Anda di halaman 1dari 53

KELOMPOK 2

 ERNI
WIDYANAWATI
SRI HARTATIK
MARSUDI
RIZKA AYU PRAMITA
EDI CAHYONO
MODUL 5
KARAKTERISTIK DAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN BAGI ANAK
BERKELAINAN

Tujuan Khusus
1. Menjelaskan karakteristik dan kebutuhan pendidikan bagi anak yang berkelainan
fisik.
2. Menjelaskan karakteristik dan kebutuhan pendidikan bagi anak yang berkelainan
psikis.
3. Menjelaskan karakteristik dan kebutuhan pendidikan bagi anak yang berkesulitan
belajar.
Sumber
Buku Materi Pokok Mata Kuliah Perkembangan
Peserta Didik
Modul 5 : Karakteristik dan Kebutuhan
Pendidikan bagi Anak Berkelainan
Prof. Dr. Mulyani Sumantri, M.Sc.
Jakarta : Universitas Terbuka
Cetakan Kedua, April 2012
Pendidikan khusus
Suatu program yang membutuhkan sumber-sumber
untuk menyajikan pendidikan yang memadai bagi
semua siswa yang berkebutuhan khusus.
Program yang didisain untuk memenuhi kebutuhan
siswa yang khusus atau berkelainan.
Perubahan dan perbaikan tentang materi, prosedur,
dan strategi pembelajaran telah dilakukan.
Pendidikan khusus mempunyai karakter ekonomi dan
politik yang unik.
KEGIATAN BELAJAR 1

Karakteristik dan Kebutuhan


Anak yang Berkelainan Fisik
A. HAKIKAT ANAK BERKELAINAN FISIK

 Kelainan fisik – penting diketahui guru


 Kelainan fisik disebabkan oleh sakit, dll.
 Keterbatasan dalam kelainan fisik harus dipahami
sehingga strategi pembelajaran yang memadai dapat
dikembangkan.
B. PEMROSESAN INFORMASI

 Masalah kesehatan – gangguan fisik dan saraf.


 Kelainan saraf – kesulitan pada koordinasi gerak.
 Kemampuan membaca kata-kata berkurang.
 Kesulitan menulis – kesulitan mengatur gerak.
 Ketidakmampuan dapat terjadi pada indra penglihatan,
pendengaran, perabaan, pengenal rasa, dan penciuman, serta
juga indra internal seperti keseimbangan dan gerakan serta
pengenalan tentang bagian tubuh dan hubungan antara yang satu
dengan yang lain.
Karakteristik umum kesulitan yang
dialami anak berkelainan fisik :

1. Kesulitan memproses, terjadi bila gangguan syaraf menghambat


diterimanya informasi atau untuk mengungkap sesuatu secara
memadai.
2. Kesulitan dalam motivasi terjadi bila kebutuhan akan usaha pribadi
berinteraksi dengan image diri dan percaya diri yang berakibat
pada berbagai tingkat motivasi.
3. Kesulitan berpartisipasi terjadi bila gangguan fisik menghambat
kemampuan anak untuk bergabung dalam kegiatan kelas.
Beberapa kelainan fisik :

 Cerebral Pasy, ketidaknormalan gerakan dan postur karena


gangguan atau ketidakmatangan otak.
 Spina Bifida, gangguan saraf yang kebanyakan terjadi pada waktu
kelahiran.
 Epilepsi, gangguan saraf.
Convulsion adalah istilah yang digunakan untuk
menerangkan perilaku yang ditunjukkan oleh
seseorang bila gangguan pada bagian otak
tertentu menyebabkannya kehilangan kendali atas
satu atau lebih aspek-aspek dari kegiatan tubuh.

Orang yang berkelainan tersebut : Agatha Cristy,


Cecil Rhodes, Tchaikovsky, Napoleon , dan
Julius Caesar.
Kegiatan Belajar 2

Karakteristik dan Kebutuhan Pendidikan


Anak yang Berkelainan Psikis
A. HAKIKAT ANAK BERKELAINAN PSIKIS

Keterbelakangan
Mental
Keterampilan
Akademik

Ketidakmampuan
intelektual

ASSID, 1986
Spencer dan Francis Galton :

Inteligensi sebagai fasilitator penyesuaian antara


aspek-aspek berpikir, sensori, dan fisik dari
seseorang dengan lingkungannya.
Binet pada penelitian pada tahun 1908
di Charcot dan Pinel, Perancis

Inteligensi sebagai bagian dasar manusia yang


mencakup judgement, initiative, dan
adaptation terhadap suatu keadaan.
B. IQ DAN KETIDAKMAMPUAN
INTELEKTUAL

 Ketidakmampuan intelektual merujuk kepada skor IQ


yang berada di dua standar deviasi di bawah mean
pada tes inteligensi yang baku. (AAMR)
 Tes baku yang dikenal adalah The Stanford Binet
Intelligence Scale tahun 1986 dan the Weschdler
Intelligence Scala ( WISC-3 ) tahun 1991.
Tingkat Skor Skor
Ketidakmampuan
Binet Weschdler

Ringan 68 – 52 69 – 55

Sedang 51 – 36 54 – 40

Parah 35 – 39 –
PENYIMPANGAN PERILAKU
Gangguan Emosional
Kecemasan
dan marah

Terjadi konflik Sukar


emosi menunjukkan
emosi
tertentu

Mengalami
kesulitan
komunikasi
• Tidak ketara dan sukar diamati
• Biasanya pada anak-anak
• Tidak suka meminjamkan barang
Ringan • Selalu marah meski pada hal yang biasa

• Emosi mulai kelihatan


• Cepat marah
• Mudah merajuk
Sedang

• Ketara dan mudah diamati


• Ketika marah, anak-anak akan menjerit, mengamuk, bahkan
menyakiti diri sendiri
• Takut terhadap sesuatu yang tidak membahayakan
Berat • Terjadi ketika anak-anak merasa tidak nyaman atau situasi
janggal
Siswa dengan
penyimpangan perilaku
ialah mereka yang gagal
merespon terhadap strategi
pengelolaan yang
dilaksanakan guru.

The Xhonell Centre, 1978


Siswa-siswa yang
mengalami penyimpangan
perilaku dapat dibedakan
antara perilaku yang
sulit diatur dengan perilaku
yang sangat sulit
menyesuaikan diri.

Watherspoon, 1987
Menurut Bower ( 1981 ) siswa yang emosinya
terganggu mempunyai karakteristik berikut :

1. Ketidakmampuan belajar yang tidak dapat


diterangkan dengan faktor kesehatan intelektual
dan sensori.
2. Ketidakmampuan membangun dan
mempertahankan hubungan interpersonal
dengan teman dan gurunya.
3. Bentuk perilaku dan perasaan yang tidak
memadai, tetapi berada di bawah normal.
4. Menunjukkan ketidakbahagiaan dan berada
dalam suasana depresi.
Tidak ada satu pun definisi yang memadai untuk
semua penyimpangan perilaku.

Wood (1979) mengajukan bahwa suatu definisi


yang baik mengandung permasalahan berikut :

1. Pengganggu. Apa atau siapa yang dianggap


sebagai fokus permasalahan ?
2. Perilaku bermasalah. Bagaimanakah perilaku
bermasalah dijelaskan ?
3. Setting. Di mana perilaku itu terjadi ?
4. Terganggu. Siapa yang menganggap perilaku itu
terganggu ?
Semua anak pada saat-saat
tertentu menunjukkan
perilaku menyimpang.

Apter, 1982
Masalahnya : Apa yang
menyebabkan perilaku
menyimpang ialah bila hal itu
ditunjukkan / terjadi di tempat
yang salah dan tidak pada
tempatnya, pada waktu yang
salah, pada saat hadirnya orang
yang salah, dan pada tingkat
yang tidak tepat.

Apter, 1982
C. PESERTA DIDIK AUTIS

 Autis berasal dari bahasa Yunani – autos yang berarti


diri. Diperkenalkan oleh Eugene Bleur, 1910
 Dipopulerkan oleh Hans Asperger dari Universitas
Vienna pada tahun 1938.
Dalam perkembangannya kemudian autisme telah
didefinisikan beragam, mulai dari kelainan akibat
kemasukan roh halus sampai gangguan emosional
karena pola pengasuhan yang buruk. Mulai dari
sakit jiwa sampai gangguan emosional. Mulai dari
retardasi mental sampai gangguan tidur. Akhir-
akhir ini autisme dianggap sebagai gangguan
perkembangan yang terjadi menjelang atau setelah
kelahiran yang mempengaruhi cara kerja otak dalam
mengolah informasi yang masuk.

Wiliams, 2004 ; Button, 2005


Dalam perkembangan mutakhir,
pandangan yang lebih banyak disepakati
adalah pandangan terakhir yang
memandang autis sebagai terjadinya
gangguan fungsi otak yang mempengaruhi
fungsi menerima, mengolah, dan
menerjemahkan informasi dalam perilaku.

Elliot; Wiliams, 2004 ; Diah Puspita, 2004


Faktor penyebab terjadinya autis sampai saat ini
belum tuntas.
Bisa jadi merupakan dampak dari perlakuan ibu
yang dingin dan tidak peduli atau refrigerator
mother.
Selain faktor genetik dan lingkungan yang
tercemar populasi., kelainan sistem kerja otak,
terutama pada lapisa korteks serebral, serebelum,
dan sistem limbik merupakan penyebab autis pada
anak.

deHart, 2004 ; Alloy, 2005


1. Karakteristik Anak Autis

Isolasi diri
Keterbelakangan mental
Kemampuan bahasa rendah
Perilaku menyimpang

Delphie, 2007 ; Djamaluddin, 2007


Karakteristik perilaku Anak Autis
1. Anak tampak seperti tuli
2. Anak tidak dapat mengikuti jalan pikiran orang lain dan
tidak mempunyai empati
3. Pemahaman anak sangat kurang
4. Kadangkala anak mempunyai daya ingat yang sangat
kuat
5. Anak mengalami kesukaran dan mengekspresikan
perasaannya
6. Anak memperhatikan stimulasi dirinya sendiri

Setiawan, 2006 ; Haiden, 2004


2. Relasi Pendidik dan Peserta Didik dalam Seting
Pembelajaran Autis

 Berdasarkan penelitian, empati dan peran aktif keluarga


memainkan peran yang sangat menentukan keberhasilan
pembelajsran terhadap anak autis. Elliot ; Winerman, 1994
 Interaksi dengan anak-anak autis memerlukan kedekatan
yang lebih dalam antara guru dan peserta didiknya. Torey
Hayden, 2004
 Interaksi pembelajaran dalam konteks anak autis
memposisikan guru dan anak secara timbal balik. Ellen
Sulaiman, 2004
 Sulaiman menyatakan : Guru menjadi murid. Anak
menjadi guru. Dengan demikian mereka menunjukkan
arah sehingga mereka akan termotivasi dan motivasi
adalah kunci keberhasilan program ini.
3. Strategi Pembelajaran Anak Autis

 Pengasuh yang berkualitas selalu menyesuaikan program


perawatan mereka dengan keadaan khusus individu
terkait. Sama sekali tidak masuk akal menggunakan
teknik-teknik yang sama dengan cara yang sama untuk
semua orang. Buten, 2004
 Teori Antecendent Behavior Consequence atau
Applied Behavior Analysis yang sering digunakan untuk
anak autis.
 Antecendent – instruksi atau prakejadian
 Behavior – perilaku atau respon sesuai instruksi
 Consequence – akibat / dampak
Loovas dalam Puspita, 2004 ; Maulana, 2007
 Pembelajaran anak-anak autis ditujukan
untuk penumbuhan dan pengembangan
kemampuan anak mengenali diri dan
kemampuan untuk berinteraksi dengan
orang lain dan lingkungannya.
 Dr. Lam Chee Ming dan Chan Yee Pei
dalam konferensi anak autistik di
Singapura tahun 2004, dalam Puspita,
2004, mengajukan hierarki target
pembelajaran anak autis.
Piramida Target Pembelajaran Anak Autis

Socialization Sosialisasi

Academic Skill Keterampilan akademik

Work-Habits Self-Help Functional


Self-Regulation Independence Communication

Kebiasaan kerja Bebas membantu Komunikasi


Peraturan sendiri diri sendiri fungsional
 Pembentukan sikap kerja anak –
mengembangkan kontrol diri
 Kemampuan anak - bersikap mandiri
 Kemampuan anak – melakukan komunikasi
 Semua itu merupakan tantangan yang sangat
berat sebab penderita autis umumnya
menggunakan isyarat yang tidak mudah
dipahami oleh orang normal.

Williams, 2004
Kegiatan Belajar 3

Karakteristik dan Kebutuhan Pendidikan


Anak Berkesulitan Belajar
A.Filsafat Pendidikan bagi Kelas Khusus

 Konsep ketidakmampuan belajar muncul sebagai


bagian dari tantangan bahwa semua anak akan
secara otomatis belajar pada saat mereka
mencapai kesiapan dan kematangan.
 Johnson (1962) menyatakan bahwa anak-anak
tidak lagi memperoleh manfaat yang lebih
daripada di kelas biasa karena di kelas-kelas
khusus lingkungannya ditujukan bagi anak-anak
yang mempunyai kekurangan.
B. Modifikasi Tugas-tugas Disesuaikan dengan
Kemampuan dan Gaya Belajar Siswa

 Bagian esensial dari proses perencanaan dan


evaluasi siswa yang mengalami kesulitan belajar
mencakup penganalisisan kemampuan dan gaya
belajar yang berkaitan dengan tugas-tugas
instruksional yang terjadi di kelas.
 Guru harus mengadaptasi hampir seluruh materi
dan strategi pembelajaran sebelum memulai
pembelajaran.
1. Modifikasi Tugas Disesuaikan pada Kesiapan
Siswa

 Bila materi tugas disesuaikan dengan kesiapan


mereka untuk belajar, maka guru telah
memfasilitasi belajar anak itu.
 Tugas-tugas dapat dianalisis melalui dimensi
proses. Spenry (1974) menunjukkan dimensi-
dimensi untuk dipertimbangkan dalam
menganalisis tugas-tugas dari yang paling sulit
kepada yang kurang sulit.
 Dari komunikasi eksternal kepada yang internal.
 Lebih sulit mengemukakan apa yang diketahui
daripada hanya mengenal apa yang ditunjukkan.
a. Dari situasi sosial kepada yang non-sosial.
Bekerja dalam kelompok lebih sulit bekerja
sendiri-sendiri.
b. Dari materi dan respon yang abstrak kepada
yang konkret. Menjumlahkan angka-angka lebih
sulit daripada menjumlahkan lidi.
c. Dari materi dan respon verbal kepada yang
nonverbal. Tugas-tugas kebahasaan lebih sulit
daripada visual – gerak.
2. Modifikasi Proses-proses Tugas Disesuaikan
dengan Gaya-gaya Belajar Siswa

 Untuk meningkatkan penyerapan materi yang


disajikan, tugas-tugas harus disesuaikan dengan
bagaimana setiap siswa belajar.
 Siswa dengan ketidakmampuan belajar
mempunyai cara unik belajar yang mudah
baginya untuk menyerap materi yang disajikan.
Michenbaum (1976) menyarankan tiga
langkah dalam modifikasi tugas :

a. Manipulasi tugas
b. Mengubah lingkungan
c. Memberikan dukungan / spirit
C. Sekolah Inklusif

 Pendidikan inklusif menciptakan sebuah


semangat kompetensi yang konstruktif, bukan
hanya di antara anak-anak, tetapi anak-anak
tersebut akan bersaing dengan dirinya.
 Dalam sebuah sekolah inklusif, seorang anak
diharapkan untuk belajar bertindak menurut
keterampilan, kebutuhan, dan kemampuannya.
 Kurikulum harus fleksibel untuk mengakomodasi
keberagaman peserta didik.
1. Konsep Pendidikan Inklusif

 Pendidikan untuk semua harus mempertimbangkan kebutuhan


mereka yang miskin dan tidak beruntung, termasuk yang
berkebutuhan khusus. ( UNESCO, 2000 )
 Pendidikan inklusif merupakan suatu pandangan yang menuntut
adanya perubahan layanan pendidikan yang tidak diskriminatif,
menghargai perbedaan, dan pemenuhan kebutuhan setiap individu
berdasarkan kemampuannya.
 Pendidikan inklusif adalah sebuah proses yang sistematis
mengantarkan anak-anak berkebutuhan khusus dan kelompok anak
tertentu pada usia yang sama ke dalam lingkungan yang alami
tempat di mana umumnya anak-anak bermain dan belajar. ( Phil
Foreman, 2001 )
 Pendidikan inklusif merupakan filosofi pendidikan yaitu bagian dari
keseluruhan. ( Bern, 1977 )
 Sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama
dengan layanan pendidikan yang disesuaikan kemampuan dan
kebutuhan siswa. ( Stainback, 1990 )
2. Prinsip Pendidikan Inklusif dalam Pembelajaran

 Konsep paling mendasar dalam pendidikan inklusif adalah


bagaimana agar peserta didik dapat belajar bersama, belajar untuk
dapat hidup bersama.
 Johnsen dan Miriam Skojen (2001) menjabarkan dalam tiga
prinsip, yaitu (1) setiap anak termasuk dalam komunitas setempat
dan dalam suatu kelas atau kelompok, (2) hari sekolah diatur penuh
dengan tugas-tugas pembelajaran kooperatif dengan perbedaan
pendidikan dan fleksibilitas dalam memilih dengan sepuas hati, dan
(3) guru bekerja bersama dan mendapat pengetahuan pendidikan
umum, khusus, dan teknik belajar individu serta keperluan-
keperluan pelatihan dan bagaimana mengapresiasikan
keanekaragaman dan perbedaan individu dalam pengorganisasian
kelas.
Mulyono mengidentifikasikan prinsip pendidikan inklusif ke
dalam 9 elemen dasar yang memungkinkan pendidikan
inklusif dapat dilaksanakan.

1. Sikap guru yang positif terhadap kebinekaan


2. Interaksi promotif
3. Pencapaian kompetensi akademik dan sosial
4. Pembelajaran adaptif
5. Konsultasi kolaboratif
6. Hidup dan belajar dalam masyarakat
7. Hubungan kemitraan antara sekolah dengan
keluarga
8. Belajar dan berpikir independen
9. Belajar sepanjang hayat
3. Prosedur Pembelajaran yang Inklusif

Prosedur yang ideal untuk mengembangkan


program pembelajaran ini sebagaimana
dikemukakan UNESCO (2004) yang dimodifikasi
kembali oleh Tim Direktorat PLB dan IDP Norway,
memiliki lima aspek yaitu :

a. Pembentukan tim pembelajaran inklusif


b. Mengidentifikasi kebutuhan
c. Mengembangkan tujuan pembelajaran
d. Merancang pengembangan pembelajaran
e. Menentukan evaluasi kemajuan
D. Penilaian bagi Peserta Didik Berkelainan
Untuk melakukan evaluasi perlu mempertimbangkan
hal-hal berikut :

1. Apakah pembelajaran dalam seting inklusif yang


dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan
atau yang telah ditetapkan ? Bagaimana kita bisa
memperbaikinya ? Apa saja yang harus
dilakukan ?
2. Perubahan apa saja yang telah dilakukan,
khususnya dalam pembelajaran ?

Anda mungkin juga menyukai