DERMATITIS VENENATA
Dermatitis Venenata merupakan dermatitis kontak iritan tipe akut lambat (gejala sama dengan DKI akut
namun lesi baru muncul 8-24 jam atau lebih setelah kontak) yang biasanya disebabkan oleh gigitan, liur atau
bulu serangga yang terbang pada malam hari, atau dapat juga disebabkan oleh terpaparnya bahan iritan dari
beberapa tanaman seperti rumput, bunga, pohon mahoni, dan lain sebagainya.
Spesies serangga yang paling sering menyebabkan dermatitis venenata adalah dari genus Paederus.
Paederus dewasa panjang tumbuhnya 7-10 mm dan lebar 0,5 mm seukuran dengan nyamuk. Paederus
berkepala hitam dengan abdomen di caudalnya dan juga elytral (struktur yang membungkus sayap dan
sepertiga atas segmen abdomen). Meskipun paederus dapat terbang, namun paederus lebih sering berlari dan
meloncat.
Paederus merupakan makhluk nocturnal dan tertarik dengan cahaya putih dan terang. Hemolimfe dari
paederus mengandung suatu bahan aktif yakni paederin yang kemudian menyebabkan keluhan gatal, rasa
panas tebakar, kemerahan pada kulit yang timbul dalam 12-48 jam setelah kulit terpapar
Salah satu penyebab munculnya dermatitis venenata adalah toksin yang terdapat pada gigitan, liur, maupun bulu
serangga. Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh toksin melalui 4 mekanisme kerja kimiawi
atau fisis. Toksin dapat merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah
daya ikat air terhadap kulit.
Kebanyakan toksin dapat mengakibatkan kerusakan membaran. Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan
melepaskan asam arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), platelet activating factor (PAF), dan inositida (IP3). AA dirubah
menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). Prostaglandin dan leukotrien menginduksi vasodilatasi, dan
meningkatkan permeabilitas vaskular sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga
bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mas melepaskan histamin, LT
dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskular.
Diasilgliserida dan second messengers lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein, misalnya interleukin-1
(IL-1) dan granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-penolong mengeluarkan
IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2, yang menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut. Pada kontak
dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNF-α yang dapat mengaktivasi sel T, makrofag dan granulosit.
Rentetan kejadian tersebut mengakibatkan gejala peradangan klasik di tempat terjadinya kontak dengan kelainan
kulit setelah kontak berulang kali, yang dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi
menyebabkan desikasi sehingga kulit kehilangan fungsi sawarnya. Hal tersebut akan mempermudah kerusakan sel
dilapisan kulit yang lebih dalam.
GAMBARAN KLINIS
Dermatitis venenata termasuk ke dalam tipe DKI akut lambat. Keluhan yang dirasakan dirasakan pedih,
panas, rasa terbakar, dan gatal. Gejala klinis yang dapat ditemukan dari pasien dengan dermatitis venenata
antara lain:
a. Tidak ada gejala prodromal.
b. Lesi muncul tiba-tiba pada pagi hari atau setelah berkebun dan terasa gatal serta pedih.
c. Kulit yang terpapar oleh bahan aktif paederin akan menjadi eritem, disertai rasa perih, panas dan
terbakar. Bila lesi ini digaruk, maka lesi ini akan menyebar dan membentuk gambaran lesi berupa patch
eritem linear yang kemudian berlanjut menjadi vesikel, bula, terkadang bula menjadi pustular, bahkan
nekrosis. Pada pasien yang datang ke tenaga medis, bula dapat intak ataupun sudah terjadi erosi dengan
dasar eritem. Lesi mulai muncul setelah 8-24 jam setelah terpapar bahan aktif dan membaik dalam waktu
seminggu
d. Lesi biasanya terjadi pda tempat yang tidak tertutupi, misalnya tangan, kaki juga leher dan wajah,
khususnya area periorbital, yang merupakan bagian tubuh paling sering menjadi predileksi.
e. Adanya kissing phenomenon, yang berarti yang tertempel atau terkena lesi akan berubah menjadi lesi
yang baru
DIAGNOSIS
Pengobatan topikal :
1. Bentuk akut dan eksudatif diberi kompres larutan garam faali (NaCl 0,9%) atau
Burrow’s solution. Kompres dingin dilakukan untuk mengurangi pembentukan vesikel
dan membantu mengurangi pertumbuhan bakteri. Kompres ini diganti setiap 2-3 jam.
2. Bentuk kronis dan kering, untuk mengatasi peradangan pada rekasi lokal, dapat
diberikan krim hydrocortisone 1% yang merupakan lini pertama pengobatan sebagai
antiinflamasi ringan, atau diflucortolone valerat 0,1% atau krim betamethasone
valerat 0,005-0,1%, atau untuk kelainan yang kronis dapat diawali dengan
kortikosteroid dosis yang lebih kuat. Apabila terjadi reaksi sistemik maka
dipertimbangkan pemberian obat secara sistemik.
Pengobatan sistemik
Kortikosteroid sistemik hanya diberikan penyakit berat. Ketika pertahanan kulit rusak, hal tersebut
berpotensial untuk terjadinya infeksi sekunder oleh bakteri. Perubahan pH kulit dan mekanisme
antimikroba yang telah dimiliki kulit, mungkin memiliki peranan yang penting dalam evolusi, persisten,
dan resolusi dari dermatitis akibat iritan, tapi hal ini masih dipelajari. Secara klinis, infeksi diobati
dengan menggunakan antibiotik oral untuk mencegah perkembangan selulit dan untuk mempercepat
penyembuhan. Antihistamin mungkin dapat mengurangi pruritus yang disebabkan oleh dermatitis
akibat iritan. Secara klinis antihistamin biasanya diresepkan untuk mengobati beberapa gejala
simptomatis.
a. Kortikosteroid, hanya untuk kasus yang berat dan digunakan dalam waktu singkat.
- Prednisone
Dewasa : 5-10 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o
Anak : 1 mg/KgBB/hari
- Dexamethasone
Dewasa : 0,5-1 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o
Anak : 0,1 mg/KgBB/hari
- Triamcinolone
Dewasa : 4-8 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o
Anak : 1 mg/KgBB/hari
b. Antihistamin
- Chlorpheniramine maleat
Dewasa : 3-4 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o
Anak : 0,09 mg/KgBB/dosis, sehari 3 kali
- Diphenhydramine HCl
Dewasa : 10-20 mg/dosis i.m. sehari 1-2 kali
Anak : 0,5 mg/KgBB/dosis, sehari 1-2 kali
- Loratadine
Dewasa : 1 tablet sehari 1 kali
c. Antibiotik sistemik