Anda di halaman 1dari 26

TRAUMA

MUSKULOSKELETAL
OLEH:
YULINDA ANTARA
CINDY LUMENGGA
DEWI LARASATI
TINJAUAN TEORI
Etiologi
a. cedera traumatik cedera traumatik pada tulang
Definisi
dapat disebabkan oleh
Sistem muskuloskletal merupakan sistem yang
 
terdiri dari tulang, otot, kartilago, ligamen, tendon,
1.cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap
fascia, bursae dan persendian. Trauma merupakan
tulang sehingga tulang pata secara
keadaan ketika seseorang mengalami cedera dan
spontan.pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
mengakibatkan trauma yang disebabkan paling
melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
umum adalah kecelakaan lalulintas, industri,
2.cedera tidak langsung berarti pukulan langsung
olahraga, dan pekerjaan rumah tangga. Trauma
berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh
Muskuloskletal adalah kondisi dimana terjadinya
dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur
cedera atau trauma pada sistem muskuloskeletal
klavikula
yang menyebabkan disfungsi struktur disekitarnya
 3.Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang
dan struktur pada bagian yang dilindungi dan
mendadak dari otot yang kuat
penyangga
ETIOLOGI NEXT...

b. Fraktur patologik dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapatmengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
1.tumor tulang (jinak atau ganas : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
dan progresi
 
2.infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul
sebagaisalah satu proses yang progresi, lambat dan sakit nyeri.
 
3. rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi
kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi vitamin D atau oleh karena asupan
kalsium atau Fosfat yang rendah
 
C. secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit
polio dan orang yang bertugas dikemiliteran
PATOFISIOLOGI
A. Fase Hematum

1. Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume disekitar fraktur

2. setelah 24 jam suplai darah di sekitar fraktur meningkat

B. Fase granulasi jaringan

1.terjadi 1-5 hari setelah injury

2.pada tahap phagositosis aktif produk neorosis

3.itematome berubah menjadi granulasi jaringan yang berisi pembuluh darah baru fogoblast danosteoblast.

C. Fase Formasi callus

1. terjadi 6-10 hari setelah injuri

2. Granulasi terjadi perubahan berbentuk callus

D. Fase ossificasi

1. mulai pada 2-3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh

2. Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan kalsium yang menyatukan tulang yang patah

E. Fase consolidasi dan remadelling

Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk dengan oksifitas osteoblast dan osteuctas
Manifestasi Klinis Penatalaksanaan
a. deformitas a. Fraktur reduction
Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang -manipulasi atau pen urunan tertutup, manipulasi non bedah
berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan penyusunan kembali secara manual dari fragmen-fragmen tulang
contur terjadi seperti: terhadap posisi otonomi sebelumnya.
1. Rotasi pemendekan tulang
Penurunan terbuka merupakan perbaikan tulang terusan penjajaran
2. Penekanan tulang
insisi pembedahan,seringkali memasukan interval viksasi terhadap
b. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi
fraktur dengan kawat, sekrup peniti plates batang intramedulasi dan
ekstrevaksasi yang berdekatan dengan fraktur
paku. Type lokasi fraktur tergantung umur klien.
c. Echumosis dari perdarahan Subculaneous
Peralatan traksi:
d. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
e.tenderness/keempukan -traksi kulit biasanya untuk pengobatan jangka pendek
f.Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah -traksi otot pembedahan biasanya untuk periode jangka panjang
tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah B. Fraktur immobilisasi
yang berdekatan Pembalut (gips), Eksternal fiksasi, Internal fiksasi, Pemilihan
g. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari fraksasi
rusaknya saraf/perdarahan) C. Fraksasi terbuka
h. Pergerakan abnormal
Pembedahan debridment dan irigrasi, imunisasi tetanus, terapi
i. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
antibiotic prophylactic, immobilisasi
j. Krepitasi
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA
SISTEM MUSKULOSKELETAL
Pengertian
• Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan. (E. Oerswari, 1989 : 144).
• Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347).
• Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur
terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk
terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).
ETIOLOGI

• Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
• Cedera traumatic : Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh Cedera langsung
berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata secara spontan. Pemukulan
biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
• Fraktur Patologik :Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan
• Secara spontan :disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada
penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
PATOFISIOLOGI
Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu :
• Fase hematum : Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume disekitar fraktur. Setelah
24 jam suplai darah di sekitar fraktur meningkat.
• Fase granulasi jaringan : Terjadi 1 – 5 hari setelah injury Pada tahap phagositosis aktif produk
neorosis, Itematome berubah menjadi granulasi jaringan yang berisi pembuluh darah baru fogoblast
dan osteoblast.
• Fase formasi callus : Terjadi 6 – 10 harisetelah injuri, Granulasi terjadi perubahan berbentuk callus
• Fase ossificasi : Mulai pada 2 – 3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh. Callus permanent
akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan garam kalsium yang menyatukan tulang yang patah.
• Fase consolidasi dan remadelling : Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk callus
terbentuk dengan oksifitas osteoblast dan osteuctas (Black, 1993 : 19 ).
TANDA DAN GEJALA

• Deformitas
• Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur
• Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
• Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
• Tenderness/keempukan
• Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
• Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)
• Pergerakan abnormal
• Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
• Krepitasi (Black, 1993 : 199).
.      PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Foto Rontgen
Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
Mengetahui tempat dan type fraktur Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan
selama proses penyembuhan secara periodic
• Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
• Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
• Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menrurun ( perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple)
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma
• Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple atau cedera hati
PENATALAKSANAAN

• Fraktur Reduction : Manipulasi atau penurunan tertutup, manipulasi non bedah


penyusunan kembali secara manual dari fragmen-fragmen tulang terhadap posisi otonomi
sebelumnya
• Fraktur Immobilisasi: Pembalutan (gips), Eksternal Fiksasi, Internal Fiksasi, Pemilihan
Fraksi
• Fraksi terbuka: Pembedahan debridement dan irigrasi, Imunisasi tetanus, Terapi antibiotic
prophylactic, Immobilisasi (Smeltzer, 2001).
.      ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian
Pengkajian Primer
• Airway
• Breathing
• Circulation
PENGKAJIAN SEKUNDER

•   Aktivitas/istirahat, kehilangan fungsi pada bagian yangterkena


• Keterbatasan mobilitas, Sirkulasi
• Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas), Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
• Tachikardi, Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
• Cailary refil melambat, Pucat pada bagian yang terkena, Masa hematoma pada sisi cedera
• Neurosensori, Kesemutan, Deformitas, krepitasi, pemendekan, Kelemahan, Kenyamanan
• nyeri tiba-tiba saat cidera, spasme/ kram otot, Keamanan, laserasi kulit, perdarahan
• perubahan warna, pembengkakan local
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

• Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema
dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas
• Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil : - Nyeri berkurang atau hilang dan klien tampak tenang.
• Intervensi dan Implementasi :
• Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
NEXT
• Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri

• Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri


R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri
• Observasi tanda-tanda vital.
R/ untuk mengetahui perkembangan klien
• Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik
R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok
stimulasi nyeri.
• Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan, ketidak edekuatan oksigenasi, ansietas, dan gangguan
pola tidur.
• Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil : - perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.
- pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.
- Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
Intervensi dan Implementasi :
• Rencanakan periode istirahat yang cukup.
R/ mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.
• Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang
tepat, mobilisasi dini.
• Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
R/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
• Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
R/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.
•  
• Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik,
kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi,
kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
• Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
NEXT INTERVENSI

• Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.


R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
• Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
• Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
• Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
• Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
• Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
• Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.
• Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi
pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
• Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil : - penampilan yang seimbang, melakukan pergerakkan dan perpindahan.
- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
    0 = mandiri penuh
    1 = memerlukan alat Bantu.
    2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
    3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
    4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
• Intervensi dan Implementasi :
• Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
• Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
• Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
• Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
• Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
• Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan,
prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
• Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
• Intervensi dan Implementasi :
• Pantau tanda-tanda vital.
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
• Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
• Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
• Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
• Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
• Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
• Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses
pengobatan.
Kriteria Hasil : - melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu
tindakan.
- memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen
perawatan.
• Intervensi dan Implementasi:
• Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
R/ mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
• Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
R/ dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi
rasa cemas.
• Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
R/ diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
• Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
R/ mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai