Anda di halaman 1dari 52

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Dwi Fionasari
Pembahasan
 Kedudukan PPN
 Pemungutan PPN
 Dasar Hukum
 Sifat, Tipe, dan Prinsip Pemungutan PPN
 Barang Kena Pajak
 Jasa Kena Pajak
 Objek Pajak
PPN & PPn BM
(PENGERTIAN UMUM)

PAJAK ATAS KONSUMSI


BKP/JKP

DI DALAM DAERAH
PABEAN

YANG DIKENAKAN SECARA BERTINGKAT DI SETIAP


JALUR PRODUKSI /DISTRIBUSI

OLEH
• ORANG PRIBADI
• BADAN
SKEMA PPN
Penyerahan BKP/JKP
Membuat Faktur Pajak

Penjual/Pengusaha Jasa Pembeli/Penerima Jasa


Pemotong Pajak Pemikul Beban Pajak

PPN

PPN disetor ke negara


Hakikat PPN

Di dalam Kegiatan
daerah Konsumsi
pabean. Atas
barang atau
jasa yang
terutang
pajak.
Dikenai Pajak
Pertambahan Nilai
5
Daerah Pabean
• Daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang
meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di
atasnya, serta tempat-tempat tertentu di 
Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di
dalamnya berlaku undang-undang kepabeanan.

• Berdasarkan PMK 62/2012 : Tempat lain dalam Daerah


Pabean : Daerah Pabean selain Kawasan Bebas, Tempat
Penimbunan Berikat, dan Kawasan Ekonomi Khusus 
ISTILAH DAN PENGERTIAN

bersambung
bersambung
SUBJEK PAJAK
PPN merupakan pajak tidak langsung yang berarti beban pajak bisa digeser ke pembeli.
Dalam PPN, subjek pajak meliputi:
1. Pengusaha kena pajak. Pengusaha kena pajak adalah pengusaha yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak
berdasarkan UU No. 42 Tahun 2009. Pengusaha yang melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan kriteria pengusaha kecil
tidak wajib menjadi pengusaha kena pajak, kecuali memilih untuk dikukuhkan
sebagai pengusaha kena pajak.

Pengusaha kecil (menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 197/ PMK.03/2013 merupakan
pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp4.800.000.000 (empat
miliar delapan ratus juta rupiah).

2. Bukan pengusaha kena pajak. PPN tetap terutang meskipun yang melakukan
kegiatan bukan PKP.
OBJEK PPN Pasal 4 UU
PP
1. Penyerahan BKP di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.

2. Impor BKP
3. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh PKP
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean
5. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
6. Ekspor BKP Berwujud oleh PKP
7. Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh PKP
1. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam
8. Ekspor BKP kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang
hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
Di samping beberapa hal yang
disebutkan, Pasal 16C dan 16D UU 2. Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula
aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang
PPN mengatur tentang pengenaan Pajak Masukan yang dibayar pada saat perolehannya
PPN atas: menurut ketentuan dapat dikreditkan.
Objek Pemungutan
Pasal 4 UU Pemanfaa
PPN
Impor Ekspor
tan di
Penyerah Oleh
Dipungut dalam
Pengusah
an Ditjen Bea daerah
a Kena
Cukai pabean
BKP- Pajak
BKP
BKP atas:
TB
Berwuj BKP dari Berwuj
BKP
ud luar ud
Tak daerah BKP-
Berwuj JKP
pabean TB
ud dari
(BKP- luar JKP
TB) daerah
JKP pabean

12
Syarat Penyerahan Dikenai Pajak
BKP
atau JKP
bersifat
kena
pajak.
Penyerah
Dalam
an
rangka Dikenai Dilakuk
kegiatan Pajak an di
usaha daerah
atau pabean.
kegiatan. 13
Sifat Pemungutan (1)
Dikenakan Atas Konsumsi
• Objek pengenaan adalah konsumsi di dalam
daerah pabean.
Objektif
• Melekat kepada objek yang dikenai pajak.
Tidak Langsung
• Secara riil dapat dialihkan, sehingga terdapat
pihak penanggung jawab pajak, penanggung
pajak, dan pemikul beban pajak.
14
Sifat Pemungutan (2)
Multistage
• Dikenakan di setiap rantai produksi.
Metode Kredit
• Dikenal adanya PPN Keluaran dan PPN Masukan yang
didukung faktur pajak.
Netral
• Tidak mempengaruhi pola konsumsi wajib pajak. Netralisasi ini
dapat dibentuk karena adanya 2 (dua) faktor:
• PPN dikenakan atas konsumsi barang atau jasa
• PPN dipungut menggunakan prinsip tempat tujuan
Menghindari Pajak Berganda
• Pajak atas konsumsi tidak akan dikenakan dua kali.
15
CONTOH: MULTI STAGE TAX
(NON-KUMULATIF)
Pajak Penjualan (PPn) bersifat kumulatif
Pengusaha Harga Jual PPn 10% Setor ke Negara Harga
Benang 1,000 100 100 1,100
Tekstil 2,100 210 210 2,310
Garment 3,310 331 331 3,641
Pedagang Besar 4,641 464 464 5,105
Pedangan Eceran 6,105 611 611 6,716

Jml yang dibayar pembeli 6,716


Jml pajak ditanggung pembeli 1,716
Maka beban pajak 28%
Pajak Pertambahan (PPN) bersifat non-kumulatif
Pengusaha Harga Jual PPn 10% Setor ke Negara Harga
Benang 1,000 100 100 1,100
Tekstil 2,000 200 200 - 100 = 100 2,200
Garment 3,000 300 300 - 200 = 100 3,300
Pedagang Besar 4,000 400 400 - 300 = 100 4,400
Pedangan Eceran 5,000 500 500 - 400 = 100 5,500

Jml yang dibayar pembeli 5,500


Jml pajak ditanggung pembeli 500
Maka beban pajak 10%
Prinsip Pemungutan

Prinsip Tempat
Tujuan Prinsip Tempat
• Dipungut di tempat Asal
konsumsi. • Dipungut di tempat
asal barang atau jasa.

18
DASAR HUKUM UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 11
Tahun 1994, diubah lagi dengan UU No. 18 Tahun
2000, dan terakhir UU No. 42 Tahun 2009.

PENDAHULUAN Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mulai


diperkenalkan di Indonesia sejak 1 April 1985
untuk menggantikan Pajak Penjualan (PPn). Hal
ini dituangkan dalam UU No. 8 Tahun 1983.
DASAR HUKUM

UUD’45 ps. 23 ayat (2) “Segala pajak untuk keperluan negara


berdasarkan undang-undang”
UU No. 8 Tahun 1983 Berlaku sejak 1 April 1985.

UU No. 11 Tahun 1994 Berlaku sejak 1 Januari 1995.

UU No. 18 Tahun 2000 Berlaku sejak 1 Januari 2001.

UU No. 42 Tahun 2009 Berlaku sejak 1 April 2010.


BKP
PASAL 1 AYAT (2) DAN (3)

BARANG BARANG TAK


BERWUJUD BERWUJUD

BARANG BERGERAK

BARANG TAK BERGERAK

SEMUA JENIS BARANG


PADA PRINSIPNYA
MERUPAKAN BKP,
KECUALI DITENTUKAN LAIN
OLEH UU PPN
Barang Kena Pajak (BKP)

BKP adalah
barang yang BKP
dikenai PPN
dan/ atau
PPnBM BKP Tak Berwujud
BKP Berwujud (Misal Hak Paten, Lisensi,
HAKI)

22
Lingkup BKP Tak Berwujud

Hak menggunakan hak cipta, paten, desain,


formula, merek dagang, dan HAKI lain.

Hak menggunakan peralatan atau perlengkapan


industrial, komersial, atau ilmiah.

Pemberian pengetahuan di bidang


industrial, komersial, atau ilmiah.

Pemberian bantuan tambahan terkait


ketiga point sebelumnya.

Hak menggunakan gambar hidup, pita


video, atau pita suara.

Pelepasan hak yang berkenaan penggunaan


HAKI dan hak yang disebutkan sebelumnya.

23
Lingkup Penyerahan BKP (1)
Penyerahan akibat
Penyerahan akibat
Penyerahan kepada
perjanjian jual beli,
Pasal 1A Ayat (1) UU PPN
perjanjian sewa
pedagang perantara
sewa, tukar menukar,
melalui
beli danjuru lelang.
leasing.
dan sebaginya.

Pe
ma
kai
an
sen
dir
i
ata
u
pe
mb
eri
an
cu
ma

cu
ma
.

24
Lingkup Penyerahan BKP (2)
Penjualan
Penyerahanbarang
kantor
yang semula tidak
Pasal 1A Ayat (1) UU PPN
pusat – cabang
untuk
atau antar cabang.
diperjualbelikan.

P
en
ye
ra
ha
n
k
o
ns
in
ya
si.

25
Barang Tidak Dikenai PPN
Pasal 4A Ayat (2) UU PPN
Hasil pertambangan dan pengeboran yang daimbil
langsung dari sumbernya.
• Minyak, gas, batubara, panas bumi, bijih logam dan mineral
batuan.
Barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan
masayarakat banyak.
• Beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu,
buah – buahan, dan sayur – sayuran.
Hidangan yang disajikan di hotel dan restoran atau
oleh katering.

Uang, emas batangan, dan surat berharga.

27
Penyerahan dan Impor BKP Dibebaskan dari
Rumah PPNsuku
Pesawat,
cadang
PP No. dan alat2003
38 Tahun
Sederhana,
keselamatan Kereta api dan
RSS, Rusun
diterima suku cadang
Sederhana,
Perusahaan diterima PT.
pondok boro,
Angkutan KAI.
asrama Kapal,Niaga
suku Peralatan dan
Senjata, Udara
mahasiswa. cadang dan alat suku cadang
amunisi, alat Nasional.
keselamatan untuk
angkutan
diterima penyediaan
diterima
Perusahaan data batas dan
Kemhan, TNI,
Pelayaran foto udara
dan Polri.
Niaga Nasional. wilayah NKRI.

Buku pelajaran
Vaksin polio.
dan kitab suci.

28
Pengertian Jasa Kena Pajak (JKP)
JKP adalah kegiatan pelayanan yang
menyebabkan suatu fasilitas, kemudahan atau
hak menjadi tersedia untuk dipakai.

Pengertian meliputi pula jasa untuk


berproduksi dengan material dan berdasar
petunjuk pemesan (maklon).

JKP tersebut dikenai PPN.


29
Lingkup JKP dari Luar Daerah Pabean
Jasa melekat
pada benda
bergerak di
daerah
Jasa melekat Jasa yang
pabean.
pada benda dilakukan
• Contoh: Jasa
tak bergerak persewaan
secara di
di daerah mesin produksi. daerah
pabean. JKP pabean.
• Contoh: Jasa
desain dari • Contoh: Jasa
pengacara,
konstruksi
bangunan.
Luar akuntan,
surveyor.
Daerah
Pabean
30
Jasa Tidak Dikenai PPN (1)
Pasal 4A Ayat (3) UU PPN
Jasa Jasa
Jasa
Jasa Medik Pelayanan Keagamaa
Pendidikan
Sosial n
Jasa Jasa
Jasa Jasa
Penyiaran Angkutan
Kesenian Perhotelan
Non Iklan Umum

Jasa
Katering
31
Jasa Tidak Dikenai PPN (2)
Pasal 4A Ayat (3) UU PPN

Jasa
Jasa
Jasa Layanan Jasa
Keuanga
Asuransi Pemerint Wesel
n
Jasa Jasa ah
Jasa Jasa
Surat Telepon
Tempat Tenaga
Berperan Umum
Parkir Kerja
gko Koin
32
Penyerahan JKP Dibebaskan dari PPN
Jasa sewa PP No. 38 Tahun 2003
kapal, reparasi, Jasa sewa
dan pesawat dan
Jasa reparasi
kepelabuhanan diterima
kereta api
diterima Perusahaan
diterima PT.
Perusahaan Angkutan
KAI.
Pelayaran Udara Niaga
Niaga Nasional.
Nasional. Jasa
Jasa terkait pemborongan
penyediaan RS, RSS,
Jasa persewaan
data batas dan Rusun
RS, RSS, dan
foto udara Sederhana,
Rusun
diterima pondok boro,
Sederhana.
Kemhan atau asrama
TNI. mahasiswa, dan
tempat ibadah. 33
Ekspor Jasa Dikenai PPN
Jasa Maklon,
PMK No.yang
30/ PMK.03/ 2011
berkarakteristik:
• Pemesan berada di luar daerah pabean
dan tidak memiliki BUT.
• Spesifikasi dan bahan disediakan
pemesan.
• Kepemilikan barang adalah hak
pemesan.
• Barang dikirimkan ke luar daerah
Jasapabean
yangsetelah selesai pengerjaannya.
Jasa yang
melekat
melekat
terhadap benda
terhadap benda
tak bergerak di
bergerak di luar
luar daerah
daerah pabean.
pabean. 34
SAAT TERUTANG PPN
Terutangnya PPN menurut Pasal 11 Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 terjadi pada saat:
1. penyerahan BKP;
2. impor BKP;
3. penyerahan JKP
4. pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean;
Dalam hal orang pribadi atau badan memanfaatkan BKP tidak berwujud dari luar daerah
pabean di dalam daerah pabean, terutangnya pajak terjadi pada saat orang pribadi dan badan
tersebut mulai memanfaatkan BKP tidak berwujud tersebut di dalam daerah pabean. Hal itu
dihubungkan dengan kenyataan bahwa yang menyerahkan BKP tidak berwujud atau JKP
tersebut di luar daerah pabean sehingga tidak dapat dikukuhkan sebagai pengusaha kena
pajak. Oleh karena itu, saat pajak terutang tidak lagi dikaitkan dengan saat penyerahan tetapi
dikaitkan dengan saat pemanfaatan.
5. pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean;
6. ekspor BKP berwujud;
7. ekspor BKP tidak berwujud;
8. ekspor JKP.
TEMPAT TERUTANG PPN
Tempat terutangnya PPN ditetapkan sebagai berikut:

1. Atas penyerahan BKP di dalam daerah pabean/penyerahan JKP di dalam daerah pabean/ekspor
BKP berwujud/ekspor BKP tidak berwujud/ekspor JKP.
Tempat terutangnya pajak adalah di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan
usaha dilakukan, yaitu di tempat pengusaha dikukuhkan atau seharusnya dikukuhkan
sebagai PKP.
2. Atas impor BKP
Tempat terutangnya pajak adalah di tempat BKP dimasukkan dan dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai.

3. Atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean.
Tempat terutangnya pajak adalah di tempat tinggal orang pribadi atau tempat
kedudukan badan dalam hal orang pribadi atau badan tersebut bukan sebagai
Wajib Pajak atau di tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar sebagai
Wajib Pajak.
bersambung
4. Atas kegiatan membangun sendiri oleh PKP atau bukan PKP yang dilakukan tidak dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya.
Tempat terutangnya pajak adalah di tempat bangunan tersebut didirikan.

Dalam hal tertentu, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan tempat lain selain tempat tinggal atau
tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha sebagai tempat pajak terutang.
Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER Nomor: 4/Pj./2010 dan surat
edaran dirjen pajak No. SE 27/Pj/2010 sebagai berikut:
1. Bagi pengusaha kena pajak orang pribadi, PPN terutang di tempat tinggal dan/atau tempat
kegiatan usaha atau tempat lain.
2. Apabila pengusaha kena pajak orang pribadi ternyata mempunyai tempat tinggal tidak sama
dengan tempat kegiatan usahanya, maka pengusaha orang pribadi tersebut dikukuhkan dan
terutang PPN hanya di tempat usahanya, sepanjang pengusaha kena pajak tidak melakukan
kegiatan usaha apa pun di tempat tinggalnya.
3. Bagi pengusaha kena pajak badan, PPN terutang di tempat kedudukan dan tempat kegiatan
usaha atau tempat lain.
DASAR PENGENAAN PAJAK (DPP) PPN
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) merupakan jumlah tertentu sebagai dasar untuk menghitung PPN.
Dasar Pengenaan Pajak terdiri atas harga jual, nilai penggantian, nilai ekspor, nilai impor, dan nilai
lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak.

Harga jual adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta
oleh pengusaha karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut berdasarkan Undang-
Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak. Harga jual merupakan DPP
untuk penyerahan BKP.

Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP, tidak termasuk PPN dan potongan harga yang
dicantumkan dalam Faktur Pajak.

Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk
ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan Pabean untuk impor BKP, tidak termasuk PPN yang
dipungut berdasarkan undang-undang PPN.
bersambung
Penentuan nilai impor BKP didasarkan pada undang-undang Pabean yang menggunakan Dasar
Pengenaan Bea Masuk, yaitu cost (harga
faktur), insurance (biaya asuransi antar-Daerah Pabean), dan freight (ongkos angkut atau
pengapalan antar-Daerah Pabean) atau disingkat dengan CIF (cost, insurance, freight).

Rumus menghitung nilai impor sebagai Dasar Pengenaan Pajak adalah:

Nilai Impor = CIF + Bea Masuk + Pungutan Lain yang Sah


Nilai ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh eksportir.
Nilai lain adalah jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak. Nilai lain
tersebut ditetapkan sebagai berikut (Peraturan Menteri Keuangan Nomor:
38/PMK.011/2013) → penjelasan baca buku halaman 24.
TARIF PPN Pasal 7 UU No. 42
Tahun 2009

Tarif PPN sebesar 10% Tarif PPN sebesar 0% (nol


(sepuluh persen) persen)

Atas setiap penyerahan BKP di atas ekspor BKP berwujud/ekspor


dalam daerah pabean/impor BKP tidak berwujud/ekspor Jasa
BKP/penyerahan JKP di dalam Kena Pajak.
daerah pabean/pemanfaatan BKP
tidak berwujud dari luar daerah
pabean di dalam daerah Pengenaan tarif 0% (nol persen)
pabean/pemanfaatan JKP dari luar tidak berarti pembebasan dari
daerah pabean di dalam daerah pengenaan PPN→ pajak yang telah
pabean. dibayar dapat dikreditkan
MENGHITUNG PPN

PPN = Tarif × Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

1. menghitung PPN secara final


Penghitungan
PPN ada 2 2. menggunakan kredit pajak
masukan
Ketentuan Khusus:
 Apabila dalamNilai PPN
naskah Terutang
kontrak tidak diketahui apakah
komponen PPN atau PPnBM telah termasuk di dalam nilai
kontrak, maka diasumsikan bahwa nilai kontrak tersebut belum
termasuk komponen PPN atau PPnBM.

 Penghapusan piutang atau ketidakmampuan penagihan piutang


oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), serta musnahnya BKP tidak
mempengaruhi besaran PPN terutang.

 Apabila terjadi kesalahan pemungutan PPN, maka pihak yang


dapat mengajukan permohonan restitusi adalah pihak yang
dipungut PPN, sepanjang PPN belum dikreditkan atau 42
Menghitung PPN secara final artinya tidak diperbolehkan untuk mengkreditkan Pajak
Masukan. Penghitungan seperti ini dilakukan oleh:
1. Pengusaha jasa pengiriman paket.
2. Pengusaha biro perjalanan atau pengusaha jasa biro pariwisata.
3. Pengusaha pabrikan emas.
4. Pengusaha jasa pengurusan transportasi.

Penghitungan PPN dengan mekanisme kredit pajak masukan dilakukan


dengan Pajak Keluaran dikurangi Pajak Masukan. Selisih Pajak Keluaran dan
Pajak Masukan dinamakan PPN yang kurang atau lebih disetor.
Contoh:

PKP pengiriman barang KILAT melakukan penyerahan jasa pengiriman paket barang selama Maret
2015 senilai Rp300.000.000. Dalam bulan yang sama dilakukan pembelian peralatan kantor senilai
Rp26.000.000 dan membayar PPN sebesar Rp2.600.000. Besarnya PPN yang terutang dihitung
sebagai berikut:

PPN terutang = tarif × DPP


= 10% × (10% × Rp300.000.000)
= Rp3.000.000

Pajak Masukan sebesar Rp2.600.000 tidak dapat dikreditkan dari Rp3.000.000.


PPN KURANG/LEBIH DISETOR

PPN kurang (lebih) disetor = Pajak Keluaran – Pajak Masukan

Pajak Keluaran
Pajak Keluaran = Tarif × Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
10% (sepuluh persen) untuk penyerahan Barang Kena
Pajak di dalam Daerah Pabean/penyerahan Jasa Kena Pajak
di dalam daerah pabean oleh pengusaha kena pajak.
Tarif Pajak Keluaran
0% (nol persen) untuk ekspor Barang Kena Pajak
berwujud/ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud/ekspor
Jasa Kena Pajak oleh pengusaha kena pajak.

DPP dapat berupa harga jual, penggantian, atau nilai ekspor.


Sebelum dikalikan dengan tarif, DPP merupakan harga/nilai yang tidak
termasuk PPN.
Contoh 1

Pengusaha Kena Pajak A menjual Barang Kena Pajak kepada pelanggan XX dengan
harga jual sebesar Rp25.000.000.
PPN yang terutang = 10% × Rp25.000.000 = Rp2.500.000
PPN sebesar Rp2.500.000 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh
pengusaha kena pajak A.
Contoh 2
Pengusaha Kena Pajak B melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh
penggantian sebesar Rp20.000.000.
PPN yang terutang = 10% × Rp20.000.000 = Rp2.000.000
PPN sebesar Rp2.000.000 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh
pengusaha kena pajak B.
Contoh 3
Seseorang mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan nilai impor
sebesar Rp15.000.000.
PPN yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
= 10% × Rp15.000.000 = Rp1.500.000
PPN sebesar Rp1.500.000 tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan pada pajak keluaran apabila memenuhi ketentuan yang berlaku.
Contoh 4
Pengusaha Kena Pajak D melakukan ekspor Barang Kena Pajak dengan nilai ekspor
sebesar Rp10.000.000.
PPN yang terutang = 0% × Rp10.000.000 = Rp0
PPN sebesar Rp0 ini merupakan pajak keluaran bagi pengusaha kena pajak D.
Contoh 5
Pengusaha Kena Pajak E menggunakan Barang Kena Pajak untuk keperluan
perusahaan sendiri dengan harga jual sebesar Rp23.000.000. Harga tersebut termasuk
laba sebesar Rp3.000.000.
PPN yang terutang = 10% × (Rp23.000.000 – Rp3.000.000) = Rp2.000.000.
PPN Rp2.000.000 ini merupakan pajak keluaran bagi pengusaha kena pajak E.

Contoh 6
Pengusaha Kena Pajak F menyerahkan BKP senilai Rp4.800.000 untuk kegiatan
promosi. Nilai penyerahan tersebut termasuk laba kotor sebesar 20 persen. Kegiatan
ini termasuk pemberian cuma-cuma.
PPN yang terutang atas penyerahan tersebut adalah:
Harga jual Rp4.800.000
Laba kotor = 20/120 × Rp4.800.000 Rp 800.000 (−)
Dasar Pengenaan Pajak Rp4.000.000
PPN yang terutang = 10% × Rp4.000.000 = Rp400.000
PPN sebesar Rp400.000 tersebut merupakan Pajak Keluaran bagi PKP F.
Apabila dalam sebuah harga/nilai termasuk PPN, besarnya DPP dihitung dahulu dengan
cara sebagai berikut:
Dasar Pengenaan Pajak = 100 × Harga jual (nilai penggantian)
110

Contoh:
Pengusaha Kena Pajak A menjual Barang Kena Pajak kepada Instansi YY dengan harga
sebesar Rp110.000.000 (harga ini termasuk PPN).
DPP = 100 ×Rp110.000.000
110
DPP = Rp100.000.000
PPN yang terutang = 10% × Rp100.000.000 = Rp10.000.000
PPN sebesar Rp10.000.000 tersebut merupakan Pajak Keluaran.
Pajak Masukan

Pajak Masukan = Tarif × Dasar Pengenaan Pajak (DPP)


Tarif Pajak Masukan adalah sebesar 10% (sepuluh persen).
Dasar Pengenaan Pajak dapat berupa nilai impor, harga beli (sama dengan harga
jual bagi penjual), nilai penggantian, atau nilai lain.

Contoh:
Pengusaha Kena Pajak X melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada
Pengusaha Kena Pajak Y dengan harga jual Rp210.000.000.
Pajak Keluaran bagi PKP X = 10% × Rp210.000.000 = Rp21.000.000
Pajak Masukan bagi PKP Y = 10% × Rp210.000.000 = Rp21.000.000
PPN sebesar Rp21.000.000 merupakan Pajak Masukan bagi pembeli (PKP Y)
dan Pajak Keluaran bagi penjual (PKP X).
SAAT PENYETORAN DAN PELAPORAN PPN

Penyetoran Pajak Pelaporan Pajak


Pertambahan Nilai Pertambahan Nilai

Paling lama akhir bulan berikutnya Paling lama pada akhir


setelah berakhirnya Masa Pajak dan bulan berikutnya setelah
sebelum Surat
Pemberitahuan Masa Pajak
berakhirnya Masa Pajak.
Pertambahan Nilai disampaikan.

Menggunakan Surat Pemberitahuan


Menggunakan formulir Surat Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT
Masa PPN).
Setoran Pajak (SSP).
Saat Penyetoran dan Pelaporan
Pasal 15A UU PPN
Satu hari Batas penyetoran
setelah PPN dipungut atas
Tanggal
terutang.7 Batasimpor.
penyetoran
bulan
PPN dipungut
berikutnya
Tanggal bendaharawan
setelah15
bulan pemerintah.
Batas penyetoran
terutang.
berikutnya PPN yang berlaku
setelah
Akhir bulan secara umum.
terutang.
berikutnya Batas pelaporan SPT
setelah Masa PPN.
terutang.
52
 Perusahaan PT. Fuji Bijak Prestasi adalah sebagai
perusahaan kena pajak melakukan penjualan tunai
produk nya kepada Perusahaan PT. Enkei
Manufacturing yang juga perusahaan kena pajak
dengan harga jual sebesar Rp. 50.000.000,- maka PPN
yang terutang adalah :

 Tarif pajak X Harga jual = Pajak terutang


53
 PT. Vere group sepanjang bulan juli melakukan
transaksi sebagai berikut:
 membeli bahan baku seharga Rp. 400.000.000 (pajak
masukan)
 membeli bahan pembantu seharga Rp. 100.000.000
(pajak masukan)
 menjual hasil produksinya seharga Rp. 700.000.000
(pajak keluaran)
54

Anda mungkin juga menyukai