Anda di halaman 1dari 13

01 BEVAN PRAMUDITO

02 MUHAMMAD ANUGERAH

03 M. IRHAM MALIK

NAMA 04 M. NAFIZ ANSHARI

KELOMPOK
1. Pengertian Ijtihad
Ijtihad
Ijtihad berasal
berasal dari
dari kata
kata ijtahada
ijtahada yajtahidu
yajtahidu ijtihadan
ijtihadan yang
yang artinya
artinya
mengerahkan
mengerahkan segala
segala kemampuan
kemampuan untuk
untuk menanggung
menanggung beban.
beban.
Menurut
Menurut bahasa,
bahasa, ijtihad
ijtihad adalah
adalah bersungguh-sungguh
bersungguh-sungguh dalam
dalam
mencurahkan
mencurahkan pikiran.
pikiran.

Sedangkan
Sedangkan pengertian
pengertian ijtihad
ijtihad secara
secara istilah
istilah adalah
adalah mencurahkan
mencurahkan
pikiran
pikiran dan
dan tenaga
tenaga untuk
untuk menetapkan
menetapkan sebuah
sebuah hukum.
hukum. Oleh
Oleh sebab
sebab
itu,
itu, tidak
tidak bisa
bisa dinamakan
dinamakan ijtihad
ijtihad jika
jika unsur-unsur
unsur-unsur kesulitan
kesulitan di
di
dalam
dalam sebuah
sebuah pekerjaan
pekerjaan itu
itu tidak
tidak ada.
ada.

Ijtihad ikut memegang fungsi yang penting dalam


menetapkan hukum Islam. Banyak sekali contoh-contoh
hukum yang dirumuskan dari hasil ijtihad ini. Orang yang
melakukan ijtihad disebut dengan mujtahid.
2.Fungsi-Fungsi
Ijtihad
- Menguji kebenaran hadis yang tidak sampai ke
tingkat hadis mutawattir seperti Hadis Ahad, atau
sebagai upaya memahami redaksi ayat atau hadis
yang tidak tegas pengertiannya sehingg tidak
angsung dapat dipahami.
- Berfungsi untuk mengembangkan prinsip-
prinsip hukum yang terdapat dalam Al-Quran
dan Sunnah seperti dengan Qiyas, Istihsan, dan
Maslahah mursalah. Hal ini penting, karena ayat-
ayat dan hadis-hadis hukum yang terbatas
jumlahnya itu dapat menjawab berbagai
permasalahan yang terus berkembang dan
bertambah denga tidak terbatas jumlahnya.
3. Syarat – Syarat
Ijtihad
Ijtihad adalah tugas suci keagamaan yang bukan
yang bukan sebagai pekerjaan mudah, tetapi
pekerjaan berat yang menghendaki  kemampuan
dan persyaratan tersendiri. Jadi,tidak dilakukan
oleh setiap orang. Syarat-syarat ijtihad adalah
sebagai berikut:

-A Mengetahui Al-Qur’an dan sunnah.


- Mengetahui ijmak.
- Mengetahui bahasa Arab.
- Mengetahui ilmu usul fikih.
- Mengetahui nasikh dan mansukh

Berikut adalah penjelasannya:


A. Mengetahui Al-Qur’an dan Sunnah.

Persyaratan pertama ini disepakati oleh segenap ulama usul Fikih. Ibn
al-Hummam, salah seorang ulamah Fikih Hanafiah, menyebutkan
bahwa mengetahui al-Qur’an dana sunnah merupakan syarat
mutlakyang harus dimiliki oleh mujtahid. Akan tetapi, menurut al-
Syaukani, cukup bagi seorang mujtahid hanya mengetahui ayat-ayat
hukum saja. Bagi al-Syaukani, ayat-ayat hukum itu tidak perlu dihafal
oleh mujtahid, tetapi cukup jika ia mengetahui letak ayat itu, sehingga
dengan mudah ditemukannya ketika diperlukan
B. Mengetahui
Ijmak
Ijmak atau Ijma' adalah kesepakatan para ulama dalam
menetapkan suatu hukum hukum dalam agama
berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis dalam suatu perkara
yang terjadi. Dengan mengetahui ijmak, ia tidak
mengeluarkan fatwa yang bertentangan ijmak. Akan
tetapi, seandainya dia tidak memandang ijmak sebagai
dasar hukum, maka mengetahui ijmak ini tidak menjadi
syarat baginya untuk dapat melakukan ijtihad.
C. Mengetahui
Bahasa Arab Dengan mengetahui bahasa Arab,
memungkinkannya menggali hukum dari
al-Qur’an dan sunnah secara baik dan
benar.Dalam hal ini menurut al-Syaukani-
seorang mujtahid harus mengetahui seluk-
beluk bahasa Arab secara sempurna,
sehingga ia mampu mengetahui makna-
makna yang terkandung dalam ayat-ayat
al-Qur’an dan sunnah Nabi saw.
D. Mengetahui Ilmu Usul
Fikih.
Menurut al-Syaukani, ilmu usul fikih
penting diketahui oleh seseorang
mujtahid karena melalui ilmu inilah
diketahui tentang dasar-dasar dan cara-
cara berijtihad. Seseorang akan dapat
memperoleh jawaban suatu masalah
secara benar apabila ia mampu
menggalinya dari al-Qur’an dan
sunnahndengan menggunakan metode
dan cara yang benar pula .
E. mengetahui nasikh dan mansukh

Menurut al-Syaukani, pengetahuan


tentang nasikh dan mansukh penting
agar mujtahid tidak menerapkan
suatu hukum yang telah mansukh,
baik yang terdapat dalam ayat-ayat
atau hadits-hadits.
4. Kedudukan
Ijtihad
Kedudukan ijtihad merupakan sumber hukum yang ketiga setelah Al – Qur’an
dan As-Sunah. Berijtihad itu sangat berguna sekali untuk mendapatkan
hukum syara’ yang dalilnya tidak terdapat dalam Al – Qur’an maupun hadits
dengan tegas.
ijtihad itu perlu dilaksanakan ketika :
- Pada suatu peristiwa yang waktunya terbatas, sedangkan hukum syara’
yang mengenai peristiwa sangat diperlukan, dan juga tidak segera ditentukan
hukumnya, maka dikhawatirkan kesempatan menentukan hukum itu akan
hilang .
- Pada suatu peristiwa diperlukan hukum syara’ di suatu daerah yang terdapat
banyak para ahli ijtihad, sedang waktu peristiwa itu tidak mendesak maka hal
yang semacam itu perlu adanya ijtihad, karena dikhawatirkan akan terlepas
dari waktu yang ditentukan.
- Terhadap masalah-masalah yang belum terjadi yang akan kemungkinan
nanti akan diminta tentang hukum masalah-masalah tersebut, maka untuk ini
diperlukan ijtihad.
Ijtihad juga mempunyai beberapa bentuk, yakni
sebagai berikut:
- Ijma’, kesepakatan beberapa mujtahid pada
suatu masa atas masalah yang berkaitan dengan
syariat.
- Qiyas (ra’yu), menetapkan hukum atas suatu
perbuatan yang belum ada ketentuannya,
5. Bentuk-Bentuk berdasar masalah yang sudah ada dasar
hukumnya, dengan melihat kesamaan antara

Ijtihad keduanya.
- Istishab, melanjutkan berlakunya hukum yang
telah ada dan yang tekah diberlakukan karena
adanya suatu dalil, sampai ada dalil yang
mengubah hukum tersebut.
- Maslahah mursalah, memutuskan suatu hukum
berdasarkan pertimbangan kebaikan bersama
atau kerugian yang lebih besar.
- ‘Urf, adat atau kebiasaan yang dilakukan suatu
kelompok, yang sudah menjadi kebenaran dan
kesepakatan bersama.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai