Anda di halaman 1dari 35

Prinsip Dasar

Entitas
Keuangan
Syariah
Entitas Keuangan Syariah harus
memenuhi dua unsur yaitu :

1. Unsur kesesuaian dengan syariah


Islam
2.Unsur legalitas operasi sebagai
Entitas keuangan syariah.
Institusi Yang Memiki Kewenangan
Mengeluarkan Izin Operasi (sejak OJK berperan)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Departemen


adalah institusi yang berwenang Koperasi
mengatur dan mengawasi Lembaga sebagai institusi yang
Keuangan non-bank seperti berwenang mengatur
asuransi dan pasar modal (efetif dan mengawasi
sejak 1 Januari 2013) dan Bank koperasi.
(efektif sejak 1 Januari 2014)
MUAMALAH
Prinsip Dalam Hukum
Muamalah Adalah :
Pada dasarnya segala bentuk muamalah adalah
mubah (boleh), kecuali yang ditentukan lain oleh Al
qur’an dan Sunnah Rasul.
Muamalah dilakukan atas dasar sukarela dan
tanpa mengandung unsur – unsur paksaan.
Muamalah dilakukan atas dasar pertimbangan
mendatangkan manfaat dan menghindari mudharat.
Muamalah dilaksanakan dengan memelihara nilai
keadilan dan menghindari unsur – unsur
penganiyaan, pengambilan kesempatan dalam
kesempitan.
Prinsip Entitas Keuangan
Syariah
1. Antaraddim Minkum (rela sama rela)
 Sehingga suatu transaksi harus sah akadnya
2. La Tazhlimuna wa la tuzhlamun (Tidak ada
pihak yang menzhalimi dan dizalimi)
 Berbagai transaksi seperti riba, gharar, tadlis
adalah terlarang
Prinsip Entitas Keuangan
Syariah
3. Al Kharaj bi Al-dhaman (Hasil usaha muncul
bersama biaya)
 Transaksi seperti jual beli murabahah dibolehkan
4. Al ghunmu bi al ghurmu (untung muncul
bersama resiko)
 Transaksi seperti mudharabah dan musyarakah
dibolehkan
Larangan Terhadap
LARANGAN
Transaksi
Tujuan Syariah (Maqashid Al
Syariah
 Secara umum tujuan hukum Islam adalah untuk kebaikan dan
kesejahteraan (maslahah) umat manusia di dunia dan akhirat.
 Untuk mencapainya ada 5 unsur pokok yang dipelihara oleh
syariah:
 1.    Hifdz Ad-Din (Memelihara Agama)
 2.    Hifdz An-Nafs (Memelihara Jiwa)
 3.    Hifdz Al’Aql (Memelihara Akal)
 4.    Hifdz An-Nasb (Memelihara Keturunan)
 5.    Hifdz Al-Maal (Memelihara Harta)
1. Larangan terhadap transaksi yang haram
zatnya
 Larangan terhadap transaksi yang haram
zatnya sering dikaitkan dengan adanya
larangan yang eksplisit disebut dalam quran
dan sunnah dan prinsip muamalah yang ketiga
yaitu keharusan menghindari kemudharatan.
 Bagi industri keuangan syariah, pelarangan
terhadap transaksi yang haram zatnya tersebut
diwujudkan dalam bentuk larangan
memberikan pembiayaan yang terkait dengan
aktivitas produksi makanan, minuman dan
tindakan yang diharamkan dalam Islam.
KATEGORI
2. Larangan
terhadap transaksi
haram selain zatnya
• Tadlis adalah transaksi yang mengandung suatu hal pokok
yang tidak diketahui oleh salah satu pihak (unknown to one
party).
• Tadlis juga disebut dengan tindakan menipu untuk mendapat
keuntungan dari ketidaktahuan orang lain.

Diriwayatkan dari Abu Huraira bahwa Nabi melewati setumpuk tepung


gandum yang dijual, lalu Beliau memasukkan tangannya ke dalam
tumpukan tersebut ternyata bagian dalamnya basah, Beliau bertanya,
"Apa ini hai penjual tepung?", ia menjawab, "Terkena hujan wahai
Rasulullah", lalu Beliau bersabda, "Mengapa engkau tidak
meletakkannya di bagian atas sehingga orang dapat melihatnya.
Sesungguhnya orang yang menipu tidak termasuk golonganku". HR.
Muslim
 Tadlis dapat terjadi pada salah satu dari empat aspek pokok berikut:

1. Kuantitas
2. Kualitas
3. Harga
4. Waktu Penyerahan
Gharar adalah ketiadaan informasi pokok pada kedua belah pihak
yang bertransaksi jual beli.

Landasan syar’i larangan transaksi gharar

Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi melarang jual beli Hashah
(jual beli tanah yang menentukan ukurannya sejauh lemparan batu) dan juga
melarang jual beli Gharar. HR. Muslim
 Gharar dapat terjadi pada salah satu dari empat aspek pokok berikut:

1. Kuantitas
2. Kualitas
3. Harga
4. Waktu Penyerahan
Bai’ Ihtikar

Bai’ Ihtikar adalah mengupayakan


adanya kelangkaan barang dengan cara
menimbun.
Landasan syar’i larangan Bai’ Ihtikar:

Diriwayatkan dari Mu'amar bin Abdullah bahwa


Nabi bersabda:"Orang yang melakukan ihtikar
berdosa". (HR. Muslim).
Bai’ Najsy

Bai’ Najsy adalah tindakan menciptakan


permintaan palsu, seolah – olah ada banyak
permintaan terhadap suatu produk,
sehingga harga jual produknya akan naik.
Landasan syar’i larangan Bai’ Najsy:

Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, ia berkata,"


Rasulullah melarang najsy". HR. Bukhari- Muslim.
MAYSIR
Maysir (gambling/judi) adalah sebuah permainan
dimana satu pihak akan memperoleh keuntungan
sementara pihak lain akan menderita kerugian.
Landasan syar’i larangan Maysir:
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah,
adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya
syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan
kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu,
dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka
berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)". (Al-Maidah : 90-
91)
RIBA

Riba adalah tambahan yang disyaratkan


dalam transaksi bisnis tanpa adanya
padanan (iwad) yang dibenarkan syariah
atas penambahan tersebut.
Fase Pelarangan Riba
 Fase pemahaman – QS Ar Rum : 39.
 Fase pengabaran larangan riba pada umat
terdahulu – QS An Nisa 160-161.
 Fase pelarangan riba yang berlipat - QS Ali Imron:
130
 Fase pelarangan segala jenis riba – QS Al Baqarah
275, 276, 278, 279.
RIBA
 Dalil larangan Riba:
 “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan
syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah  disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba,
padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan
riba. Barang siapa yang datang kepadanya peringatan dari
Allah. Lalu ia berhenti  maka  baginya  adalah  apa  yang telah
berlalu  dan urusannya  adalah  kepada Allah dan barang siapa
yang kembali lagi, maka  mereka  adalah penghuni  neraka
yang kekal di dalamnya. Allah akan menghapus riba dan
melipat gandakan sedekah dan Allah tidak suka kepada orang-
orang kafir lagi pendosa”.(QS. Al-Baqarah : 275- 276)
RIBA
Dalil larangan Riba:
 “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang
belum dipungut) jika kamu orang-orang yang
beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa
Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan
jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba)
maka bagimu pokok hartamu. Kamu tidak
menganiaya dan tidak pula dianiaya.” Q.S. Al-
Baqarah 278-279
RIBA
Dalil kriteria Riba:
Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Ubadah bin Samit yang
terdapat dalam Abu Daud hadis 3343 dan dalam At Tirmidzi hadis 2819
dengan bunyi sebagai berikut:

 “Emas dibayar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan


gandum, tepung gandum dengan tepung gandum dalam ukuran yang
sama, kurma dengan kurma dalam ukuran yang sama, garam dengan
garam dalam ukuran yang sama. Jika seseorang memberi lebih atau
meminta lebih, dia telah berhubungan dengan riba. Tetapi tidak
diharamkan penjualan emas dengan perak dan perak dengan emas dalam
berat yang tidak sama. Pembayaran dilakukan pada saat itu juga dan
janganlah menjual jika dibayar belakangan. Dan tidak diharamkan
menjual gandum dengan tepung gandum dan tepung gandum (dengan
gandum) dalam ukuran yang berbeda, pembayaran dilakukan pada saat
itu. Jika pembayaran dilakukan kemudian, janganlah menjualnya.”
RIBA
Dalil kriteria Riba: - Lanjutan
hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Muslim

“Jangan kamu bertransaksi satu dinar dengan dua dinar; satu


dirham dengan dua dirham; satu sha’ dengan dua sha karena
aku khawatir akan terjadinya riba. Seorang bertanya: Wahai
Rasul, bagaimana jika seseorang menjual seekor kuda dengan
beberapa ekor kuda dan seekor unta dengan beberapa ekor
unta? Jawab Nabi SAW: Tidak mengapa, asal dilakukan
dengan tangan ke tangan (langsung).” (HR.Muslim)
Barang ribawi dikelompokkan menjadi dua yaitu :
1. Kelompok mata uang; dapat dibagi dalam
beberapa jenis yaitu emas dan perak secara
khusus baik dalam bentuk mata uang dan dalam
bentuk lainnya.
2. Kelompok bahan makanan pokok: seperti beras,
gandum dan jagung serta bahan makanan seperti
sayur – sayuran dan buah – buahan.
RIBA DAPAT TERJADI PADA:

1. Tranksaksi hutang piutang


2. Transaksi jual beli barang
ribawi
Transaksi Hutang
Piutang

Riba qardh adalah kelebihan tertentu


yang disyaratkan pada yang berhutang.

Riba jahiliyyah adalah riba yang timbul


karena peminjam tidak mampu
mengembalikan hutangnya pada
waktu yang ditetapkan.
Transaksi jual beli barang
ribawi
Riba fadhl adalah
riba yang timbul karena
pertukaran antar barang ribawi
yang sejenis dengan kadar dan
takaran yang berbeda.

Riba nasi’ah adalah


riba yang timbul karena penangguhan
penyerahan atau penerimaan barang
yang dipertukarkan.
Larangan terhadap transaksi yang tidak sah
akadnya

 Akad secara bahasa adalah ikatan

 Akad menurut istilah adalah keterikatan keinginan


diri dengan keinginan orang lain dengan cara
memunculkan adanya komitmen tertentu yang
disyariatkan.
Rukun – rukun akad adalah :
1. Adanya dua pihak atau lebih yang saling terikat dengan
akad.
2. Adanya sesuatu yang diikat dengan akad.
3. Adanya pengucapan akad berupa ungkapan serah
terima (ijab-kabul).
Dua Pihak yang Terikat Akad:
 kedua pihak dipersyaratkan memiliki kemampuan
yang cukup untuk mengikuti proses perjanjian
 Kemampuan tersebut dibuktikan dengan
kemampuan membedakan yang baik dan yang
buruk diantara tandanya:
 sudah baligh
 tidak dalam keadaan tercekal seperti dinyatakan
pailit
 tidak di bawah paksaan.
 Tidak dalam kondisi gila atau mabuk.
Sesuatu yang diikat dengan akad
Jika terkait dengan barang, maka mesti memenuhi aspek:
1.Barang tersebut suci atau bila telah terkena najis, bisa disucikan.
2.Barang tersebut bisa digunakan dengan cara yang disyariatkan, misal
hotel atau rumah yang tidak diperuntukkan bagi aktivitas prostitusi.
3.Komoditas harus bisa diserahterimakan (contohnya tidak sah menjual
barang yang sedang diagunkan).
4.Barang yang dijual harus milik penjual.
5.Bila barang dijual langsung harus diketahui wujudnya, dan bila tidak
berada di lokasi, harus diketahui ukuran, jenis, dan kriterianya.
Ijab-Qabul
 Ijab adalah ungkapan penyerahan kepemilikan oleh
pemilik barang
 kabul adalah ungkapan penerimaan kepemilikan
oleh pemilik barang berikutnya.
 Ijmak ulama berpendapat tidak ada keharusan ijab
kabul harus secara lisan.
 Sah atau tidaknya ungkapan ijab kabul dapat
menggunakan praktik yang umum di masyarakat
tempat jual beli dilakukan.
 Prinsipnya, kedua belah pihak rela atas serah terima
kepemilikan
Larangan Satu transaksi dua akad
 Akad tidak boleh mengandung unsur dua akad dalam satu transaksi
(two in one transaction)

 Misal: transaksi sewa modal atau capital lease yang mana


pembayaran sewanya diakui juga diakui sebagai peralihan
kepemilikan. Dalam Islam mekanisme yang dibolehkan adalah
selama masa sewa pembayaran hanya diakui sebagai pembayaran
sewa, adapun peralihan kepemilikan dilakukan setelah masa sewa.
Ini memberi kepastian siapa pemilik barang..
Larangan Ta’alluq
 Ta’alluq yaitu dua akad yang saling berkaitan dimana
berlakunya akad 1 bergantung pada akad 2.
 Misal: transaksi dengan cara ‘inah, yaitu seseorang ‘B’ atau
pihak Bank menjual barang seharga tertentu secara cicilan
(misalkan Rp 11 juta) kepada orang lain ‘A’ atau nasabah,
dengan syarat, orang lain ‘A’ tersebut kembali menjual barang
tersebut secara tunai kepada B (misalkan Rp 10 juta).
 Pada transaksi tersebut tujuan sebenarnya (nasabah) bukan
untuk memiliki barang tapi untuk dapat uang, adapun barang
hanya sebagai perantara.
 Akad ini dibolehkan di Malaysia tapi tidak dibolehkan di
mayoritas negara di dunia.

Anda mungkin juga menyukai