Penyelesaian Malpraktik
Penyelesaian Malpraktik
Praktik • Pelaksanaan/Tindakan
Malpraktik:
Setiap sikap tindak yang salah atau kekurangan keterampilan dari tenaga professional.
Kegagalan untuk memberikan pelayanan professional, sehingga mengakibatkan luka, kehilangan atau kerugian pada
penerima pelayanan tersebut yang cenderung menaruh kepercayaan terhadap mereka itu. Termasuk di dalamnya
setiap sikap tindak profesional yang salah, kekurangan keterampilan yang tidak wajar atau kurang kehati-hatian atau
kewajiban hukum, praktek buruk, atau illegal atau sikap immoral.
Istilah ini umumnya dipergunakan terhadap tindakan dari para dokter, akuntan atau pengacara.
Pengertian Malpraktik Menurut Undang-Undang
Pasal 11 ayat (1) huruf b UU Nomor 6 Tahun 1963 Tentang Tenaga Kesehatan
• (1) Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan di dalam Kitab Undang-
undang Hukum Pidana dan Peraturan-peraturan perundang-undangan lain, maka
terhadap tenaga kesehatan dapat dilakukan tindakan-tindakan administratip
dalam hal sebagai berikut:
• a. melalaikan kewajiban;
• b. melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang
tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat
sumpah sebagai tenaga kesehatan;
• c. mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan;
• d. melanggar sesuatu ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang ini.
Malpraktik Medik
Dokter kurang menguasai ilmu pengetahuan kedokteran dan keterampilan yang sudah berlaku dikalangan
profesi kedokteran.
Malpraktek Melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki STR dan SIP (melanggar
Pasal 1 Peraturan Menteri Kesehatan No 512 Tahun 2007 Tentang
Administratif Pelaksanaan Praktik Kedokteran
Unsur-Unsur Malpraktik
“INTENTIONAL” (secara sadar)
PROFESSIONAL MISCONDUCTS
NEGLIGENCE
MALFEASANCE, MISFEASANCE, NONFEASANCE
LACK OF SKILL
DI BAWAH STANDAR KOMPETENSI
DI LUAR KOMPETENSI
Unsur-Unsur Malpraktik
Direct causal relationship hubungan sebab akibat yang nyata. Dalam hal ini harus terdapat hubungan
sebab-akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang setidak-tidaknya merupakan “proximate
cause”.
Damage sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat layanan dari kesehatan/kedokteran yang
diberikan oleh pemberi layanan
Resiko Medis
Dalam tindakan medik ada kemungkinan (resiko) yang dapat
terjadi yang mungkin tidak sesuai dengan harapan pasien.
Ketidakmengertian pasien terhadap resiko medik yang
dihadapinya dapat mengakibatkan diajukannya tuntutan ke
pengadilan oleh pasien tersebut.
Sebagai konsekuensi dari ketentuan ini, yaitu sebelum menempuh jalur litigasi, harus menempuh
mediasi sebagai salah satu pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan (penyelesaian sengketa
alternatif) Selaras dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa
Upaya ganti rugi Pasal 55 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan “bahwa dampak
dari timbulnya masalah yang diakhibatkan karena kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan maka
semua orang memiliki hak untuk mendapatkan ganti kerugian tersebut”.
Ini merupakan suatu upaya sebagai perlindungan bagi setiap orang karena dampak dari kelalaian tenaga
kesehatan.
Penyelesaian Malpraktik
LITIGASI
GUGATAN KE PENGADILAN NEGERI
PEMBUKTIAN OLEH PENGGUGAT
BUKTI: SAKSI, DOKUMEN, AHLI
HAKIM MENGUPAYAKAN DAMAI DULU, KEMUDIAN “RIGHT-BASED”
NON LITIGASI
DAMAI DI LUAR PENGADILAN (ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION)
“INTEREST BASED” (WIN-WIN SOLUTION)
Upaya Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Malpraktik
Medis
Mediasi salah satu metode yang digunakan dalam menyelesaikan sebuah sengketa, agar
lebih efektif dan hemat biaya dalam menyelesaikan perkara.
Mediasi penal adalah bentuk dari penerapan restorative justice konsep yang
memandang kejahatan atau tindak pidana bukanlah hanya sekedar urusan pelaku tindak
pidana (dokter) dengan Negara yang mewakili korban (pasien), dan meninggalkan proses
penyelesaiannya hanya kepada pelaku (dokter) dan Negara (Jaksa penuntut umum).
Ide yang mendasari mediasi penal adalah menyatukan pihak-pihak yang menginginkan untuk
merekontruksi model peradilan pidana yang sangat panjang dengan model resolusi, yang akan
memperkuat posisi korban (pasien) dan mencari alternatif pidana, serta mencari cara untuk
mengurangi kerugian dan beban berat pada sistem peradilan pidana mengingat sistem ini lebih
efektif dan efesien.
Mediasi Penal
Keuntungan mediasi bagi korban (pasien dan/atau keluarganya), tekanan berkurang dibanding
jika berperkara di pengadilan, tidak perlu membawa saksi, tidak perlu menyewa pengacara,
dan mendapat kesempatan untuk mengkontrol hasilnya.
Bagi pelaku tindak pidana (dokter) dapat diuntungkan karena terhindar dari pemidanaan,
catatan kejahatan atau denda dan biayabiaya perkara yang lebih besar.
Mediasi dapat mempererat kembali hubungan dokter dengan pasien serta keluarga pasien jika
para pihak yang terlibat termasuk di dalamnya dengan kesepakatan damai dan pembayaran
ganti kerugian, serta memberikan pelajaran bagi dokter untuk melayani pasiennya dengan hati-
hati dan lebih baik untuk dapat menghindari konflik di masa mendatang.
Mediasi Penal Menurut Perspektif Undang-Undang
Undang - Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
• Semua peradilan di seluruh wilayah NKRI adalah peradilan negara dan ditetapkan dengan
Undang-Undang, tetapi tidak menutup kemungkinan penyelesaian perkara dilakukan di
luar peradilan negara melalui perdamaian, dan Peradilan dilakukan dengan sederhana,
cepat, dan biaya ringan, untuk memenuhi harapan para pencari keadilan.
• Undang–Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman juga mengatur tentang kewajiban Hakim
dalam menggali, mengikuti, dan memahami nilai–nilai hukum dan rasa keadilan yang
hidup dalam masyarakat, agar putusan hakim sesuai dengan hukum dan rasa keadilan
masyarakat.
• Penyelenggaraan peradilan di pengadilan tidak berlangsung efektif dan efisien
sertakurang memenuhi rasa keadilan masyarakat, maka tidak tertutup emungkinan
penyelenggaraan peradilan dilakukan di luar pengadilan.
Mediasi Penal Menurut Perspektif Undang-Undang
Undang–Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
• Pasal 18 ayat (1) menyebutkan bahwa, untuk kepentingan umum, pejabat
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.
• Di dalam penjelasan umum Undang-undang dimaksud dinyatakan bahwa,
selaku pengayom, peranan Kepolisian Negara Republik Indonesia perlu
dikembangkan melalui pemantapan kewenangan bertindak menurut
penilaian sendiri untuk kepentingan umum, sehingga upaya perlindungan
dan pelayanan terhadap masyarakat dapat dilaksanakan sebaik-baiknya.
Mediasi Penal Menurut Perspektif Undang-Undang