Anda di halaman 1dari 49

Penyelesaian Malpraktik

Yana Sylvana (2010622045)


Pembimbing:
Dr.Gunawan Widjaja LLB,LLM,PhD,MPH,MHA,B.Pharm,MM
Malpraktik
Malpraktik
Mal • Salah/buruk

Praktik • Pelaksanaan/Tindakan

Malpraktik:
Setiap sikap tindak yang salah atau kekurangan keterampilan dari tenaga professional.
Kegagalan untuk memberikan pelayanan professional, sehingga mengakibatkan luka, kehilangan atau kerugian pada
penerima pelayanan tersebut yang cenderung menaruh kepercayaan terhadap mereka itu. Termasuk di dalamnya
setiap sikap tindak profesional yang salah, kekurangan keterampilan yang tidak wajar atau kurang kehati-hatian atau
kewajiban hukum, praktek buruk, atau illegal atau sikap immoral.
Istilah ini umumnya dipergunakan terhadap tindakan dari para dokter, akuntan atau pengacara.
Pengertian Malpraktik Menurut Undang-Undang
Pasal 11 ayat (1) huruf b UU Nomor 6 Tahun 1963 Tentang Tenaga Kesehatan
• (1) Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan di dalam Kitab Undang-
undang Hukum Pidana dan Peraturan-peraturan perundang-undangan lain, maka
terhadap tenaga kesehatan dapat dilakukan tindakan-tindakan administratip
dalam hal sebagai berikut:
• a. melalaikan kewajiban;
• b. melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang
tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat
sumpah sebagai tenaga kesehatan;
• c. mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan;
• d. melanggar sesuatu ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang ini.
Malpraktik Medik
Dokter kurang menguasai ilmu pengetahuan kedokteran dan keterampilan yang sudah berlaku dikalangan
profesi kedokteran.

Dokter memberikan pelayanan medik dibawah standar (tidak lege artis)

Dokter melakukan kelalaian berat atau kurang hati-hati

Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan hukum

Bertentangan dengan standar profesi, standar prosedur, prinsip-prinsip profesional kedokteran


Dasar Hukum Yang Mengatur Malpraktik
UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran

UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Peraturan Menteri Kesehatan No: 585/Men.Kes/Per/IX/1989


Tentang Persetujuan Tindakan Medik

Peraturan Menteri Kesehatan No 512/Menkes/Per/IV/2007


tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran
Jenis-Jenis Malpraktik
• Memuji diri sendiri di hadapan pasien (Ps 4a KODEKI)
Malpraktik Etik • Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya (Ps 16 KODEKI)

Malpraktek • Wanprestasi (Pasal 1239 KUHPerdata)


• Tidak memberikan prestasi sama sekali sebagaimana yang diperjanjikan
Perdata (Civil • Memberikan prestasi tidak sebagaimana mestinya, tidak sesuai kualitas
atau kuantitas dengan yang diperjanjikan
Malpractice)
• Karena kesengajaan  Kasus aborsi tanpa indikasi medis
Malpraktek Pidana • Tidak mau melakukan pertolongan gawat darurat (Pasal 14 Kodeki &
Pasal 304 KUHP).

Malpraktek  Melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki STR dan SIP (melanggar
Pasal 1 Peraturan Menteri Kesehatan No 512 Tahun 2007 Tentang
Administratif Pelaksanaan Praktik Kedokteran
Unsur-Unsur Malpraktik
“INTENTIONAL” (secara sadar)
PROFESSIONAL MISCONDUCTS
NEGLIGENCE
MALFEASANCE, MISFEASANCE, NONFEASANCE
LACK OF SKILL
DI BAWAH STANDAR KOMPETENSI
DI LUAR KOMPETENSI
Unsur-Unsur Malpraktik

Unsur kesengajaan Kurang Keahlian (Lack of Kelalaian (Negligence)


• JENIS MALPRAKTIK TERSERING
(intensional) professional Skill) • Malfeasance (pelanggaran jabatan 
misconducts • Melakukan tindakan diluar Melakukan tindakan yang melanggar hukum
atau tindakan yang tidak tepat dan layak
• Buka rahasia kedokteran tanpa hak kemampuan atau kompetensi (tindakan pengobatan tanpa indikasi yang
• seorang dokter memadai dan mengobati pasien dengan coba-
Aborsi illegal coba tanpa dasar yang jelas)
• Kecuali pada situasi kondisi sangat
• Memberikan Keterangan Palsu • Misfeasance (ketidak hati-hatian) 
darurat, seperti melakukan Melakukan pilihan tindakan medis yang tepat
• Praktik tanpa ijin/tanpa pembedahan oleh bukan dokter, tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat
kompetensi dan mengobati pasien diluar (improper performance). Seperti melakukan
tindakan medis dengan menyalahi prosedur.
spesialisasinya.
Kelalaian Tenaga Medis
Duty  kewajiban tenaga medis untuk melakukan sesuatu tindakan atau tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu
terhadap pasien tertentu pada suatu kondisi medis tertentu

Dereliction of the duty  penyimpangan kewajiban tersebut

Direct causal relationship  hubungan sebab akibat yang nyata. Dalam hal ini harus terdapat hubungan
sebab-akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang setidak-tidaknya merupakan “proximate
cause”.

Damage  sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat layanan dari kesehatan/kedokteran yang
diberikan oleh pemberi layanan
Resiko Medis
Dalam tindakan medik ada kemungkinan (resiko) yang dapat
terjadi yang mungkin tidak sesuai dengan harapan pasien.
Ketidakmengertian pasien terhadap resiko medik yang
dihadapinya dapat mengakibatkan diajukannya tuntutan ke
pengadilan oleh pasien tersebut.

Dalam tindakan medik ada tindakan yang mengandung


resiko tinggi

Tindakan medik mempunyai resiko tinggi berkaitan


dengan keselamatan jiwa pasien.
Contoh Resiko Medis
Resiko medis yang melekat  rambut rontok akibat
pemberian obat-obatan sitostatika (obat pembunuh sel
kanker)

Reaksi hipersensitivitas  respon imun tubuh yang


berlebihan terhadap masuknya bahan asing (obat)

Komplikasi (penyulit) yang terjadi secara tiba-tiba dan


tidak bisa diduga sebelumnya  emboli air ketuban pada
ibu saat melahirkan.
Bagan Perbandingan Resiko Medik dan Malpraktek Medik

Persetujuan Tindakan Medik

Timbulnya cacat atau Kematian

a. Sesuai standar a. tidak sesuai standar


pelayanan medik pelayanan medik
b. Ada antisipasi atau b. Tidak ada antisipasi
penduga-duga atau atau penduga-duga
penghati-hati atau penghati-hati
c. Bukan kelalaian atau c. Terdapat kelalaian
kesalahan atau kesalahan
d. Ada upaya d. Tidak ada upaya

Ada alasan pembenar dan Tidak ada alasan penghapus


alasan pemaaf pidana (Pasal 359, 360, 361

Resiko Medik Malpraktek Medik


Aspek Hukum Malpraktik
Aspek Hukum Malpraktik (Pidana)

Pasal 267 KUHP (surat keterangan palsu)


• Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada atau
tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
• Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seorang kedalam rumah sakit
gila atau menahannya disitu, dijatuhkan pidana paling lama delapan tahun enam bulan.

Pasal 268 KUHP


• Barang siapa membuat secara palsu atau memalsukan surat keterangan dokter tentang ada
atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, dengan maksud untuk menyesatkan penguasa
umum atau penanggung, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
• Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan maksud yang sama memakai surat
keterangan yang tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah surat itu benar dan tidak dipalsu.
Aspek Hukum Malpraktik (Pidana)
Pasal 359 KUHP
• Barangsiapa karena kelalainnya menyebabkan matinya orang lain, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling
lama satu tahun.

Pasal 360 KUHP


• Barangsiapa karena kelalainnya menyebabkan orang lain menderita luka berat,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan
paling lama satu tahun.
• Barangsiapa karena kelalaiannya menyebabkan orang lain luka sedemikian
rupa sehingga menderita sakit untuk sementara waktu atau tidak dapat
menjalankan jabatan atau perkejaannya selama waktu tertenu diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan.
Aspek Hukum Malpraktik (Perdata)

Pasal 1338 KUH Perdata (wan prestasi)


• Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan
sepakat kedua belah pihak
• Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Pasal 1365 KUH Perdata


• Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian
kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
Aspek Hukum Malpraktik (Perdata)
Pasal 1366 KUH Perdata (Kelalaian)
• Setiap orang bertanggung jawab tidak saja atas kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi
juga atas kerugian yang disebabkan karena kelalainnnya atau kurang hati – hatinya.

Pasal 1370 KUH Perdata


• Dalam hal pembunuhan (menyebabkan matinya orang lain) dengan sengaja atau kurang hati – hatinya
seeorang, maka suami dan istri yang ditinggalkan, anak atau korban orang tua yang biasanya
mendapat nafkah dari pekerjaan korban mempunyai hak untuk menuntut suatu ganti rugi, yang harus
dinilai menurut kedudukanya dan kekayaan kedua belah pihak serta menurut keadaan.

Pasal 55 UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan


• Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan .
• Ganti rugi sebagaimana diatur dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
Undang-Undang Praktik Kedokteran
• Pada dasarnya norma hukum yang tercantum dalam UU No. 29 tahun
2004 Tentang Praktik Kedokteran merupakan norma hukum
administrasi.
• Diatur dalam pasal 75, 76, 77, 78, 79 UU No. 29 tahun 2004 Tentang
praktik kedokteran
Aspek Hukum Malpraktik (Disiplin dan Etik)
Pasal 69 Tentang Praktik Kedokteran
• Keputusan MKDKI mengikat dokter, dokter gigi dan KKI.
• Keputusan sebagimana dimaksud pada ayat 1 dapat berpa dinyatakan tidak
bersalah atau pemberiaan sanksi disiplin.
• Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat berupa:
• Pemberian peringatan tertulis
• Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat ijin praktik dan/atau
• Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran
atau kedokteran gigi.
Aspek Hukum Malpraktik (Disiplin dan Etik)
Pasal 69 Tentang Praktik Kedokteran
• Keputusan MKDKI mengikat dokter, dokter gigi dan KKI.
• Keputusan sebagimana dimaksud pada ayat 1 dapat berpa dinyatakan tidak
bersalah atau pemberiaan sanksi disiplin.
• Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat berupa:
• Pemberian peringatan tertulis
• Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat ijin praktik dan/atau
• Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran
atau kedokteran gigi.
• UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 58 mengenai ganti
rugi akibat adanya kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan
kesehatan yang diterima. Begitu pula jika dikaitkan dengan ketentuan
1365 BW bahwa untuk dapat disebut perbuatan melanggar hukum
harus dipenuhi 4 (empat) syarat, yaitu :
• Pasien harus mengalami suatu kerugian
• Ada kesalahan atau kelalaian dari perorangan maupun instansi
• Ada hubungan kausal antara kerugian dan kesalahan
• Perbuatan itu melanggar hukum
Pengaturan Hukum Profesi Keperawatan
dan Kebidanan
Pengaturan Hukum Profesi Keperawatan
Pasal 29 angka (1) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan
• Dalam menyelenggarakan Praktik Keperawatan, Perawat bertugas sebagai:
• pemberi Asuhan Keperawatan;
• penyuluh dan konselor bagi Klien;
• pengelola Pelayanan Keperawatan;
• peneliti Keperawatan;
• pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang; dan/atau
• pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu.
• Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara bersama ataupun sendiri-
sendiri.
• Pelaksanaan tugas Perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan secara
bertanggung jawab dan akuntabel.
Pengaturan Hukum Profesi Keperawatan
Fungsi • Perawat melakukan tindakan yang bersifat mandiri  perawat
telah mendapatkan kewenangan yang diperoleh melalui
undang-undang untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam
independen hal praktik keperawatan.

• Perawat melakukan tindakan kerjasama bersama dengan tenaga


Fungsi kesehatan lainnya dimana dalam hal ini perawat bersama
tenaga kesehatan lainnya bertanggung jawab secara bersama-
interpenden sama terhadap tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan
kepada pasien.

• Perawat melakukan tindakan membantu dokter dalam


Fungsi memberikan pelayanan kesehatan berupa tindakan medis yang
seharusnya merupakan wewenang dokter, bentuk kewenangan
dependen dalam fungsi ini diperoleh melalui adanya amanat pelimpahan
wewenang oleh dokter.
Pengaturan Hukum Profesi Keperawatan
UU Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan dalam pasal 32.
• Pelaksanaan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
29 ayat (1) huruf e hanya dapat diberikan secara tertulis oleh tenaga medis kepada Perawat
untuk melakukan sesuatu tindakan medis dan melakukan evaluasi pelaksanaannya.
• Pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara
delegatif atau mandat.
• Pelimpahan wewenang secara delegatif untuk melakukan sesuatu tindakan medis diberikan
oleh tenaga medis kepada Perawat dengan disertai pelimpahan tanggung jawab.
• Pelimpahan wewenang secara delegatif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat
diberikan kepada Perawat profesi atau Perawat vokasi terlatih yang memiliki kompetensi
yang diperlukan.
Pengaturan Hukum Profesi Keperawatan
UU Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan dalam pasal 32.
• Pelimpahan wewenang secara mandat diberikan oleh tenaga medis kepada Perawat untuk
melakukan sesuatu tindakan medis di bawah pengawasan.
• Tanggung jawab atas tindakan medis pada pelimpahan wewenang mandat sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) berada pada pemberi pelimpahan wewenang.
• Dalam melaksanakan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Perawat berwenang:
• melakukan tindakan medis yang sesuai dengan kompetensinya atas pelimpahan wewenang
delegatif tenaga medis;
• melakukan tindakan medis di bawah pengawasan atas pelimpahan wewenang mandat; dan
• memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan program Pemerintah.
Perlindungan Hukum Profesi Keperawatan

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 27


• Perawat berhak memperoleh perlindungan hukum
sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan
standar pelayanan, standar profesi, standar
prosedur operasional dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pengaturan Hukum Profesi Kebidanan
• Pasal 11 dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2014 tentang
tenaga kesehatan menegaskan bidan adalah salah satu tenaga kesehatan, dimana
tenaga kesehatan didalam menjalankan kewenangannya harus sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
• Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan Pasal 23 menyebutkan
bahwa “Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan “
• Kewenangan bidan diatur dalam Permenkes Nomor 28 tahun 2017 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktek Bidan, kewenangan yang dimiliki bidan dalam memberikan
pelayanan kesehatan terdiri dari pelayanan kesehatan ibu, pelayanan kesehatan anak
dan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana. Seorang
bidan dalam menjalankan kewenangan harus sesuai standar profesi, memiliki
keterampilan dan kemampuan untuk melakukan tindakan yang dilakukan dan
mengutamakan kesehatan ibu dan bayi atau janin.
Pengaturan Hukum Profesi Kebidanan
Undang-Undang No 4 tahun 2019 pasal 60
• Bidan dalam melaksanakan Praktik Kebidanan berhak:
• Memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan
kompetensi, kewenangan, dan mematuhi kode etik, standar profesi, standar pelayanan
profesi, dan standar prosedur operasional.
• b.Memperoleh informasi yang benar, jelas, jujur, dan lengkap dari klien dan/atau
keluarganya.
• c. Menolak keinginan klien atau pihak lain yang bertentangan dengan kode etik, standar
profesi, standar pelayanan, standar prosedur operasional, dan ketentuan peraturan
perUndang-Undangan
• d. Menerima imbalan jasa atas Pelayanan Kebidanan yang telah diberikan;
• e. Memperoleh fasilitas kerja sesuai dengan standar
• f. Mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan profesi.
• Penegakkan tindak pidana malpraktek dalam pelayanan kesehatan masih
menggunakan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Undang-Undang
Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
• Pasal 84 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
mengenai ketentuan pidana, yang menyatakan bahwa :
• 1) Setiap tenaga kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang
mengakibatkan Penerima Pelayanan Kesehatan luka berat dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
• 2) Jika kelalaian berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
kematian, setiap Tenaga Kesehatan dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun.
• Kelalaian dalam melakukan asuhan keperawatan maupun kelalaian dalam
melakukan tindakan medis sebagai pelaksana delegasi tindakan medis.
Kelalaian dapat berupa kelalaian dalam mencegah kecelakaan di Rumah
Sakit (jatuh), kelalaian dalam mencegah terjadinya decubitus atau
pencegahan infeksi, kelalaian dalam melakukan pemantauan keadaan
pasien, kelalaian dalam merespon suatu kedaruratan, dan bentuk kelalaian
lainnya yang juga dapat terjadi pada pelayanan profesi perorangan
• Jenis pidana yang mungkin dituntutkan kepada perawat adalah pidana
kelalaian yang mengakibatkan luka (pasal 360 KUHP), atau luka berat atau
mati (pasal 359 KUHP), yang dikualifikasikan dengan pemberatan ancaman
pidananya bila dilakukan dalam rangka melakukan pekerjaannya (pasal
361 KUHP). Sedangkan pidana lain yang bukan kelalaian yang mungkin
dituntutkan adalah pembuatan keterangan palsu (pasal 267-268 KUHP).
Penyelesaian Malpraktik Medis
Penyelesaian Malpraktik Medik
Penyelesaian sengketa malpraktik medis bisa diselesaikan melalui 2 cara:
Pengadilan
Non Pengadilan

Pasal 32 huruf q Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah


Sakit mengatakan “setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau
menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan
yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata maupun pidana”.

Ketentuan ini mengandung makna bahwa penyelesaian sengketa medis


dapat dilakukan melalui jalur litigasi baik secara perdata dan/atau secara
pidana.
Penyelesaian Malpraktik Medik
Dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ditentukan bahwa
“Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian
tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi”.

Sebagai konsekuensi dari ketentuan ini, yaitu sebelum menempuh jalur litigasi, harus menempuh
mediasi sebagai salah satu pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan (penyelesaian sengketa
alternatif)  Selaras dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa

Upaya ganti rugi  Pasal 55 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan “bahwa dampak
dari timbulnya masalah yang diakhibatkan karena kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan maka
semua orang memiliki hak untuk mendapatkan ganti kerugian tersebut”.
Ini merupakan suatu upaya sebagai perlindungan bagi setiap orang karena dampak dari kelalaian tenaga
kesehatan.
Penyelesaian Malpraktik
LITIGASI
GUGATAN KE PENGADILAN NEGERI
PEMBUKTIAN OLEH PENGGUGAT
BUKTI: SAKSI, DOKUMEN, AHLI
HAKIM MENGUPAYAKAN DAMAI DULU, KEMUDIAN “RIGHT-BASED”
NON LITIGASI
DAMAI DI LUAR PENGADILAN (ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION)
“INTEREST BASED” (WIN-WIN SOLUTION)
Upaya Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Malpraktik
Medis

Mediasi  salah satu metode yang digunakan dalam menyelesaikan sebuah sengketa, agar
lebih efektif dan hemat biaya dalam menyelesaikan perkara.

Mediasi penal adalah bentuk dari penerapan restorative justice  konsep yang
memandang kejahatan atau tindak pidana bukanlah hanya sekedar urusan pelaku tindak
pidana (dokter) dengan Negara yang mewakili korban (pasien), dan meninggalkan proses
penyelesaiannya hanya kepada pelaku (dokter) dan Negara (Jaksa penuntut umum).

Ide yang mendasari mediasi penal adalah menyatukan pihak-pihak yang menginginkan untuk
merekontruksi model peradilan pidana yang sangat panjang dengan model resolusi, yang akan
memperkuat posisi korban (pasien) dan mencari alternatif pidana, serta mencari cara untuk
mengurangi kerugian dan beban berat pada sistem peradilan pidana mengingat sistem ini lebih
efektif dan efesien.
Mediasi Penal

Keuntungan mediasi bagi korban (pasien dan/atau keluarganya), tekanan berkurang dibanding
jika berperkara di pengadilan, tidak perlu membawa saksi, tidak perlu menyewa pengacara,
dan mendapat kesempatan untuk mengkontrol hasilnya.

Bagi pelaku tindak pidana (dokter) dapat diuntungkan karena terhindar dari pemidanaan,
catatan kejahatan atau denda dan biayabiaya perkara yang lebih besar.

Mediasi dapat mempererat kembali hubungan dokter dengan pasien serta keluarga pasien jika
para pihak yang terlibat termasuk di dalamnya dengan kesepakatan damai dan pembayaran
ganti kerugian, serta memberikan pelajaran bagi dokter untuk melayani pasiennya dengan hati-
hati dan lebih baik untuk dapat menghindari konflik di masa mendatang.
Mediasi Penal Menurut Perspektif Undang-Undang
Undang - Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
• Semua peradilan di seluruh wilayah NKRI adalah peradilan negara dan ditetapkan dengan
Undang-Undang, tetapi tidak menutup kemungkinan penyelesaian perkara dilakukan di
luar peradilan negara melalui perdamaian, dan Peradilan dilakukan dengan sederhana,
cepat, dan biaya ringan, untuk memenuhi harapan para pencari keadilan.
• Undang–Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman juga mengatur tentang kewajiban Hakim
dalam menggali, mengikuti, dan memahami nilai–nilai hukum dan rasa keadilan yang
hidup dalam masyarakat, agar putusan hakim sesuai dengan hukum dan rasa keadilan
masyarakat.
• Penyelenggaraan peradilan di pengadilan tidak berlangsung efektif dan efisien
sertakurang memenuhi rasa keadilan masyarakat, maka tidak tertutup emungkinan
penyelenggaraan peradilan dilakukan di luar pengadilan.
Mediasi Penal Menurut Perspektif Undang-Undang
Undang–Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
• Pasal 18 ayat (1) menyebutkan bahwa, untuk kepentingan umum, pejabat
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.
• Di dalam penjelasan umum Undang-undang dimaksud dinyatakan bahwa,
selaku pengayom, peranan Kepolisian Negara Republik Indonesia perlu
dikembangkan melalui pemantapan kewenangan bertindak menurut
penilaian sendiri untuk kepentingan umum, sehingga upaya perlindungan
dan pelayanan terhadap masyarakat dapat dilaksanakan sebaik-baiknya.
Mediasi Penal Menurut Perspektif Undang-Undang

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan


• Pasal 29 menyebutkan bahwa “dalam hal tenaga kesehatan diduga
melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut
harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi” hal ini menunjukan
bahwa pada tiap kasus sengketa medik atau dalam setiap perkara
tindak pidana praktik kedokteran perkara tersebut dapat diselesaikan
dengan cara mediasi.
Mediasi Penal Menurut Perspektif Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 Tentang praktik Kedokteran
Pasal 1 ayat 14
• Majelis Kehormatan Kedokteran Indonesia adalah lembaga yang berwewenang
untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dalam
penerapan disiplin ilmu kedokteran dan menetapkan sanksi” hal ini menunjukan
bahwa pada setiap kasus sengketa medik atau tindak pidana praktik kedokteran
yang paling berwewenang menentukan salah tidaknya tindakan dokter dan
memberi sanksi sanksi adalah Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
Jadi perkara tersebut dapat diselesaikan tanpa melalui proses pengadilan.
Mediasi Penal Menurut Perspektif Undang-Undang
Surat Edaran Petunjuk Rahasia dari Kejaksaan Agung No.B006/R-3/I/1982,
Jaksa Agung Tanggal 19 Oktober 1982 tentang Perkara Profesi Kedokteran
• Didalam Surat Edaran Petunjuk Rahasia Kejaksaan Agung tersebut menyebutkan
“Bahwa dalam hal kasus malpraktik kedokteran agar tidak meneruskan
perkaranya sebelum konsultasi dengan pejabat Dinas Kesehatan setempat atau
Departemen Kesehatan Republik Indonesia”.Hal tersebut menunjukan bahwa
dengan surat edaran dari Kejaksaan Agung memberikan peluang bagi tenaga
kesehatan untuk dapat melakukan perdamaian dengan dimediasi oleh pejabat
Dinas Kesehatan
Peran Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam
Penyelesaian Malpraktik Medis
a) IDI ikut serta dalam proses penyelesaian kasus sengketa medik jika
diminta oleh pihak-pihak terkait.
b) Jika diminta anggota IDI siap untuk dijadikan saksi ahli dalam
persidangan.
c) Dapat memilah dan mengelompokkan apakah kasus tersebut
merupakan pelanggaran tindak pidana, pelanggaran etik ataupun
pelanggaran disiplin.
d) IDI akan membantu anggotanya yang dianggap bersalah oleh
penyidik, apabila menurut IDI dokter tersebut sudah melaksanakan
tugasnya sesuai dengan prosedur dan tugas profesinya.
• Apabila ada informasi telah terjadinya sengketa medis yang diduga
karena malpraktik, IDI selaku organisasi yang mewadahi para dokter,
IDI akan melakukan rapat intern dan akan melakukan pemeriksaan
kepada anggotanya apakah dokter sebut terbukti telah melakukan
malpraktik atau tidak.
• Ketika gugatan masuk, IDI akan membentuk 2 tim yaitu Tim Ahli
Teknis (investigasi) dan Tim Mediasi, sehingga jika di minta dan
disetujui para pihak untuk melakukan mediasi, Tim mediasi siap
membantu menyelesaikan secara mediasi
• Pasal 66 Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
1. Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter
atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara
tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Idnonesia (MKDKI).
2. Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat:
a) Identitas pengadu
b) Nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan
dilakukan, dan
c) Alasan pengaduan.
d) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan
hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak
yang berwenang dan / atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.
• Sesuai Pasal 66 tersebut di atas, pasien atau keluarga pasien yang
merasa dirugikan akibat praktik kedokteran yang mereka anggap tidak
tepat dapat mengadukan kasusnya melalui MKDKI, yang merupakan
jalur non-litigasi.
• Selain melalui jalur non-litigasi, pasien/ keluarga pasien yang
menduga telah terjadi malpraktik atas diri pasien tidak tertutup
kemungkinan untuk sekaligus menempuh jalur litigasi, yaitu melalui
jalur perdata atau pidana
• IDI berharap kepada pasien atau keluarga pasien apabila ada kasus
dugaan malpraktik, tidak langsung melalui jalur hukum.
• Sesuai Pasal 67 MKDKI akan melakukan pemeriksaan dan
memberikan keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan
disiplin dokter.
• Selanjutnya ditegaskan pada Pasal 68, apabila dalam hasil
pemeriksaan dokter yang diadukan ditemukan suatu pelanggaran
etika, MKDKI akan meneruskan pengaduan pada organisasi profesi.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai