Anda di halaman 1dari 21

Pengelolaan Dini Cedera

Kepala Akut
 Harus dimulai ditempat kejadian, selama
transportasi, di UGD dan terapi definitif.
 Ada 3 fase puncak dari saat kematian
akibat trauma :
1. Cedera Primer, terjadi dalam hitungan
detik atau menit dari cedera.
2. Cedera sekunder, Golden Hour, terjadi
dalam beberapa menit sampai jam.
3. Terjadi beberapa hari sampai minggu
setelah cedera akibat sepsis atau gagal
organ.
Karena cedera primer tidak dapat
dikurangi dengan terapi medis,dan
fase puncak ke 3 berhubungan
dengan keberhasilan dengan
terapi yang segera, maka
mortalitas tergantung pada efek
langsung terapi pada jam - jam
pertama setelah cedera.
Tujuan :

1. Pemberian Oksigen Adekuat


2. Mempertahankan TD yang cukup
untuk mempertahankan perfusi
otak.
3. Menghindari Cedera Otak
Sekunder.
4. Identifikasi lesi mass yang perlu
untuk tindakan pembedahan.
PRA RUMAH SAKIT
50 % pasien cedera kepala berat
menderita hipotensi dan
hipoksia. Hipotensi hampir
selalu disebabkan karena cedera
sistemik daripada karena
perdarahan.Hipoksia bisa
karena cedera sistemik atau
akibat obstruksi jalan napas.
Hubungan Mortalitas
Dengan Hipoksemia Dan
Hipovolemia
 Bila Cedera  Mortalitas
kepala
 Disertai Hipoksia
56 %
 DIsertai Hipovolemia
64 %
 Hipovolemia +
Hipoksia 76 %
 Tidak ada keduanya 27 %
 Pengendalian jalan napas & ventilasi: Intubasi,
Cricothyrotomi atau Tracheostomi.
 Intubasi :
 Hati-hati pada cedera tulang leher, hindari rotasi
kepala, hiperfleksi, hiperekstensi.

 Selama transportasi harus diberikan O2 100% dengan


ventilasi yang adekuat.
 Kejadian hipotensi (sistolik < 90 mmHg) kurang
lebih 35% pada cedera kepala berat. Cedera
medula spinalis juga bisa menyebebkan
hipotensi.

 Ditempat kejadian resusitasi cairan dilakukan


dengan cairan NaCl, hindari RL dan glukosa
karena akan memperburuk kerusakan otak pada
periode iskemia. GD tidak boleh > 150 mg%,
dan bila >200mg% harus diberi insulin. Glukosa
diberikan hanya bila ada hipoglikemia.
 Cegah overload cairan, atur pemberian cairan
jika kondisi normotensi sudah tercapai.
 Manitol umumnya tidak digunakan pada pra RS
bila kondisi pasien stabil atau ada perbaikan
status neurologis.
 Pemberian steroid tidak memperbaiki outcome
pada cedera kepala berat, juga tidak
mengurangi edema seperti halnya pada tumor
otak. Tetapi bila disertai cedera medula spinalis,
dapat diberikan methilprednison 30 mg/kgBB IV
bolus, diteruskan 5 mg/kgBB.
Lakukan penilaian GCS
 3-8 Cedera kepala berat
 9-12 Cedera kepala sedang
 13-15 Cedera kepala ringan

 Sebaiknya GCS dinilai setiap 15


menit.
 Transportasi pasien cedera kepala
harus dalam imobilisasi columna
spinalis.
Imobilisasi
DIRUMAH SAKIT
Ada 4 mekanisme yang
menyokong kerusakan otak pada
pasien cedera kepala :
1. Cedera Mekanisme
2. Perdarahan
3. Edema
4. Iskemia
Flexion injury Distraction
Compressio injury
n injury

Penetration Injury
Hyperextension
injury Flexion Rotation
Injury
 Pengelolaan harus di tujukan kepada hal-hal yang
mengancam jiwa, pasien harus distabilkan sebelum
melakukan pemeriksaan diagnostik seperti CT-Scan,
Radiography, dsb. Lakukan pemeriksaan laboratorium
seperti CBC, kimia darah, gas darah, waktu perdarahan
dan pembekuan, dsb.

 Hipotensi sistemik jarang disebabkan hanya oleh cedera


otak, kecuali pada fase terminal, infant dengan subdural
hematom yg besar atau cedera batang otak.Karena itu
bila timbul hipotensi, pertama-tama anggaplah karena
hipovolemia.
 Pada hipovolemia, lakukan penggantian volume dengan
memantau tekanan darah, frekuensi nadi, produksi
urine, bila mungkin pasang CVP.
 Pada pemberian cairan harus diperhatikan:
 Tidak boleh memberikan larutan dekstrose
 Pergunakan insulin untuk mempertahankan GD<200mg%
 Usahakan produksi urine 1-2 ml/kgBB/Jam
 Dapat diberikan larutan koloid,kristaloid atau darah untuk
mengganti volume yang hilang.
 Pertahankan Hematokrit 30-35%
 Pemberian cairan pada tumor adalah DRY, pada trauma
NORMAL dan pada aneurisma adalah WET.
 Hipertensi, peningkatan TD yang hebat
(MAP>130-140mmHg) harus diterapi, berikan
adrenergik blocking agent, karena obat ini
mempunyai efek serebral yang minimal.
 Hipoksia, sering terlihat secara klinis dengan
adanya kegelisahan pada pasien, segera
berikan oksigen.
 Intubasi sering diberikan untuk, menghilangkan
obstruksi jalan napas, proteksi
aspirasi,mencegah hipovolemia, pemberian
hiperventilasi untuk mengendalikan ICP, untuk
membantu melakukan pemeriksaan diagnostik.
KRITERIA INTUBASI
 GCS < 8
 Pernapasan Iriguler
 Frekuensi Napas < 10 atau >
40x/menit
 Volume tidal < 3,5 ml/kgBB
 paO2 < 70 mmHg
 paCO2 > 50 mmHg
ICP
 Isi ruangan intracranial adalah: otak
(60%), darah (5%), dan CSF (15%).
 CPP = MAP-ICP. Bila ICP > 20 mmHg
dan sistolik < 80 mmHg, maka prognosa
akan jelek. Adanya kenaikan ICP dapat
dilihat dari gejala klinis seperti papil
edema, pupil anisokor, mual, muntah,
sakit kepala, tinitus, dan gangguan
pengelihatan.
Terapi Kenaikan ICP
 Relatif hipokapnia, level optimal dari
hipokapnia adalah 25-30 mmHg. Bila <
25 mmHg, kemungkinan terjadi cerebral
iskemia.
 Diuretik : manitol atau furosemid. Lasix
0,5-1 mg/kgBB IV diberikan sebelum
manitol untuk mencegah rebound
peningkatan ICP dan CBV. Manitol
diberikan dalam konsentrasi 20%, dosis
berpariasi dari 0,25-1 gr/kgBB. Pada ICP
yang persisten 0,5 gr/kgBB, diulangi bila
perlu tiap 4 jam.
 Posisi Head-Up 10-20 derajat.
Terapi Tambahan
 Setelah intubasi dan ventilasi terkendali,
dapat diberikan fentanil 50-100
microgram atau benzodiazepine
misalnya midazolam 0,01-0,05 mg/kgBB
untuk supresi nyeri dan sedasi.
 Berikan profilaksis kejang dengan
phenytoin.
 Barbiturat untuk menurunkan ICP telah
di gunakan dengan dosis 1-3 mg/kgBB,
berefek cerebral vasokonstriksi,
menurunkan CBF, CBV dan ICP.
 Atasi Hipertensi.

Anda mungkin juga menyukai