Anda di halaman 1dari 14

MIKROBIOLOGI DAN

TINJA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS


INTERPRETASI DATA LABORATORIUM
MIKROBIOLOGI
Pewarnaan Gram
Pewarnaan gram merupakan prosedur sampel dengan larutan gram. Pewarnaan gram
ini merupakan metode penapisan yang relatif cepat untuk mengidentifi kasi bakteri
penginfeksi.
 Tujuan untuk mengklasifikasikan bakteri menjadi batang atau kokus bakteri gram
positif atau negativ
 Hasil mikroba gram positif menghasilkan warna ungu gelap; mikroba gram negatif
memberikan warna merah muda.

Implikasi klinik
Kemampuan untuk membedakan bakteri gram positif dan negatif dan pengetahuan
pola sensitifitas antibiotika membantu pemilihan terapi antibiotika empirik yang sesuai
sampai indentifikasi mikroba selesai.
Uji sensitifitas
Uji sensitifitas mendeteksi jenis dan jumlah antibiotika atau kemoterapetik yang
dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Seringkali, tes kultur dan tes sensitifi
tas dikerjakan bersamaan. Uji sensitifitas juga diperlukan bila akan mengubah terapi.

Implikasi klinik
 istilah sensitif menunjukkan bahwa bakteri yang diuji memberikan respon terhadap
antimikroba.
 Intermediate adalah resisten sebagian; sensitif sedang berarti bahwa bakteri yang diuji
tidak dihambat secara keseluruhan oleh obat pada konsentrasi terapi.
 Resisten menunjukkan mikroba tidak dihambat oleh antibiotika.
 Beberapa mikroba bekerja sebagai bakterisid (membunuh mikroba); sebagian lain
bekerja sebagai bakteriostatika yang berarti menghambat pertumbuhan mikroba tetapi
tidak membunuh
 Munculnya strain penisilin resisten Neisseria gonorrhoeae, metisillin resisten
Staphilococcus aureus (MRSA), amikasin resisten Pseudomonas sp atau vankomisin
resisten Enterococcus sp (VRE).
 Pasien yang hasil penapisan menunjukkan positif MRSA atau VRE sebaiknya diisolasi.
Beberapa contoh antimikroba
Malaria
Malaria merupakan penyebab anemia hemolitik yang berhubungan dengan infeksi sel darah
merah oleh protozoa spesies Plasmodium yang ditularkan ke manusia melalui air liur nyamuk. Ada 4
jenis Plasmodium penyebab malaria, yaitu: P. vivax, P. falciparum, P. ovale, P. tertiana. Malaria
bersifat endemik di daerah tropis dan sub tropis (papua, NTB). Penyakit ini bersifat akut yang dapat
menjadi kronis disertai serangan berulang yang menyebabkan kelemahan (malaise).
Mikroorganisme Plasmodium pertama kali menginfeksi sel hati, dan kemudian berpindah ke
eritrosit. Infeksi menyebabkan hemolisis masif sel darah merah. Pada titik ini, semakin banyak parasit
yang dilepaskan ke dalam sirkulasi dan terjadi siklus infeksi berikutnya. Siklus infeksi biasanya
berlangsung setiap 72 jam. Respon hospes terhadap infeksi antara lain pengaktifan sistem imun,
termasuk produksi berbagai sitokinin yang didesain untuk meningkatkan respon imun. Sitokinin ini,
termasuk faktor nekrosis tumor dan interleukin 1 dan 6, merupakan faktor kunci melawan parasit,
tetapi bertanggung jawab juga untuk kebanyakan manifestasi klinis penyakit, terutama demam dan
mialgia (nyeri otot). Individu biasanya pulih tetapi dapat mengalami kekambuhan.

Implikasi klinik
Analisis darah akan memperlihatkan anemia dan adanya parasit (Plasmodium). Bentuk sel
masing-masing parasit berbeda sehingga pemeriksaan hapusan darah dapat digunakan untuk
mengidentifi kasi jenis Plasmodium penyebab infeksi.
Ig G dan Ig M
IgG meliputi 75% - 80% total imunoglobulin. Peningkatan IgG terjadi pada kondisi:
1. Infeksi granulomatosus kronik
2. Hiperimunisasi
3. Penyakit hati
4. Malnutrisi (parah)
5. Disproteinemia
6. Penyakit yang berhubungan dengan hipersentitifi tas granuloma, gangguan dermatologi, dan
mieloma IgG
7. Reumatiod artritis IgG menurun pada kondisi:
 Agamaglobulinemia
 Limfoid aplasia
 Defi siensi IgG, IgA
 Mieloma IgA
 Proteinemia Bence-Jones
 Leukemia limfoblastik kronik
 IgM meliputi 5% - 10% dari total antibodi. Peningkatan nilai IgM pada dewasa terjadi pada
kondisi:
1. makroglobulinemia Waldenstrom
2. Tripanosomiasis
3. Malaria
4. infeksius mononucleosis
5. lupus erimatosus
6. reumatoid artritis
7. disgamaglobulinemia (kasus tertentu)
8. pada bayi baru lahir, kadar IgM > 20 mg/dL mengindikasikan utero stimulasi sistem imun
(misalnya virus rubela, sitomegalovirus, sifilis toksoplasmosis).
 IgM menurun pada kondisi:
1. Agammaglobulinemia
2. Gangguan Limfoproliferatif
3. Mieloma IgA dan IgM
4. Disgammaglobulinemia
5. Leukemia limfoblastik kronik
Tes Widal (Felix Widal)
 Diagnosis demam tifoid tergantung pada isolasi Salmonella typhi dari darah, sumsum tulang, daerah
terinfeksi lainnya, atau lesi. Deteksi antibodi dari kultur darah masih menjadi pilihan utama dari
diagnosis.
 Tes ini mengukur tingkat antibodi aglutinasi terhadap antigen O dan H. Tingkat antibodi diukur
menggunakan pengenceran serum ganda. Biasanya antibodi O akan muncul pada hari ke 6-10 dan
antibodi H pada hari ke 10-12 setelah onset penyakit. Tes ini dilakukan pada serum akut (kontak
pertama dengan pasien).
 Sensitivitas dan spesifisitas tes ini tidak tinggi (sedang). Tes ini memberikan hasil negatif pada 30%
kasus yang mungkin disebabkan oleh penggunaan antibiotik sebelumnya. Hasil positif palsu dapat
terjadi akibat reaksi silang epitop dengan enterobakteriase. Hasil positif palsu juga dapat terjadi pada
penyakit seperti malaria, tifus, bakteremia yang disebabkan oleh mikroba lain dan sirosis.
 Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan tingkat antibodi pada populasi normal untuk menentukan
ambang titer antibodi yang dianggap bermakna. Demam tifoid terdiagnosa bila hasil titer antibodi
antara serum kovalesen empat kali lipat dibandingkan serum akut, misalnya: titer antibodi 1/80 pada
fase akut menjadi 1/320 pada fase kovalesen (recovery).
 Walaupun ada keterbatasan tes ini berguna, karena murah dibandingkan dengan tes diagnosis baru. Tes
ini tidak perlu dilakukan bila telah dilakukan pemeriksaan kultur bakteri S. typhi.
Tes diagnostik terbaru
 Tes diagnostik terbaru adalah IDL Tubex dari Swedia, Typidot dari Malaysia, dan
dipstik tes yang dikembangkan di Belanda.
 Prinsip : IDL tubex mendeteksi IgM O9 dan hasil didapat setelah beberapa menit. Tes
Tubex berdasarkan studi awal menunjukkan sensitifi tas dan spesifi sitas yang lebih
baik dibandingkan tes Widal.
 Typidot mendeteksi antibodi Ig M dan Ig G terhadap antigen S. typhi 50 kD dan
hasilnya didapatkan sekitar 3 jam. Sedangkan Typidot M mendeteksi IgM saja.
Typidot merupakan gold standar yang memiliki sensitifi tas dan spesifi sitas
mendekati 100%. Studi evaluasi menunjukkan Typidot M lebih baik dibandingkan
metode kultur.
 Dipstik tes mendeteksi ikatan antara IgM S. typhi terhadap lipopolisakarida (LPS) S.
typhi. Dipstik tes adalah tes alternatif yang cepat dan mudah untuk mendiagnosis
demam tifoid terutama di daerah yang tidak mempunyai fasilitas untuk kultur. Hasil
tes dapat diperoleh dalam 1 hari.
INTERPRETASI DATA LABORATORIUM
TINJA
 Feses adalah sisa hasil pencernaan dan absorbsi dari makanan yang kita makan
yang dikeluarkan lewat anus dari saluran cerna.Jumlah normal produksi 100 –
200 gram / hari. Terdiri dari air, makanan tidak tercerna, sel epitel, debris,
celulosa, bakteri dan bahan patologis, Jenis makanan serta gerak peristaltik
mempengaruhi bentuk, jumlah maupun konsistensinya dengan frekuensi
defekasi normal 3x per-hari sampai 3x per-minggu.
 Indikasi dilakukan pemeriksaan feses :
a. Adanya diare dan konstipasi
b. Adanya darah dalam tinja
c. Adanya lendir dalam tinja
d. Adanya ikterus
e. Adanya gangguan pencernaan
f. Kecurigaan penyakit gastrointestinal
Jenis pemeriksaan tinja
 Makroskopis
Pemeriksaan makroskopik tinja meliputi pemeriksaan jumlah, warna, bau, darah,
lendir dan parasit.Feses untuk pemeriksaan sebaiknya yang berasal dari defekasi spontan.
Jika pemeriksaan sangat diperlukan,boleh juga sampel tinja di ambil dengan jari bersarung
dari rectum. Untuk pemeriksaan biasa dipakai tinja sewaktu, jarang diperlukan tinja 24 jam
untuk pemeriksaan tertentu.Tinja hendaknya diperiksa dalam keadaan segar, kalau
dibiarkan mungkin sekali unsure-unsur dalam tinja itu menjadi rusak.
 Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopik meliputi pemeriksaan protozoa, telur cacing, leukosit,
eritosit, sel epitel, kristal, makrofag, jamur dan sel ragi. Dari semua pemeriksaan ini yang
terpenting adalah pemeriksaan terhadap protozoa dan telur cacing.
 Pemeriksaan kimia
Pemeriksaan kimia meliputi pemeriksaan Darah samar, urobilin, urobilinogen dan
bilirubin.
Pemeriksaan darah samar
 Pemeriksaan kimia tinja yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap darah
samar. Tes terhadap darah samar dilakukan untuk mengetahui adanya
perdarahan kecil yang tidak dapat dinyatakan secara makroskopik atau
mikroskopik.
 Adanya darah dalam tinja selalu abnormal. Pada keadaan normal tubuh
kehilangan darah 0,5 – 2 ml / hari. Pada keadaan abnormal dengan tes darah
samar positif (+) tubuh kehilangan darah > 2 ml/ hari.
 Macam - macam metode tes darah samar yang sering dilakukan adalah guajac
tes, orthotoluidine, orthodinisidine, benzidin tes berdasarkan penentuan
aktivitas peroksidase / oksiperoksidase dari eritrosit (Hb)
 Pemeriksaan urobilin
Dalam tinja normal selalu ada urobilin. Jumlah urobilin akan berkurang pada
ikterus obstruktif, pada kasus obstruktif total hasil tes menjadi negatif, tinja dengan
warna kelabu disebut akholik.
 Pemeriksaan urobilinogen
Penetapan kuantitatif urobilinogen dalam tinja memberikan hasil yang lebih baik
jika dibandingkan terhadap tes urobilin,karena dapat menjelaskan dengan angka mutlak
jumlah urobilinogen yang diekskresilkan per 24 jam sehingga bermakna dalam keadaan
seperti anemia hemolitik dan ikterus obstruktif.
 Pemeriksaan bilirubin
 Pemeriksaan bilirubin akan beraksi negatif pada tinja normal, karena bilirubin dalam
usus akan berubah menjadi urobilinogen dan kemudian oleh udara akan teroksidasi
menjadi urobilin.
 Reaksi mungkin menjadi positif pada diare dan pada keadaan yang menghalangi
perubahan bilirubin menjadi urobilinogen, seperti pengobatan jangka panjang
dengan antibiotik yang diberikan peroral, mungkin memusnakan flora usus yang
menyelenggarakan perubahan tadi. Untuk mengetahui adanya bilirubin dapat
digunakan metode pemeriksaan Fouchet 
Interpretasi hasil pemeriksaan

Anda mungkin juga menyukai