Anda di halaman 1dari 53

Tujuan pembelajaran

1. Mahasiswa memahami terapan imunologi dasar


2. Mahasiswa memahami contoh aplikasi
imunologi dalam pembuatan vaksin
3. Mahasiswa memahami contoh aplikasi
imunologi dalam pembuatan imunodiagnostik
4. Mahasiswa memahami contoh aplikasi
imunologi dalam bidang transplantasi
5. Mahasiswa memahami contoh aplikasi
imunologi dalam terapi
Pembuatan vaksin

Vaksinasi merupakan metode menimbulkan


kekebalan aktif buatan.
Vaksinasi mencegah banyak penyakit: Viral,
bakterial, jamur , dll
Infeksi virus:
Dapat menyerang dari berbagai tempat: kulit;
konjungtiva; urogenital; saluran pernapasan
dan saluran cerna.
Pembuatan vaksin
Infeksi virus:
Setelah replikasi awal, virus akan menyebar melalui transmisi
antar sel. Infeksi virus berhasil kalau virus dapat
menggunakan mesin replikasi sel inang; IFN dapat
menghambat!
Molekul antibodi terhadap protein permukaan dapat
menetralisasi virus dengan cara:
- menutupi tempat pengikatan virus
- menghancurkan partikel virus dengan bantuan komplemen
- membentuk agregasi virus menjadi partikel sehingga
mudah difagositosis
Pembuatan vaksin

Infeksi virus:
Respon imun seluler berperan setelah virus
masuk ke dalam sel.
Infeksi virus dicegah dengan pemberian
imunisasi pembentukan antibodi.
Antibodi yang dibentuk bisa berupa IgG dan IgA
IgA terutama pada lapisan mukosa yang
mencegah perlekatan virus pada epitel
mukosa awal dari proses infeksi virus
Pembuatan vaksin

Infeksi bakteri:
Bakteri dapat masuk ke dalam tubuh melalui berbagai
jalur harus menghadapi sel fagositik.
Bila jumlah bakteri sedikitdiatasi secara non spesifik pada
tingkat lokal
Bila jumlah banyak menginduksi respon imun spesifik.
Infeksi bakteri ekstraseluler menginduksi produksi antibodi.
Infeksi bakteri intraseluler reaksi hipersensitivitas tipe
lambat berperan.
Pembuatan vaksin
Infeksi bakteri:
Respon antibodi terhadap bakteri:
- Antibodi menetralisir toksin bakteri
- Antibodi menetralisir enzim bakteri yang membantu
penyebarannya (mis hyaluronidase)
- Opsonisasi
- Memulai reaksi berantai komplemen yang merusak dinding
sel bakteri
- Reaksi aktivasi komplemen menghasilkan anafilatoksin C3a
dan C5a yang merupakan kemoatraktan
- sIgA melindungi permukaan mukosa dari perlekatan bakteri
- Reaksi radang akut yang ditimbulkan oleh IgE-sel mast
menghalangi infeksi bakteri lanjutan.
Pembuatan vaksin
Target vaksin untuk infeksi bakteri adalah menghasilkan
antibodi yang mempunyai mekanisme kerja di atas, tapi
terutama untuk antibodi yang bersifat menetralisir.
Infeksi jamur:
Infeksi jamur dimorfik sering disebabkan masuknya spora,
terutama pada saluran napas
Infeksi jamur lainnya sering bersifat oportunistik.
Respon imun terhadap jamur meliputi respon spesifik dan non
spesifik.
Respon humoral belum dibuktikan efektif untuk mengatasi
infeksibanyak dikembangkan untuk diagnostik
Pembuatan vaksin

Infeksi parasit:
Infeksi parasit menyerang 1/5 penduduk dunia.
Masalah utama: jenis cacing darah dan protozoa.
Plasmodium masalah endemik di berbagai
belahan duniacenderung untuk menyebar dan
persisten
Respon imun terhadap infeksi plasmodium:
Respon antibodi lemah terhadap sporozoit dan
kadang terhadap merozoit
Pembuatan vaksin

Respon imun terhadap plasmodium:


Penyebab respon yang rendah:
- Sebagian besar siklus hidup parasit di dalam sel
- Sporozoit hanya beredar singkat dalam darah
(30 menit)
- Molekul permukaannya terus berubah
- Plasmodium dapat mengatasi respon antibodi
dengan membentuk lapisan pada permukaan
antigen
Vaksin saat ini dikembangkan terhadap merozoit
dan sporozoit serta dicoba vaksin DNA
Infeksi Malaria
Pembuatan vaksin

Vaksin hidup:
Vaksin hidup virus atau bakteri  selalu yang
telah dilemahkan (attenuated)
Cara melemahkan organisme untuk vaksin:
1. Metode klasik:
Menggunakan mikroba yang virulen untuk
spesies lain tapi avirulen untuk manusia atau
spesies yang dituju. Contoh: vaccinia untuk
mencegah variola pada manusia
Pembuatan vaksin
1. Metode klasik (lanjutan):
Konsep melemahkan diperkenalkan Pasteur
dengan mengkultivasi Pasteurella aviseptica
dengan Anthrax pada suhu tinggi dan anaerobik.
1908 Calmette dan Guerin melemahkan
Mycobacterium tuberculosis dengan menambahkan
empedu dalam media.
Virus polio dilemahkan dengan menumbuhkan
pada sel epitel ginjal monyet.
Virus Rubella dilemahkan dengan menumbuhkan
pada sel embryo bebek, baru pada sel manusia
untuk membentuk vaksin campak.
Pembuatan vaksin

2. Secara rekayasa genetika:


Rekombinasi materi genetik 2 strain yang berbeda
menghasilkan strain virus yang kurang virulen
dan tumbuh dengan baik. Resiko kembali
menjadi virulen!; Resiko kontaminasi virus
lainnya.

3. Secara in silico:
Sekuens DNA ditranslasikan menjadi protein,
diprediksi struktur 3Dnya, kemudian dilihat
bagian yang menjadi epitop dengan sifat
antigenik yang kuat.
Pembuatan vaksin

Vaksin dari organisme yang telah mati:


Penting untuk mempertahankan struktur
epitop antigen
Inaktivasi dengan panas tidak memuaskan
karena struktur epitop antigen sering tidak
dapat dipertahankan
Formaldehid dan alkylating agent sering
digunakan untuk inaktivasi secara kimiawi.
Pembuatan vaksin

Vaksin toksoid:
Pada beberapa bakteri, eksotoksin atau
enterotoksin menyebabkan patogenisitas dan
gejala penyakit.vaksin untuk membentuk
antitoksin.
Eksotoksin terhadap difteri dan tetanus merupakan
vaksin jenis ini yang sukses dibuat; toksin
diinaktivasi dengan menambahkan
formaldehide disebut toksoid
Kadang menambahkan protein lain lebih efektif,
contoh: toksin kolera subunit B yang
ditambahkan kepada vibrio yang telah dibunuh.
Pembuatan vaksin
Vaksin antigen yang dimurnikan:
Pemurnian Ag sebagai vaksin lebih disenangi daripada
keseluruhan patogen karena beberapa Ag
tambahan sering menekan respon imun terhadap
Ag protektif atau reaksi hipersensitivitas.
Vaksin polisakarida:
Kapsul polisakarida beberapa bakteri menyebabkan
fagositosisnya terhambat. Opsonisasi kapsul bakteri
ini menyebabkan proses fagositosis dapat
berlangsung pembuatan vaksin terhadap kapsul
polisakarida, contoh : Streptococcus pneumoniae;
Neisseria meningitidis
Pembuatan vaksin

Vaksin protein yang dimurnikan (purified protein


vaccines): Dapat menggunakan rekayasa genetika
untuk menghasilkan protein tersebut HBsAg
Peptida sintetik:
Pembentukan sekuens peptida pendek yang mirip
dengan epitop antigenik dapat dilakukan dan
dipakai sebagai vaksin dengan molekul karier yang
sesuai. dicoba untuk virus influenza dan beberapa
virus picorna
Kelemahan vaksin peptida sintetik adalah sifat
imunogenik yang lemah serta jarang menginduksi
respon imun seluler
Pembuatan vaksin

Vaksin vektor rekombinan:


1980: Bernard Moss dan Enzo Paoletti memasukkan
antigen penting tertentu ke dalam virus vaccinia.
Virus vaccinia mempunyai genom yang relatif besar,
terdiri dari 200 gen dan dapat membawa beberapa
lusin antigen asing yang ditransfer tanpa
mempengaruhi kemampuannya menginfeksi sel
inang dan bereplikasi. Yang sudah diujicobakan:
HBsAg, hemaglutinin dari virus influenza,
glikoprotein dari stomatitis vesikuler dan herpes
simplex, gp120 dari HIV-1. Vaksin ini diinduksi
dengan menggoreskan pada kulit induksi imunitas
seluler.
Pembuatan vaksin

Vaksin DNA:
1990: JA Wolff melakukan transfer langsung
plasmid ke dalam otot mencit dan menghasilkan
ekspresi gen.
Yang sudah diujicobakan: plasmid yang
mengkoding antigen hemaglutinin dari virus
influenza A.
Penting adanya elemen promoter yang sesuai
untuk ekspresi gen pada sel mamalia diikutkan
dalam melakukan konstruksi gen. Konstuksi gen
juga harus melibatkan sekuens poly-A yang
cukup untuk terminasi transkrip mRNA
Pembuatan vaksin
Antibodi anti-idiotipe sebagai vaksin:
Setiap antibodi dapat beraksi sebagai antigen dan
menimbulkan antibodi terhadapnya. Anti-Ab ini mengenali
molekul karakteristik dari Ab pertama terutama sekuens AA
pada tempat pengikatan Ag di regio variabel (idiotipe).
Interaksi antara kedua Ab ini dikenal sebagai reaksi idiotipe-
anti idiotipe.
Kombinasi tempat pengikatan anti-idiotipe secara struktur
mirip dengan bantuk epitop Ag, contoh: anti-idiotipe akan
berkompetisi dengan HBsAg untuk mengikat Anti-HBs.
Keuntungan pemakaian vaksin ini mengatasi keengganan
memakai patogen langsung atau bagian dari patogennya.
Pembuatan vaksin

Vaksin yang dapat dimakan:


Dimulai oleh CJ Arntzen membuat ekspresi
protein Ag tertentu pada tanaman
transgenik.
Dicoba untuk mengintroduksi gen HBsAg ke
dalam tumbuhan tembakau. Gen untuk
enterotoksin E.coli juga dicoba untuk
diekspresikan pada kentang dan mampu
menghasilkan 1 mg enterotoksin per butir
kentangnya.
Pembuatan vaksin

Beberapa substrat dapat mempotensiasikan


respon imun dalam berbagai cara:
Adjuvants: berperan untuk menjadikan depo dan
sensitisasi dari sel imunokompeten> Adjuvant
yang umum digunakan adalah kompleks fosfat
dan hidroksida alumunium.
Kompleks imunostimulating: ISCOM
(immunostimulating complex) merupakan
matrix adjuvant glikosida pada konsentrasi
rendah dan berbagai bentuk multimer
menghindari penggunaan adjuvant biasa dalam
jumlah berlebih.
Imunodiagnostik

Menggunakan teknik imunologi untuk


mendiagnosa suatu penyakit.
Dapat dilakukan secara in vitro: Berbagai macam
tes dalam kuliah sebelumnya.
Prinsip pemeriksaan in vitro: Mendeteksi adanya
Ab terhadap Ag tertentu atau mendeteksi
adanya Ag tertentu yang beredar.
Pemeriksaan bisa kualitatif, semi-kuantitatif dan
kuantitatif
Dapat dilakukan secara in vivo: untuk mendeteksi
infeksi patogen tertentu, terutama yang
merangsang sistem imunitas seluler
Aplikasi bidang
transplantasi
Transplantasi adalah proses pengambilan sel,
jaringan atau organ (graft), dari satu individu dan
menempatkannya kepada individu yang
berbeda.
Istilah:
- Donor
- Resipien
- Orthotopic transplantation
- Heterotopic transplantation
- Transfusi
Aplikasi bidang
transplantasi
Penyulit terbesar transplantasi yang sukses adalah
respon imun resipien terhadap graft !
Kegagalan disebut sebagai reaksi penolakan.
Istilah graft:
- Autologous graft=autograft
- Syngeneic graft
- Allogenic graft=allograft
- Xenogeneic graft
- Alloantigen, xenoantigen, alloreaktif,
xenoreaktif
Aplikasi bidang
transplantasi
Alloantigen menyebabkan respon imun seluler
dan humoral
Pengenalan sel sebagai “diri” atau “asing”
ditentukan oleh gen polimorfik yang
diturunkan dari kedua orang tua dan
diekspresikan secara kodominan
Molekul yang berperan dalam reaksi penolakan
adalah “Major Histocompatibility Complex
(MHC)”
Aplikasi bidang
transplantasi
Aplikasi bidang
transplantasi
Aplikasi bidang
transplantasi
Reaksi penolakan transplantasi dapat dibedakan
menjadi hiperakut, akut dan kronik.

Penolakan hiperakut ditandai oleh oklusi trombotik


dari pembuluh darah graft yang dimulai dalam
hitungan menit sampai jam setelah pembuluh
darah resipien dianastomosis dengan pembuluh
darah graft serta diperantarai oleh antibodi yang
telah hadir pada sirkulasi resipien yang mengikat
antigen endotelial dari donor
Aplikasi bidang
transplantasi
Penolakan akut terjadi melalui proses
kerusakan pada vaskular dan parenkim yang
diperantarai oleh sel T dan antibodi. Biasanya
dimulai setelah minggu pertama
transplantasi.

Penolakan kronik ditandai oleh terbentuknya


fibrosis dan kelainan vaskular dengan
kehilangan fungsi graft pada periode yang
lebih panjang.
Aplikasi bidang
transplantasi
 A. Hiperakut, B dan C akut, D kronik (pada
kasus transplantasi ginjal). Sumber Abbas
Aplikasi bidang
tranplantasi
Beberapa strategi untuk mengurangi reaksi
penolakan:
Mengurangi imunogenisitas dari graft, dengan
meminimalkan perbedaan alloantigenik.
1. Cek ABO untuk mencegah hiperakut
2. Tes dengan mencampurkan serum resipien
dengan leukosit donor potensial=cross match
3. typing dari jaringan untuk cek HLA
Aplikasi bidang
transplantasi
Transplantasi xenogeneic karena kesulitan organ
donor, dilakukan dengan organ mamalia lainnya
Kendala utama adalah adanya antibodi natural
yang menyebabkan penolakan hiperakut. Reaksi
hiperakut timbul karena 95% primata
mempunyai IgM alamiah yang reaktif terhadap
determinan karbohidrat sel dari spesies lain yang
berjauhan secara evolusi.
Bila penolakan hiperakut dapat teratasi, xenograft
sering dirusak melalui penolakan akut vaskular
yang timbul 2-3 hari setelah transplantasi.
Aplikasi bidang
tranplantasi
Kerusakan xenograft yang diakibatkan
penolakan terhadap jar vaskular disebut
sebagai delayed xenograft rejection.
Xenograft juga dapat ditolak melalui respon
imun seluler.
Aplikasi pada penyakit
kanker
Immune surveillance adalah konsep dari Macfarlane Burnet
(1950) yang menyatakan bahwa fungsi fisiologis dari
sistem imun adalah untuk mengenali dan
menghancurkan klon dari sel yang berubah sebelum
mereka tumbuh menjadi tumor dan membunuh tumor
setelah terbentuknya.
Tumor mengekspresikan antigen yang dikenali sebagai
asing oleh sistem imun dari inangnya.
Respon imun seringkali gagal untuk mencegah tumbuhnya
tumor.
Sistem imun dapat diaktifkan oleh stimulus luar untuk
membunuh dan eradikasi tumor secara efektif.
Aplikasi pada penyakit
kanker
Aplikasi pada penyakit
kanker
Sejumlah tumor diketahui dapat membuat antigen yang
dikenali oleh sel B dan sel T.
Klasifikasi antigen tumor berdasarkan ekspresinya:
1. Antigen yang diekspresikan pada sel tumor tetapi tidak
pada jaringan normal  tumor specific antigen
2. Antigen yang diekspresikan juga pada jar normal
tumor associated antigen
Biasanya antigen tumor juga diekspresikan pada sel normal
tetapi pada sel tumor terjadi secara abberant dan tidak
teratur.
Klasifikasi modern antigen tumor berdasarkan struktur
molekul dan sumbernya.
Aplikasi pada penyakit
kanker
Antigen tumor diketahui dari percobaan transplantasi
/imunisasi tumor pada hewan percobaan untuk
mencari mAb.
mAb yang didapat ternyata juga mampu mengenali
tumor lain dari tipe sel yang sama serta dijumpai
pada sel normal juga. mAb tidak mengenali peptida
terkait MHC. Antigen tumor yang terkait MHC akan
segera dikenali oleh sel T serta menginduksi respon
imun terhadap tumor dan merupakan calon vaksin
yang baik terhadap tumor
Aplikasi pada penyakit
kanker
 Banyak antigen tumor merupakan mutan onkogenik dari
gen pada sel normal.
 Antigen tumor juga diproduksi oleh gen mutasi yang
produknya tidak terkait dengan fenotip sel tersebut dan
fungsinya tidak pasti.
 Antigen tumor juga dapat berupa protein sel normal
tetapi ekspresinya abnormal dan menimbulkan respon
imun.
 Beberapa tumor terkait dengan virus onkogenik
produk virus dapat berfungsi sebagai antigen tumor
 Beberapa antigen tumor diekspresikan pada sel kanker
dan keadaan normal fetus, tetapi tidak pada dewasa
Aplikasi pada penyakit
kanker
 Kebanyakan tumor manusia
mengekspresikan glikoprotein dan glikolipid
dalam level yang lebih tinggi atau dalam
bentuk abnormal serta bisa menjadi marker
diagnostik dan target terapi.
 Antigen tumor dapat berupa molekul yang
secara normal dijumpai pada sel asal.
Aplikasi pada penyakit
kanker
Respon imun terhadap tumor terutama oleh
Tcmembutuhkan bantuan APC al. sel
dendritik.
Sel NK dapat membunuh banyak tipe sel tumor,
terutama tumor yang mengurangi ekspresi
MHC kelas I dan lolos dari Tc.
Makrofag diketahui dapat membunuh sel tumor
secara lebih efisien dibandingkan terhadap
sel normal. Mekanisme belum jelas.
Aplikasi pada penyakit
kanker
Banyak tumor mempunyai mekanisme untuk menghindari
respon imun:
- Ekspresi MHC kelas I down regulated sehingga sulit
dikenali oleh Tc
- Tidak adanya ekspresi Ag yang menyebabkan respon
imun
- Kebanyakan sel tumor tidak mengekspresikan ko-
stimulator atau MHC kelas II
- Produk tumor dapat menekan respon imun anti tumor
- Produk tumor menginduksi toleransi pada respon imun
- Ag permukaan tumor tersembunyi dari sistem imun
Aplikasi pada penyakit
kanker
Aplikasi pada penyakit
kanker
Imunoterapi untuk tumor:
1. Vaksinasi dengan sel tumor atau Ag tumor
2. Ekspresikan ko-stimulator dan sitokin di sel tumor
dan memberikan sitokin tertentu yang merangsang
proliferasi dan diferensiasi sel T dan NK
3. Pemberian lokal zat yang memicu reaksi radang.
4. Imunisasi pasif dengan Ab dan sel T khusus
5. Transfer kultur sel sistem imun yang mempunyai
respon anti-tumor
6. mAb untuk tumor tertentu

Anda mungkin juga menyukai