Anda di halaman 1dari 19

BAB VII

PUTUSNYA PERKAWINAN
A. Dasar Hukum dan Pengertian Putusnya Perkawinan
Putusnya perkawinan adalah berakhirnya perkawinan yang telah dibina oleh
pasangan suami- istri, yang disebabkan oleh beberapa hal, seperti kematian,
perceraian dan atas putusan pengadilan, yg diatur dalam :
1. Pasal 38 s.d. Pasal 41 UU No. 16 Tahun 2019
2. Pasal 14 s.d. Pasal 36 PP No. 9 Tahun 1975
3. Pasal 199 KUH Perdata
4. Pasal 113 s.d. Pasal 128 Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang KHI
B. Macam Putusnya Perkawinan di dalam KUH Perdata putusnya
perkawinan disebebakan oleh :
1. Kematian salah satu pihak
2. Tidak hadirnya suami-istri selama 10 tahun dan diikuti perkawinan baru
3. Adanya putusan hakim
4. Perceraian (Pasal 199 KUH Perdata)
lanjutan
C. Alasan-alasan Perceraian
Pasal 39 UU No. 16 Tahun 2019 dan Pasal 110 KHI dijelaskan mengenai
alasan-alasan perceraian sebagai berikut :
1. Salah satu pihak berbuat zina
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun
berturut-turut tanpa izin dari pihak lain dan tanpa alasan yang sah
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan kepada
pihak yang lain
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan
6. Antara suami-istri terus menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran
7. Suami melanggar ta’lik talak
8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan ketidakrukunan
dalam rumah tangga
lanjutan
D. Prosedur Perceraian
Tatacara Perceraian Pasal 14 s.d. Pasal 19 PP No. 9 tahun 1975 tentang
Pelaksanaan UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
Berikut ini adalah prosedur perceraian di Pengadilan Negeri (PN).
1. Penggugat mengajukan gugatan ke PN dengan ketentuan:
a. Gugatan diajukan ke PN yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat;

b. Jika tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat
kediaman yang tetap atau tergugat berada di luar negeri,  gugatan diajukan di pengadilan tempat
kediaman penggugat;
2. Hakim yang memeriksa gugatan perceraian berusaha mendamaikan kedua belah pihak;
3. Jika perdamaian tidak berhasil, hakim akan melakukan pemeriksaan gugatan dalam sidang
tertutup;
4. Setelah pemeriksaan perkara berakhir, hakim membacakan putusan perceraian dalam sidang
terbuka;
5. Perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat-akibatnya terhitung sejak saat pendaftarannya
pada daftar pencatatan kantor pencatatan oleh pegawai pencatat.
lanjutan
Prosedur Perceraian di Pengadilan Agama (PA)
Untuk perceraian yang diajukan ke PA, terdapat perbedaan prosedur antara pengajuan gugatan cerai
oleh istri dan permohonan ikrar talak oleh suami.
1. Gugatan cerai diajukan oleh istri atau kuasanya ke PA (Cerai Gugat) dengan ketentuan:
a. Gugatan diajukan ke PA di daerah hukum yang meliputi tempat kediaman istri selaku penggugat,
kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin
tergugat;
b. Jika istri bertempat tinggal di luar negeri, maka gugatan diajukan ke PA yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman tergugat (suami);
c. Jika keduanya bertempat tinggal di luar negeri, maka gugatan diajukan ke PA yang daerah hukumnya
meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada PA Jakarta Pusat.
2. Suami dapat mengajukan permohonan sidang untuk menyaksikan ikrar talak (Cerai Talak)
dengan ketentuan:
a. Permohonan diajukan ke PA tempat kediaman istri, kecuali apabila istri dengan sengaja
meninggalkan tempat kediaman yang ditentukan bersama tanpa izin pemohon;
b. Jika istri bertempat tinggal di luar negeri, permohonan diajukan kepada PA yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman pemohon;
c. Jika keduanya bertempat tinggal di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada PA yang daerah
hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada PA Jakarta Pusat.
 
lanjutan
Proses selanjutnya baik untuk Cerai Talak maupun Cerai Gugat adalah:
1. Pada sidang pertama, hakim akan berusaha mendamaikan kedua belah pihak.
2. Dalam hal ini, kedua belah pihak harus datang secara pribadi. Namun, jika
salah satu pihak bertempat kediaman di luar negeri dan tidak dapat hadir
secara pribadi, ia dapat diwakili oleh kuasanya yang secara khusus dikuasakan
untuk itu. Jika keduanya bertempat kediaman di luar negeri, penggugat wajib
hadir di siding perdamian tersebut secara pribadi.
3. Bila kedua belah pihak sudah tidak mungkin lagi didamaikan dan telah cukup
alasan perceraian, maka permohonan ikrar talak dikabulkan atau perceraian
diputus dalam sidang yang terbuka untuk umum;
4. Pada Cerai Talak, hakim membuat penetapan bahwa perkawinan putus sejak
ikrar talak diucapkan.Terhadap penetapan tersebut dan terhadap putusan
perceraian pada Cerai Gugat dilakukan pendaftaran kepada pegawai pencatat;
5. Panitera memberikan akta cerai kepada kedua pihak.
lanjutan
Prosedur perceraian dapat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu cerai talak dan cerai gugat. Tata cara cerai talak pasal 129 s.d.
148 KHI adalah sebagai berikut :
1. Seorang suami yang akan mengajukan talak kepada istrinya
mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada
Pengadilan Agama
2. Pengadilan Agama yang bersangkutan mempelajari permohonan
tersebut dan selambat- lambatnya tiga puluh hari memanggil
pemohon dan istrinya untuk meminta penjelasan tentang segala
sesuatu yang berhubungan dengan maksud menjatuhkan talak
3. Setelah Pengadilan Agama tidak berhasil menasihati kedua belah
pihak dan ternyata cukup alasan untuk menjatuhkan talak serta
yang bersangkutan tidak mungkin lagi hidup rukun dalam
rumah tangga
lanjutan
4. Setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, suami
mengikrarkan talaknya di depan sidang Pengadilan Agama
dihadiri oleh istri atau kuasanya
5. Bila suami tidak mengucapkan ikrar talak dalam tempo enam
bulan terhitung sejak putusan Pengadilan Agama tetap tentang
izin ikrar talak baginya mempunyai kekuatan hukum tetap
maka hak suami untuk mengikrarkan talak gugur dan ikatan
perkawinan tetap utuh
6. Setelah sidang menyatakan ikrar talak, Pengadilan Agama
membuat penetapan tentang terjadinya talak, dalam rangkap
empat yang merupakan bukti perceraian bagi bekas suami-istri.
7. Gugatan cerai talak ini dapat dikabulkan atau ditolak oleh
Pengadilan Agama
lanjutan
Proses melakukan gugat cerai dikemukan berikut ini :
1. Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya pada
Pengadilan Agama
2. Gugatan perceraian karena alasan :
a. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua
tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa
alasan yang sah
b. Antara suami-istri terus-menerus terjadi perselisihan
dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup
rukun lagi dalam rumah tangga
c. Suami mendapat hukum penjara lima tahun atau
hukuman yang berat setelah perkawinan berlangsung
lanjutan
3.Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat
atau tergugat berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin
ditimbulkan, pengadilan agama daat mengijinkan suami istri tersebut
tidak tinggal dalam satu rumah
4.Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat
atau tergugat, Pengadilan Agama dapat :
a. Menentukan nafkah yang harus ditanggung oleh suami
b. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya
barang-barang yang menjadi hak bersama suami-istri atau barang-
barang yang menjadi hak suami atau berang-barang yang menjadi hak
istri
lanjutan
E.Akibat Putusnya Perkawinan
Akibat putusnya perkawinan diatur dalam Pasal 41 UU No. 16 Tahun 2019,
Pasal 149 Inpres No. 1 Tahun 1991 ttg KHI. Akibat putusanya perkawinan
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu akibat talak dan akibat
perceraian. Bilamana perkawinan putus karena talak, maka mantan
suami wajib :
1. Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa
uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qobla al dukhul
2. Memberikan nafkah, mas kawin, dan kiswah kepada bekas istri
selama dalam masa iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak
ba’in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil
3. Melunasi mahar yang masih terutang seluruhnya, dan separo apabila
qobla al dukhul
4. Memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang belum
mencapai umur 21 tahun
lanjutan
 Masa idah adalah masa tunggu (belum boleh menikah) bagi wanita yang
berpisah dengan suami, baik karena ditalak maupun bercerai mati. Masa idah
diatur dalam Pasal 153 ayat (2) Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991
tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai berikut,
Waktu tunggu bagi seorang janda ditentukan sebagai berikut:
1) Apabila perkawinan putus karena kematian, walaupun qobla al dukhul,
waktu tunggu ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari;
2) Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih
haid ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sukurang-kurangnya 90 (sembilan
puluh) hari, dan bagi yang tidak haid ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari;
3) Apabila perkawinan putus karena perceraian sedang janda tersebut dalam
keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan;
4) Apabila perkawinan putus karena kematian, sedang janda tersebut dalam
keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.
.
lanjutan
Ketentuan mengenai masa idah tersebut tidak berlaku bagi wanita yang
perkawinannya putus qobla al dukhul dan perkawinannya putus bukan
karena kematian suami.Seorang pria dilarang menikah dengan wanita
yang masih berada dalam masa idah dengan pria lain.Adapun tenggang
masa idah bagi perkawinan yang putus karena perceraian dihitung sejak
jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang mempunyai kekuatan hukum
tetap.
Berdasarkan hal-hal di atas dapat disimpulkan bahwa, perceraian
dianggap telah terjadi beserta segala akibat-akibatnya terhitung sejak
jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah berkekuatan hukum
tetap. Akta cerai kemudian menjadi bukti autentik adanya putusan
berkekuatan hukum tetap tersebut. Selain itu, wanita hanya dapat
menikah kembali jika ia telah memenuhi ketentuan masa tunggu atau
massa idah sejak putusan tersebut
lanjutan
Akibatnya putusan perkawinan karena perceraian
diatur dalam Pasal 156 Inpres No. 1 Tahun 1991 ttg KHI.
Ada tiga akibat putusnya perkawinan karena
perceraian, yaitu :
1. Terhadap anak-anaknya
2. Terhadap harta bersama
3. Terhadap mut’ah
lanjutan
1. Terhadap anak-anaknya
Selain itu mantan suami berhak melakukan rujuk kepada mantan istrinya yang masih
dalam masa iddah, wajib menjaga dirinya, tidak menerima pinangan dan tidak
menikah dengan pria lain. Mantan istri berhak mendapat nafkah iddah dari mantan
suaminya, kecuali bila ia nusyuz. Menurut Pasal 156 Inpres No.1 tahun 1991, akibat
putusnya perkawinan ialah:
a. Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya, kecuali
bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh:
a) Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ibu;
b) Ayah;
c) Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ayah;
d) Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan;
e) Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu;
f) Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah;
b. Anak yang sudah mummayiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari
ayah ataupun ibunya.
lanjutan
c. Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin
keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan
hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang
bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah
kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula.
d. Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah
menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut
dewasa dan dapat mengurus diri sendiri (21 tahun).
e. Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak,
Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasarkan angka 1, 2,
3, dan 4.
f. Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya
menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan
anakanak yang turut padanya.
lanjutan
 Hak Asuh Anak
 Mengenai hak asuh anak, pengadilan biasanya memberikan hak
perwalian dan pemeliharaan anak di bawah umur kepada ibu. Hal
tersebut merujuk pada ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam
(KHI), anak yang belum berusia 12 tahun adalah hak ibunya. Setelah
anak tersebut berusia 12 tahun maka dia diberikan kebebasan memilih
untuk diasuh oleh ayah atau ibunya. Keputusan Hak asuh anak
sepenuhnya merupakan kewenangan hakim yang memutus dengan
mempertimbangkan berbagai hal  
lanjutan
2. Mengenai harta bersama, terhadap putusnya perkawinan ini bagi menurut
ketentuan Pasal 96 dan 97 KHI, menyebutkan:
a. Apabila terdapat cerai mati maka separuh harta bersama menjadi hak
pasangan yang hidup lebih lama.
b. Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau istri yang istri atau
suaminya hilang harus ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang
hakiki atau matinya secara hukum atas dasar putusan Pengadilan Agama.
c. Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta
bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
Ketentuan lainnya yang mengatur mengenai akibat putusnya perkawinan ini
adalah masalah khulu dan li’an. Perceraian dengan jalan khulu mengurangi
jumlah talak dan tak dapat dirujuk kembali. Bilamana li’an terjadi maka
perkawinan itu putus untuk selamanya dan anak yang dikandung dinasabkan
kepada ibunya, sedangkan suaminya terbebas dari kewajiban memberi
nafkah.
lanjutan
Akibat putusnya perkawinan menurut UU No. 16 tahun 2019 Pasal 41
antara lain:
a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik
anak-anaknya, sematamata berdasarkan kepentingan anak;
bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak,
Pengadilan memberi keputusannya;
b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan
dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam
kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan
dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut;
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk
memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu
kewajiban bagi bekas isteri. 
Sumber Referensi

 Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika,


Jakarta, 2013
 Website
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl5021/cara-
mengurus-perceraian-tanpa-advokat/

Anda mungkin juga menyukai