Anda di halaman 1dari 25

ABSES PERITONSIL

REFERAT

Andreas Adiwinata
406191046
Pembimbing
dr. Nurlina M Rauf, Sp. THT-KL

Kepaniteraan Klinik Ilmu THT Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi


Anatomi Tonsil
Tonsil Palatina

 Lateral  Muskulus konstriktor faring


superior
 Anterior  Muskulus palatoglosus
 Posterior  Muskulus palatofaringeus
 Superior  Palatum mole
 Inferior  Tonsil lingual
 Bagian luar dinding faring  N.IX
Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis
gepeng. Limfanodulus tersebar disepanjang kripta.
Pendarahan Tonsil

1. Arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan


cabangnya arteri tonsilaris dan arteri palatina asenden
2. Arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri
palatina desenden
3. Arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis
dorsal
4. Arteri faringeal asenden
Aliran Getah Bening dan Persarafan

 Tonsil  getah bening sevikal


profunda (deep jugular node) 
kelenjar toraks  duktus trasikus

 Aliran N.IX
Fisiologi Tonsil

 Menginduksi sekresi bahan imun dan mengatur produksi dari imunoglobulin sekretoris.
 Mulai aktif antara umur 4-10 tahun dan akan menurun setelah masa pubertas.
 Menghasilkan IgA, yang menyebabkan jaringan jaringan lokal resisten terhadap organisme patogen.
 Sewaktu baru lahir, tonsil berukuran kecil, setelah antibodi dari ibu habis barulah mulai terjadi pembesaran
tonsil dan adenoid
ABSES PERITONSIL

Suatu rongga yang berisi nanah didalam jaringan peritonsil


yang terbentuk sebagai hasil dari tonsillitis supuratif.

 Dapat terjadi pada umur 10-60 tahun, namun paling


sering terjadi pada umur 20-40.
 Proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan
Etiologi

Sebagai akibat dari komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mukus Weber di kutub atas tonsil
 Aerob
Streptococcus pyogenes (Group A Beta-hemolitik streptoccus), Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae.
 Anaerob
Fusobacterium, Prevotella, Porphyromonas, dan Peptostreptococcus sp.
 Virus
Epstein-Barr, adenovirus, influenza A dan B, herpes simplex, dan parainfluenza.
Patologi

 teori yang paling banyak diterima adalah kemajuan (progression) episode tonsilitis eksudatif  peritonsilitis 
pembentukan abses yang sebenarnya (frank abscess formation).
 Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris = jaringan ikat longgar  infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil
pada daerah ini, sehingga tampak palatum mole membengkak + hiperemis.
 Bila proses berlanjut, terjadi supurasi  lunak + kekuning-kuningan
 Pembengkakan mendorong tonsil dan uvula ke sisi kontra lateral.
 Bila terus berlanjut, peradangan di sekitarnya menyebabkan iritasi pada M. pterigoid interna,  trismus.
 Abses dapat pecah spontan  aspirasi ke paru
Gejala Klinik

 Mendorong tonsil dan uvula ke sisi kontra lateral.


 Riwayat faringitis akut, tonsilitis, dan rasa tidak nyaman pada tenggorokan atau faring unilateral yang semakin
memburuk. Kebanyakan pasien menderita nyeri hebat.
 Keluhan: Demam, disfagia, dan odinofagia yang menyolok dan spontan. Hot potato voice, mengunyah terasa sakit karena
M. Masseter menekan tonsil yang meradang, sakit kepala, rasa lemah, dehidrasi, nyeri telinga (otalgia) ipsilateral, mulut
berbau (foetor ex orae), muntah (regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore), banyak ludah (hipersalivasi), suara sengau
(rinolalia) karena oedem palatum molle yang terjadi karena infeksi menjalar ke radix lingua dan epiglotis atau oedem
perifokalis, dan kadang-kadang sukar membuka mulut (trismus).
limfadenopati dan inflamasi otot = nyeri leher dan terbatasnya gerakan leher (torticolis).
Diagnosis

 Anamnesis
-Riwayat pasien mengalami nyeri pada tenggorokan
-Riwayat adanya faringitis akut yang disertai tonsilitis
-Rasa kurang nyaman pada pharingeal unilateral
 Pemeriksaan Fisik
-tonsilitis akut dengan asimetri faring
-pembesaran dan nyeri tekan pada kelenjar regional.
-Tonsil hiperemis, eksudasi, mungkin banyak detritus dan terdorong
-Uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontralateral.
-Asimetri palatum mole, tampak membengkak dan menonjol ke depan, serta pada palpasi palatum mole
teraba fluktuasi.
Pemeriksaan Penunjang

 Gold standart = aspirasi jarum (needle aspration) dengan menggunakan lidokain atau epinefrin dengan menggunakan
jarum berukuran 16-18 lalu dikirim ke lab.
Penderita abses peritonsil perlu dilakukan pemeriksaan:
 Hitung darah lengkap (complete blood count), pengukuran kadar elektrolit (electrolyte level measurement), dan kultur
darah (blood cultures).
 Tes Monospot (antibodi heterophile) perlu dilakukan pada pasien dengan tonsillitis dan bilateral cervical
lymphadenopathy. Bilapositif, penderita memerlukan evaluasi/penilaian hepatosplenomegaly. Liver function tests perlu
dilakukan pada penderita dengan hepatomegaly.
 Throat culture atau throat swab and culture, Hasilnya dapat digunakan untuk pemilihan antibiotik yang tepat, mencegah
timbulnya resistensi antibiotik.
Pemeriksaan Penunjang

 Plain radiographs adalah foto pandangan jaringan lunak


lateral (Lateral soft tissue views) dari nasopharyng dan
oropharyng dapat membantu dokter dalam menyingkirkan
diagnosis abses retropharyngeal.
Pemeriksaan Penunjang

 Computerized tomography (CT scan) biasanya tampak


kumpulan cairan hypodense di apex tonsil yang terinfeksi
menandakan adanya cairan pada tonsil yang terkena
disamping itu juga dapat dilihat pembesaran yang asimetris
pada tonsil. Pemeriksaan ini dapat membantu untuk rencana
operasi.
Pemeriksaan Penunjang

 intraoral ultrasonography. merupakan teknik yang simple


dan noninvasif dan dapat membantu dalam membedakan
antara selulitis dan awal dari abses. Pemeriksaan ini juga
bias menentukan pilihan yang lebih terarah sebelum
melakukan operasi dan drainase secara pasti.
Diagnosis Banding

 Abses retrofaring
 Abses parafaring
 Abses submandibula
 Angina ludovici
Terapi

 Pemberian antibiotika dosis tinggi dan obat simtomatik.


 Pungsi dan aspirasi disertai antibiotik parenteral.
 Insisi dan mengeluarkan nanah disertai pemberian antibiotika secara parenteral atau peroral.
 Segera tonsilektomi disertai pemberian antibiotika parenteral.
 Pemberian steroid.
Terapi

 Stadium infiltrasi
diberikan antibiotika dosis tinggi, dan obat simtomatik. Juga perlu kumur-kumur dengan cairan hangat dan kompres
dingin pada leher, Penisilin merupakan drug of chioce pada abses peritonsil dan efektif jika dikombinasikan dengan
metronidazole.

Dosis untuk penisilin pada dewasa adalah 600 mg IV tiap 6 jam selama 12-24 jam, dan anak 12.500-25.000 U/Kg tiap 6
jam. Metronidazole dosis awal untuk dewasa 15 mg/kg dan dosis penjagaan 6 jam setelah dosis awal dengan infus 7,5
mg/kg selama 1 jam diberikan selama 6-8 jam dan tidak boleh lebih dari 4 gr/hari.
Terapi

 Terbentuk Abses
dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian di
insisi untuk mengeluarkan nanah.
 Bila terdapat trismus, maka untuk mengatasi nyeri,
diberikan analgesia lokal di ganglion sfenopalatum.
Terapi

 pasien dinjurkan untuk operasi tonsilektomi “a” chaud.


 Bila tonsilektomi dilakukan 3-4 hari setelah drainase abses disebut tonsilektomi “a” tiede,
 dan bila tonsilektomi 4-6 minggu sesudah drainase abses disebut tonsilektomi “a” froid.
 Pada umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi tenang, yaitu 2-3 minggu sesudah drainase abses.

 Tonsilektomi merupakan indikasi absolut pada orang yang menderita abses peritonsil berulang atau abses yang meluas
pada ruang jaringan sekitarnya. Abses peritonsil mempunyai kecenderungan besar untuk kambuh.
Terapi

 Penggunaan steroid masih kontroversial


 Dikatakan bahwa penambahan dosis tunggal intravenous dexamethasone pada antibiotik parenteral telah terbukti secara
signifikan mengurangi waktu opname di rumah sakit (hours hospitalized), nyeri tenggorokan (throat pain), demam, dan
trismus dibandingkan dengan kelompok yang hanya diberi antibiotik parenteral.
Komplikasi

 Abses pecah spontan, mengakibatkan perdarahan, aspirasi paru, atau piemia.


 Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses parafaring. Kemudian dapat terjadi penjalaran
ke mediastinum menimbulkan mediastinitis.
 Bila terjadi penjalaran ke daerah intrakranial, dapat mengakibatkan thrombus sinus kavernosus, meningitis, dan abses
otak.
 Sekuele post streptokokus seperti glomerulonefritis dan demam rheumatik apabila bakteri penyebab infeksi adalah
Streptococcus Group A.
 Kematian walaupun jarang dapat terjadi akibat perdarahan atau nekrosis septik ke selubung karotis atau carotid sheath.
 Peritonsilitis kronis dengan aliran pus yang berjeda.
 Akibat tindakan insisi pada abses, terjadi perdarahan pada arteri supratonsilar.
Prognosis

 Jarang menyebabkan kematian kecuali jika terjadi komplikasi berupa abses pecah spontan dan menyebabkan
aspirasi ke paru.
 komplikasi ke intrakranial juga dapat membahayakan nyawa pasien.
 Abses peritonsil hampir selalu berulang bila tidak diikuti dengan tonsilektomi
Kesimpulan

 Abses peritonsil terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mucus Weber di
kutub atas tonsil.
 Penelitian yang dilakukan merekomendasikan penisilin sebagai agen lini pertama. Semua specimen harus diperiksa untuk
kultur sensitifitas terhadap antibiotik.
 Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika dosis tinggi dan obat simtomatik. Juga perlu kumur-kumur dengan air hangat
dan kompres dingin pada leher.
 Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian diinsisi untuk mengeluarkan nanah. Indikasi-
indikasi untuk tonsilektomi segera diantaranya adalah obstruksi jalan napas atas, sepsis dengan adenitis servikalis atau
abses leher bagian dalam, riwayat abses peritonsil sebelumnya, riwayat faringitis eksudatif yang berulang.
 Anggraini, D., Sikumbang, T. Atlas Histologi Di Fiore Dengan Korelasi Fungsional. Edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001.
 Wanri, A. Tonsilektomi. Palembang: Departemen Telinga, Hidung Dan Tenggorok, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya; 2007.
 Wiatrak, B.J., Woolley, A.L. Pharyngitis and Adenotonsillar Disease dalam Cummings Otolaryngology – Head & Neck Surgery. 4th Edition. Elsevier Mosby
Inc.; 2005.
 Efiaty AS, Nurbaiti I, Jenny B, Ratna DR. Buku Ajar Ilmu Kesehatan: Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2007.
 Anonim. Host Defence Againts Pneumococcal Disease. Available at: http://www.ethesis.helsinki.fi/julkaisut/laa/haart/vk/nieminen/review.htm . Accessed on
September 23th, 2012.
 Budapest Student. The Waldeyer’s Ring. Available at: http://www.tulip.ccny.cuny.edu . Accessed on September 23th, 2012.
 Staff. Palatine Tonsil. Available at: http://www.webmd.com . Accessed on September 23th, 2012.
 Staff. Atlas of Human Anatomy. Available at: http://www.anatomyatlases.org . Accessed on September 23th, 2012.
 Eibling, D.E. The Oral Cavity, Pharynx and Esophagus dalam Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery. 8th Edition. New York: McGraw Hill Medical
Publishing Division; 2003.
 Hermani, B., Fachrudin, D., Hutauruk, S.M., Riyanto, B.U., Susilo, Nazar, H.N. Tonsilektomi pada Anak dan Dewasa. Jakarta: Health Technology Assessment
(HTA) Indonesia; 2004.
 Fachruddin, Darnila. Abses Leher Dalam dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi III Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1998.
 Adam. Peritonsillar Abcess. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov . Accessed on September 23th, 2012.
 Adams GL, Boies LR, Higler PA. BOIES: Buku Ajar Penyakit THT. Edisi IV. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1994.
 Kartosoediro S, Rusmarjono. Abses Leher Dalam. Edisi VI. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
 Henry. Peritonsillar Abcess. Available at: http://www.revolutionultrasound.com . Accessed on September 23th, 2012.
 Kaneshiro, Neil. Tonsillitis. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov . Accessed on September 23th, 2012.

Anda mungkin juga menyukai