30101306950
• Ruptur urethra merupakan suatu
kegawatdaruratan bedah. Sekitar 70% dari
kasus fraktur pelvis terjadi akibat kecelakaan
kendaraan bermotor. 25% kasus didapatkan
akibat jatuh dari ketinggian , dan ternyata
trauma tumpul didapatkan lebih dari 90%
kasus cedera urethra.
• Secara keseluruhan pada terjadinya fraktur
pelvis, ikut pula terjadi cedera urethra
bagian posterior ( 3,5%-19% ) pada pria dan
(0%-6%) pada urethra perempuan.
Trauma uretra terjadi akibat cedera yang
berasal dari luar (eksternal) dan cedera
iatrogenik akibat instrumentasi pada uretra.
Trauma tumpul yang menimbulkan fraktur
tulang pelvis menyebabkan ruptur uretra
pars membranasea, sedangkan trauma
tumpul pada selangkangan / straddle injury
dapat menyebabkan rupture uretra pars
bulbosa.
Rupture uretra dibagi atas rupture uretra posterior
yang terletak proksimal diafragma urogenital dan
rupture uretra anterior yang terletak distal
diafragma urogenital.
• Cedera menyebabkan memar dinding dengan
atau tanpa robekan mukosa baik parsial atau
total. Ruptur uretra posterior hampir selalu
disertai fraktur tulang pelvis. Akibat fraktur
tulang pelvis, terjadi robekan pars membranasea
karena prostat dengan uretra prostatika tertarik
ke cranial bersama fragmen fraktur , sedangkan
uretra membranasea terikat di diafragma
urogenital.
Darah yang keluar dari meatus uretra
eksternum setelah mengalami trauma
Pada rupture uretra posterior, terdapat
tanda patah tulang pelvis. Pada daerah
suprapubik dan abdomen bagian bawah ,
dijumpai jejas , hematom, dan nyeri tekan.
Bila disertai rupture kandung kemih, bisa
ditemukan tanda rangsangan peritoneum.
• Klasifikasi trauma uretra Colapinto & McCallum 1977 :
•
Tipe I : uretra teregang (stretched) akibat ruptur
ligamentum puboprostatikum dan hematom periuretra.
Uretra masih intack.
Trauma panggul/perineum
Retensio urin
Sistostomi Sistostomi
Stent uretra - kalau perlu didahului reposisi dan fiksasi simfisis pubis
(6 – 12 bulan)
Uretroplasty Primer
Repair primer dengan end-to-end
anastomosis hanya dapat dilakukan pada
penderita non trauma atau tidak disertai
dengan fraktur pelvis, pasien dalam keadaan
optimal dan terbukti mengalami ruptur
urethra posterior .
Komplikasi dini setelah rekonstruksi uretra
adalah infeksi, hematoma, abses periuretral,
fistel uretrokutan, dan epididimitis.
Komplikasi lanjut yang paling sering terjadi
adalah striktur uretra. Khusus pada rupture
uretra posterior, dapat timbul komplikasi
impotensi dan inkontinensia.
Komplikasi dari cedera pada pelvis sulit dibedakan dengan
komplikasi akibat paska uretroplasti atau cedera buli-buli.
Komplikasi yang mungkin timbul yaitu :
1. Impotensi
Ditemukan 13-30% dari penderita dengan fraktur pelvis dan pada
cedera uretra yang dirawat dengan pemasangan kateter .Cedera
pada saraf parasimpatis penil merupakan penyebab terjadinya
impotensi setelah fraktur pelvis
2. Inkontinesia
Insiden terjadinya inkoinsiden inkontinensia urine rendah ( 2-4
%), dan disebabkan oleh kerusakan pada bladder neck. Oleh
karena itu inkontinensia meningkat pada penderita yang
dilakukan open bladder neck sebelum dilakukan operasi.
3. Striktur
Setelah dilakukan rekonstruksi rupture uretra posterior, 12-15%
penderita terbentuk striktur. Biasanya 96% kasus berhasil
ditangani dengan dilakukan penangan secara endoskopi.