Anda di halaman 1dari 18

CAIRAN TUBUH-RESUSITASI

CAIRAN DAN VENTILASI

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Islam Sultan Agung


Jenis Cairan Tubuh
• Cairan tubuh (60%) terdiri atas:
1. Cairan intraseluler 40%
2. Cairan ekstra seluler 20% :
 Cairan interstisial 15%
 Plasma darah 5%
Tabel Distribusi Cairan Tubuh
Cairan tubuh

-Cairan tubuh merupakan cairan suspensi sel di dalam tubuh yang memiliki fungsi fisiologis.

-Manusia terdiri atas dua bagian utama, yaitu bagian yang padat (40% berat badan) dan bagian yang cair (60%
berat badan)

- Bagian yang cair merupakan bagian terbesar, terdiri dari: cairan intraseluler (40% berat badan) dan cairan
ekstraselular (20% berat badan).
Cairan intraseluler

-Cairan yang terkandung di dalam sel disebut cairan intraseluler.


Pada orang dewasa, sekitar 2/3 dari cairan
tubuhnya (40% dari berat badan) terdapat di intraselular, pada bayi hanya setengah dari berat badannya
merupakan cairan intraseluler. Ruang intraseluler merupakan ruang terbesar ( ± 23 liter) dengan kalium
sebagai kation terbesar. Oleh karena itu cairan yang mengandung natrium tidak didistribusi ke intraseluler.
Cairan ekstraseluler
-Cairan yang berada di luar disebut cairan ekstraseluler. Cairan ekstraselular dibagi menjadi:
a. Cairan Interstitial (15%)
Cairan yang berada di antara sel dan ruang intravaskuler termasuk dalam cairan interstitial, sekitar (15% dari
cairan ektraselular).
b. Cairan Intravaskular (5%)
cairan yang terkandung dalam pembuluh darah, misalnya volume plasma. Volume rata-rata darah orang
dewasa sekitar 5-6 liter. Dimana 3 litermya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel
darah putih dan platelet.
Cairan resusitasi
-Cairan resusitasi yang ideal digunakan adalah cairan yang menghasilkan peningkatan cairan intravascular
yang bertahan lama dan dapat diprediksi, memiliki komposisi yang sedekat mungkin dengan cairan
ekstraseluler, dimetabolisme dan diekskresi sepenuhnya tanpa akumulasi pada jaringan, tidak memiliki efek
samping metabolic dan sistemik, dan cost-effective dalam hal meningkatkan outcome pada pasien.

a. Cairan Kristaloid
Kandungannya adalah air dan berbagai elektrolit yang sifatnya isotonic dengan cairan ekstrasel. Kristaloid yang
berbahan dasar salin akan terdistribusi di dalam rongga ekstrasel, sesuai dengan lokasi terdapatnya natrium.
Larutan normal salin (NaCI 0,9%) merupakan jenis kristaloid yang paling sering digunakan. Larutan salin
mengandung natrium dan klorida dengan konsentrasi yang sama, sehingga isotonis dengan cairan
ekstrasceluler.

Kristaloid dengan komposisi kimia mendekati cairan ekstraseluler disebut cairan garam fisiologis atau
"balanced". Ringer laktat dan ringer asetat merupakan beberapa contoh cairan dalam kategori ini. Jenis cairan
ini relatif lebih hipotonis terhadap cairan ekstraseluler karena memiliki konsentrasi natrium yang lebih rendah.
cairan garam fisiologis lebih direkomendasikan pada pasien yang menjalani pembedahan, pasien dengan
trauma, dan pasien dengan ketoasidosis diabetic
Cairan resusitasi
a. Cairan Koloid
Koloid dapat meningkatkan tekanan osmotic dan menarik cairan keluar dari rongga interstitial ke dalam pembuluh
darah. Koloid digunakan secara sementara untuk mengganti komponen plasma karena tinggal selama beberapa
saat dalam sirkulasi.
Indikasi penggunaan koloid:
(1) Resusitasi cairan pada pasien dengan defisit cairan intravascular berat (e.g syok hemoragik) sebelum transfusi
darah dapat dilakukan
(2) resusitasi cairan pada pasien dengan hipoalbuminemia berat atau keadaan yang dihubungkan dengan
kehilangan protein dalam jumlah besar seperti pada luka bakar.
Terapi cairan syok hipovolemik
Pada syok hipovolemik, pemberian cairan bertujuan untuk ekspansi volume intravaskuler dan mengembalikan
venous retum. Cairan awal yang dapat diberikan adalah cairan isotonik (eg normal salin dan ringer laktat) yang
dihangatkan sebanyak 1-2 L untuk orang dewasa dan 20 ml/kg untuk pasien anak-anak.

Tujuan resusitasi pada pasien dengan syok hipovolemik adalah untuk mengembalikan perfusi pada organ target.
Hal ini dicapai dengan penggunaan cairan resusitasi dan produk darah untuk mengganti volume intravaskuler yang
hilang.
Ventilasi
Merupakan gerakan udara keluar masuk paru karena adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dan alveoli
akibat gerakan paru dalam rongga dada yang diperkuat otot-otot pernapasan

Kerja ventilasi dipengaruhi oleh 3 hal diantaranya:


1.Status asam basa dan kadar PO2 dalam darah
2.Kerja sistem saraf (kemosensitif sentral dan perifer)
3.Otot-otot pernapasan
Pemantauan hemodinamik
Pemantauan hemodinamik penting dilakukan pada pasien syok, terutama untuk menilai respon terhadup terapi
cairan.

Fluid challenge merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengevaluasi respon terhadap terapi
cairan tanpa menimbulkan komplikasi yang berarti. Terdapat empat elemen dalam fluid challenge yang harus
ditentukan sebelumnya, yaitu: (1) Jenis cairan, (2) Kecepatan pemberian cairan, (3) Parameter respon, dan (4)
Batas keamanan pemberian cairan.

Cairan kristaloid sebanyak 300-500 ml umumnya diberikan dalam 20-30 menit pada fluid challenge. Cairan
sebaiknya diberikan dengan cepat untuk menimbulkan respon yang cepat pula, namun tidak terlalu cepat untuk
menghidari munculnya stress response. Peningkatan tekanan arteri sistemik, penurunan laju nadi, dan
peningkatan produksi urin dapat dinilai sebagai respon terhadap terapi cairan. Edema pulmonal karena gagal
jantung kongestif merupakan komplikasi paling serius dari terapi cairan
Ventilasi dalam emergensi (Henti nafas)
Henti napas merupakan kasus yang harus dilakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar. Bantuan hidup dasar
merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat medik yang bertujuan :
mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.
Ventilasi pada primery survey maupun pada secondary survey hanya menyangkut tentang airway dan breathing
saja untuk itu bagian C cirlulasi dan D Defibrilator /drugs tidak
A Airway
Pada tahap A dilakukan : Pemeriksaan jalan napas untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh
benda asing. Sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari yang dilapisi kain atau diseksion (sedot),
sedang sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut
dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger.
Membuka jalan napas. Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, maka dilakukan
pembukaan jalan napas dengan cara tengadah kepala topang dagu (Head tild-chin lift). Bila ada dugaan cedera
pada leher lakukan pengangkatan rahang bawah kedepan disertai dengan membuka rahang bawah (Jaw thrust),
jangan lakukan ekstensi kepala. Apabila pasien masih bernafas spontan, untuk menjaga jalan nafas tetap terbuka
posisikan kepala pada kedudukan yang tepat. Pada keadaan yang meragukan untuk mempertahankan jalan nafas
pasanglah oral / nasal airway.
Cara pemasangan oropharyngeal airway:
1. Bersihkan mulut dan faring dari segala kotoran
2. Masukkan alat dengan ujung mengarah ke chefalad
3. Saat didorong masuk mendekati dinding belakang faring alat diputar 180 0 Ukuran alat dan penempatan yang
tepat menghasilkan bunyi nafas yang nyaring pada auskultasi paru saat dilakukan ventilasi.
4. Pertahankan posisi kepala yang tepat setelah alat terpasang.
Breathing (Bantuan napas)
Pada tahap B dilakukan pemeriksaan yang memastikan pasien tidak bernapas dengan cara ; melihat (look)
pergerakan naik turunnya dada, mendengar (listen) bunyi napas dan merasakan (feel) hembusan nafas korban.
Untuk itu penolong harus mendekatkan telinga diatas mulut dan hidung korban / pasien, sambil tetap
mempertahankan jalan napas tetap terbuka. Proses ini tidak boleh melebihi 10 detik.

Memberikan bantuan napas


Syarat memberikan hembusan napas antara lain ; hembusan napas sebanyak 2x, waktu yang dibutuhkan untuk
tiap kali hembusan adalah 1,5 – 2 detik, dan volume udara yang dihembuskan adalah 700 – 1000 ml (10 ml/kg)
atau sampai dada korban / pasien terlihat mengembang. Penolong harus menarik napas dalam pada saat akan
menghembuskan napas agar tercapai volume udara yang cukup. Konsentrasi oksigen yang dapat diberikan hanya
16-17% (richard, 2003; Baras,2003).
Cara memberikan bantuan pernapasan:
Mulut ke mulut
Mulut penolong harus dapat menutup seluruh mulut korban dengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat
menghembuskan napas dan juga penolong harus menutup hidung korban dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk
mencegah udara keluar kembali dari hidung. Volume udara yang berlebihan dan laju inspirasi yang terlalu cepat
dapat menyebabkan udara memasuki lambung, sehingga terjadi distensi lambung.
Cara:

Mulut ke hidung
Direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut korban tidak memungkinkan, misalnya pada trismus atau
dimana mulut korban mengalami luka yang berat, dan sebaliknya jika melalui mulut kehidung, penolong harus
menutup mulut korban / pasien.
Macam Pemberian Ventilasi

Bag Valve Mask (Ambu Bag)


Alat ini berguna untuk memberikan tekanan ventilasi
udara yang positif untuk korban yang tidak sadar. Alat ini
juga bisa ditempelkan ke sumber oksigen untuk
memperkaya udara di ruangan dengan oksigen

Face Mask
Berbagai ukuran masker harus tersedia untuk mengalirkan
oksigen. Alat ini dapat dipasang pada bag valve
Oropharyngeal dan Nasopharyngeal Airway
Alat ini diperlukan untuk mempertahankan jalan nafas selama
ventilasi pada pasien tidak sadar

Pulse Oximeter
Alat ini merupakan alat non-invansif untuk mengukur saturasi
oksigen dengan bantuan
Daftar pustaka
Myburgh, J. A., Mythen, M. G., 2013. Resuscitation Fluids. NEJM, Issue 369, pp. 1243-1251
ACS Commitees on Trauma, 2012. Advanced Trauma Life Support (ATLS) Student Course Manual. 9th ed. Chicago:
American College of Surgeons.
Douglas, J. J. & Walley, K. R., 2014. Fluid choices impact outcome in septic shock. Current Opinion Critical Care,
Issue 20, pp. 378-384
MATUR SUWUN
WASSALAMUALAIKUM
WR.WB

Anda mungkin juga menyukai