Anda di halaman 1dari 39

TUGAS PERANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DISUSUN OLEH :

1. Ronaldo Limbong 180200121


2. Nanda Fidiansyah 180200322
3. Syarifuddin Alamsyah Siregar 180200325
4. Natasya salsabilla 180200328
5. Alfi Syahrin Nasution 180200329

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIMALUNGUN
NOMOR .. TAHUN ....
TENTANG
PENGELOLAAN SAMPAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIMALUNGUN,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat (2),


Pasal 12 ayat (2), Pasal 17 ayat (3), Pasal 18 ayat (2), Pasal 22
ayat (2), Pasal 24 ayat (3), Pasal 25 ayat (4), Pasal 28 ayat (3),
Pasal 29 ayat (3), Pasal 31 ayat (3), dan Pasal 32 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang
Pengelolaan Sampah.

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia 1945;
2. Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1956 tentang
Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten Kabupaten
dalam Lingkungan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 58
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
1092);
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 69 Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4851);

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SIMALUNGUN
dan
BUPATI SIMALUNGUN
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

1. Daerah adalah Kabupaten Simalungun.


2. Bupati adalah Bupati Simalungun.
3. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Bupati dan DPRD dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
Daerah.
4. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses
alam yang berbentuk padat.
5. Sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan
sehari-hari dalam rumah tangga yang tidak termasuk tinja dan
sampah spesifik.
6. Sampah sejenis sampah rumah tangga adalah Sampah Rumah
Tangga yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri,
kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas
lainnya.
7. Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi,
dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus.
8. Sumber Sampah adalah asal timbulan Sampah.
9. Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah
zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi,
dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan
hidup manusia dan makhluk hidup lain.
10. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.
11. Residu adalah sampah yang tidak dapat diolah dengan pemadatan,
pengomposan, dan daur ulang materi dan/atau daur ulang energi.
12. Pengelolaan Sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh,
dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan
sampah.
13. Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah adalah kegiatan
merencanakan, membangun, mengoperasikan, dan memelihara serta
memantau dan mengevaluasi Pengelolaan Sampah.
14. Pengurangan Sampah adalah rangkaian kegiatan yang meliputi
pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan
pemanfaatan kembali sampah.
15. Pembatasan timbulan sampah adalah upaya meminimalisasi
timbulan sampah yang dilakukan sejak sebelum dihasilkannya suatu
produk dan/atau kemasan produk sampai dengan saat berakhirnya
kegunaan produk dan/atau kemasan produk.
16. Pendauran ulang sampah adalah upaya memanfaatkan sampah
menjadi barang yang berguna setelah melalui proses pengolahan
terlebih dahulu.
17. Pemanfaatan kembali sampah adalah upaya untuk mengguna ulang
sampah sesuai dengan fungsi yang sama atau fungsi yang berbeda
dan/atau mengguna ulang bagian dari sampah yang masih
bermanfaat tanpa melalui suatu proses pengolahan terlebih dahulu.
18. Penanganan Sampah adalah rangkaian kegiatan yang meliputi
pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan
pemrosesan akhir sampah.
19. Pemilahan adalah kegiatan pengelompokan dan memisahkan sampah
sesuai dengan jenis.
20. Pengumpulan Sampah adalah kegiatan mengambil dan
memindahkan sampah dari sumber sampah ke TPS atau TPS3R
meliputi pula kegiatan penyapuan jalan, trotoar dan fasilitas publik.
21. Pengangkutan adalah kegiatan membawa sampah dari sumber atau
TPS atau TPS3R menuju TPST atau TPA dengan menggunakan
kendaraan bermotor atau tidak bermotor yang didesain untuk
mengangkut sampah.
22. Pengolahan adalah kegiatan mengubah karakteristik, komposisi,
dan/atau jumlah sampah.
23. Pemrosesan Akhir Sampah adalah kegiatan mengembalikan sampah
dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan
secara aman.
24. Prasarana Persampahan, selanjutnya disebut Prasarana adalah
fasilitas dasar yang dapat menunjang terlaksananya kegiatan
penanganan Sampah.
25. Sarana Persampahan, selanjutnya disebut Sarana adalah peralatan
yang dapat dipergunakan dalam kegiatan penanganan Sampah.
26. Tempat Penampungan Sementara yang selanjutnya disingkat TPS
adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang,
pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu.
27. Tempat Pengolahan Sampah dengan prinsip 3R (reduce, reuse,
recycle) yang selanjutnya disebut TPS 3R adalah tempat
dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan
ulang, dan pendauran ulang skala kawasan.
28. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu yang selanjutnya disingkat
TPST, adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan,
pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan
pemrosesan akhir sampah organik.
29. Tempat Pemrosesan Akhir, yang selanjutnya disingkat TPA, adalah
tempat untuk memroses dan mengembalikan sampah ke media
lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.
30. Stasiun Peralihan Antara yang selanjutnya disingkat SPA, adalah
sarana pemindahan dari alat angkut kecil ke alat angkut lebih besar
dan diperlukan untuk kabupaten/kota yang memiliki lokasi TPA
jaraknya lebih dari 25 km yang dapat dilengkapi dengan fasilitas
pengolahan sampah.
31. Wadah adalah tempat menampung sampah sementara baik secara
individual atau komunal ditempat sumber sampah dengan
mempertimbangkan jenis-jenis sampah.
32. Badan Usaha adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang
merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang
tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara, atau
badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun,
firma, kongsi, koperasi dana pensiun persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi
lainya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak
investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
33. Produsen adalah badan usaha yang memproduksi barang yang
menggunakan kemasan, mendistribusikan barang yang
menggunakan kemasan dan berasal dari impor atau menjual barang
dengan menggunakan wadah yang tidak dapat atau sulit terurai oleh
proses alam.
34. Orang adalah orang perseorangan diluar Badan Usaha.
35. Masyarakat adalah perorangan atau kelompok orang atau badan
usaha atau lembaga/organisasi kemasyarakatan.
Pasal 2

Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab,


asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas
kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi,

Pasal 3

Pengelolaan sampah bertujuan untuk mewujudkan daerah yang bersih dari


sampah guna menunjang kelestarian lingkungan hidup, meningkatkan
kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan yang baik

BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN

Bagian Kesatu

Hak

Pasal 4

Masyarakat berhak :
a. mendapatkan lingkungan yang bersih, indah, nyaman dan sehat;
b. mendapatkan pelayanan kebersihan secara baik dan berwawasan
lingkungan dari Pemerintah Daerah dan/atau pengelola kawasan
permukiman, kawasan komersial, kawasan industri dan kawasan
khusus;
c. berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan,
penyelenggaraan dan pengawasan Pengelolaan Sampah;
d. memperoleh data dan informasi yang benar dan akurat serta tepat
waktu mengenai penyelenggaraan Pengelolaan Sampah;
e. mendapatkan perlindungan dan kompensasi karena dampak negatif
dari kegiatan Pengolahan Sampah di TPA; dan
f. memperoleh pembinaan Pengelolaan Sampah yang baik dan
berwawasan lingkungan.
Bagian Kedua

Kewajiban

Pasal 5

(1) Dalam Pengelolaan Sampah di Daerah, setiap Orang wajib:


a. menjaga kebersihan di lingkungan sekitarnya;
b. turut aktif dalam pengurangan dan penanganan sampah;
c. menyiapkan pewadahan sampah sesuai dengan peraturan/standar
tempat sampah yang berwawasan lingkungan; dan
d. dalam kegiatan sehari-hari menggunakan bahan yang dapat diguna
ulang, di daur ulang dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
(2) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah
Tangga wajib dilakukan dalam skala rukun tetangga/rukun warga,
dan/atau desa/kelurahan/kecamatan dengan pembinaan teknis dari
satuan kerja perangkat daerah yang membidangi persampahan.
(3) Setiap angkutan umum, kendaraan pribadi, fasilitas umum, fasilitas
sosial, perkantoran, perusahaan, pusat perbelanjaan wajib
menyediakan wadah Sampah dan/atau TPS.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban setiap Orang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati.
BAB III

TUGAS DAN WEWENANG PEMERINTAH DAERAH

Bagian Kesatu

Tugas
Pasal 6

Pemerintah Daerah bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan


sampah yang baik dan berwawasan lingkungan.

Pasal 7

Tugas Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, adalah

sebagai berikut :

a. menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat


dalam pengelolaan sampah sesuai tingkatan pengelolaan;
b. melakukan penelitian dan pengembangan teknologi pengurangan dan
penanganan sampah;
c. memfasilitasi, mengembangkan dan melaksanakan upaya-upaya
pengurangan, penanganan dan pemanfaatan sampah;
d. melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan
sarana dan prasarana pengelolaan sampah;
e. mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil
pengelolaan sampah;
f. memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang di
masyarakat untuk mengurangi dan menangani sampah; dan
g. melakukan koordinasi antar lembaga pemerintah, masyarakat, dan
dunia usaha agar tercipta keterpaduan dalam pengelolaan sampah.
Bagian Kedua

Wewenang

Pasal 8

(1) Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, Pemerintah Daerah


berwenang :

a. menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah


berdasarkan kebijakan nasional dan provinsi;
b. menyelenggarakan pengelolaan sampah skala Kabupaten sesuai
dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
Pemerintah;
c. melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan sampah
yang dilaksanakan oleh pihak lain;
d. menetapkan lokasi TPS, TPS 3R, TPST dan TPA;
e. melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6 (enam)
bulan selama 2 (dua) tahun terhadap TPA dengan system
pembuangan terbuka yang telah ditutup; dan
f. menyusun dokumen dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat
pengelolaan sampah sesuai kewenangan Daerah.
(2) Penetapan lokasi TPS, TPS 3R, TPST dan TPA sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d, merupakan bagian dari Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

(3) Penyusunan dokumen penyelenggaraan sistem tanggap darurat


pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f,
ditetapkan dalam Peraturan Bupati.

BAB IV

PERIZINAN

Pasal 9

(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha pengelolaan sampah wajib
memiliki izin dari Bupati.
(2) Jenis usaha pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari :
a. pengangkutan sampah;
b. pengolahan sampah; dan
c. pengumpul barang bekas/limbah bekas.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Bupati.
Pasal 10
(1) Keputusan mengenai pemberian izin pengelolaan sampah harus
diumumkan kepada masyarakat.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui media cetak atau media elektronik dan papan pengumuman di
lokasi strategis.
BAB V

PENGURANGAN SAMPAH

Pasal 11

Pengurangan Sampah meliputi kegiatan:

a. pembatasan timbulan Sampah;


b. pendauran ulang Sampah; dan
c. pemanfaatan kembali Sampah.

Pasal 12

(1) Pengurangan Sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf


a, dilakukan dengan cara menggunakan bahan yang dapat digunakan
ulang, bahan yang dapat didaur ulang, atau bahan yang mudah diurai
oleh proses alam.

(2) Pengurangan Sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf


b, dilakukan dengan cara mengumpulkan dan menyerahkan kembali
Sampah dari produk atau kemasan yang sudah digunakan untuk
didaur ulang atau digunakan ulang.

(3) Pengurangan Sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf


c, dilakukan dengan cara memanfaatkan kembali Sampah secara
aman bagi kesehatan dan lingkungan.

Pasal 13

(1) Pemerintah Daerah, Produsen, badan usaha, dan masyarakat wajib


melakukan kegiatan pengurangan Sampah.

(2) Kewajiban Pemerintah Daerah dalam melakukan pengurangan


Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
kegiatan:
a. pemantauan dan supervisi pelaksanaan rencana pemanfaatan bahan
produksi ramah lingkungan yang dilakukan oleh produsen; dan
b. fasilitasi kepada masyarakat dan badan usaha dalam
mengembangkan dan memanfaatkan hasil daur ulang, pemasaran
hasil produk daur ulang, dan guna ulang Sampah.

(3) Kewajiban Produsen dan badan usaha dalam melakukan


pengurangan Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui kegiatan;

a. penggunaan bahan produksi dan pewadahan yang sedikit


mungkin menimbulkan Sampah, dapat digunakan ulang, dan
mudah diurai melalui proses alam;
b. pendauran ulang Sampah yang merupakan hasil kegiatan usahanya
dengan menggunakan teknologi yang aman bagi kesehatan dan
lingkungan;
c. pengurangan Sampah dan pemanfaatan Sampah untuk
menghasilkan bahan produksi dan/atau energi;
d. penampungan kembali kemasan produk yang dimanfaatkan oleh
konsumen; dan/atau
e. menunjuk pihak lain untuk melakukan pengurangan Sampah
yang dihasilkannya.

(4) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e, wajib memiliki
izin usaha dan/atau kegiatan.

(5) Kewajiban masyarakat dalam melakukan pengurangan Sampah


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui berbagai bentuk
kegiatan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang
persampahan.

BAB VI

PENANGANAN SAMPAH

Paragraf 1

Umum

Pasal 14
Penanganan Sampah meliputi kegiatan:

a. Pemilahan Sampah;
b. Pengumpulan Sampah;
c. Pengangkutan Sampah;
d. Pengolahan Sampah; dan
e. Pemprosesan Akhir Sampah.

Paragraf 2

Pemilahan Sampah

Pasal 15

Pemilahan Sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a,


dilakukan dengan membagi Sampah ke dalam kelompok:

a. Sampah yang mengandung bahan atau limbah yang berbahaya dan


beracun;
b. Sampah yang mudah diurai;
c. Sampah yang dapat digunakan kembali;
d. Sampah yang dapat didaur ulang; dan
e. Sampah lain.

Pasal 16

Kelompok Sampah yang mengandung bahan atau limbah yang berbahaya


dan beracun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a, antara lain
terdiri dari:

a. kemasan obat serangga;


b. kemasan oli;
c. kemasan obat-obatan;
d. obat-obatan kadaluarsa;
e. peralatan listrik; dan
f. peralatan elektronik rumah tangga.

Pasal 17

Kelompok Sampah yang mudah diurai sebagaimana dimaksud dalam Pasal


15 huruf b, antara lain terdiri dari Sampah yang berasal dari tumbuhan,
hewan, dan/atau bagian-bagiannya yang dapat terurai oleh makhluk hidup
lain dan/atau mikroorganisme seperti sampah makanan dan serasah.

Pasal 18

Kelompok Sampah yang dapat digunakan kembali sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 15 huruf c, merupakan Sampah yang dapat dimanfaatkan
kembali tanpa melalui proses pengolahan, antara lain terdiri dari :

a. kertas kardus;
b. botol minuman; dan
c. kaleng.

Pasal 19

Kelompok Sampah yang dapat di daur ulang sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 15 huruf d, merupakan Sampah yang dapat dimanfaatkan kembali
setelah melalui proses pengolahan antara lain terdiri dari:

a. sisa kain;
b. plastik;
c. kertas; dan
d. kaca.

Pasal 20

Kelompok Sampah lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf e,


merupakan Sampah yang bersifat residu.

Pasal 21

(1) Setiap Orang yang menghasilkan produk dan/atau kemasan


produk wajib mencantumkan label atau tanda pada produk dan/atau
kemasan produknya.

(2) Label atau tanda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat
informasi yang menjelaskan bahwa sisa produk dan/atau kemasan
produk yang dihasilkan, termasuk salah satu kelompok Sampah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
(3) Ketentuan mengenai pelabelan atau penandaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 22

(1) Setiap Orang wajib melakukan pemilahan Sampah pada sumbernya.

(2) Setiap Orang yang melakukan pemilahan Sampah sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) harus menyediakan wadah untuk kegiatan
pemilahan.

(3) Wadah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi


persyaratan dan kriteria sebagai berikut:

a. tidak mudah rusak dan kedap air;


b. ekonomis dan mudah diperoleh;
c. mudah dikosongkan;
d. apabila berbentuk kantong terbuat dari bahan yang dapat di daur
ulang; dan
e. dibedakan dengan warna dan simbol, sesuai jenis sampah.

(4) Dalam hal penyediaan wadah sampah sebagaimana dimaksud pada


ayat (2) tidak terpenuhi, maka Pemerintah Daerah wajib
menyediakan wadah Sampah yang diperlukan tersebut.

Pasal 23

(1) Setiap Orang yang melakukan pengelolaan sampah di kawasan


permukiman, kawasan komersial, kawasan pasar, kawasan
perkantoran, kawasan sekolah, kawasan industri, kawasan khusus,
fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lain dalam melakukan
pemilahan Sampah wajib menyediakan sarana pemilahan dan
pewadahan Sampah untuk skala kawasan.

(2) Pemerintah Daerah menyediakan sarana pemilahan dan pewadahan


Sampah untuk skala Kabupaten.
(3) Persyaratan sarana pemilahan dan pewadahan Sampah untuk skala
kawasan dan skala Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) didasarkan pada:

a. volume Sampah;
b. jenis dan sifat Sampah;
c. penempatan Sampah;
d. jadwal pengumpulan Sampah; dan
e. jenis sarana pengumpulan dan pengangkutan Sampah yang
digunakan.

(4) Dalam hal penyediaan wadah sampah sebagaimana dimaksud pada


ayat (2) tidak terpenuhi, maka Pemerintah Daerah wajib menyediakan
wadah Sampah yang diperlukan tersebut.

(5) Penyediaan wadah sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dan ayat (2), harus memenuhi standar wadah Sampah.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar wadah Sampah sebagaimana


dimaksud pada ayat (1), diatur dalam Peraturan Bupati.

Paragraf 3

Pengumpulan Sampah

Pasal 24

(1) Pengumpulan Sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf


b, dilakukan dilakukan melalui kegiatan pengambilan dan pemindahan
Sampah dari Sumber Sampah ke TPS dan/atau TPS 3R atau TPST/TPA
dengan tetap memperhatikan pemilahan sampah sesuai jenis sampah.

(2) Pengumpulan Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi


kegiatan:

a. Pengelolaan kawasan wajib melakukan pengumpulan sampah dan


menyediakan TPS dan/atau TPS 3R skala kawasan secara aman bagi
kesehatan dan lingkungan; dan
b. Pemerintah daerah wajib menyediakan TPS dan/atau TPS 3R yang
aman bagi kesehatan dan lingkungan.
Pasal 25

(1) Pengumpulan Sampah perorangan atau rumah tangga dari tempat


pemilahan Sampah ke TPS dan/atau TPS 3R menjadi tanggung jawab
pengelola Sampah di tingkat satuan rukun warga atau yang sederajat di
masyarakat.

(2) Penyediaan sarana pengumpulan Sampah rumah perorangan atau


rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), di wilayah
permukiman yang dikelola oleh pengurus rukun warga, menjadi
tanggung jawab pengurus rukun warga, dan Pemerintah Daerah
berkewajiban memfasilitasi sesuai kebutuhan, serta kondisi sosial
dan ekonomi masyarakat.

(3) Jadwal pengumpulan Sampah perorangan atau rumah tangga,


sesuai dengan waktu dan tempat yang ditentukan berdasarkan
peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan kebiasaan
dan/atau nilai-nilai lokal yang berlaku di masyarakat.

Pasal 26

(1) Setiap Orang yang mengelola kawasan permukiman, kawasan


komersial, kawasan pasar, kawasan perkantoran, kawasan
sekolah, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas
sosial, dan fasilitas lainnya dalam melakukan pengumpulan Sampah
wajib menyediakan TPS, atau TPS 3R dan/atau sarana
pengumpulan Sampah terpilah secara aman bagi kesehatan dan
lingkungan skala kawasan.

(2) Sarana pengumpulan Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


terdiri dari:

a. gerobak;
b. motor sampah;
c. kontainer; atau
d. truk Sampah.
(3) Penyediaan TPS, TPS 3R, dan/atau sarana pengumpul Sampah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib memenuhi
kriteria sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Pemerintah Daerah menyediakan TPS, TPS 3R, dan/atau sarana


pengumpul Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dalam skala Kabupaten.

Paragraf 4

Pengangkutan Sampah

Pasal 27

(1) Pengangkutan Sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c,


tidak boleh dicampur kembali setelah dilakukan pemilahan dan
pewadahan.

(2) Dalam hal terdapat Sampah yang mengandung B3 serta limbah B3,
teknis pengangkutan Sampah mengikuti ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 28

(1) Pengangkutan Sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27


dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan/atau pihak lain yang ditunjuk.

(2) Pemerintah Daerah dalam melakukan pengangkutan Sampah


sebagaimana dimaksud pada ayat (1):

a. menyediakan alat angkut Sampah termasuk untuk Sampah terpilah


yang tidak mencemari lingkungan; dan
b. melakukan pengangkutan Sampah dari TPS dan/atau TPS 3R
ke TPA atau TPST.

(3) Dalam pengangkutan Sampah, Pemerintah Daerah jika


diperlukan dapat menyediakan SPA.

(4) Dalam hal Pemerintah Daerah melakukan pengolahan Sampah


secara bersama dengan pemerintah daerah lain dan memerlukan
pengangkutan sampah lintas kabupaten/kota, Pemerintah Daerah
dapat mengusulkan kepada pemerintah provinsi untuk menyediakan
SPA dan alat angkutnya.

(5) Pemerintah Daerah dalam melakukan pengangkutan Sampah


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan badan usaha
atau masyarakat.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kendaraan dan penjadwalan


pengangkutan Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Bupati.

Paragraf 5

Pengolahan Sampah

Pasal 29

Pengolahan Sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d,


dilakukan dengan cara mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah
Sampah dengan memanfaatkan teknologi yang ramah lingkungan.

Pasal 30

(1) Kegiatan Pengolahan Sampah dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. pemadatan;
b. pengomposan;
c. daur ulang materi;
d. daur ulang energi; dan/atau
e. pengolahan sampah lain dengan teknologi ramah lingkungan.

(2) Pengolahan Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan oleh Pemerintah Daerah, Produsen, badan usaha, dan/atau
masyarakat.

Pasal 31

(1) Pengolahan Sampah terdapat pada:

a. kelurahan/desa;
b. kecamatan; dan
c. kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri,
dan kawasan khusus.

(2) Pengolahan Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,


diselenggarakan oleh penanggung jawab dan/atau pengelola kawasan.

(3) Pengolahan Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat


dikerjasamakan dan/atau dapat diselenggarakan oleh badan usaha
di bidang kebersihan atau persampahan di bawah pembinaan dan
pengawasan Pemerintah Daerah.

(4) Penyediaan lahan untuk Pengolahan Sampah di kelurahan/desa dan


kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b
menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah dan di dukungan oleh
pemerintah desa serta dapat dikerjasamakan dengan masyarakat
dan/atau badan usaha badan usaha di bidang kebersihan atau
persampahan.

(5) Lokasi penyediaan lahan sebagaimana untuk Pengolahan Sampah


sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan berdasarkan
peraturan perundang-undangan di bidang perencananaan tata ruang
daerah.

Pasal 32

(1) Pengolahan Sampah harus memenuhi persyaratan teknis dan standar


prasarana dan sarana Pengolahan Sampah.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan standar


prasarana dan sarana Pengolahan Sampah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 6

Pemprosesan Akhir Sampah

Pasal 33

(1) Pemrosesan Akhir Sampah yang di proses TPA sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 14 huruf e, dilakukan untuk mengembalikan Sampah
dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan
secara aman.

(2) Pemrosesan Akhir Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan menggunakan metode:

a. lahan urug terkendali;


b. lahan urug saniter; dan/atau
c. penggunaan teknologi yang ramah lingkungan.

(3) Pemilihan lokasi Pemprosesan Akhir Sampah sebagaimana dimaksud


pada ayat (1), wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 34

(1) Dalam hal lokasi Pemrosesan Akhir Sampah tidak dioperasikan


sesuai dengan persyaratan teknis, lokasi tersebut harus ditutup
dan/atau rehabilitasi
(2) Penyediaan fasilitas Pemrosesan Akhir Sampah dilakukan melalui
tahapan perencanaan, pembangunan, pengoperasian dan
pemeliharaan.
(3) Pembangunan fasilitas Pemrosesan Akhir Sampah meliputi kegiatan
konstruksi, supervisi, dan uji coba.
BAB VII
PEMBIAYAAN
Pasal 35
(1) Sumber pembiayaan Pengelolaan Sampah berasal dari :
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD); dan
b. Sumber pembiayaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Sumber pembiayaan lain yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b berupa:
a. retribusi;
b. hibah;
c. pinjaman; dan/atau
d. investasi badan usaha.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembiayaan diatur dalam
Peraturan Daerah tersendiri.

Pasal 36
(1) Pembiayaan kegiatan Pengolahan Sampah yang dilaksanakan oleh
masyarakat menjadi tanggung jawab masyarakat.
(2) Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan berupa bantuan
dan/atau sarana Pengolahan Sampah yang diselenggarakan oleh
masyarakat sesuai kebutuhan.
Pasal 37
(1) Setiap Orang yang menggunakan atau menerima manfaat jasa
pelayanan Pengelolaan Sampah wajib membayar jasa Pengelolaan
Sampah.
(2) Besaran tarif yang dikenakan kepada setiap Orang dihitung
berdasarkan kebutuhan biaya penyediaan jasa Pengelolaan Sampah
yang diberikan menurut kaidah manajemen usaha dan
mempertimbangkan kemampuan secara ekonomi dan aspek keadilan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tarif retribusi pelayanan Sampah
ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah.

BAB VIII
KOMPENSASI

Pasal 38

(1) Pemerintah Daerah wajib memberikan kompensasi sebagai akibat dampak


negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan pemrosesan akhir sampah.
(2) Kompensasi wajib dianggarkan dalam APBD.
(3) Dampak negatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pencemaran air;
b. pencemaran udara;
c. pencemaran tanah;
d. longsor;
e. kebakaran;
f. ledakan gas metan; dan/atau
g. hal lain yang dapat menimbulkan dampak negatif.
Pasal 39

(1) Kompensasi dapat berbentuk:


a. relokasi penduduk;
b. pemulihan kualitas lingkungan;
c. biaya kesehatan dan pengobatan;
d. penyediaan fasilitas sanitasi dan kesehatan; dan/atau
e. kompensasi dalam bentuk lain.
(2) Pemerintah Daerah dapat bekerjasama dengan perusahaan asuransi untuk
memberikan jaminan Kompensasi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kompensasi dan pola kerja sama dengan
perusahaan asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB IX
INSENTIF DAN DISINSENTIF
Pasal 40
(1) Bupati dapat memberikan insentif kepada lembaga atau badan usaha
berdasarkan penilaian terhadap:
a. inovasi terbaik dalam pengelolaan sampah;
b. pelaporan atas pelanggaran terhadap larangan;
c. pengurangan timbulan sampah; dan/atau
d. tertib penanganan sampah.
(2) Bupati dapat memberikan insentif kepada perseorangan berdasarkan
penilaian terhadap:
a. inovasi terbaik dalam pengelolaan sampah; dan/atau
b. pelaporan atas pelanggaran terhadap larangan.
(3) Insentif kepada lembaga atau perseorangan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) dapat berupa:
a. pemberian penghargaan; dan/atau
b. uang kepada anggota masyarakat yang langsung melakukan
pemilahan dan/atau pengolahan sampah.
(4) Insentif kepada badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dapat berupa:
a. pemberian penghargaan; dan/atau
b. pemberian kemudahan perizinan dalam pengelolaan sampah.
(5) Bentuk insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)
ditetapkan oleh Bupati dengan memperhatikan kemampuan keuangan
Daerah.

Pasal 41
(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan disinsentif kepada lembaga,
badan usaha, dan perseorangan berdasarkan penilaian terhadap:
a. pelanggaran terhadap larangan; dan/atau
b. pelanggaran tertib penanganan sampah.
(2) Disinsentif kepada lembaga dan perseorangan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) berupa denda dalam bentuk uang/barang/jasa.
(3) Disinsentif kepada badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berupa:
a. pencabutan kemudahan perizinan; dan/atau
b. denda dalam bentuk uang/barang/jasa.
Pasal 42
(1) Penilaian sebagaimana dimaksud pada Pasal 36 ayat (1) dan (2), dan
Pasal 37 ayat (1) dilakukan oleh tim penilai yang dibentuk dengan
Keputusan Bupati.
(2) Tim penilai ditetapkan dengan Keputusan Bupati selambatlambatnya 6
(enam) bulan setelah Peraturan Daerah ini diundangkan.
(3) Tim penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur-
unsur:
a. Pemerintah Daerah;
b. Masyarakat; dan
c. perguruan tinggi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tim penilai diatur dalam Peraturan
Bupati.
Pasal 43
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif dan disinsentif
diatur dalam Peraturan Bupati.

BAB X

PERAN SERTA MASYARAKAT


Pasal 44

(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam pengelolaan sampah


dengan cara:

a. meningkatkan kemampuan, kemandirian, keberdayaan dan


kemitraan dalam pengelolaan sampah;
b. menumbuhkembangkan kepeloporan masyarakat dalam
pengelolaan sampah;
c. meningkatkan ketanggap daruratan atau tindakan yang sifatnya
gawat darurat dalam pengolahan sampah, seperti terjadi kebakaran
di TPS, TPS3R, TPST atau TPA yang membahayakan; dan
d. menyampaikan informasi, laporan, pengaduan, saran dan/atau
kritik yang berkaitan dengan pengelolaan sampah.

(2) Produsen dapat berperan aktif dalam kegiatan pengelolaan sampah


melalui kegiatan:

a. penyediaan dan/atau pengembangan teknologi pengelolaan


sampah;
b. bantuan prasarana dan sarana;
c. bantuan inovasi teknologi pengolahan sampah; dan
d. pembinaan pengolahan sampah kepada masyaraka

(3) Penyampaian saran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d


dapat dilakukan melalui forum pertimbangan yang terdiri atas pihak
terkait dan pembentukannya difasilitasi oleh Pemerintah Daerah.

Pasal 45

(1) Setiap orang yang mengetahui, menduga dan/atau menderita


kerugian akibat dampak negatif yang ditimbulkan dalam kegiatan
pengelolaan sampah dan/atau perbuatan larangan dalam Peraturan
Daerah ini dapat menyampaikan pengaduan kepada instansi yang
bertanggung jawab dalam pelayanan pengaduan.

(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan


secara lisan dan/atau tertulis.
(3) Pengaduan secara lisan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat disampaikan melalui:

a. pengaduan langsung kepada petugas penerima pengaduan;


dan/atau
b. melalui telepon.

(4) Pengaduan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


dapat disampaikan melalui:

a. surat;
b. surat elektronik;
c. faksimili;
d. layanan pesan singkat; dan/atau
e. media komunikasi tertulis lainnya.

(5) Pengaduan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


sekurang-kurangnya berisi informasi:

a. identitas pengadu yang paling sedikit memuat informasi nama,


alamat, dan nomor telepon yang dapat dihubungi;
b. lokasi terjadinya dampak dan/atau perbuatan dalam kegiatan
pengelolaan sampah;
c. dugaan sumber dampak dan/atau perbuatan dalam kegiatan
pengelolaan sampah;
d. waktu terjadinya dampak dan/atau perbuatan dalam kegiatan
pengelolaan sampah.

(6) Informasi pengadu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib


dirahasiakan oleh penerima pengaduan.

Pasal 46
(1) Instansi yang bertanggung jawab dalam pelayanan pengaduan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) adalah Perangkat
Daerah yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang penanganan
pengaduan.

(2) Pengaduan dapat disampaikan kepada Kepala Desa/Lurah atau Camat


setempat.
(3) Kepala Desa/Lurah atau Camat setempat wajib menyampaikan
pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada instansi yang
bertanggung jawab.

Pasal 47
Tata cara penerimaan pengaduan dilaksanakan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.

BAB XI

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 48

(1) Pemerintah Daerah wajib melakukan pembinaan terhadap


penyelenggara Pengelolaan Sampah, melalui kegiatan:

a. koordinasi;
b. sosialisasi;
c. penyuluhan dan bimbingan teknis;
d. supervisi dan konsultasi;
e. pendidikan dan pelatihan;
f. penelitian dan pengembangan;
g. pengembangan sistem informasi dan komunikasi; dan
h. penyebarluasan informasi.

(2) Kegiatan pembinaan Pengelolaan Sampah sebagaimana dimaksud


pada ayat (1), diberikan kepada masyarakat dan/atau pengelola
persampahan.

(3) Dalam pembinaan pengawasan sampah perlu dibentuk Tim Satuan


Tugas dengan melibatkan SOPD terkait.

(4) Kegiatan pembinaan Pengelolaan Sampah sebagaimana dimaksud


pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 49

(1) Pemerintah Daerah melakukan pengawasan pelaksanaan


Pengelolaan Sampah dengan cara:
a. pemantauan;
b. pengendalian; dan
c. evaluasi.

(2) Pengawasan terhadap penyelenggaraan Pengelolaan Sampah


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. pengurangan Sampah;
b. penanganan Sampah;
c. pelaksanaan penanggulangan kecelakaan dan pencemaran
lingkungan hidup akibat kegiatan penanganan Sampah; dan
d. pelaksanaan pemulihan fungsi lingkungan hidup akibat
kecelakaan dan pencemaran lingkungan dari kegiatan penanganan
Sampah.

BAB XII

LARANGAN

Pasal 50

Setiap Orang dilarang :


a. membuang Sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan
disediakan.
b. membuang Sampah, kotoran, atau barang bekas lainnya disaluran
air atau selokan, jalan, bahu jalan, trotoar, tempat umum, tempat
pelayanan umum, dan tempat-tempat lainnya yang bukan
merupakan tempat pembuangan sampah.
c. mencampur Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah
Rumah Tangga dengan Sampah dari B3 yang dihasilkan oleh rumah
tangga.
d. mengelola Sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan.
e. mengotori, merusak, membakar, atau menghilangkan tempat
Sampah yang telah disediakan.
f. membakar Sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis
Pengelolaan Sampah, sehingga mengganggu kenyamanan penduduk
sekitar tempat pembakaran Sampah dan menyebabkan pencemaran
dan perusakan lingkungan hidup.
g. melakukan Pemrosesan Akhir Sampah menggunakan metode yang
tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB XIII

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 51

(1) Setiap orang yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban yang
diatur dalam Pasal 5, Pasal 13, Pasal 21 ayat (1), Pasal 22 ayat (1),
Pasal 23 ayat (1), Pasal 26 ayat (1) dan ayat (3), dan/atau Pasal 37 ayat
(1) dikenai sanksi administratif.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat


berupa:

a. teguran lisan
b. teguran tertulis
c. paksaan pemerintahan;
d. uang paksa;
e. pencabutan izin; dan/atau
f. penutupan usaha/kegiatan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi


administratif diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB XIV

KETENTUAN PIDANA

Pasal 52

(1) Setiap orang/badan usaha yang lalai atau dengan sengaja


dan/atau melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50
diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling
banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah


pelanggaran.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 53
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Simalungun.

Ditetapkan di Simalungun
pada tanggal . . . . . . . . .
BUPATI SIMALUNGUN
ttd
XXXXXXXX

Diundangkan di Simalungun
pada tanggal . . . . . . . . .
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SIMALUNGUN,
ttd

XXXXXXXX
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN …. NOMOR …….

NOMOR REGISTRASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIMALUNGUN,


PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR : . . . . .
PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIMALUNGUN

NOMOR .. TAHUN .…

TENTANG

PENGELOLAAN SAMPAH

I. UMUM

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan


Sampah mengamanatkan perlunya perubahan yang mendasar dalam
pengelolaan sampah yang selama ini dijalankan. Sesuai dengan Pasal 19
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tersebut, pengelolaan sampah
dibagi dalam dua kegiatan pokok yaitu pengurangan sampah dan
penanganan sampah. Pasal 20 menguraikan tiga aktivitas utama dalam
penyelenggaraan kegiatan pengurangan sampah yaitu pembatasan
timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan kembali
sampa. Ketiga kegiatan tersebut merupakan perwujudan dari prinsip
pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan yang disebut 3R
(reduce, reuse, recycle). Dalam Pasal 22 diuraikan lima aktivitas utama
dalam penyelenggaraan kegiatan penanganan sampah yang meliputi
pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan
akhir sampah.
Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan
akhir sudah saatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru
pengelolaan sampah. Paradigma baru memandang sampah sebagai
sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan,
misalnya untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku
industri. Pengelolaan sampah dilakukan dengan pendekatan yang
komprehensif dari hulu, sejak sebelum dihasilkan suatu produk yang
berpotensi menjadi sampah sampai ke hilir yaitu pada fase produk sudah
digunakan sehingga menjadi sampah yang kemudian dikembalikan ke
media lingkungan secara aman. Pengelolaan sampah dengan paradigma
baru tersebut dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan penanganan
sampah. Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan,
penggunaan kembali, dan pendauran ulang, sedangkan kegiatan
penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan,
pengolahan, dan pemrosesan akhir.
Salah satu upaya untuk mengantisipasi permasalahan tersebut
adalah dengan dibentuknya kebijakan pengelolaan sampah untuk
meningkatkan kualitas pengelolaan sampah. Dalam pengelolaan sampah
diperlukan adanya kepastian hukum, kejelasan tanggung jawab dan
kewenangan Pemerintah Kabupaten, peran serta masyarakat dan dunia
usaha/swasta sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan dengan efektif
dan efisien.
Pengelolaan sampah regional di Kabupaten Simalungun adalah
untuk memenuhi hak setiap orang dalam mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat sesuai amanat Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Di samping itu
Pembentukan Peraturan Daerah tentang pengelolaan sampah di
Kabupaten Simalungun adalah untuk melaksanakan Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang
mengamanatkan pengaturan kewenangan Pemerintah Daerah dalam
pengelolaan sampah ditetapkan dalam Peraturan Daerah. Amanat
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Perngelolaan Sampah
tersebut memberikan konsekuensi bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten
Simalungun wajib memberikan pelayanan publik dalam pengelolaan
sampah. Oleh karena itu, guna menjamin adanya kepastian hukum, maka
perlu mengatur kembali ketentuan Pengelolaan Sampah yang dibentuk
dengan Peraturan Daerah.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2
Yang dimaksud dengan asas “tanggung jawab” adalah bahwa
Pemerintah dan pemerintah daerah mempunyai tanggungjawab
pengelolaan sampah dalam mewujudkan hak masyarakat
terhadap lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Yang dimaksud dengan asas “berkelanjutan” adalah bahwa


pengelolaan sampah dilakukan dengan menggunakan metode
dan teknik yang ramah lingkungan sehingga tidak menimbulkan
dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan
lingkungan, baik pada generasi masa kini maupun pada generasi
yang akan datang.

Yang dimaksud dengan asas “manfaat” adalah bahwa


pengelolaan sampah perlu menggunakan pendekatan yang
menganggap sampah sebagai sumber daya yang dapat
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Yang dimaksud dengan asas “keadilan” adalah bahwa dalam


pengelolaan sampah, Pemerintah dan pemerintahan daerah
memberikan kesempatan yang sama kepada masyarakat dan
dunia usaha untuk berperan secara aktif dalam pengelolaan
sampah.

Yang dimaksud dengan asas “kesadaran” adalah bahwa dalam


pengelolaan sampah, Pemerintah dan pemerintahan daerah
mendorong setiap orang agar memiliki sikap, kepedulian, dan
kesadaran untuk mengurangi dan menangani sampah yang
dihasilkannya.

Yang dimaksud dengan asas “kebersamaan” adalah bahwa


pengelolaan sampah diselenggarakan dengan melibatkan
seluruh pemangku kepentingan.

Yang dimaksud dengan asas “keselamatan” adalah bahwa


pengelolaan sampah harus menjamin keselamatan manusia.

Yang dimaksud dengan asas “keamanan” adalah bahwa


pengelolaan sampah harus menjamin dan melindungi
masyarakatdari berbagai dampak negatif.

Yang dimaksud dengan asas “nilai ekonomi” adalah bahwa


sampah merupakan sumber daya yang mempunyai nilai
ekonomi yang dapat dimanfaatkan sehingga memberikan nilai
tambah.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Cukup jelas.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10
Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.
Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31
Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Cukup jelas.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Cukup jelas.

Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 39

Cukup jelas.
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Insentif berupa uang diberikan oleh Pemerintah Daerah
dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang hibah dan wajib dianggarkan
dalam APBD.
Ayat (4)
Pemberian kemudahan perizinan dilakukan dengan tidak
mengecualikan persyaratan teknis dalam perizinan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Unsur perguruan tinggi dapat digantikan oleh unsur
Masyarakat jika tidak terdapat unsur perguruan tinggi
yang memiliki kompetensi di bidang pengelolaan sampah.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Paksaan pemerintahan merupakan suatu
tindakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah
daerah untuk memulihkan kualitas lingkungan
dalam keadaan semula dengan beban biaya yang
ditanggung oleh pengelola sampah yang tidak
mematuhi ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan.

Huruf d
Uang paksa merupakan uang yang harus
dibayarkan dalam jumlah tertentu oleh pengelola
sampah yang melanggar ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan sebagai pengganti
dari pelaksanaan sanksi paksaan pemerintahan.

Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (3)

Cukup Jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.

Anda mungkin juga menyukai