Anda di halaman 1dari 35

REVIEW ETIKA DALAM PELAYANAN

DAN PEKERJAAN KEFARMASIAN


KELOMPOK 5
• WA ODE SUKMAWATI O1A1 18 063
• NUR AZIMAH DEWI O1A1 18 067
• FIRA HARTINA SYAMSUDIN O1A1 18 083
• LA ODE MUH. ETRIK AKBAR WAHID O1A1 18 087
• YULIANA PUTRI O1A1 18 093
• AYU WULANDARI HARTINI O1A1 18 097
• MUH RAMADHAN AMIRULLAH O1A1 18 098
• ARINI O1A1 18 107
• WA ODE JULIYATI O1A1 18 118
01
Definisi Etika, Pelayanan
Kefarmasian dan Pekerjaan
Kefarmasian
PENGERTIAN ETIKA, PELAYANAN DAN
PEKERJAAN KEFARMASIAN

PELAYANAN PEKERJAAN
ETIKA KEFARMASIAN KEFARMASIAN

Menurut Webster Menurut Peraturan Pemerintah RI


Menurut Peraturan Menteri
Nomor 51 Tahun 2009 Tentang
Dictionary, secara Kesehatan RI nomor 58 Tahun
Pekerjaan Kefarmasian Pasal1
etimologis etika adalah 2014 Tentang Standar
Ayat 1 Pekerjaan Kefarmasian
suatu disiplin ilmu Pelayanan Kefarmasian di
adalah pembuatan termasuk
Rumah Sakit, Pasal 1 ayat 3
yangmenjelaskan pengendalian mutu sediaan
pelayanan kefarmasian adalah
sesuatu yang baik dan suatu pelayanan langsung dan
farmasi, pengamanan,
yang buruk, mana tugas pengadaan, penyimpanan dan
bertanggung jawab kepada
atau kewajiban moral, pendistribusi atau penyaluran
pasien yang berkaitan dengan
obat, pengelolaan obat,
atau bisa juga mengenai sediaan farmasi dengan
pelayanan obat atas resep dokter,
kumpulan prinsip atau maksud mencapai hasil yang
pelayanan informasi obat,serta
nilai moral pasti meningkatkan mutu
pengembangan obat, bahan obat
kehidupan pasien
dan obat tradisional.
02
Kaidah Etika Pelayanan
Kefarmasian dan
Pekerjaan Kefarmasian
ETIKA NORMA
Pedoman, ukuran,
Nilai dan norma kriteria, atau
moral yang ketentuan yang
menentukan mengatur tingkah
perilaku manusia laku manusia
dalam hidupnya berdasarkan nilai-nilai
tertentu

TUJUAN
1. Mengarahkan perkembangan masyarakat menuju keadaan yang harmonis, tertib,
teratur, damai dan sejahtera
2. Mengajak orang bersikap kritis dan rasional dalam mengambil keputusan secara
otonom
ETIK
HUKUM
A
• Berlaku untuk lingkungan kelompok/profesi • Berlaku untuk umum

• Disusun berdasarkan kesepakatan anggota • Disusun oleh badan pemerintah


kelompok/profesi • Tercantum secara rinci di dalam kitab UU
• Tidak seluruhnya tertulis dengan pasal-pasal dengan pasal-pasal, termasuk sanksi

• Sanksi terhadap pelanggaran berupa terhadap pelanggaran


tuntutan dan sanksi organisasi • Sanksi terhadap pelanggaran berupa
• Pelanggaran diselesaikan oleh Majelis tuntutan, baik perdata maupun pidana
Etika (MPEAD dan MPEA)
• Pelanggaran diselesaikan melalui
• Penyelesaian pelanggaran seringkali tidak pengadilan atau sanksi administrasi
diperlukan/disertai bukti fisik
• Penyelesaian pelanggaran memerlukan
bukti fisik
Pekerjaan Kefarmasian = Profesi

Pekerjaan Kefarmasian membutuhkan tingkat keahlian dan


kewenenangan yang didasari oleh suatu standar kompetensi, dan etika
profesional farmasi tidak hanya mendorong/meningkatkan kinerja bagi
tenaga farmasi, tetapi juga akan memberikan peningkatkan kontribusi
fungsional /peranan farmasi bagi masyarakat.
ETIKA PROFESI
Menurut keiser merupakan suatu sikap hidup berupa keadilan untuk
dapat memberikan pelayanan yang professional terhadap masyarakat
dengan penuh ketertiban serta keahlian ialah sebagai pelayanan di
dalam rangka melaksanakan suatu tugas yang merupakan kewajiban
terhadap masyarakat (suhrawardi lubis, 1994:6-7)
KODE ETIK PELAYANAN KEFARMASIAN

1. Batas keilmuan dan wewenang apoteker yaitu membuat, mengolah, meracik,


mengubah bentuk, mencampur, menyimpan dan menyerahkan obat atau bahan
obat kepada konsumen.
2. Tugas dan tanggung jawab moral apoteker yaitu menghormati hak-hak
konsumen dan menghormati hak profesi lain (dokter).
KODE ETIK TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN

1. Kewajiban Terhadap Profesi

2. Kewajiban Ahli Farmasi Terhadap Teman Sejawat

3. Kewajiban Terhadap Pasien/Pemakai Jasa

4. Kewajiban Terhadap Masyarakat

5. Kewajiban Ahli Farmasi Indonesia THD Profesi Kesehatan Lainnya


KASUS I
Studi Kasus NAPZA

KASUS Dari temuan tersebut:

Berdasarkan informasi Polres A bahwa


banyak ditemukan (Tablet Carnophen 1. Pelanggaran Undang-undang
beredar di kalangan remaja) telah dilakukan dan Peraturan apa saja yang
pemeriksaan terhadap apotek-apotek di telah dilakukan oleh apotek
Kabupaten tersebut dan pada salah satu tersebut?
apotek ditemukan penjualan bebas rata-
2. Sanksi apa saja (administratif
rata per bulan sebanyak 12 box dan
Trihexyphenidyl sebanyak 7 box, penjualan dan pidana) yang dapat
tanpa resep Ephedrine tablet rata-rata 3 diberikan terhadap apotek,
kaleng @ 1000 tablet serta penjualan tanpa dapatkah apoteker pengelola
resep diazepam 5 mg tablet sebanyak 30 apotek menjadi tersangka?
tablet.
Pembahasan
Pelanggaran yang telah dilakukan apotek tersebut adalah :

1. Menjual obat-obat ilegal yang mengandung narkotika (Cannabis sativa) dan psikotropika
(diazepam) secara bebas.
2. Trihexyphenidyl digunakan untuk pengobatan parkinsonisme, gangguan ekstrapiramidal karena
obat. Obat-obat dengan bahan aktif Trihexyphenidyl yang beredar di Indonesia yaitu Arkine®,
Artane®, Hexymer® , Parkinal®.
3. Carnophen mengandung bahan aktif Karisoprodol 200 mg, Asetaminofen 160 mg dan kafeina 32
mg yang diindikasikan untuk nyeri otot, lumbago, rheumatoid arthiritis, spondilitis. Obat lain
sejenis Carnophen yang beredar di Indonesia yaitu Somadril Compositum®.
4. Obat-obatan tersebut termasuk golongan obat keras di mana penjualannya harus berdasarkan resep

dokter. Setelah dilakukan pemeriksaan, apotek melakukan pelanggaran karena menjual

Trihexyphenidyl dan Carnophen secara bebas.

5. Dari pemeriksaan terhadap obat-obat Cina yang beredar di apotekapotek Kabupaten A ditemukan

bahwa obat-obat tersebut tidak memiliki ijin edar dan mengandung bahan aktif Diazepam yang dijual

secara bebas. Diazepam termasuk psikotropika golongan IV yang meskipun dapat digunakan untuk

terapi tetapi dapat menyebabkan ketergantungan (ringan).


Landasan Hukum

1. Undang-undang No. 5 tahun 1997


• Pasal 9 ayat 1
Psikotropika yang berupa obat hanya dapat diedarkan setelah terdaftar pada departemen
yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.

• Pasal 14 ayat 4
Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas dan balai pengobatan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan berdasarkan resep dokter.
2. Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
Bagian Kelima Belas “Pengamanan dan Penggunaan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan”

Pasal 102
• Ayat (1) : Penggunaan sediaan farmasi yang Pasal 103
berupa narkotika dan psikotropika hanya dapat • Ayat (1) : Setiap orang yang memproduksi,
dilakukan berdasarkan resep dokter atau dokter gigi menyimpan, mengedarkan, dan
dan dilarang untuk disalahgunakan. menggunakan narkotika dan psikotropika
• Ayat (2) : Ketentuan mengenai narkotika dan wajib memenuhi standart dan atau
psikotropika diatur dengan undang-undang. persyaratan tertentu.
• Ayat (2) : Ketentuan mengenai produksi,
penyimpanan, peredaran, serta penggunaan
narkotika dan psikotropika sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
undangundang.
3. Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Pasal 8 ayat 1c
Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak
mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan
barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat 4

perundang-undangan yang berlaku Pelaku usaha dilarang memperdagangkan


sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat
atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa
memberikan info secara lengkap dan benar
SANKSI HUKUM
2. Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
• Pasal 196 Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
1. Undang-undang No. 5 tahun 1997
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak
Pasal 60 ayat 1c
memenuhi standart dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau
Barangsiapa memproduksi atau mengedarkan
kemanfaatan, an mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98
psikotropika yang berupa obat yang tidak
ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama
terdaftar pada departemen yang bertanggung
10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
jawab di bidang kesehatan sebagaimana
(satu miliar rupiah). O
dimaksud dalam pasal 9 ayat 1 dipidana
• Pasal 197 Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak
belas) tahun dan atau pidana denda paling
memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1)
banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
rupiah).
dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima
ratus juta rupiah).
Next …

3. Undang-undang No. 8 tahun 1999 4. Psikotropika


tentang Perlindungan Konsumen • UU RI No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika Pasal
Pasal 62 ayat 1 14 ayat 4 “Penyerahan psikotropika oleh apotek,
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan rumah sakit, puskesmas dan balai pengobatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 8, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
pasal 9, pasal 10, pasal 13 ayat 2, pasal 15, berdasarkan resep dokter“
pasal 17 ayat 1 huruf a, huruf b, huruf c, • Peraturan Menteri Kesehatan No.
huruf e, ayat 2 dan pasal 18 dipidana 688/Menkes/Per/VII/1997 pasal 10 ayat 7 tentang
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) Peredaran Psikotropika “Penyerahan psikotropika
tahun atau pidana denda paling banyak Rp. sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari apotek
2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah) kepada pasien diberikan berdasarkan resep dokter“
Next …

5. Narkotika

- Undang-undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika pasal 8 ayat 1 : “Narkotika
golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan Kesehatan
- “Undang-undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika pasal 39 ayat 1 : “Narkotika hanya
dapat disalurkan oleh industri farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini”
- Undang-undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika pasal 36 ayat 1 : “Narkotika dalam
bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar dari menteri“
- Undang-undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika pasal 43 ayat 3 : “Rumah sakit,
apotek, puskesmas dan balai pengobatan hanya dapat menyerahkan narkotika kepada pasien berdasarkan resep
dokter.“
- Undang-undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika pasal 45 ayat 1 dan 3 :
(1) Industri farmasi wajib mencantumkan label pada kemasan narkotika baik dalam bentuk obat jadi maupun bahan
baku narkotika
(2) (3) Setiap keterangan yang dicantumkan dalam label narkotika harus lengkap dan tidak menyesatkan.
Next …

Sanksi Administratif:

1. Diberikan teguran/peringatan secara lisan.

2. Diberikan Surat Peringatan secara tertulis, maksimal 3 kali.

3. Penutupan apotek sementara.

4. Pencabutan ijin apotek.


Secara umum apoteker diharapkan dapat mengaktualisasikan prinsip etika profesi
dengan derajat yang lebih tinggi dibanding orang lain. Prinsip etika profesi itu
meliputi ;

Belas kasih
01 memahami dan perhatian terhadap masalah orang lain, merupakan hal yang pokok dalam praktek pengobatan.

Presentation
02 Kurang kompeten dapat menyebabkan kematian atau morbiditas pasien yang serius.

Otonomi/ Penentuan Sendiri


03 Apoteker secara pribadi telah lama menikmati otonomi pengobatan yang tinggi dalam menetukan
bagaimana menangani pasien mereka.
KESIMPULAN

Dari kasus ini dapat ditarik kesimpulan, bahwa Apoteker Pengelola Apotek dapat dijadikan
tersangka karena telah melangar undang-undang yang belaku. Selain itu sebagai Apoteker
Pengelola Apotek juga tidak mengawasi penjualan obat keras, karena obat-obat keras tersebut
diperjualbelikan secara bebas. Sebagai penangung jawab apotek juga menerima atau
mengedarkan obat-obat impor yang tidak memiliki ijin edar dan mengandung golongan obat
psikotropika dan narkotika
KASUS 2
Kasus Pelanggaran Kode Etik Apoteker di
Apotek
“kasus Peredaran Obat PCC, Apoteker dan Asisten Apoteker Jadi Tersangka”
Polisi menetapkan lima tersangka dalam kasus peredaran obat jenis PCC Paracetamol Caffeine
karisoprodol dan obat keras lainnya di Kendari Sulawesi Tenggara. salah satunya yakni seorang
apoteker berinisial WYKA (34) dan asisten apoteker (AM) 19. Penangkapan dilakukan setelah
polisi membentuk tim gabungan yang terdiri dari Badan Narkotika Nasional Provinsi Sulawesi
Tenggara, Direktorat Intelejen Keamanan, Direktorat Narkoba, dan Resimen Kendari. Kepala
Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rikwanto mengatakan, para
pelaku ditangkap di tempat terpisah. Sementara tiga tersangka lainnya yaitu R (27), FA (33), dan
ST (39) merupakan pihak swasta dan berwiraswasta. Dari penangkapan ketiganya, polisi
menemukan 1.643 butir obat yang dibuang di belakang rumah, 988 butir dalam lemari baju, dan
uang sebesar Rp 735.000.
ULASAN
APOTEKER MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

ER
K
apoteker yang dimaksud di sini adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus
TE
PO
sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker
A

sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian (Pasal 1 poin 5 PP
51/2009).

A
Apotek itu sendiri adalah sarana dan salah satu fasilitas pelayanan

PO
TE
kefarmasian yakni Sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan

K
pelayanan kefarmasian di antara fasiltas-fasilitas lainnya seperti
instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, took obat, atau praktek
Bersama (Pasal 1 poin 11 dan poin 13 PP 51/2009)
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN

Prinsipnya, dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan


Kefarmasian, apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian. Di samping
itu, penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh
apoteker. (Pasal 21 ayat 1 dan 2 PP 51/2009)

Jadi, terkait pemberian obat dari apoteker kepada pasien, ada standar pelayanan yang
wajib dipatuhi oleh apoteker yang bersangkutan. Standar pelayanan ini tertuang dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang
dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan
pelayanan kefarmasian
Menurut Permenkes 35/2014, Pelayanan
Kefarmasian di Apotek meliputi 2 kegiatan, yaitu :
NEXT …..

1. Kegiatan yang bersifat manajerial berupa


pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
2. Pelayanan Farmasi Klinik
Apoteker Sebagai Pelaku Usaha

dengan modal sendiri


Apoteker dapat mendirikan apotek Terkait soal kelalaian dalam memberikan obat, sebagai pelaku
dal baik perorangan
dan/atau modal dari pemilik mo usaha, apoteker salah satunya dilarang tidak memenuhi atau
t 1 PP 51/2009). Ini
maupun perusahaan (Pasal 25 aya tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan
tindak juga sebagai
menunjukkan bahwa apoteker ber peraturan perundang-undangan (Pasal 8 ayat 1 huruf a UU
ak sebagai konsumen,
pelaku usaha dan pasien bertind Perlindungan Konsumen). Jika pelaku usaha melanggar
tan. Oleh karena itu,
yakni pemakai jasa layanan keseha kewajiban ini, maka ia dapat dipidana dengan pidana penjara
antara keduanya adalah
hubungan hukum yang terjadi di paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak
en yang dilindungi
hubungan pelaku usaha dan konsum Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) (Pasal 62 ayat 1 UU
Tahun 1999 tentang
oleh Undang-Undang Nomor 8 Perlindungan Konsumen)
Perlindungan Konsumen
Standar Pelayanan Kefarmasian Terkait Pemberian Obat Oleh Apoteker

Standar yang dipersyaratkan ini menjadi tolak ukur untuk menilai kelalaian apoteker dalam memberikan obat.
Secara umum, standar-standar pelayanan Kefarmasian itu antara lain adalah (Lampiran Permenkes 35/2014)

1. Peran Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku


agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut
antara lain adalah pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien yang
membutuhkan.

2. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan


(medication error) dalam proses pelayanan dan mengidentifikasi, mencegah, serta
mengatasi masalah terkait Obat (drug related problems), masalah farmakoekonomi, dan
farmasi sosial (sociopharmacoeconomy)
Sedangkan secara khusus, terkait pemberian obat, standar pelayanan kefarmasian atau yang khususnya dikenal sebagai
Pelayanan farmasi klinik yang wajib dipatuhi apoteker adalah (BAB III Lampiran Permenkes 35/2014)

pengkajian Resep; meliputi


Pemantauan Terapi
administrasi, kesesuaian farmasetik Obat (PTO);
dan pertimbangan klinis

Dispensing; terdiri dari


penyiapan, penyerahan dan Pelayanan Kefarmasian di rumah
pemberian informasi obat (home pharmacy care);

Pelayanan Informasi Obat Monitoring Efek Samping


(PIO); Obat (MESO).
Konseling;
“Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus
mengutamakan kepentingan masyarakat, menghormati hak
pasien, dan melindungi makhluk hidup insani.”

Di samping itu, profesi apoteker juga mengacu pada Kode Etik


Apoteker Indonesia dan apabila apoteker lalai dalam melaksanakan
kewajiban dan tugasnya maka apoteker dapat dikenakan sanksi oleh
Ikatan Apoteker Indonesia. Pasal 9 Kode Etik Apoteker Indonesia:

Salah satu penjabarannya: seorang apoteker harus yakin bahwa obat yang diserahkan kepada pasien adalah obat yang terjamin
mutu, keamanan, khasiat, dan cara pakai obat yang tepat. UU Kesehatan No 36 Tahun 2009 telah mengatur secara ketat prosedur
pembuatan obat, pengamanan, sampai pendistribusian obat, hanya boleh dilakukan oleh tenaga Kesehatan dalam hal ini
APOTEKER
KESIMPULAN

Dari kasus, dapat ditarik kesimpulan bahwa apoteker harus memperhatikan


standar pelayanan kefarmasian di Apotek. Di samping itu, apoteker juga
harus mengacu pada Kode Etik Apoteker Indonesia dan apabila apoteker lalai
dalam menjalankan kewajiban dan tugasnya maka apoteker dapat dikenakan
sanksi oleh Ikatan Apoteker Indonesia. Apoteker dapat dijadikan tersangka
karena melanggar undang-undang yang berlaku.
THANK YOU!
ANY QUESTIONS?

Anda mungkin juga menyukai