mempengaruhi
hakim dalam
memutus Perkara
Kuliah Psikologi Hukum
• Pembuatan putusan hakim, baik dalam perkara
pidana maupun perdata, merupakan suatu
proses yang kompleks dan sulit sehingga
memerlukan pelatihan, pengalaman dan
kebijaksanaan.
• Pada dasarnya apa yang dilakukan oleh hakim di
persidangan adalah mengkonstatasi peristiwa
yang sekaligus merumuskan peristiwa konkrit,
mengkualifikasi peristiwa konkrit yang berarti
menetapkan peristiwa hukumnya dari peristiwa
konkrit dan mengkonstitusi atau memberi hukum
atau hukumannya.
• Menjatuhkan suatu putusan
bukanlah sekedar menerapkan
peraturan karena suatu putusan
yang baik, dalam arti proporsional
harus mengandung tiga unsur, yaitu
kepastian hukum (rechssicherheit),
kemanfaatan (Zweckmassigkeit) dan
keadilan (gerechtigkeit
• Proses pembentukan hukum oleh hakim pada
dasarnya dimulai sejak proses jawab menjawab
sampai dijatuhkannya putusannya, yang disebut
dengan penemuan hukum
• Untuk menemukan hukumnya tersedia beberapa
metode penemuan hukum. Dalam hal peraturan
perundang-undangannya tidak jelas maka
tersedialah metode interprestasi atau metode
penafsiran. Metode penafsiran sejak semula
dibagi menjadi 4, yaitu: gramatikal, sistematis,
historis dan teleologis atau sosiologis.
• Metode penalaran juga digunakan
• Hakim dalam memutus perkara, termasuk
memutuskan besarnya pemidanaan,
seringkali mengalami bias. Dalam suatu
persidangan yang melibatkan banyak
orang, yaitu jaksa, pembela, saksi,
terdakwa (dalam kasus pidana), tergugat
(dalam kasus perdata) dan hakim sendiri,
tiap orang yang terlibat dalam
persidangan memberikan andil dalam
pembuatan putusan
Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap putusan
hakim
• Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
putusan hakim adalah: faktor hakim seperti jenis
kelamin, ras, kepribadian otoritarian, status
perkawinan; faktor terdakwa seperti jenis
kelamin, ras, daya tarik; faktor saksi seperti daya
tarik, jenis kelamin, ras; faktor penuntut umum
seperti kepribadian otoritarian, daya tarik; faktor
pengacara seperti daya tarik, ras, faktor opini
publik (Jones dan Goethals, 1971, Gerbasi,
Zuckerman, dan Reis, 1977; dane dan
Wrightsman, 1982; Baron dand Byrne, 1981;
Brigham, 1991; Zebrowitz and McDonal,
1991;Moran and Comfort dalam Sarbini, 1992)
Saksi
• Banyak penelitian tentang saksi yang
menunjukkan bahwa kesaksian yang
diberikan oleh saksi dalam persidangan
seringkali bias, padahal hakim dan juri
menaruh kepercayaan terhadap
kesaksian.
• Faktor dalam diri saksi yang berpengaruh
terhada pemidanaan hakim antara lain (1)
jeis kelamin saksi, (2) suku bangsa, (3)
status ekonomi sosial, (4) tampang dan
perilaku di ruang pengadilan.
Jenis kelamin saksi
• Widgery (dalam Ancok 1995) menemukan
bahwa kesaksian yang diberikan oleh wanita
lebih dipercaya daripada kesaksian yang
diberikan oleh laki-laki.
• Selain itu, ada hasil penelitian Miller dan
McReynold yang menemukan bahwa pendengar
wanita menilai pembicara laki-laki lebih
kompeten dibanding pembicara wanita,
sementara itu pendengar pria beranggapan
tidak ada perbedaan kompetensi antara
pembicara pria dan wanita.
Suku Bangsa
• Menurut Aronson dan Golden (dalam
Ancok, 1995), hakim dan saksi yang
memiliki kesamaan latar belakang
etnik, sangat besar kemungkinan
kesaksiannya lebih dipercaya. Begitu
pula pendengar kulit putih menilai
pembicara berkulit putih lebih
superior dibanding dengan
pembicara kulit hitam.
Status Ekonomi Sosial
• Status ekonomi sosial saksi terlihat
dari pekerjaan, cara berpakaian dan
cara berbicara. Semakin tinggi status
ekonomi, semakin tinggi
kepercayaan terhadap kesaksian
yang diberikan (Erickson, dkk dalam
Ancok, 1995)
Penampakan dan perilaku di
ruang pengadilan
• Penampakan saksi dapat diperhatikan dari
daya tarik fisik dan pakaian. Perilaku
dapat diperhatikan dari kontak mata,
gerak tubuh dan gaya bicara (dalam
Whobrey, Sales, dan Elwork, 1981).
• Kesaksian yang disampaikan dengan
terburu-buru atau terlalu diatur kurang
dipercaya jika dibandingkan dengan
kesaksian yang disampaikan secara
normal (Bowers dalam Ancok, 1995).
Jaksa Penuntut Umum
• Berat ringannya tuntutan jaksa
dipengaruhi oleh kepribadian jaksa.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
orang dengan kepribadian otoritarian
menjatuhkan hukuman pada terdakwa
lebih berat dibandingkan dengan tipe
kepribadian lainnya (Brigham, 1991).
• Tipe kepribadian otoritarian kurang dapat
memberikan empati kepada orang lain,
kurang dapat menerima pendapat orang
lain, akibatnya terdakwa dilihat secara
deterministik-salah atau benar
• Penelitian Rahayu (1995,1997)
menemukan bahwa besarnya
rekuisitur jaksa mempengaruhi
sebagian hakim dalam menentukan
pemidanaan.Semestinya dalam
memutuskan pemidanaan, hakim
menggunakan pasal yang
didakwakan dan kebebasan hakim.
• Keterpengaruhan hakim akan rekuisitur
jaksa penuntut umum bergantung pada
jenis perkara dan tinggi randahnya
ancaman pidana.
• Pada jenis perkara singkat, 78% hakum
terpengaruh oleh rekuisitur jaksa, pada
perkara biasa yang ancaman hukumannya
tigggi terdapat 22.2% hakim terpengaruh
oleh rekuisitur jaksa, dan pada perkara
biasa (ancaman hukuman sedang) 50%
hakim terpengaruh oleh rekuisitur jaksa
penuntut umum.
Pengacara
• Pengacara yang menarik memberikan
pengaruh yang besar dalam proses
persidangan karena ia dapat berperan
sebagai komunikator yang persuasive
terhadap hakim.
• Du Cann (dalam Kapardis, 1997)
memberikan criteria bahwa pengacara
yang sukses adalah pengacara yang
memiliki kejujuran, pandangan baik,
berani, dapat mengontrol perasaan, ulet,
kesungguhan hati dan rajin
Hakim
• Ada beberapa hal dalam diri hakim
yang berpengaruh dalam membuat
putusan, yaitu: (1) kemampuan
berpikir logis, (2) kepribadian, (3)
jenis kelamin, (4) usia, dan (5)
pengalaman kerja
Kemampuan berpikir logis