FAKULTAS KEDOKTERAN JURUSAN KEDOKTERAN UMUM UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO 2018 Definisi dan Klasifikasi Definisi Merupakan kegawatdaruratan di bidang onkologi yang sering dijumpai dan dapat mengancam jiwa Sindrom tumor lisis dapat (Meylida, 2018). terjadi jika sel kanker melepas metabolitnya ke dalam aliran darah, baik sebagai respons terhadap terapi anti-kanker, maupun secara spontan Kelainan yang muncul :
1 Hiperurisemia
2 Hiperkalemia
3 Hiperfosfatemia
4 Hipokalsemia
5 Gangguan ginjal akut (Acute Kidney Injury/AKI)
Klasifikasi LTLS CTLS LTLS bila dua atau lebih CTLS bila muncul kelainan kelainan terdapat dalam sama seperti LTLS disertai 3 hari sebelum atau 7 hari satu atau lebih manifestasi setelah dimulainya klinis kemoterapi
Kelainan Manifestasi Klinis
Penurunan 25% dari nilai -Aritmia jantung normal kalsium serum -Kejang dan/atau peningkatan -Kematian 25% dari nilai dasar asam -Gagal ginjal akut urat, kalium, atau fosfat Dengan peningkatan kreatinin serum 1,5 kali Klasifikasi Tingkat Keparahan Sindrom Tumor Lisis Epidemiologi
Dalam studi campuran antara dewasa dan anak-anak,
yaitu sebanyak 788 pasien di Eropa yang menderita leukemia akut atau limfoma non-hodgkin (Non- Hodgkin Lymphoma/NHL), terjadi keseluruhan LTLS dan CTLS masing-masing yaitu sebesar TLS paling sering terjadi pada NHL terutama 18,9% dan 5%. limfoma Burkitt, serta keganasan hematologi Bila diklasifikasikan berdasarkan tipe tumor, lainnya seperti leukemia limfositik akut 14,7% LTLS dan 3,4% CTLS terlihat (Acute Lymphocytic Leukemia/ALL) dan pada pasien AML. Pasien NHL sebesar leukemia mieloid akut 19,6% dan 6,1% (Acute Myeloid Leukemia/AML) serta sebesar 21,4% dan 5,2% pada pasien dengan tipe lainnya (Edeani dan Anushree, 2016). Faktor Resiko
Faktor spesifik kanker dan kondisi pasien.
Dimana peningkatan ukuran dan jumlah sel tumor merupakan faktor risiko paling spesifik, ditandai dengan peningkatan kadar LDH (Laktat Dehidrogenase), jumlah leukosit lebih dari 50.000/mm, metastasis hepar dan sumsum tulang, stadium kanker, kecepatan proliferasi sel kanker, dan sensitivitas sel terhadap terapi sitotoksik. Faktor dari pasien berupa usia, deplesi volume, penyakit ginjal kronik, hiperurisemia, dan hiponatremia. . Patofisiologis Penegakkan Diagnosis Rekomendasi Pengobatan TLS Tatalaksana Pemberian cairan kristaloid intravena direkomendasikan Cairan Kritaloid pada semua pasien dengan penyakit risiko tinggi TLS. Pemberian cairan dapat membantu tercapainya volume intravaskular dan aliran darah ginjal yang adekuat. Hal ini mempertahankan filtrasi normal glomerulus untuk ekskresi asam urat, kalium, dan fosfat. Cairan intravena diberikan sampai 3 L dengan target produksi urin 2 mL/kg/jam. Diuretik dibutuhkan bila terjadi kelebihan cairan, tapi tidak rutin digunakan. Allopurinol dikonversi in vivo menjadi oxypurinol, bekerja sebagai inhibitor kompetitif xanthine oxidase, dimana Allopurinol menghambat konversi purin menjadi asam urat. Hal ini menghambat hiperurisemia namun tidak dapat mengobati hiperurisemia yang sudah ada. Allopurinol direkomendasikan untuk profilaksis pada pasien dengan risiko rendah dan sedang. Dikarena oxypurinol diekskresi melalui ginjal, penyesuaian dosis diperlukan pada penyakit ginjal kronik dan gangguan ginjal akut. Febuxostat merupakan pilihan terapi profilaksis alternatif untuk pasien yang hipersensitif terhadap allopurinol. Rasburicase merupakan urat oksidase, digunakan sebagai tatalaksana awal hiperurisemia pada pediatrik dengan leukemia, Rasburicase limfoma, dan keganasan tumor solid yang mendapatkan terapi anti-kanker. Rasburicase mengkatalisasi konversi asam urat menjadi allantoin, karbondioksida, dan hidrogen peroksida. Allantoin 5-10x lebih solubel daripada asam urat dan mudah untuk diekskresikan. US Food and Drug Administration (FDA) menetapkan rekomendasi dosis rasburicase 0,2 mg/kg dalam 50 mL normal salin diberikan secara infus intravena dalam 30 menit sekali sehari kurang lebih selama 5 hari. Rasburicase tidak membutuhkan pengaturan dosis untuk penuru nan LFG dan belum diketahui interaksi dengan obat lain. Prognosis Banyak faktor perancu yang dapat mempengaruhi hasil klinis pasien dengan keganasan, terutama pada TLS, namun pada AKI tampaknya merupakan prediktor signifikan mortalitas jangka pendek dan jangka panjang. Sebuah studi yang membandingkan pasien keganasan hematologi tanpa AKI terhadap pasien dengan AKI, menunjukkan angka kematian di rumah sakit yaitu 7% dan 21% dan mortalitas selama 6 bulan sebesar 51% dan 66%, dimana lebih rendah pada pasien tanpa AKI (Weeks dan Michelle, 2015). Kesimpulan Tumor Lysis Syndrome (TLS) merupakan suatu kegawatdaruratan di bidang onkologi yang membutuhkan diagnosis cepat dan penanganan tepat untuk menghindari morbiditas dan mortalitas. TLS diklasifikasikan berdasarkan hasil laboratorium (Laboratorium Tumor Lysis Syndrome/LTLS) dan gejala klinis (Clinical Tumor Lysis Syndrome/CTLS). LTLS berhubungan dengan kelainan elektrolit, sedangkan CTLS berhungunan dengan manifestasi klinis. Faktor risiko TLS yaitu berhubungan dengan volume dan kecepatan kerusakan seluler serta faktor spesifik kanker dan kondisi pasien. Pengobatan dapat dilakukan dengan memberikan cairan kristaloid, allopurinol, febuxostat, dan rasburicase. Namun tindakan pencegahan tetap merupakan tindakan terbaik. Terima Kasih