Anda di halaman 1dari 31

Faktor-faktor ekosistem budidaya :

-Fisik
berinteraksi
-Kimia mempengaruhi
kinerja budidaya
-Biologi
Faktor-faktor fisik :
1. Suhu
a). - bobot air murni pada 4oC = 1.0000 kg l –1
densitasnya berkurang  4oC
- bahan terlarut dan tersuspensi meningkat
dengan meningkatnya suhu
b). Panas jenis air > dari pada senyawa alami
lainnya Air kolam mengabsorbsi panas
yang relatif besar untuk
meningkatkan suhunya 1oC.
c). Konduktivitas panas dari air sangat rendah
d). Penyebaran panas konveksi terjadi terutama jika :
1. Pendinginan pada sore dan malam hari dan
penurunan permukaan air
2. Pemasukan oleh arus air yang lebih dingin dari
sumber luar
3. Pendinginan musiman air permukaan
4. Pergantian langit yang berawan dan cerah
5. Pergantian agitasi permukaan dan linang
6. Terjadinya hujan dingin
7. Pendinginan air permukaan oleh penguapan
e). Stralifikasi panas
Kemungkinan terjadi selama masa pemeliharaan
ikan dikolam dengan kedalaman sekitar  1.5 m
dan yang memperoloh pengelolaan tingkat 3 atau
lebih.
Stratifikasi terjadi sebagai 3 strata yang berbeda :
Epilimnion (air lapisan atas panas secara inform)
hipoliminion (lapisan bawah dingin) dipisahkan oleh
termoklin (lapisan dangkal transisi).

Terjadi jika penerimaan panas pada


permukaan menyebabkan pembentukan
gradien suhu vertikal
f). Stabilitas stratifikasi adalah jumlah energi yang
dibutuhkan untuk memecahkan strataternal
dengan pengadukan seluruh volume air menjadi
suhu yang relatif uniform.
Stabilitas straifikasi bergantung kepada :
1. Kedalaman (danau dalam lebih stabil)
2. Musim ( hujan mendinginkan)
Destratifikasi karena pembalikan (averform)
disebabkan oleh :
1. Pendinginan suhu udara
2. Arus konveksi
3. Angin yang kuat
4. Hujan lebat dingin
5. Aerasi
LODOS merupakan kondisi ketika kolam menjadi
destratifikasi setelah lebih dari beberapa hari
stratifikasi.

Stratifikasi kolam dapat dicegah dengan:


1. Mempertahankan lingkungan yang lebih uniform
dan keadaan suhu/kualitas air diurnal yang stabil
2. Menghilangkan resiko LODOS dan masalah-
masalah kulaitas air lainnya akibat pembalikan
3. Menyediakan lingkungan budidaya yang kurang
menyebabkan stres
2. Cahaya
a. Cahaya merupakan faktor lingkungan yang
bebas
b. Cahaya yang memasuki karamba apung harus
dikendalikan untuk mengurangi stress pada
ikan Menggunakan penutup yang
gelap (Opague)
c. Cahaya pada ikan yang sedang ditangani atau
dipelihara harus dikendalikan jika mungkin
untuk mengurangi stres.
d. Telur, embrio dan larva jangan dikenai sinar
matahari langsung, sinar UV dalam cahaya
putih yang kuat.
3. Suara/bunyi
Bunyi yang keras dan tidak alamiah harus
dihindarkan.
Faktor-faktor kimia :
4. Oksigen terlarut dan LODOS
a). LODOS yang menyangkut kandungan O2
rendah, CO2 meninggi, pH menurun, NO2-
meningkat terkait langsung dengan konsentrasi O2
yang rendah, merupakan peubah kualitas air yang
kritis dalam budidaya.
b). Kelarutan O2 dalam air berbandingan terbalik
dengan suhu, dan salinitas
c). O2 masuk kekolam terutama melalui folosintesis
(sekitar 90-95%), kedua melalui difusi dari udara, dan
ketiga melalaui air masuk.
d). O2 keluar kolam melalui
1. Pernafasan plankton (sekitar 65%)
2. Pernafasan ikan (sekitar 20%)
3. Pernafasan mikroorganisme dasar dan difusi.
e). Oksigen berdifusi keluar kolam hanya jika air
permukaan lewat jenuh
f). Konsentrasi oksigen terlarut secara alamiah kembali
besar dengan kedalaman kolam, biasanya sering
dengan stratifikasi ternal. Perairan yang terstratifikasi
secara ternal mungkin kehilangan O2 di
hipolimnion dimana O2 dipakai tetapi tidak diproduksi dan
lewat jenuh dengan O2 diepilminion saat fotosintesis
aktif.
g). Semakin tinggi entrofikasi kolam semakin besar:
1. Densitas plankton
2. Produksi O2 dan lewat jenuh dilapisan yang
teriluminasi
3. Konsumsi O2 pada malam hari
4. Besar fluktasi O2­siang-malam
5. Stabilitas stratifikasi ternal/kimiawi
6. Ketidak stabilan ekologi
7. Resiko masalah LODOS
8. Resiko stres pada ikan
h). O2 lewat jenuh dipermukaan kolam akan diaduk
kedalam dan disimpan diair melalui pengadukan
pada pertengahan hingga akhir siang dengan aerator
i). Sindrome kematian masal fitoplankton (plankton
die off) dikolam-kolam entraf merupakan kondisi
ketika biomas algae (biasanya alga basa,
cyanophyceae) mati mendadak. Kematian
fitoplankton terjadi biasanya ketika cuaca terang,
tenang dan panas. Fitoplankton yang mati dengan
cepat terdekomposisi dan menimbulkan LODOS
melalui pembusukan dan fotosintesis yang
menurun tajam.
5. Karbondioksida
a). Kelarutan CO2 dalam air hanya sekitar 0.5
mg l, namun konsentrasi dikolam biasanya
berfluktasi antara 0 dan > 20 mg/l CO2
bebas selama 24 jam dengan konsentrasi
terendah saat jam-jam fotosintesis.
b). CO2 masuk kekolam dari dalam sebagai hasil
buangan pernafasan dan perombakan
aerobik bahan organik.
c). CO2 meninggalkan air kolam terutama
didalam sebagai sumber bagi fotosintesis.
Difusi CO2 keluar kolam tidak banyak berarti,
namun sangat penting bagi ikan stress
pernafasan (LODOS) akan O2 dipermukaan
air
d). CO2 sementara ditampung diair kolam sebagai
bikarbonat (HCO3-) jika CO2 bereaksi dengan
karbonat alkali tanah :
CaCO3 + CO2 + H2O Ca (HCO3)2
Reaksi sangat cepat dan bolak balik dengan arah
reaksi yang ditentukan oleh kejenuhan CO2 relatif
terhadap kelarutan CO2.
e). Konsentarasi CO2 tertinggi terjadi saat fajar,
namun secara abnormal pada saat cuaca berawan
dan terutama saat pembalikan dan kematian masal
fitoplankton
f). Tindakan pengelolaan untuk pengendalian jumlah
CO2 yang tidak diinginkan :
1. Mempertahankan alkalinitas total minimum
(dengan pengapuran) sebesar 20 mg/l-1
2. Mencegah stratifikasi permanen (dengan aerasi)
3. Tambah/ganti air untuk mengencerkan konsentrasi
4. Aerasi untuk meningkatkan difusi
6. pH dan alkalinitas total
a. pH air mununjukkan reaksi asam atau basa pada
air dibandingkan dengan pH netral = 7.0
b. pH air kolam biasanya berfluktasi secara harian
terutama dipengaruhi oleh kandungan CO2,
densitas fitoplankton, alkalinitas total dan tingkat
kesadahan (20 hingga 150 mg l-1) harian.
 Nilai pH selama cuaca cerah berkisar 7.0  0.5 subuh
hingga sekitar pH 9.0  0.5 siang hari.
 Diperairan dengan alkalinitas rendah pH berkisar 5.7
 0.05 subuh hingga pH 9.7  0.5 siang hari.
 Diperairan dengan alkalinitas tinggi namun
kesadahan rendah, nilai pH siang hari melebihi
tingkat toleran ikan pada pH 11
c. Perairan dengan alkalinitas rendah ( 15 mg/l–1)
kurang baik bagi budidaya karena:
1. Dapat demikian asam sehingga kinerja produksi
ikan (kesehatan dan kelangsungan hidup,
pertumbuhan, hasil dan efisiensi pemberian
pakan) dipengaruhi secara negatif
2. Produksi fitoplankton dibatasi oleh kekurangan
CO2 dan HCO3-, cenderung menyebabkan
LODOS dan mungkin menyebabkan kematian
masal plankton
3. Tanah yang menjadi masam mengarbsorbsi
fosfor dan mengurangi pengaruh pemupukan
pada Tingkat 1 hingga 3
4. Fluktuasi pH dan factor-faktor terkait dapat
menyebabkan kualitas air tidak stabil mengaruh
5. Tingkat pH ekstrim dapat menyebabkan
keadaan stress asam di pagi hari dan
keadaan stress basa di siang hari.
d. Kapur pertanian (CaCO3) dapat digunakan di
kolam dengan alkalinitas rendah untuk menaikan
alkalinitas hingga sekitar  20 mg/l–1.
Ca(OH)2 dan CaO bereaksi lebih cepat dan
mempunyai nilai menetralkan lebih tinggi dari pada
CaCO3, namun lebih mahal dari potensial
berbahaya bagi petani ikan (iritasi mata dan kulit)
dan ikan (perubahan cepat dan pH yang
berlebih tinggi). Bahan pengapuran sebaiknya
disebar merata di dasar kolam atau di seluruh
permukaan air.
7. Amoniak
a. Nitrogen amonia tital (N-NH3) di ekosistem
budidaya merupakan hasil metabolisme ikan dari
protein yang dicerna dan perombakan bahan
organic oleh bakteri.
Amoniak total mencakup pengukuran 2 senyawa:
amonia tidak terionisasi (NH3) dan ion
amonia (NH4+)
b. NH3 sangat toksih bagi ikan, namun NH3 tidak
berbahaya pada tingkat yang terdapat diekosistem
budidaya
c. Keseimbangan amoniak-amonian diatur langsung
oleh pH dan suhu. NH3 meningkat dengan
meningkatnya pH dan suhu.
NH3 + H2O NH4OH NH4+ + OH-
d. Tingkat toleransi NH3 bagi kebanyakan ikan
budidaya antara 0.6 dan 2.0 mg/l–1 jangka pendek,
namun tingkat yang menyebabkan stress adalah
dari 0.1 hingga 0.3 mg/l-1
e. NH3 tidak dapat diukur secara langsung, sehingga
menggunakan tabel
f. Konsentrasi amoniak total diekosistem budidaya
sebanding dengan tingkat pemberian pakan dan
jumlah protein dalam pakan
g. Tingkat NH3 yang menyebabkan stress dan letal
(mematikan) umum terjadi pada budidaya tingkat 6
dan 7 dan juga pada budidaya tingkat rendah setelah
kenaikan masal fitoplankton
h. N-NH3 total dapat/ dikendalikan
1. Membatasi tingkat pemberian pakan (pakan
protein tinggi)
2. Mengendalikan pH air, mencegah diatas pH 8.0
3. Pengadukan/ pengenceran air pada siang hari
saat pH tinggi
4. Ganti air
8. Nitrat
a. Nitrit (NO2-) merupakan hasil aktivitas biologi
yang berkaitan dengan perombakan komponen
protein dari bahan organik, NO2- terbentuk
dari NH4+ melalui proses oksidasi terutama
oleh bakteri Nitrosomonas dan dari reduksi NO3-
oleh mikroorganisme anaerob
b. NO2- menyebabkan stres bagi ikan pada
0.1mg/l-1 dan darah ikan berwarna coklat
(brown blood disease) pada sekitar 0.5 mg/l-1
akibat hemoglobin dirubah menjadi
methemoglobin. Toksisitas NO3- sangat
bergantung kepada pH air, konsentrasi Ca dan
Cl.
c. Tingkat NO2 tertinggi jika DO rendah yang
menambah stres LODOS terutama jika terkait
dengan “brown blood disease”
d. Konsentrasi NO2- terkait dengan konsentrasi
asam nitrit yang mengoksidasi ion Fero hemoglobin
menjadi ion feri yang menghasilkan
methemoglobin
e. Toksisitas NO2- dapat dicegah/dikendalikan
dengan :
1). Membatasi tingkat pemberian pakan
2). Mengaduk /aerasi air selama masa DO rendah
(hati-hati tidak mengaduk lumpur dasar yang
anaerob)
3). Ganti air
4). Pertahankan pH  7.0 tingkat kesadahan dan
9. Hidrogen Sulfida
Hidrogen sulfida (H2S) dihasilkan sulfat dan
senyawa belerang yang teroksidasi oleh bakteri
anaerob
H2S hanya terdapat dibeberapa danau dan
kebanyakan tambak pesisir dan terkait dengan
lumpur organik.
Kelarutan H2S dalam air rendah dan jika terdapat
hanya sedikit sekali
Hanya H2S tidak terionisasi saja yang toksik dan
persentasenya dipengaruhi pH dan suhu
Faktor-faktor Biologi :
1. Pemberian pakan dan fitoplankton
a. Sekitar 80 hingga 85% zat hara dalam pakan
buatan yang digunakan dalam ekosistem
budidaya dilepas kedalam air sebagai bahan
buangan organik yang dimetabolisir yang
mencangkup fosfat, amonia, CO2 yang
menigkatkan produksi fitoplankton
b. Bahan organik yang dihasilkan oleh fotosintesis
fitoplankton melebihi beberapa kali jumlah
bahan organik dari pakan yang dimetabolisir
c. Akibatnya metabolisme fitoplankton beberapa
kali lebih tinggi dari pada metabolisme ikan.
Metabolisme zooplankton, bakteri dan organisme
non-fitoplankton lainnya dapat setinggi
metabolisme ikan.
d. Buangan ikan yang dimetabolisir menigkat
sebanding dengan tingkat pemberian pakan dan
densitas fitoplankton meningkat sebanding dengan
buangan pakan yang dimetabolisir.
Jika densitas fitoplankton meningkat, kedalaman
fotosintesis berkurang sedangkan BOD meningkat
mengakibatkan penurunan kualitas air semakin
besar biasanya terjadi pada keadaan LODOS
dipagi hari.
e. Pada tahapan rendah dan setiap budidaya tingkat
5,6 dan 7, ekosistem seimbang antara penurunan
kualitas air akibat dari buangan pakan metabolik
dan perbaikan kualitas air akibat penggunaan
fitoplankton dari buangan yang sama.
Pada tahapan yang lebih tinggi, jika tingkat
pemberian pakan dan buangan metabolik yang
diakibatkannya bertambah, keseimbangan
ekosistem hancur terutama akibat peningkatan
fitoplankton yang sebanding dengan buangan
metabolik sampai titik bahwa seimbangannya pada
perbaikan kualitas air diganggu oleh dampaknya
terhadap penurunan kualitas air.
Akibat peningkatan tingkat pemberian pakan
dibatasi oleh penurunan kualitas air. Faktor
pembatas pertama bagi produksi, nutrisi,
memberikan jalan pada faktor pembatas kedua,
kualitas air, biasanya LODOS.
f. Secara umum, produksi ikan meningkat (secara
linier) dengan tingkat pemberian pakan, sedangkan
penurunan kualitas air secara eksporensial dengan
tingkat pemberian pakan. Dikolam-kolam baru dan
pada siklus produksi awal dikolam-kolam tua,
sejumlah buangan pakan metabolik yang sedikit
hingga sedang dapat memperbaiki kualitas air
sampai beberapa minggu
g. Teknik pengelolaan untuk mencegah atau
mengendalikan penurunan kualitas air.
Akibat dari buangan pakan yang di metabilisir harus
didasarkan pada pembatasan tingkat pemberian
pakan sampai tingkat yang aman relatif terhadap
cara (modifikasi lingkungan) yang akan digunakan
untuk menangani pengaruh langsung (toksin) dan
tidak langsung (densitas fitoplankton dan LODOS)
dan bangan terhadap kualitas air.
h. Densitas fitoplankton dapat dikurangi dengan
algasida.
CuSO4 yang paling banyak digunakan di kolam.
Sebanyak 0.1 mg/l-1 CuSO4 digunakan untuk
setiap 10 mg/l-1 alkalinitas total diberikan sebagai
cairan encer yang disebarkan merata
diseluruh permukaan kolam atau sebagai padatan
ditempatkan pada kantung yang sedikit demi
sedikit akan larut kedalam air dan disebarkan
keseluruh kolam oleh arus air yang diakibatkan
oleh angin.
2. Densitas ikan
a. Densitas stok ikan pada ekosistem budidaya
adalah jumlah atau biomas dalam satuan ruang
luas atau volume pada perairan tergenang dan
(debia) pada perairan mengalir. “cande density”
merupakan ruang total sedangkan “densitas
ekologi” merupakan ruang habitat dalam ruang
total.
b. Kepadatan secara fisik
Faktor crowding pada densitas tinggi bukan faktor
pembatas bagi kinerja produksi.
Faktor-faktor pembatas produksi pada densitas
ikan yang tinggi adalah LODOS dan buangan
metabolik terkait secara tidak langsung terhadap
densitas ikan dan terkait langsung dengan
kuantitas dan kualitas pakan yang diperlukan
c. Interaksi sosial yang berkaitan dengan densitas
tidak membatasi kinerja produksi, namun
reproduksi beberapa jenis ikan budidaya sangat
dipengaruhi oleh interaksi sosial.

Lihat Buku Pengantar Akuakultur (PT Penebar Swadaya) Halaman 135-140

Anda mungkin juga menyukai