(VERBINTENISSENRECHT)
(Subekti)
HUKUM PERJANJIAN
(VERBINTENISSENRECHT)
(Wirjono Prodjodikoro)
Perjanjian
Dalam bahasa belanda, perjanjian disebut overeenkomst
dan hukum perjanjian disebut overeenkomstenrecht.
Menurut pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang atau lebih. Definisi perjanjian
dalam pasal 1313 ini adalah :
1. Tidak jelas karena setiap perbuatan dapat disebut perjanjian
2. Tidak tampak asas konsensualisme
3. Bersifat dualisme
Tidak jelasnya definisi ini disebabkan di dalam rumusan
tersebut hanya disebutkan perbuatan saja, sehingga yang
bukan perbuatan hukum pun disebut dengan perjanjian.
untuk memperjelas pengertian itu, maka harus dicari
dalam doktrin.
Menurut doktrin yang disebut perjanjian adalah perbuatan
hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan
akibat hukum. Dari definisi di atas, telah tampak adanya
asas konsensualisme dan timbulnya akibat hukum
(tumbuh/lenyapnya hak dan kewajiban).
Menurut Van Dunne, perjanjian adalah suatu hubungan
hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata
sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.
Perikatan yang lahir dari Undang-Undang
Perikatan yang lahir karena UU diatur dalam pasal 1352
KUHPerdata s.d pasal 1380 KUHPerdata. Perikatan
yang lahir dari UU adalah suatu perikatan yang
timbul/lahir/adanya karena telah ditentukan dalam UU itu
sendiri.
Perikatan yang lahir karena UU dapat dibedakan
menjadi dua macam yaitu :
a. Perikatan yang lahir karena UU saja adalah perikatan yang
timbul/lahir/adanya karena adanya hubungan kekeluargaan.
Contohnya alimentasi. Artinya pemberi nafkah dari seorang
anak kepada orang tuanya yang tidak mampu lagi mencari
nafkah untuk dirinya.
b. Perikatan yang lahir karena perbuatan manusia.
Perbuatan manusia dapat dibedakan menjadi yaitu perbuatan
yang dibolehkan dan melanggar hukum (pasal 1365
KUHPerdata). Yang termasuk perbuatan yang diperbolehkan
adalah pembayaran tak terutang (pasal 1359 KUHPerdata) dan
zaakwaarneming (pasal 1354 KUHperdata).
Unsur-unsur pembayaran tak terutang ialah :
1. Pembayaran dengan perkiraan suatu utang
2. Pembayaran itu dapat dituntut kembali
Unsur-unsur zaakwaarneming yaitu :
3. Secara sukarela mengurus kepentingan pihak lain tanpa dibebani
kewajiban hukum
4. Perbuatan yang dilakukan tanpa adanya persetujuan dari pihak yang
diurusnya karena secara diam-diam pihak yang mengurusnya telah
mengikatkan dirinya untuk melanjutkan penyelesaian perbuatannya
5. Kedudukan pihak yang mengurus dapat beralih menjadi penerima
kuasa.
Perbuatan melawan hukum (Onrechtmatigedaad)
Menurut ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata yaitu : ”setiap
perbuatan melawan hukum, yang oleh karenanya
Menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang
yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian itu
mengganti kerugian”.
Dari ketentuan pasal tersebut jelas terlihat unsur-unsur
perbuatan melawan hukum adalah :
1). Perbuatan tersebut harus melawan hukum.
2). Harus ada kesalahan
3). Harus ada kerugian yang ditimbulkan.
4). Adanya hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian.
Pengertian perbuatan melawan hukum atau
Onrechtmatigedaad dalam putusan H.R 1919 adalah dalam
arti luas karena tidak hanya melawan undang-undang, tetapi
juga bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku,
kesusilaan, dan kecermatan yang harus diindahkah dalam
masyarakat.
Hapusnya perikatan
Suatu perjanjian yang dibuat oleh kreditur dan debitur secara
umum pada suatu saat akan berkahir dan dengan demikian
hapuslah perikatan tersebut.
Apabila kita tinjau mengenai hapusnya perikatan itu terdapat
peraturannya yaitu Mengenai hapusnya perikatan menurut
pasal 1381 KUHPerdata, terjadi karena 10 hal yaitu :
Karena pembayaran
Adanya consignatie yaitu penawaran pembayaran tunai
diikuti oleh penyimpanan barang atau penitipan barang
Pembaharuan utang (novatie)
Pencampuran utang
Adanya kompensasi berarti penghitungan utang masing-
masing pihak atau perjumpaan utang
Pembebasan utang
‘Hapusnya barang yang terutang
Pembatalan perjanjian atau kebatalan
Berlakunya suatu syarat pembayaran
Lewat waktu (daluwarsa)
Pengertian Daluwarsa
Daluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau
untuk di bebaskan dari suatu prikatan dengan lewatnya suatu
waktu tertentu dan atas syarat syarat yang di tentukan oleh
undang-undang.
Tak diperkenankanlah seseorang melepaskan daluwarsa,
sebelum tiba waktunya, namun bolehlah ia melepaskan
suatu daluwarsa yang sudah di perolehnya.
Adanya pelepasan daluwarsa yang dilakukan dengan tegas
dan ada pelepasan daluarsa yang terjadi secara diam diam.
barang siapa tidak di perbolehkan memindah tangankan
suatu barang ,ia pun tidak di perbolehkan melepaskan suatu
daluwarsa yang di perolehnya.
Macam-macam Daluwarsa
Ada dua macam daluwarsa atau vejaring :
1. Acquisiteeve verjaring adalah lampau waktu yang menimbulkan
hak. Syarat adanya daluwarsa ini harus ada iktikad baik dari
pihak yang menguasai benda tersebut. Misalnya B menguasai
menguasai tanah pekarangan tanpa adanya titel yang sah selama
30 tahun.Selama waktu itu tidak ada gangguan dari pihak
ketiga,maka demi hukum,tanah pekarangan itu menjadi
miliknya(pasal 1963KUH Perdata;Pasal 2000NBW).
2. Extinctieve verjaring ialah lampau waktu yang melenyapkan atau
membebaskan terhadap tagihan atau kewajiban. Contoh,A telah
meminjam uang pada B sebanyak Rp5.000.000,00.Dalam jangka
waktu 30 tahun,uang itu tidak ditagih oleh B maka berdasarkan
ketentuan hukum yang berlaku,maka A di bebaskan untuk
membayar utangnya pada B.
Asas-Asas Perjanjian
1. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan
Pasal 1338 ayat (1) KUHPer, yang berbunyi: “Semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya.”
Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan
kepada para pihak untuk:
a. membuat atau tidak membuat perjanjian;
b. mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
c. menentukan isis perjanjian, pelaksanaan, dan
persyaratannya, serta
d. menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.
Istilah latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah
adanya paham individualisme yang secara embrional lahir dalam
zaman Yunani, yang diteruskan oleh kaum Epicuristen dan
berkembang pesat dalam zaman renaissance melalui antara lain
ajaran-ajaran Hugo de Grecht, Thomas Hobbes, John Locke dan
J.J. Rosseau. Menurut paham individualisme, setiap orang bebas
untuk memperoleh apa saja yang dikehendakinya. Dalam hukum
kontrak asas ini diwujudkan dalam “kebebasan berkontrak”. Teori
leisbet fair in menganggap bahwa the invisible hand akan menjamin
kelangsungan jalannya persaingan bebas. Karena pemerintah sama
sekali tidak boleh mengadakan intervensi didalam kehidupan sosial
ekonomi masyarakat. Paham individualisme memberikan peluang
yang luas kepada golongan kuat ekonomi untuk menguasai
golongan lemah ekonomi. Pihak yang kuat menentukan kedudukan
pihak yang lemah. Pihak yang lemah berada dalam cengkeraman
pihak yang kuat sperti yang diungkap dalam exploitation de homme
par l’homme.
2. Asas Konsensualisme (concensualism)
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320
ayat (1) KUHPer. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa
salah satu syarat Sahnya perjanjian adalah adanya kata
kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini
merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada
umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup
dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak.
Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan
pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.Asas
konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan
hukum Jerman. Didalam hukum Jerman tidak dikenal
istilah asas konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan
sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil
adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan
secara nyata (dalam hukum adat disebut secara kontan).
Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang
telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta
otentik maupun akta bawah tangan). Dalam hukum Romawi
dikenal contractus verbis literis dan contractus innominat
yang artinya bahwa terjadinya perjanjian apabila memenuhi
bentuk yang telah ditetapkan. Asas konsensualisme yang
dikenal dalam KUHPer adalah berkaitan dengan bentuk
perjanjian.
3. Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda)
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta
sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan
akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas
bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi
kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya
sebuah undang undang.
Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap
substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal
1338 ayat (1) KUHPer. Asas ini pada mulanya dikenal
dalam hukum gereja. Dalam hukum gereja itu disebutkan
bahwa terjadinya suatu perjanjian bila ada kesepakatan
antar pihak yang melakukannya dan dikuatkan dengan
sumpah. Hal ini mengandung makna bahwa setiap
perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak merupakan
perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur
keagamaan. Namun, dalam perkembangan selanjutnya
asas pacta sunt servanda diberi arti sebagai pactum, yang
berarti sepakat yang tidak perlu dikuatkan dengan sumpah
dan tindakan formalitas lainnya. Sedangkan istilah nudus
pactum sudah cukup dengan kata sepakat saja.
4. Asas Itikad Baik (good faith)
Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3)
KUHPer yang berbunyi: “Perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan
asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan
debitur harus melaksanakan substansi kontrak
berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh
maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad
baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik
nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad yang pertama,
seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang
nyata dari subjek. Pada itikad yang kedua, penilaian
terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran
yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak
memihak) menurut norma-norma yang objektif.
5. Asas Kepribadian (personality)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan
bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau
membuat kontrak hanya untuk kepentingan
perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal
1315 dan Pasal 1340 KUHPer. Pasal 1315 KUHPer
menegaskan: “Pada umumnya seseorang tidak dapat
mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk
dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa
untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus
untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUHPer
berbunyi “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang
membuatnya.” Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian
yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang
membuatnya.
Namun demikian, ketentuan itu terdapat pengecualiannya
sebagaimana diintridusir dalam Pasal 1317 KUHPer yang
menyatakan: “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan
pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri,
atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat
semacam itu.” Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat
mengadakan perjanjian/kontrak untuk kepentingan pihak ketiga,
dengan adanya suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam
Pasal 1318 KUHPer, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri
sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk
orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Jika dibandingkan
kedua pasal itu maka Pasal 1317 KUHPer mengatur tentang
perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318
KUHPer untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang
orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan
demikian, Pasal 1317 KUHPer mengatur tentang pengecualiannya,
sedangkan Pasal 1318 KUHPer memiliki ruang lingkup yang luas.
6.Asas Kepercayaan
Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa
setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan
memenuhi setiap prestasi yang diadakan diantara
mereka dibelakang hari.
7. Asas Persamaan Hukum
Asas persamaan hukum mengandung maksud bahwa
subjek hukum yang mengadakan perjanjian
mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang
sama dalam hukum. Mereka tidak boleh dibeda
bedakan antara satu sama lainnya, walaupun subjek
hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan ras.
8. Asas Kesimbangan
Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua
belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur
mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan
dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur,
namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan
perjanjian itu dengan itikad baik.
9. Asas Moralitas
Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu suatu
Perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak
baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur. Hal ini
terlihat dalam zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan
perbuatan dengan sukarela (moral). Yang bersangkutan
mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan
menyelesaikan perbuatannya. Salah satu faktor yang memberikan
motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu
adalah didasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati
nuraninya.
10. Asas Kepatutan
Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPer. Asas ini
berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian yang
diharuskan oleh kepatutan berdasarkan sifat perjanjiannya.
11. Asas Kebiasaan
Asas ini dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu
perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas
diatur, akan tetapi juga hal-hal yang menurut kebiasaan lazim
diikuti.
12. Asas Perlindungan
Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur
dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu
mendapat perlindungan itu adalah pihak debitur karena pihak ini
berada pada posisi yang lemah.Asas-asas inilah yang menjadi dasar
pijakan dari para pihak dalam menentukan dan membuat suatu
kontrak/perjanjian dalam kegiatan hukum sehari-hari. Dengan demikian
dapat dipahami bahwa keseluruhan asas diatas merupakan hal penting
dan mutlak harus diperhatikan bagi pembuat kontrak/perjanjian sehingga
tujuan akhir dari suatu kesepakatan dapat tercapai dan terlaksana
sebagaimana diinginkan oleh para pihak.
Sumber-sumber perikatan
Sumber-sumber perikatan yang ada di Indonesia adalah Perjanjian
dan undang-undang, dan sumber dari undang-undang dapat dibagi
lagi menjadi undang-undang melulu dan undang-undang dan
perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan
manusia dibagi lagi menjadi perbuatan melawan hukum.
Contoh dalam perikatan yang timbul karena perbuatan menurut
hukum contohnya mengurus kepentingan orang lain secara
sukarela sebagaimana tertera dalam pasal 1354, dan pembayaran
yang tak terutang tertera dalam pasal 1359. contoh dari perikatan
yang timbul dari undang-undang melulu telah tertera dalam pasal 321
104, (Alimentasi) dan 625 (Pekarangan bertetangga)
Contoh lain dari undang-undang melulu telah tertera dalam
pasal 625 mengenai tetangga yaitu hak dan kewajiban
pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Selain itu,
juga terdapat pula perikatan yang timbul karena melawan
hukum.
Contohnya mengganti kerugian terhadap orang yang
dirugikan, sebagaimana tertera dalam pasal 1365KUHPerdata
Sumber perikatan ialah :
perikatan (pasal 1232 KUHPdt): Perikatan lahir karena suatu
persetujuan atau karena undang-undang. Periktan ditujukan
untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau tidak
berbuat sesuatu (pasal 1234)
Persetujan (pasal 1313 KUHPdt): Suatu persetujuan adalah suatu
perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri
terhadap satu orang lain atau lebih
Undang-undang (pasal 1352 KUPdt): Perikatan yang lahir karena
undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-
undang sebagai akibat perbuatan orang
Macam-Macam Perjanjian
1.Perjanjian jual beli
Dalam pasal 1457 KUHPerd disebutkan bahwa jual-beli
adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu
kebendaan,dan pihak yang satu lain untuk membayar harga
yang telah dijanjikan.Jadi pengertian jual-beli menurut
KUHPerd adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana
pihak yang satu (penjual) berjanji untuk menyerahkan hak
milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya (pembeli)
untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang
sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut (Subekti,
1995: 1).
Perjanjian sewa menyewa
5.Perjanjian penyuruhan
Perjanjian dimana pihak yang satu memberikan perintah kepada
pihak yang lain untuk melakukan perbuatan hukum.
8.Perjanjian kerja
9.Perjanjian perdamaian
Pengertian Perikatan
Dalam bahasa Belanda, istilah perikatan dikenal dengan istilah
“verbintenis”.Istilah perikatan tersebut lebih umum digunakan dalam
Literature hukum di Indonesia. Perikatan diartikan sebagai sesuatu
Yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Namun,
sebagaimana telah dimaklumi bahwa buku III BW tidak hanya
mengatur mengenai ”verbintenissenrecht” tetapi terdapat juga istilah
lain yaitu ”overeenkomst”.
Dalam berbagai kepustakaan hukum Indonesia memakai
bermacam-macam istilah untuk menterjemahkan verbintenis dan
overeenkomst, yaitu:
1. Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Subekti dan Tjiptosudibio
menggunakan istilah perikatan untuk verbintenis dan persetujuan
untuk overeenkomst.
2. Utrecht dalam bukunya Pengantar Dalam Hukum Indonesia
memakai
istilah Perutangan untuk verbintenis dan perjanjian untuk
overeenkomst.
3. Achmad Ichsan dalam bukunya Hukum Perdata IB,
menterjemahkan verbintenis dengan perjanjian dan overeenkomst
dengan persetujuan. Berdasarkan uraian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa dalam bahasa Indonesia dikenal tiga istilah
terjemahan bagi ”verbintenis” yaitu :
1. Perikatan
2. Perutangan
3. Perjanjian
Sedangkan untuk istilah ”overeenkomst” dikenal dengan istilah
terjemahan dalam bahasa Indonesia yaitu :
1. Perjanjian
2. Persetujuan
Overmacht
Keadaan memaksan (overmacht) adalah suatu keadaan yang
terjadi setelah dibuatnya persetujuan yang menghalangi debitur
untuk memenuhi prestasinya dimana debitur tidak dapat
dipersalahkan dan tidak harus menanggung resiko serta tidak dapat
menduga pada waktu persetujuan dibuat. Kesemuanya itu sebelum
debitur lalai untuk memenuhi prestasinya pada saat timbulnya
keadaan tersebut. Yang menjadi dasar bagi debitur adanya
keadaan diluar kekuasaan yang memaksanya sehingga debitur
tidak dapat menepati janjinya. Hal ini disebabkan keadaan yang
tidak dapat diketahuinya akan terjadi keadaan memaksa itu pada
waktu perjanjian dibuat. Di dalam KUHPerdata, pengertian
overmacht atau force majuer atau keadaan memaksa itu diatur
dalam pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata.
Bunyi pasal 1244 KUHPerdata sebagai berikut:
“Jika suatu alas an untuk itu, si berutang harus dihukum mengganti
biaya rugi dan bunga apabila ia tidak dapat membuktikan, bahwa
hal tidak dilaksanakan atau tidak pada waktu yang tepat
dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan karena suatu hal yang
tidak terduga, pun tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya,
kesemuanya itupun jika itikad buruk tidaklah ada pada pihaknya.”
Bunyi pasal 1245 KUHPerdata sebagai berikut :
“Tiadalah biaya, rugi dan bunga harus digantinya, apabila hanya
karena keadaan memaksa atau karena suatu kejadian tidak sengaja
si berhutang berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang
diwajibkan atau lantaran hal-hal yang sama telah melakukan
perbuatan yang terlarang.”
Berdasarkan pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata, apabila debitur
dapat membuktikan dirinya dalam keadaan overmacht (keadaan
terpaksa) itu, maka di pengadilan gugatan pihak kreditur dapat
ditolak dan bahkan tidak dapat dikabulkan ganti rugi, biaya dan
bunga.
Unsur-unsur Overmacht
Unsur-unsur yang terdapat dalam overmacht adalah :
1). tidak dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang
membinasakan atau memusnahkan benda yang menjadi
objek perikatan, ini selalu bersifat tetap.
2). tidak dapat dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa
yang menghalangi perbuatan debitur untuk berprestasi, ini
dapat bersifat tetap atau sementara.
3). peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan
terjadi pada waktu membuat perikatan baik oleh debitur
maupun oleh kreditur, jadi bukan karena kesalahan pihak
pihak khususnya debitur.
Wanprestasi
Wanprestasi timbul apabila salah satu pihak tidak
melakukan apa yang diperjanjikan.
Bentuk dari wanprestasi adalah :
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan,
b. Melaksanakan apa yang diperjanjikan tetapi tidak
sebagaimana mestinya,
c. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat,
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak
boleh dilakukan.
Hubungan Perikatan dan Perjanjian
Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang
berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari pihak lain
orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
2) Pembatalan perjanjian;
3) Peralihan resiko;
ysd/FH-UIB 51
. GANTI KERUGIAN
Yang dimaksud kerugian yang bisa dimintakan penggantikan itu, tidak hanya
biaya-biaya yang sungguh-sungguh telah dikeluarkan (kosten), atau kerugian yang
sungguh-sungguh menimpa benda si berpiutang (schaden), tetapi juga berupa
kehilangan keuntungan (interessen), yaitu keuntungan yang didapat seandainya
siberhutang tidak lalai (winstderving).
ysd/FH-UIB 52
DALUARSA ( VERJARING )