PELAYANAN PEKERJAAN
ETIKA KEFARMASIAN KEFARMASIAN
TUJUAN
1. Mengarahkan perkembangan masyarakat menuju keadaan yang harmonis, tertib,
teratur, damai dan sejahtera
2. Mengajak orang bersikap kritis dan rasional dalam mengambil keputusan secara
otonom
ETIK
HUKUM
A
• Berlaku untuk lingkungan kelompok/profesi • Berlaku untuk umum
1. Menjual obat-obat ilegal yang mengandung narkotika (Cannabis sativa) dan psikotropika
(diazepam) secara bebas.
2. Trihexyphenidyl digunakan untuk pengobatan parkinsonisme, gangguan ekstrapiramidal karena
obat. Obat-obat dengan bahan aktif Trihexyphenidyl yang beredar di Indonesia yaitu Arkine®,
Artane®, Hexymer® , Parkinal®.
3. Carnophen mengandung bahan aktif Karisoprodol 200 mg, Asetaminofen 160 mg dan kafeina 32
mg yang diindikasikan untuk nyeri otot, lumbago, rheumatoid arthiritis, spondilitis. Obat lain
sejenis Carnophen yang beredar di Indonesia yaitu Somadril Compositum®.
4. Obat-obatan tersebut termasuk golongan obat keras di mana penjualannya harus berdasarkan resep
5. Dari pemeriksaan terhadap obat-obat Cina yang beredar di apotekapotek Kabupaten A ditemukan
bahwa obat-obat tersebut tidak memiliki ijin edar dan mengandung bahan aktif Diazepam yang dijual
secara bebas. Diazepam termasuk psikotropika golongan IV yang meskipun dapat digunakan untuk
• Pasal 14 ayat 4
Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas dan balai pengobatan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan berdasarkan resep dokter.
2. Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
Bagian Kelima Belas “Pengamanan dan Penggunaan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan”
Pasal 102
• Ayat (1) : Penggunaan sediaan farmasi yang Pasal 103
berupa narkotika dan psikotropika hanya dapat • Ayat (1) : Setiap orang yang memproduksi,
dilakukan berdasarkan resep dokter atau dokter gigi menyimpan, mengedarkan, dan
dan dilarang untuk disalahgunakan. menggunakan narkotika dan psikotropika
• Ayat (2) : Ketentuan mengenai narkotika dan wajib memenuhi standart dan atau
psikotropika diatur dengan undang-undang. persyaratan tertentu.
• Ayat (2) : Ketentuan mengenai produksi,
penyimpanan, peredaran, serta penggunaan
narkotika dan psikotropika sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
undangundang.
3. Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Pasal 8 ayat 1c
Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak
mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan
barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat 4
5. Narkotika
- Undang-undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika pasal 8 ayat 1 : “Narkotika
golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan Kesehatan
- “Undang-undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika pasal 39 ayat 1 : “Narkotika hanya
dapat disalurkan oleh industri farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini”
- Undang-undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika pasal 36 ayat 1 : “Narkotika dalam
bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar dari menteri“
- Undang-undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika pasal 43 ayat 3 : “Rumah sakit,
apotek, puskesmas dan balai pengobatan hanya dapat menyerahkan narkotika kepada pasien berdasarkan resep
dokter.“
- Undang-undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika pasal 45 ayat 1 dan 3 :
(1) Industri farmasi wajib mencantumkan label pada kemasan narkotika baik dalam bentuk obat jadi maupun bahan
baku narkotika
(2) (3) Setiap keterangan yang dicantumkan dalam label narkotika harus lengkap dan tidak menyesatkan.
Next …
Sanksi Administratif:
Belas kasih
01 memahami dan perhatian terhadap masalah orang lain, merupakan hal yang pokok dalam praktek pengobatan.
Presentation
02 Kurang kompeten dapat menyebabkan kematian atau morbiditas pasien yang serius.
Dari kasus ini dapat ditarik kesimpulan, bahwa Apoteker Pengelola Apotek dapat dijadikan
tersangka karena telah melangar undang-undang yang belaku. Selain itu sebagai Apoteker
Pengelola Apotek juga tidak mengawasi penjualan obat keras, karena obat-obat keras tersebut
diperjualbelikan secara bebas. Sebagai penangung jawab apotek juga menerima atau
mengedarkan obat-obat impor yang tidak memiliki ijin edar dan mengandung golongan obat
psikotropika dan narkotika
KASUS 2
Kasus Pelanggaran Kode Etik Apoteker di
Apotek
“kasus Peredaran Obat PCC, Apoteker dan Asisten Apoteker Jadi Tersangka”
Polisi menetapkan lima tersangka dalam kasus peredaran obat jenis PCC Paracetamol Caffeine
karisoprodol dan obat keras lainnya di Kendari Sulawesi Tenggara. salah satunya yakni seorang
apoteker berinisial WYKA (34) dan asisten apoteker (AM) 19. Penangkapan dilakukan setelah
polisi membentuk tim gabungan yang terdiri dari Badan Narkotika Nasional Provinsi Sulawesi
Tenggara, Direktorat Intelejen Keamanan, Direktorat Narkoba, dan Resimen Kendari. Kepala
Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rikwanto mengatakan, para
pelaku ditangkap di tempat terpisah. Sementara tiga tersangka lainnya yaitu R (27), FA (33), dan
ST (39) merupakan pihak swasta dan berwiraswasta. Dari penangkapan ketiganya, polisi
menemukan 1.643 butir obat yang dibuang di belakang rumah, 988 butir dalam lemari baju, dan
uang sebesar Rp 735.000.
ULASAN
APOTEKER MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
ER
K
apoteker yang dimaksud di sini adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus
TE
PO
sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker
A
A
Apotek itu sendiri adalah sarana dan salah satu fasilitas pelayanan
PO
TE
kefarmasian yakni Sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan
K
pelayanan kefarmasian di antara fasiltas-fasilitas lainnya seperti
instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, took obat, atau praktek
Bersama (Pasal 1 poin 11 dan poin 13 PP 51/2009)
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN
Jadi, terkait pemberian obat dari apoteker kepada pasien, ada standar pelayanan yang
wajib dipatuhi oleh apoteker yang bersangkutan. Standar pelayanan ini tertuang dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang
dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan
pelayanan kefarmasian
Menurut Permenkes 35/2014, Pelayanan
Kefarmasian di Apotek meliputi 2 kegiatan, yaitu :
NEXT …..
Standar yang dipersyaratkan ini menjadi tolak ukur untuk menilai kelalaian apoteker dalam memberikan obat.
Secara umum, standar-standar pelayanan Kefarmasian itu antara lain adalah (Lampiran Permenkes 35/2014)
Salah satu penjabarannya: seorang apoteker harus yakin bahwa obat yang diserahkan kepada pasien adalah obat yang terjamin
mutu, keamanan, khasiat, dan cara pakai obat yang tepat. UU Kesehatan No 36 Tahun 2009 telah mengatur secara ketat prosedur
pembuatan obat, pengamanan, sampai pendistribusian obat, hanya boleh dilakukan oleh tenaga Kesehatan dalam hal ini
APOTEKER
KESIMPULAN