneum Major vessels, pancreas,


duodenum, colon, urinary
tract
Pelvis Rectum, bladder, major
vessels, female
reproductive organs, rich
venous plexus
Alat bantu Diagnostic
 Riwayat trauma dan pemeriksaan fisik
 Investigasi Laboratorium
 Foto polos abdomen
 “Diagnostic peritoneal lavage” (DPL)
 Computerized tomography (CT scan) dan
ultrasound (USG)
 laparoskopi
Riwayat trauma
 Informasi tentang kejadian trauma (mekanisme)
 Saksi mata, catatan dari paramedis
 Pada kecelakaan lalu lintas, kecepatan dan arah
dari kecelakaan (kendaraan),kerusakan
kendaraan, penggunaan “seat-belts”, “chrusing
and decelerating injury”, terlempar (“ejection”)
dari kendaraan
 Pada “gunshot wound”; kaliber dan “muzzle
velocity” dari senjata, jumlah tembakan, jarak
antara senjata dengan korban
Pemeriksaan fisik (PF)

 PF dari abdomen yang cidera hanya


sedikit memberikan informasi dan
cenderung menyesatkan
 Pada 30% dari pasien yang membutuhkan
interfensi operatif segera pada PF awal
bisa saja benign, lebih dari 50% dengan
penurunan kesadaran akibat trauma
kepala atau intoxication.
 Terutama pada blunt trauma
 Davis et al (1976) dari 437 pasien-pasien blunt
abdominal trauma; 47% tidak mempunyai gejala
klinik yang khas pada evaluasi awal, 44%
ditemukan dari hasil “diagnostic test” dan 77%
dari mereka didapatkan trauma intra abdominal
 Tanda –tanda peritonitis merupakan “mandates”
untuk “urgent laparotomy” tanpa menunggu
hasil-hasil tes-tes diagnostik
 Oleh karena itu, pemeriksaan abdomen
yang teliti, sistematik sangat dianjurkan
pada setiap kasus-kasus trauma abdomen
 Inspeksi; “fully undressed” dan
pemeriksaan secara “log-rolled”
 Auscultasi
 Palpasi dan perkusi
 Pemeriksaan rectal
Investigasi laboratorim
 Pemeriksaan awal darah dan tes-tes
laboratorium lain hanya sedikit memberi
arti kecuali digunakan sebagai “baselines”
sebagai monitor untuk perkembangan
klinik selanjutnya
 Seperti misalnya serial haematocrit untuk
monitor kehilangan darah, amylase untuk
monitor adanya trauma pancreas
Foto Polos

 Kegunaannya terbatas pada trauma


abdomen; dibutuhkan # 800 ml cairan
bebas baru bisa terlihat pada “foto polos
abdomen
 Foto tegak dapat menunjukan udara
bebas intraperitoneal, (perforasi organ
visera berongga), “nasogastric tube” pada
rongga thoraks (ruptur diaphragma)
Diagnostic peritoneal lavage

 Root and colleagues 1965; metode


pemeriksaan ini yang cepat, murah,
akurat, aman untuk menilai baik pada
trauma tumpul atau trauma tembus
abdomen
 “Accuracy rate” 95% dan morbiditas
kurang dari 1%
Indikasi DPL
1. “Equivocal”, yaitu pada keadaan gejala klinik
yang meragukan misalnya trauma jaringan
lunak lokal disertai dengan trauma tulang yang
gejala kliniknya saling mengaburkan
2. “Unreliable”, yaitu jika kesadaran pasien
menurun setelah trauma kepala atau
intoksikasi
3. “Impractical”, yaitu untuk mengantisipasi
kemungkinan pasien membutuhkan anestesia
umum yang lama untuk trauma lainnya
Kontra-indikasi DPL

 Absolute”: indikasi yang jelas untuk


tindakan laparotomi
 “Relative”: secara teknik sulit dilakukan
seperti kegemukan (morbid obesity),
pembedahan abdominal sebelumnya,
kehamilan lanjut, koagulopati
Positive diagnostic DPL

Parameter aspirate lavage

Blood > 10 ml

Red cell > 100 000/mm3


(20 000 – 100 000/mm3
equivocal
Enzymes Amylase > 20 IU/l
Alkaline phosphatase >3IU/l
Indikasi
Computerized tomography
(CT)
 “Delayed presentation” – gejala muncul
lebih dari 24 jam setelah trauma
 Hasil DPL yang meragukan
 Adanya kontra-indikasi relative untuk
DPL
 Kecurigaan trauma retroperitoneal seperti
adanya hematuria tanpa trauma urethra
atau buli-buli
Kontra indikasi
CT scan

 “Absolute”; adanya indikasi untuk


laparotomi dan kehamilan
 “Relative”; allergy terhadap media kontras,
pediatric trauma
Ultrasound (USG)
 USG digunakan secara luas untuk
evaluasi trauma abdomen terutama
trauma pediatrik
 Dengan peningkatan resolusi ultrasound,
prosedure jadi lebih cepat, modern,
murah, dan evaluasi bersifat “relatively
organ specific” . Alat yang “portable” dan
dapat digunakan di ruang resusitasi untuk
evaluasi yang cepat
Ultrasound (USG)

 “More operator dependent”


 USG dapat dengan cepat menunjukan cairan
bebas intraperitoneal dan trauma organ padat,
mampu mengevaluasi daerah retroperitonium,
meskipun tanpa bantuan CT scan
 USG kurang mampu untuk mengidentifikasi
perforasi organ berongga dan pada ileus
paralitik ileus gas mengisi rongga usus sehingga
interpretasi dengan USG sangat sulit.
Laparoscopy

 “Modern minimally invasive surgery”


 Aplikasi diagnostik dan terapeutik dari
laparoskopi digunakan dalam banyak bidang,
termasuk juga trauma abdomen
 Indikasi penggunaan laparoskopi dalam trauma
abdomen masih diklarifikasikan, tetapi
laparoskopi memegang peranan dalam trauma
tembus dan trauma tumpul abdomen dalam
menentukan perlu tidaknya laparotomi
 Hemodinamik harus stabil
Kelemahan penggunaan
laparoskopi pada trauma
abdomen
 Membutuhkan anestesi umum
 Resiko pneumothraks pada ruptur diaphragma
 Resiko emboli gas pada trauma vena-vena
besar
 Peningkatan TIK pada pasien trauma kepala
 Masalah waktu dan biaya
 Angka kegagalan 57% untuk limpa, usus halus,
duodenum, pancreas, retroperitonial
Trauma tumpul abdomen
Mekanisme trauma

1. Peningkatan tekanan intra-abdomen yang mendadak,


memberikan tekanan untuk merusak organ padat (“to
burst injury of solid organs”) seperti hepar dan limpa,
atau rupture dari organ berongga seperti usus
2. “Shearing forces”, secara klasik dimulai dengan
deselerasi secara cepat pada kecelakaan lalu lintas,
hal ini dapat merobek pedikle vasculer seperti
mesentrium, porta hepatis and hilus limpa
3. “Compression injury” organ viscera terperangkap
antara dua kekuatan yang datang didinding anterior
abdomen atau daerah thoraks dengan tulang lumbar
(kolumna vertebralis)
Penanganan
trauma tumpul abdomen
 Pemeriksaan fisik; PF yang negatif cenderung
menyesatkan, sedangkan PF yang positif akan
sangat bermanfaat dan merupakan indikasi yang
jelas adanya kerusakan intra-abdomen
 Foto polos abdomen sangat kecil perannya
dalam memutuskan tindakan operasi
 Pemeriksaan laboratorium; sebagian besar
pemeriksaan darah tidak memberikan peranan
yang bermakna
 Pemeriksaan fisik yang positif; tanda-
tanda rangsangan peritonial, “seat belt
sign”, “bruising”, “Kehr’s sign”, fraktur iga
atau pelvis
 Pemeriksaan radiologi; fraktur iga dan
udara bebas intraperitonial
 Pemeriksaan laboratorium; kehilangan
darah kurang dari 8 gr %, peningkatan
amilase, transaminase
Penanganan Algoritma
trauma tumpul abdomen
PENANGANAN NON OPERATIF
 Keuntungan penanganan non operatif
yaitu; lebih murah, komplikasi postoperatif
tidak ada, dan kurang nyeri
 CT scan dapat meningkatkan kemampuan
kita dalam mendeteksi kelainan terutama
organ padat pada trauma tumpul
abdomen, begitu juga pada trauma
tembus abdomen
Penanganan non operatif
trauma tumpul abdomen

 Pada pasien hemodinamik stabil


 60 – 70% trauma tumpul organ padat
dapat ditangani secara non operatif, angka
kesuksesan lebih dari 90%
 “Screening” pasien dengan CT scan
Penanganan non operatif
trauma limpa
 Trauma tumpul limpa ditangani secara non
operatif pada 60 – 70% kasus, angka kegagalan
10%
 Kunci sukses adalah seleksi pasien dengan ketat
 Hemodinamik stabil, volume urine >40 – 50
ml/jam, respon baik dengan pemberian kristaloid
1 – 2 liter saat resusitasi
 Pada pemeriksaan ulangan; tidak ada tanda
-tanda rangsangan peritoneal
 Harus dirawat di ICU dan tersedia fasilitas untuk
CT serial
Kandidat untuk penanganan
non operatif trauma limpa

 Orang dewasa: grade I dan II


 Anak-anak; sampai grade III
Penanganan non operatif
trauma limpa
 Pasien dirawat di ICU dan dipuasakan
 Monitor: tanda-tanda vital, serial
hematokrit, pemeriksaan fisik setiap 4 jam
 CT scan serial setiap 24 jam
 Kegagalan terjadi dalam waktu 72 jam
pertama; harus diawasi secara ketat
 Harus istirahat ditempat tidur selama 10
hari
Kegagalan penanganan
non operatif trauma limpa
 Perdarahan akibat; lisis hematoma,
perpindahan cairan akibat perubahan
osmotik cairan 4 minggu
 Mandat untuk laparotomi (splenektomi)
 Luna & Dellinger: penanganan non
operatif mempunyai resiko operasi, resiko
transfusi, resiko sepsis post splenektomi,
resiko kematian empat kali lebih tinggi.
Faktor-faktor penyebab kegagalan
penanganan non operatif
trauma limpa

 Umur diatas 55 tahun


 Injury severity score
 Glasgow coma scale
 Injury grade
 Jumlah dari hemoperitonium
Penatalaksanaan trauma hepar
yang sedang dikembangkan
 20% pasien dengan trauma tumpul
abdomen yang perlu operasi segera
mengalami trauma hepar
 Membuka cavum abdomen pada trauma
hepar selalu dihubungkan dengan
kehilangan darah
 Dengan CT scan; penilaian akurat untuk
trauma hepar
Penanganan non operatif
trauma hepar
 Hemodinamik harus stabil
 Untuk trauma grade I dan grade II
 Grady Memorial Hospital Atlanta; juga
melakukan untuk trauma tembus abdomen
dengan perdarahan kurang 500 cc (CT scan)
 Kunci sukses; monitor yang agresif, CT serial
 Untuk trauma hepar sangat berat: “perihepatic
packing and drainage” dan “re-operative
surgery”
Keuntungan penanganan non
operatif trauma hepar

 Mortalitas menurun
 Angka infeksi rendah
 Angka transfusi rendah

 Komplikasi: “biloma”, abses, fistel


vaskuler-bilier
Trauma tembus abdomen
mekanisme trauma
 Luka tusuk: daerah trauma, arah trauma,
kekuatan tusukan, panjang dan ukuran tusukan
 Luka tembak: lebih kompleks, energi kinetik
proyektil, “proyectil velocity”
 Untuk luka tembak: “low velocity proyectil” atau
“high velocity proyectil”
 “Low velocity”: robekan langsung dan “crushing”
pada jaringan lokal
 “High velocity”: “chrusing” pada jaringan lokal
dan cavitasi (terowongan)
Luka tusuk abdomen

 50 - 70% terjadi di anterior abdomen


 25 – 50% membutuhkan operasi
 J.A Marx (1993) North Carolina USA:
1. Apakah secara klinik perlu operasi
segera
2. Apakah peritonium tembus: LWE
3. Apakah terjadi kerusakan organ
Local wound
exploration (LWE)
 Dengan anestetik lokal dilakukan
eksplorasi luka tusukan untuk mengetahui
tembus tidaknya peritonium
 LWE negative (clearly negative):
dipulangkan
 LWE positive: intervensi bedah
 LWE ragu-ragu: pemeriksaan lanjut
Algoritma trauma tembus abdomen
Indikasi operasi
trauma tembus abdomen

 Tanda-tanda vital tidak stabil


 Eviserasi organ intraperitonial
 Tanda-tanda peritonitis
Luka tembak abdomen
 Luka tembak dinding depan abdomen 80
-85% tembus peritonium
 Tembus peritonium: 90 – 95% disertai
trauma organ intra-abdomen
 Hal-hal pada trauma tusuk abdomen juga
berlaku disini
 LWE tidak tepat
 Biplanar X-ray
Trauma tembus
pinggang dan punggung

 Indikasi operasi: tanda-tanda peritonitis,


hipotensi yang tidak jelas, perdarahan
gastrointestinal, bukti radiologi untuk
trauma genitourinaria
 Protokol penanganan sama dengan
trauma tembus abdomen
PENANGAN
OPERATIF

 INDIKASI;
1. Shock hemorragik
2. Penanganan non operatif gagal
3. didasarkan pada pemeriksaan fisik,
stabilitas hemodinamik, hasil imaging,
pengalaman klinik sebelumnya (surg).
 INSISI: procesus xipohoid - pubis
 Jumlah darah harus diperkirakan begitu
mulai masuk abdomen
 Seluruh kuadran (empat) abdomen mulai
“packed”, kemudian setiap regio diperiksa
secara sistematik untuk mecari sumber
perdarahan
 Kontrol perdarahan adalah prioritas
utama, dilakukan sebelum terapi defenitif
 Prioritas berikutnya adalah kontrol
kebocoran gastrointestinal
 Setelah kedua hal ini baru eksplorasi
secara sistematis seluruh organ
 Hati-hati dengan hematoma pada zona 1,
begitu juga pada zona 2 dan 3
“damage control laparotomy”
 Kira – kira 10% trauma abdomen sangat
berat
 Usaha hanya untuk mengontrol
perdarahan dan kebocoran intestinal
 Diikuti penutupan abdomen sementara
dan “planned reoperation = relaparotomy”
setelah pasien stabil
 Keputusan ini harus dilakukan pada menit
– menit awal operasi
“bail out operation”
 Bail out operation” : hipothermi (< 340 C),
koagulopati (kehilangan darah 3 – 5 liter),
asidosis (pH < 7,25)
“Temporary closure”
 Pada laparotomi kausa trauma, “primary
closure” adalah ideal
 Kadang-kadang hal ini tidak mungkin; resiko
ACS, kerusakan jaringan dinding abdomen,
kemungkinan relaparotomi
 Metode yang simple: “towel clips”, jahitan nilon
 Absorbable: poplyglatin acid, polyglicolic acid
mesh
 Non-absorbable: Bogota bags, polypropylen
mesh, silicon, polytetrafluoroethylene
 Komplikasi resiko terbentuknya fistula usus.
Terima kasih, yoo …..

.. Any Questions ?

Anda mungkin juga menyukai