Anda di halaman 1dari 22

KEGAWATAN PADA MUSC

ULOSKELETAL

DI SUSUN OLEH : LANTIFA LISTYANTI


NIM : 20191278
APA ITU GANGGUAN MUSCULOSKE
LETAL?
Gangguan muskuloskeletal adalah suatu kondisi yang
mempengaruhi sistem muskuloskeletal yang dapat te
rjadi pada tendon, otot, sendi, pembuluh darah dan a
tau saraf pada anggota gerak. Gejala dapat berupa ny
eri, rasa tidak nyaman, kebas pada bagian yang terlib
at dan dapat berbeda derajat keparahannya mulai da
ri ringan sampai kondisi berat, kronis dan lemah.
PENILAIAN AWAL TRAUMA MUSCU
LOSKELETAL
Penderita trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengel
olaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita.
Waktu berperan sangat penting, oleh karena itu diperlukan cara y
ang mudah, cepat dan tepat. Proses awal ini dikenal dengan Initial
assessment ( penilaian awal ).
Penilaian awal meliputi:
1. Persiapan
2. Triase
3. Primary survey (ABCDE)
4. Resusitasi
5. Secondary survey
TRAUMA MUSCULOSKELETAL YANG
MENGANCAM JIWA
1. Kerusakan pelvis berat dengan perdarahan.
a. Trauma
Fraktur pelvis yang disertai perdarahan seringkali disebabkan fraktur
sakroiliaka, dislokasi, atau fraktur sacrum. Arah gaya yang membuka
pelvic ring akan merobek pleksus vena di pelvis dan kadang-kadang
merobek system, arteri iliakainterna (trauma komprresi anterior-post
erior). Pada tabrakan kendaraan, mekanisme fraktur pelvis yang ters
ering adalah tekanan yang mengenai sisi lateral pelvis dan cenderun
g menyebabkan hemipelvis rotasi ke dalam, mengecilkan rongga pelv
is dan mengurangi regangan system vaskularisasi pelvis. Gerakan rot
asi ini akan menyebabkan pubis mendesak ke arah sistem urogenital
bawah,sehingga menyebabkan trauma uretra atau buli-buli.
LANJUTAN
b.Pemeriksaan
Diagnosis harus dibuat secepat mungkin agar dapat dilakukan resusit
asi. Tanda klinis yang paing penting adalah adanya pembengkakan ata
u hematom yang progresif pada daerah panggul, skrotum dan perian
al. Tanda-tanda trauma pelvicring yang tidak stabil adalah adanya pat
ah tulang terbuka daerah pelvix (terutama daerah perineum, rectum
atau bokong), high riding prostate (prostate letak tinggi), perdarahan
di meatus uretra, dan didapatkannya instabilitas mekanik. Instabilitas
mekanik dari pelvic ring diperiksa dengan manipulasi manuual dari pe
lvis. Petunjuk awalnya adalah dengan ditemukannya perbedaan panja
ng tungkai atau rotasi tungkai ( biasanya rotasi eksternal ) tanpa adan
ya fraktur pada ekstremitas tersebut. Bila penderita sudah stabil, mak
a foto rontgen AP pelvis akan menunjang pemeriksaan klinis.
LANJUTAN
c. Pengelolaan
Pengelolaan awal disrupsi pelvis berat disertai perdarahan meme
rlukan penghentian perdarahan dan resusitasi cairan dengan cep
at. Penghentian perdarahan dilakukan dengan stabilisasi mekanik
dari pelvic ring dan eksternal counter pressure. Teknik sederhana
dapat dilakukan untuk stabilisasi pelvissebelum penderita dirujuk
. Traksi kulit longitudinal atau traksi skeletal dapat dikerjakan seb
agai tindakan pertama. Prosedur ini dapat ditambah denganmem
asang kain pembungkus melilit pelvis yang berfungsi sebagai silin
g atau vacuum type long spine splinting device atau PASG. Cara-c
ara sementara inidapat membantu stabilisasi awal. Fraktur pelvis
terbuka dengan perdarahan yang jelas, memerlukan balut tekan
dengan tampon untuk menghentikan perdarahan.
LANJUTAN
2. Perdarahan Besar Arterial.
a. Trauma
Luka tusuk di ekstremitas dapat menimbulkan traum
a arteri. Trauma tumpul yangmenyebabkan fraktur at
au dislokasi sendi dekat arteri dapat merobek arteri.
Cedera ini dapat menimbulkan perdarahan besar pad
a luka terbuka atau perdarahan di dalam jaringan lun
ak.
LANJUTAN
b. Pemeriksaan
Trauma ekstremitas harus diperiksa adanya perdarah
an eksternal, hilangnya pulsasinadi yang sebelumnya
masih teraba, perubahan kualitas nadi, dan perubaha
n pada pemeriksaan Doppler dan ankle/brachial inde
x. Ekstremitas yang dingin, pucat, dan menghilangnya
pulsasi menunjukkan gangguan aliran darah arteri. H
ematoma yangmembesar dengan cepat, menunjukka
n adanya trauma vaskuler.
LANJUTAN
c. Pengelolaan
Pengelolaan perdarahan besar arteri berupa tekanan langs
ung dan resusitasi cairan yang agresif. Penggunaan torniket
pneumatic secara bijaksana mungkin akan menolong meny
elamatkan nyawa. Penggunaan klem vaskular ditempat per
darahan pada ruang gawat darurat tidak dianjurkan, kecual
i pembuluh darahnya terletak disuperfisial dan tampak den
gan jelas. Jika fraktur disertai luka terbuka yang berdarah a
ktif, harus segera diluruskan dan dipasang bidai serta balut
tekan diatasluka. Pemeriksaan arteriografi dan penunjang y
ang lain baru dikerjakan jika penderita telah teresusitasi da
n hemodinamik normal.
LANJUTAN
3. Crush Syndrome ( Rabdomiolisis Traumatik )
a. Trauma
Crush syndrome adalah keadaan klinis yang disebabk
an kerusakan otot, yang jika tidak ditangani akan me
nyebabkan kegagalan ginjal. Kondisi ini terjadi akibatc
rush injury pada massa sejumlah otot, yang tersering
paha dan betis. Keadaan ini disebabkan oleh ganggua
n perfusi otot, iskemia dan pelepasan mioglobin.
LANJUTAN
b. Pemeriksaan
Mioglobin menimbulkan urine berwarna kuning gela
p yang akan positif bila diperiksa untuk adanya hemo
globin. Rabdomiolisis dapat menyebabkan hipovode
mi, asidosis metabolik, hiperkalemia, hipokalsemia d
an DIC (Disseminated intravascular coagulation).
LANJUTAN
c. Pengelolaan
Pemberian cairan IV selama ekstrikasi sangat penting
untuk melindungi ginjal dari gagal ginjal. Gagal ginjal
yang disebabkan oleh mioglobin dapat dicegah denga
n pemberian cairan dan diuresis osmotic untuk meni
ngkatkan isis tubulus dan aliranurine. Dianjurkan unt
uk mempertahankan output urine 100ml/jam sampai
bebasdari mioglobin uria.
TRAUMA YANG MENGANCAM MUSCU
LOSKELETAL
1. Patah Tulang Terbuka dan Trauma Sendi
2. Trauma Vaskuler, termasuk amputasi traumatic
3. Cedera Syaraf akibat Fraktur – Dislokasi
PENATALAKSANAAN TRAUMA MUSC
ULOSKELETAL
1. Penilaian Cedera :
a. Penilaian awal – ABC
. b. Sejarah :
c. Keluhan utama
d. Mekanisme cedera
e. Tanda dan gejala
f. Fokus penilaian fisik

. 1. Pengamatan/observasi
2. Inspeksi
3. Palpasi
4. 5 P : Pain, Pallor, Pulselesness, Parestesia, Paralysis
LANJUTAN
2. Intervensi :
a. R = Istirahat / mengimobilisasikan
b. I = Es
. c. C = Kompresi
d. E = Elevation
e. S = Dukungan
LANJUTAN
3. Indikasi Splinting :
a. Pencegahan cedera lebih lanjut
b. Mengurangi Nyeri
. c. Mengurangi pembengkakan
d. Menstabilkan fraktur atau dislokasi
e. Meringankan gangguan fungsi neurologis atau keja
ng otot
f. Mengurangi darah dan kehilangan cairan ke jaringa
n
LANJUTAN
4.Poin Kunci Imobilisasi / Splinting :
a. Imobilisasi dilakukan di sendi bagian atas dan di bagian bawah dari
cedera
b. Menilai Status neurovaskular cedera di daerah distal sebelum apli
kasi belat dan setelah aplikasi belat
c. Jika angulation di situs fraktur tanpa kompromi neurovaskular, im
obilisasi dikerjakan
d. Minimalkan gerakan ekstremitas selama belat
e. Pembelatan yang aman untuk memberikan dukungan dan kompr
esi
f. Menilai kembali / memonitor status neurovaskular setiap 5-10 me
nit
DEFINISI KOMPARTEMENT SYND
ROME
Syndrome kompartemen merupakan suatu kondisi di
mana terjadi peningkatan tekanan interstitial dalam s
ebuah ruangan terbatas yakni kompartemen osteofas
ial yang tertutup. Sehingga mengakibatkan berkurang
nya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan.
Syndrome kompartemen yang paling sering terjadi ad
alah pada daerah tungkai bawah (yaitu kompartemen
anterior, lateral, posterior superficial, dan posterior p
rofundus) serta lengan atas (kompartemen volar dan
dorsal)
PENYEBAB KOMPARTEMENT SYNDR
OME
1. Penurunan volume kompartemen
2. Peningkatan tekanan eksternal
3. Peningkatan tekanan pada struktur komparteman
PENATALAKSANAAN KOMPARTEMEN
T SYNDROME

1.Terapi Medikal/non bedah


2.Terapi Bedah

Anda mungkin juga menyukai