Referat Abses Peritonsil - Andreas A
Referat Abses Peritonsil - Andreas A
REFERAT
Andreas Adiwinata
406191046
Pembimbing
dr. Nurlina M Rauf, Sp. THT-KL
Aliran N.IX
Fisiologi Tonsil
Menginduksi sekresi bahan imun dan mengatur produksi dari imunoglobulin sekretoris.
Mulai aktif antara umur 4-10 tahun dan akan menurun setelah masa pubertas.
Menghasilkan IgA, yang menyebabkan jaringan jaringan lokal resisten terhadap organisme patogen.
Sewaktu baru lahir, tonsil berukuran kecil, setelah antibodi dari ibu habis barulah mulai terjadi pembesaran
tonsil dan adenoid
ABSES PERITONSIL
Sebagai akibat dari komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mukus Weber di kutub atas tonsil
Aerob
Streptococcus pyogenes (Group A Beta-hemolitik streptoccus), Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae.
Anaerob
Fusobacterium, Prevotella, Porphyromonas, dan Peptostreptococcus sp.
Virus
Epstein-Barr, adenovirus, influenza A dan B, herpes simplex, dan parainfluenza.
Patologi
teori yang paling banyak diterima adalah kemajuan (progression) episode tonsilitis eksudatif peritonsilitis
pembentukan abses yang sebenarnya (frank abscess formation).
Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris = jaringan ikat longgar infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil
pada daerah ini, sehingga tampak palatum mole membengkak + hiperemis.
Bila proses berlanjut, terjadi supurasi lunak + kekuning-kuningan
Pembengkakan mendorong tonsil dan uvula ke sisi kontra lateral.
Bila terus berlanjut, peradangan di sekitarnya menyebabkan iritasi pada M. pterigoid interna, trismus.
Abses dapat pecah spontan aspirasi ke paru
Gejala Klinik
Anamnesis
-Riwayat pasien mengalami nyeri pada tenggorokan
-Riwayat adanya faringitis akut yang disertai tonsilitis
-Rasa kurang nyaman pada pharingeal unilateral
Pemeriksaan Fisik
-tonsilitis akut dengan asimetri faring
-pembesaran dan nyeri tekan pada kelenjar regional.
-Tonsil hiperemis, eksudasi, mungkin banyak detritus dan terdorong
-Uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontralateral.
-Asimetri palatum mole, tampak membengkak dan menonjol ke depan, serta pada palpasi palatum mole
teraba fluktuasi.
Pemeriksaan Penunjang
Gold standart = aspirasi jarum (needle aspration) dengan menggunakan lidokain atau epinefrin dengan menggunakan
jarum berukuran 16-18 lalu dikirim ke lab.
Penderita abses peritonsil perlu dilakukan pemeriksaan:
Hitung darah lengkap (complete blood count), pengukuran kadar elektrolit (electrolyte level measurement), dan kultur
darah (blood cultures).
Tes Monospot (antibodi heterophile) perlu dilakukan pada pasien dengan tonsillitis dan bilateral cervical
lymphadenopathy. Bilapositif, penderita memerlukan evaluasi/penilaian hepatosplenomegaly. Liver function tests perlu
dilakukan pada penderita dengan hepatomegaly.
Throat culture atau throat swab and culture, Hasilnya dapat digunakan untuk pemilihan antibiotik yang tepat, mencegah
timbulnya resistensi antibiotik.
Pemeriksaan Penunjang
Abses retrofaring
Abses parafaring
Abses submandibula
Angina ludovici
Terapi
Stadium infiltrasi
diberikan antibiotika dosis tinggi, dan obat simtomatik. Juga perlu kumur-kumur dengan cairan hangat dan kompres
dingin pada leher, Penisilin merupakan drug of chioce pada abses peritonsil dan efektif jika dikombinasikan dengan
metronidazole.
Dosis untuk penisilin pada dewasa adalah 600 mg IV tiap 6 jam selama 12-24 jam, dan anak 12.500-25.000 U/Kg tiap 6
jam. Metronidazole dosis awal untuk dewasa 15 mg/kg dan dosis penjagaan 6 jam setelah dosis awal dengan infus 7,5
mg/kg selama 1 jam diberikan selama 6-8 jam dan tidak boleh lebih dari 4 gr/hari.
Terapi
Terbentuk Abses
dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian di
insisi untuk mengeluarkan nanah.
Bila terdapat trismus, maka untuk mengatasi nyeri,
diberikan analgesia lokal di ganglion sfenopalatum.
Terapi
Tonsilektomi merupakan indikasi absolut pada orang yang menderita abses peritonsil berulang atau abses yang meluas
pada ruang jaringan sekitarnya. Abses peritonsil mempunyai kecenderungan besar untuk kambuh.
Terapi
Jarang menyebabkan kematian kecuali jika terjadi komplikasi berupa abses pecah spontan dan menyebabkan
aspirasi ke paru.
komplikasi ke intrakranial juga dapat membahayakan nyawa pasien.
Abses peritonsil hampir selalu berulang bila tidak diikuti dengan tonsilektomi
Kesimpulan
Abses peritonsil terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mucus Weber di
kutub atas tonsil.
Penelitian yang dilakukan merekomendasikan penisilin sebagai agen lini pertama. Semua specimen harus diperiksa untuk
kultur sensitifitas terhadap antibiotik.
Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika dosis tinggi dan obat simtomatik. Juga perlu kumur-kumur dengan air hangat
dan kompres dingin pada leher.
Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian diinsisi untuk mengeluarkan nanah. Indikasi-
indikasi untuk tonsilektomi segera diantaranya adalah obstruksi jalan napas atas, sepsis dengan adenitis servikalis atau
abses leher bagian dalam, riwayat abses peritonsil sebelumnya, riwayat faringitis eksudatif yang berulang.
Anggraini, D., Sikumbang, T. Atlas Histologi Di Fiore Dengan Korelasi Fungsional. Edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001.
Wanri, A. Tonsilektomi. Palembang: Departemen Telinga, Hidung Dan Tenggorok, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya; 2007.
Wiatrak, B.J., Woolley, A.L. Pharyngitis and Adenotonsillar Disease dalam Cummings Otolaryngology – Head & Neck Surgery. 4th Edition. Elsevier Mosby
Inc.; 2005.
Efiaty AS, Nurbaiti I, Jenny B, Ratna DR. Buku Ajar Ilmu Kesehatan: Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2007.
Anonim. Host Defence Againts Pneumococcal Disease. Available at: http://www.ethesis.helsinki.fi/julkaisut/laa/haart/vk/nieminen/review.htm . Accessed on
September 23th, 2012.
Budapest Student. The Waldeyer’s Ring. Available at: http://www.tulip.ccny.cuny.edu . Accessed on September 23th, 2012.
Staff. Palatine Tonsil. Available at: http://www.webmd.com . Accessed on September 23th, 2012.
Staff. Atlas of Human Anatomy. Available at: http://www.anatomyatlases.org . Accessed on September 23th, 2012.
Eibling, D.E. The Oral Cavity, Pharynx and Esophagus dalam Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery. 8th Edition. New York: McGraw Hill Medical
Publishing Division; 2003.
Hermani, B., Fachrudin, D., Hutauruk, S.M., Riyanto, B.U., Susilo, Nazar, H.N. Tonsilektomi pada Anak dan Dewasa. Jakarta: Health Technology Assessment
(HTA) Indonesia; 2004.
Fachruddin, Darnila. Abses Leher Dalam dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi III Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1998.
Adam. Peritonsillar Abcess. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov . Accessed on September 23th, 2012.
Adams GL, Boies LR, Higler PA. BOIES: Buku Ajar Penyakit THT. Edisi IV. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1994.
Kartosoediro S, Rusmarjono. Abses Leher Dalam. Edisi VI. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
Henry. Peritonsillar Abcess. Available at: http://www.revolutionultrasound.com . Accessed on September 23th, 2012.
Kaneshiro, Neil. Tonsillitis. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov . Accessed on September 23th, 2012.