Anda di halaman 1dari 18

Achmad Muchaddam Fahham Penyelenggaraan Ibadah Haji: Masalah dan Penanganannya 201

PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI: MASALAH DAN PENANGANANNYA

HAJJ: PROBLEMS AND ITS SOLUTIONS

Achmad Muchaddam Fahham


(Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi/P3DI
Sekretariat Jenderal DPR RI, Nusantara II, Lantai 2, DPR RI,
Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta 10270, Indonesia;
email:achmad.fahham@dpr.go.id)

Naskah Diterima: 20 Agustus 2015, direvisi: 15 September 2015,


disetujui: 30 September 2015

Abstract
This study aims to understand the problems that occur in management of hajj pilgrimage and the solution of those problems. Using
literature review and a qualitative method, this study found that almost all activities in the hajj management meet problems, starting
from issues of registration, cost of pilgrimage, hajj guidence, transportation services, accommodation, health, catering, live protection,
as well as its institution, organizing committee, and officials. Offering solutions to these problems, this study recommends that Law
No. 13/2008 regarding the hajj is necessary to be revised, i.e. on the restriction of hajj applicants, hajj officers, hajj organizers, as well
as on hosting organization, and the cost of organizing the hajj or hajj pilgrimage.
Keywords: hajj regulation, public services, istitha’ah, hajj management, Indonesian hajj.

Abstrak
Studi ini bertujuan untuk memahami masalah-masalah yang terjadi dalam penyelenggaraan ibadah haji dan penanganan masalah-
masalah itu. Dengan menggunakan metode studi kepustakaan dan pendekatan kualitatif dan, studi ini menyimpulkan, hampir semua
kegiatan dalam penyelenggaraan ibadah haji menghadapi berbagai masalah. Masalah dijumpai sejak dari pendaftaran, penetapan
BPIH, pembinaan, pelayanan transportasi, akomodasi, kesehatan, katering, perlindungan jemaah haji, lembaga penyelenggara
ibadah haji, panitia penyelenggara, dan petugas haji. Untuk menyelesaikan berbagai masalah itu, penulis berpendapat, UU Nomor 13
Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji perlu direvisi. Materi muatan yang perlu direvisi antara lain mengenai pembatasan
pendaftar haji, organisasi penyelenggara, panitia penyelenggara, petugas haji, dan biaya penyelenggaraan ibadah haji.
Kata Kunci: UU Haji, pelayanan publik, istitha’ah, penyelenggaraan ibadah haji, haji Indonesia.

I. PENDAHULUAN beribadah haji.3 Catatan yang tersedia menjelaskan


A. Latar Belakang sejak permulaan abad ke-16, muslim Nusantara sudah
ada yang melakukan perjalanan untuk berdagang
Secara terminologi, haji adalah perjalanan
ke Hejaz kemudian berkesempatan menunaikan
ibadah mengunjungi Ka’bah dan sekitarnya di kota
ibadah haji.4 Data Kementerian Agama menjelaskan
Mekkah untuk melakukan berbagai ritual seperti
sejak 1949 kementerian ini telah memberangkatkan
thawaf, sa’i, wukuf di Arafah dan sebagainya. Ibadah
sebanyak 9.892 jemaah haji melalui jalur laut.5 Hingga
haji wajib ditunaikan oleh setiap muslim yang
saat ini jumlah masyarakat Muslim Indonesia yang
mampu (istitha’ah), sekali seumur hidup.1 Ibadah haji
berkenginan untuk menunaikan ibadah haji terus
merupakan ibadah istimewa.2 Tak mengherankan
meningkat, bahkan jumlah pendaftar haji lebih besar
jika hampir semua muslim yang mampu, ingin
dibandingkan dengan jumlah kuota yang diberikan
melaksanakannya. Tak terkecuali, muslim Indonesia.
Pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia.6
Dalam catatan sejarah, belum ditemukan
siapa dan berapa muslim Nusantara yang pertama 3
Shaleh Putuhena, Historiografi Haji Indonesia, Yogyakarta:
kali melaksanakan perjalanan ke Mekkah untuk LkiS, 2007, hlm. 105.
4
Ibid., hlm. 106.
5
Drijen PHU Kementerian Agama RI, “Ideografi Haji Indonesia

1
Dalam keseluruhan masa hidupnya, seperti dituturkan oleh Tahun 1949 sd 2014” (Jakarta: Kementerian Agama RI, tt).
Anas bin Malik, Nabi Muhammad hanya berhaji satu kali, 6
Sesuai hasil keputusan Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi
sehingga haji pertama dan terakhirnya pun dikenal sebagai Konferensi Islam (KTT OKI) di Amman, Jordania 1987, jumlah
haji wada’, haji perpisahan. jamaah haji untuk masing-masing negara telah ditetapkan

2
Anggito Abimanyu (editor), Talbiyah di Tanah Haram secara seragam yakni sebesar 1 permil dari jumlah
Memoar Para Wartawan Haji (Mizan: Bandung, 2013), hlm. penduduk suatu negara. Karena itu, Jika penduduk muslim
xvii. di Indonesia mencapai 211 juta orang, jumlah jamaah haji
202 Kajian Vol. 20 No. 3 September 2015 hal. 201 - 218

Penyelenggaraan ibadah haji tidak saja, terkait B. Perumusan Masalah


dengan serangkaian kegiatan ritual, tetapi juga terkait Penyelenggaran ibadah haji bertujuan
dengan serangkaian kegiatan lain seperti pendaftaran, untuk memberikan pembinaan, pelayanan, dan
pembinaan haji,7 pelayanan pemondokan, katering, perlindungan yang sebaik-baiknya bagi jemaah haji
transportasi darat dan udara, kesehatan, dan sehingga jemaah haji dapat menunaikan ibadahnya
perlindungan jemaah baik yang dilakukan di dalam sesuai dengan ketentuan ajaran agama Islam. Tujuan
tanah air maupun yang dilakukan di Arab Saudi. Seluruh ideal tersebut pada tataran praktiknya sulit dicapai,
rangkaian kegiatan itu, harus dapat diselenggarakan karena penyelenggaraan ibadah haji selalu didera
agar jemaah dapat melaksanakan hajinya dengan oleh beragam masalah yang hampir sama dari
lancar, nyaman dan aman sehingga ia dapat pulang tahun ke tahun. Masalah-masalah itu antara lain
kembali ke tanah air dan memperoleh haji mabrur. adalah ketidakmengertian jemaah haji atas ritual-
Karena melibatkan jemaah haji dalam jumlah ritual yang ada di dalam haji, ketidaknyamanan
besar dan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan baik pelayanan transportasi, pemondokan, dan katering,
di tanah air maupun di Arab Saudi, penyelenggaraan ketidakmampuan petugas dalam melayani jemaah
ibadah haji memerlukan tata kelola dan sistem haji. Kesemua masalah itu, menyulitkan jemaah
penyelenggaraan ibadah yang kompleks dan saling haji untuk menunaikan ibadahnya sesuai dengan
terkait. Karena keperluan itu, penyelenggaraan ketentuan fikih haji. Kondisi itu, tentu tidak bisa
ibadah haji kemudian diatur dalam undang- dibiarkan terus menerus dan perlu dicarikan jalan
undang dan penyelenggaraannya dilaksanakan keluar agar penyelenggaraan ibadah haji dapat
oleh pemerintah dan masyarakat.8 Undang-undang dilaksanakan sesuai dengan tujuan idealnya.
pertama yang mengatur penyelenggaraan ibadah Pertanyaannya kemudian adalah mengapa masalah-
haji adalah UU Nomor 17 Tahun 1999, kemudian masalah yang mendera penyelenggaraan ibadah
disempurnakan dengan UU Nomor 13 Tahun 2008 haji itu selalu berulang setiap tahun? bagaimana
tentang Penyelenggaraan ibadah haji.9 masalah-masalah tersebut dapat ditangani?

Indonesia sekitar 211.000 orang. Ditjen Bimas Islam C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
dan Penyelenggaraan Haji, Realitas dan tantangan Kajian ini bertujuan untuk mengetahui persoalan-
Penyelenggaraan Ibadah Haji (Jakarta: Ditjen Bimas Islam
persoalan yang mengemuka dalam pelaksanaan
dan Penyelenggaraan Haji, 2003), hlm. 54.
7
Pembinaan haji adalah serangkaian kegiatan yang meliputi penyelenggaraan ibadah haji, selain itu, kajian
penyuluhan dan bimbingan bagi jemaah haji, Petugas, PIHK, ini juga berupaya mengetahui dan menganalisis
PPIU dan Lembaga/Ormas Islam yang terkait dengan haji upaya yang mesti ditempuh untuk menyelesaikan
dan umrah. Lihat Anonim, “Buku Pintar Penyelenggaraan persoalan-persoalan yang mendera pelaksanaan
Ibadah Haji”, hlm. 1. penyelenggaraan ibadah haji itu.
8
Setelah Ordonansi 1922 yang mengatur penyelenggaraan
ibadah haji bagi umat Islam masa kolonial tidak berlaku
Kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan
lagi, tahun 21 Januari 1950 berdiri sebuah yayasan sebagai bahan pertimbangan bagi Anggota Komisi VIII
penyelenggaraan ibadah haji Indonesia (PHI), yayasan DPR RI yang saat ini sedang melakukan penyusunan
ini merupakan satu-satunya badan yang ditunjuk oleh dan pembahasan Rancangan Undang-Undang
pemerintah untuk menyelenggarakan ibadah haji. setelah Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
enam belas tahun berkiprah yayasan ini merasa tidak
mampu lagi untuk menyelenggarakan ibadah haji, tahun
1964 berdiri PT Arafat untuk meneyelenggarakan ibadah D. Kerangka Pemikiran
haji, namun PT ini kemudian dililit oleh beragam masalah 1. Penyelenggaraan Ibadah Haji sebagai
dan dinyatakan pailit. Sejak 1969 penyelenggaraan ibadah Pelayanan Publik
haji diambil alih oleh Pemerintah hingg sekarang. Lihat
Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji, Realitas dan Penyelenggaraan ibadah haji tidak semata soal
tantangan Penyelenggaraan Ibadah Haji, hlm. 35-41. bagaimana ritual-ritual dalam haji dapat ditunaikan
9
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang oleh jemaah haji, tetapi lebih dari itu, ia merupakan
Penyelenggaraan Ibadah Haji dipandang perlu direvisi
karena (a) undang-undang tersebut memberikan otoritas
terlalu besar kepada pemerintah dan kurang menampung memberatkan jamaah dalam menetapkan biaya yang
peranserta masyarakat; (b) pelaksanaan Undang-undang bukan biaya langsung yang dibutuhkan oleh jamaah haji,
tersebut tidak didukung oleh Peraturan Pemerintah, (e) aspek bimbingan, pelayanan dan perlindungan jamaah
sebagai dasar hukum organik setingkat di bawah undang- haji sebagai amanat undang-undang tidak bisa ditunaikan
undang, tetapi langsung diatur oleh Keputusan Menteri; pemerintah, karena terjebak oleh urusan-urusan yang
(c) adanya beberapa kontradiksi pengaturan antara bersifat teknis. Nashuddin, “Sistem Pelayanan Haji pada
undang-unadang dengan Keputusan Menteri Agama, Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat”, dalam
serta Keputusan Direktur Jenderal Bimas Islam dan Urusan Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 7, No. 2, Juni 2011: 453-
Haji Nomor D/296 Tahun 1999; (d) terdapat praktik yang 478.
Achmad Muchaddam Fahham Penyelenggaraan Ibadah Haji: Masalah dan Penanganannya 203
pengelolaan kegiatan pelayanan kepada jemaah pejabat penanggung jawab pemberi layanan, waktu
haji. Sebagai bentuk pelayanan, penyelenggaraan penyelesaian, rincian waktu atau tarif serta hal-hal
ibadah haji merupakan praktik pelayanan publik lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib
yang diberikan oleh penyelenggara kepada jemaah diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui
haji. Dalam kerangka seperti itu, Kementerian Agama dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta
yang selama ini menjadi penyelenggara ibadah haji maupun tidak diminta. Efesiensi, mengandung
reguler, harus mampu memposisikan diri sebagai arti: persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada
abdi negara sekaligus abdi masyarakat yang melayani hal-hal berkaitan langsung dengan pencapaian
jemaah haji. sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan
keterpaduan antara persyaratan dengan produk
1. Asas Penyelenggaraan
pelayanan berkaitan, dicegah adanya pengulangan
Menurut Joko Widodo, pelayanan publik pemenuhan persyaratan, dalam hal proses pelayanan
memiliki beberapa asas penting, yakni profesional, masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan
efektif, efisien, sederhana, transparan, terbuka, tepat adanya kelengkapan persyaratan dari satuan kerja
waktu, responsif, dan adaptif.10 Sementara dalam atau instansi pemerintah lain yang terkait. Ketepatan
UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik waktu, kriteria ini mengandung arti pelaksanaan
dinyatakan bahwa asas pelaksanaan pelayanan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam
publik adalah kepentingan umum, kepastian hukum, kurun waktu yang telah ditentukan. Responsif, lebih
kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban, mengarah pada daya tanggap dan cepat menanggapi
keprofesionalan, partisipatif, persamaan hak, tidak apa yang menjadi masalah, kebutuhan dan aspirasi
diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas masyarakat yang dilayani, dan Adaptif adalah cepat
dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, menyesuaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan,
ketepatan waktu, dan kecepatan, kemudahan, keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang
keterjangkauan.11 senantiasa mengalami perkembangan.12 Sementara
Jika penyelenggaraan ibadah haji dipandang nirlaba mengandung arti bahwa layanan publik yang
sebagai pelaksanaan pelayan publik, dengan dilaksanakan tidak untuk mencari keuntungan atau
meminjam pandangan Widodo, maka asas profit.13
penyelenggaraannya adalah profesional, efektif,
efesien, sederhana, transparan, terbuka, tepat 2. Tolok Ukur Kualitas Pelayanan Publik
waktu, responsif, adaptif dan nirlaba. Menurut Widodo, secara teoritik tolok
Layanan publik yang profesional dicirikan ukur kualitas pelayanan publik yang baik, terdiri
oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari dari 10 dimensi, yakni: (1) tangible, terdiri atas
pemberi layanan. Efektif mengandung arti bahwa fasilitas fisik, peralatan, personil, dan komunikasi;
layanan yang diberikan lebih mengutamakan pada (2) resliable, kemampuan unit layanan dalam
pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran. menciptakan pelayanan yang dijanjikan dengan
Sederhana, mengandung arti prosedur atau tatacara tepat; (3) responsiveness, kemauan untuk membantu
pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat, konsumen bertanggung jawab terhadap mutu
tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan layanan yang diberikan; (4) competence, tuntutan
mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta yang dimilikinya pengetahuan dan keterampilan
pelayanan. Transparan mengandung arti adanya yang baik oleh aparatur dalam memberikan layanan;
kejelasan dan kepastian mengenai: prosedur (5) courtesey, sikap atau perilaku ramah, bersahabat,
atau tatacara pelayanan, persyaratan pelayanan tanggap terhadap keinginan konsumen serta mau
baik persyaratan teknis maupun persyaratan melakukan kontak atau hubungan pribadi; (6)
administratif, pejabat yang berwenang dan credibility, sikap jujur dalam setiap upaya untuk
bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan, menarik kepercayaan masyarakat; (7) security, jasa
rincian biaya atau tarif layanan dan tata cara pelayanan yang diberikan harus dijamin bebas dari
pembayarannya, dan jadwal waktu penyelesaian berbagai bahaya dan risiko; (8) access, terdapat
pelayanan. Keterbukaan mengandung arti prosedur kemudahan untuk mengadakan kontak dan
atau tatacara persyaratan, satuan kerja atau pendekatan; (9) communication, kemauan pemberi
layanan untuk mendengarkan suara, keinginan atau
10
Joko Widodo, Good Governance Telaah dari Dimensi aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk selalu
Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi
menyampaikan informasi baru kepada masyarakat
dan Otonomi Daerah, Surabaya: Insan Cendekia, 2001, hlm.
269-275.

12
Joko Widodo, Op.Cit., hlm. 269-275.
11
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan

13
Penjelasan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang
Publik, Pasal 4.
Penyelenggaraan Ibadah Haji.
204 Kajian Vol. 20 No. 3 September 2015 hal. 201 - 218

(10), understanding the customer, melakukan segala tersebut dibuka sepanjang tahun, tidak ada
usaha untuk mengetahui kebutuhan pelanggan.14 batasan kapan pendaftaran ditutup dan tidak ada
Dari uraian-uraian teoritik tentang pelayanan pembatasan berapa kuota yang diterima. Syarat
publik dan tolok ukurnya itu, dapat dikatakan karena utamanya, sang calon memiliki kemampuan finansial
pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji bukan saja untuk membayar setoran awal sebesar Rp25 juta, di
pelaksanaan ritual-ritual haji, tetapi juga pelaksanaan samping syarat lainnya seperti sehat jasmani rohani
berbagai kegiatan pelayanan, adalah penting dan berumur minimal 18 tahun.
kemudian bagi penyelenggara ibadah haji reguler Dampak kebijakan pendaftaran seperti itu
untuk memposisikan pelaksanaan penyelenggaraan adalah munculnya persoalan waktu tunggu untuk
ibadah haji dalam kerangka pelayanan publik melaksanakan ibadah haji. Hingga 2015, waktu
agar seluruh layanan yang diselenggarakan dapat tunggu jemaah haji reguler di berbagai kabupaten/
mengantarkan jemaah untuk menggapai haji maqbul kota di Indonesia telah mencapai rata-rata 15 tahun,
dan mabrur. sementara waktu tunggu untuk jemaah haji khusus
Maqbul dalam pengertian sah hemat penulis mencapai rata-rata 5 tahun. Selain waktu tunggu,
adalah kondisi di mana ritual-ritual haji ditunaikan dampak lainnya adalah menumpuknya jumlah dana
sesuai dengan tuntutan syarat dan rukun- setoran jemaah haji. Hingga saat ini jumlah dana
rukun ibadah haji. Sementara mabrur menurut setoran tersebut kurang lebih telah mencapai jumlah
Moeslim Abdurrahman adalah mereka yang tetap Rp70 triliun. Dana setoran tersebut merupakan
mempraktikkan kesalehan keislaman mereka setelah dana titipan jemaah. Dana itu mereka titipkan untuk
selesai menunaikan ibadah haji.15 Senada dengan memperoleh nomor porsi haji.
pandangan itu, mabrur hemat penulis adalah kondisi Bagaimana mengatasi lamanya waktu tunggu
di mana jemaah setelah menunaikan ibadah haji jemaah itu? hingga saat ini belum ada formula
dapat melakukan transformasi diri sesuai dengan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk
nilai-nilai ibadah haji yang sudah diserapnya. Dengan mengatasinya. Pilihan yang mungkin dilakukan
kata lain, setelah ia kembali ke tanah air, di samping adalah menerapkan pembatasan pendaftar haji.
ia sudah memperoleh gelar haji juga mampu Orang yang sudah pernah berhaji dibatasi, ia baru
melakukan internalisasi dan objektivikasi nilai-nilai dapat mendaftar haji lagi setelah lima hingga
yang ada dalam ibadah haji dalam kehidupan mereka sepuluh tahun dari ibadah haji yang telah ia lakukan
sehari-hari. sebelumnya. Hal lain yang perlu dilakukan adalah
menerapkan pembagian kuota secara adil dan
II. PEMBAHASAN berbasis kabupaten/kota. Pembagian sisa kuota
A. Problematika Penyelenggaraan Ibadah Haji Di diprioritaskan bagi jemaah lansia, jemaah terpisah
Indonesia dengan mahram dan selanjutnya diperuntukkan oleh
urutan berikutnya.16
Ada beragam problem yang melilit pelaksanaan
Jumlah kuota jemaah haji Indonesia kurang
penyelenggaraan ibadah haji, problem tersebut
lebih sekitar 200 ribu jemaah, namun setelah
tidak saja terjadi pada saat pelaksanaan haji baik
terjadi pemugaran dan renovasi kawasan Masjdil
di tanah air dan di Arab Saudi, tetapi juga terjadi
Haram kuota tersebut dikurangi sekitar 20 persen
saat pendaftaran dan pengisian kuota jemaah
sehingga tahun 2015 jemaah haji Indonesia
haji. Itu artinya, sedari awal sekali, pelaksanaan
berjumlah 168 ribu jemaah. Persoalannya, jumlah
penyelenggaraan ibadah haji telah dililit masalah. Di
itu tidak semua diperuntukkan bagi jemaah haji,
antara problematika penyelenggaraan ibadah haji di
tetapi juga diperuntukkan bagi petugas haji,
Indonesia adalah sebagai berikut:
pembimbing haji dan pengawasan penyelenggaraan
1. Pendaftaran dan Kuota Jemaah Haji
ibadah haji. Itu berarti, jumlah kuota murni untuk
Pendafataran haji menganut sistem nomor jemaah haji tidak mencapai 168 ribu jemaah, tetapi
urut pendaftaran dengan prinsip siapa cepat dia sebagian digunakan untuk petugas, pembimbing
akan dilayani (first come first served). Secara teknis, dan pengawas haji. Kondisi seperti itu, sejatinya
pendaftaran dilayani setiap hari kerja di kantor melahirkan ketidakpastian waktu keberangkatan
Kementerian Agama kabupaten/kota, dilaksanakan jemaah haji, karena bisa jadi sang jemaah yang
secara online melalui sistem informasi dan sudah masuk dalam waktu tunggu tertentu tertunda
komputerisasi haji terpadu (Siskohat). Pendaftaran karena sebagian kuota digunakan untuk petugas,

14
Joko Widodo, Op.Cit., hlm. 269-275.
Anggito Abimanyu, Naskah Akademik Rancangan
16

15
Moeslim Abdurrahman, Bersujud di Baitullah, Ibadah Haji
Perubahan UU Nomor 13 tentang Penyelenggaraan Ibadah
Mencari Kesalehan Hidup, Jakarta: Penerbit Buku Kompas,
Haji, hlm. 6.
2009, hlm. 92.
Achmad Muchaddam Fahham Penyelenggaraan Ibadah Haji: Masalah dan Penanganannya 205
pembimbing dan pengawas penyelenggaraan ibadah 4 pelayanan di dalam negeri yang meliputi: akomodasi
haji. dan konsumsi di Embarkasi; Paspor; DAPIH, gelang
identitas; buku manasik dan pelaksanaan manasik;
2. Penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji passenger service charge jemaah; asuransi jiwa dan
(BPIH) kecelakaan;
Setiap warga negara yang beragama Islam dan 5 operasional di Arab Saudi meliputi: general service
hendak menunaikan ibadah haji harus memiliki fee petugas; akomodasi dan konsumsi petugas haji;
kemampuan finansial, di samping mampu secara sewa kantor; wisma, gudang, dan tempat pelayanan;
transportasi petugas haji; perlengkapan dan operasional
fisik dan mental. Mampu secara finansial artinya ia
kanot misi haji; penasehat hukum, notaris, dan
harus mampu membayar biaya penyelenggaraan penterjemah’ honor dan tunjangan pegawai kantor misi
ibadah haji (BPIH). Mekanisme pembayaran biaya haji;
tersebut dilakukan dengan dua cara, pertama, 6 operasional di dalam negeri meliputi: akomodasi
ketika ia mendaftar ia harus mampu menyetorkan dan konsumsi petugas kloter dan PPIH di embarkasi;
biaya sebesar Rp25.000.000.00. (dua puluh lima juta operasional asrama haji embarkasi; operasional
rupiah). Setoran biaya ini dilakukan jemaah pada bank PPIH di tingkat Pusat, PPIH Kanwil Kemenag Provinsi,
syariah yang telah ditentukan oleh Menteri Agama. PPIH embarkasi, PPIH Kakemenag Kabupaten Kota,
dan pelayanan penyelenggaraan ibadah haji di KUA
Kedua, jemaah calon haji yang telah mendapat Kecamatan; penyediaan fasilitas asrama haji embarkasi
nomor porsi haji saat melakukan pendaftaran haji, dan transit; operasional pemeliharaan, dan sewa
harus mampu melunasi sisa biaya penyelenggaraan jaringan sistem komputerisasi terpadu (SISKOHAT);
ibadah haji yang telah ditetapkan oleh Presiden media center haji; pengendalian, koordinasi, monitoring,
atas usul yang dibuat oleh Menteri Agama dan telah evaluasi, dan pelaporan penyelenggaraan ibadah haji;
dan biaya cadangan (safeguarding)
disetujui oleh DPR RI yang membidangi agama. 17
Sumber: Kementerian Agama RI, Pengelolaan Keuangan Haji.
Sampai saat ini, biaya Penyelenggaraan Ibadah
Haji terdiri dari dua komponen utama, yakni direct Selain dua komponen BPIH di atas, dalam
cost dan indirect cost. Direct cost merupakan biaya penyelenggaraan ibadah haji juga terdapat biaya
yang secara langsung menjadi beban jemaah haji. operasional petugas penyelenggaraan ibadah haji
Direct cost digunakan untuk: yang berasal dari APBN/APBD, biaya operasional
Tabel 1. Penggunaan Biaya Direct Cost petugas tersebut digunakan untuk:
No Peruntukan Tabel 3. Biaya Operasional Petugas Haji
1 biaya pesawat ke/dari Arab Saudi No Peruntukan
2 sebagian biaya pemondokan di Makkah 1 Tiket petugas penyenggaraan ibadah haji ke/dari Arab
Saudi (APBN);
3 sebagian biaya pemondokan di Madinah
2 Transportasi jemaah haji dari daerah asal/ke embarkasi
4 living cost (dikembalikan ke jemaah pada waktu
(APBD); dan
keberangkatab di Embarkasi)
Sumber: Kementerian Agama RI, Pengelolaan Keuangan Haji. 3 Honorarium Petugas penyelenggaraan ibadah haji
(APBN)
Indirect cost, merupakan biaya yang berasal dari Sumber: Kementerian Agama RI, Pengelolaan Keuangan Haji.
nilai manfaat setoran jemaah calon haji yang secara
keseluruhan disebut dengan dana haji. Dana indirect Oleh karena itu, biaya penyelenggaraan
cost digunakan untuk: ibadah haji (BPIH) merupakan sejumlah dana yang
Tabel 2. Penggunaan Biaya Indirect Cost dipergunakan untuk biaya-biaya terkait langsung
dengan jemaah haji dalam rangka penyelenggaraan
No Peruntukan
ibadah haji. Biaya tersebut berasal dari dana setoran
1 sebagian biaya pemondokan di Makkah
awal beserta sejumlah dana nilai manfaat yang
2 sebagian pemondokan di Madinah berasal dari pengelolaan dana setoran awal dan atau
3 pelayanan di Arab Saudi yang meliputi: General tambahan dana sendiri yang harus dibayar oleh calon
service fee; konsumsi (Madinah, Armina, Kedatangan jemaah haji.
dan Kepulangan di Bandara Arab Saudi, Makkah);
Dalam UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang
Transportasi shalawat (yakni transportasi antar-jemput
jemaah haji untuk melaksanakan salat lima waktu); Pengelolaan Keuangan Haji, dana setoran jemaah
upgrade Naqabah; pelayanan bongkar muat dan haji akan dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan
angkutan barang; badal haji; dan pemulangan jemaah Haji (BPKH), dalam bentuk investasi. Dalam Pasal 48
sakit ke Indonesia; UU tersebut dinyatakan bahwa bentuk investasi dana

17
Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI), Laporan Hasil
setoran jemaah haji adalah produk perbankan, surat
Pengawasan Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1434 berharga, emas, investasi langsung, dan investasi
H/2013 M, Jakarta: Komisi Pengawas Haji Indonesia, 2013, lainnya. Dari berbagai bentuk investasi itulah jemaah
hlm. 10-11.
206 Kajian Vol. 20 No. 3 September 2015 hal. 201 - 218

haji nantinya akan memeroleh sejumlah dana nilai yang terkait dengan kapan BPIH dibahas dengan
manfaat. DPR dan berapa lama hasil pembahasan dan
Karena itu, komponen BPIH yang saat ini penetapan itu diumumkan ke publik atau jemaah.
terdiri dari biaya langsung dan biaya tak langsung Ketidakpastian kapan penetapan BPIH itu melahirkan
perlu ditinjau ulang. Apakah memang masih perlu ketidaknyamanan jemaah, karena harus menunggu
pemilahan antara komponen biaya langsung dan berapa sisa BPIH yang harus mereka lunasi ditambah
tak langsung dalam BPIH. Sebab jemaah haji nanti terlampau dekatnya waktu pelunasan itu.
akan memperoleh nilai manfaat dari setoran Ketidakjelasan mengenai besaran BPIH perlu
awalnya masing-masing sesuai dengan jangka diakhiri dengan membuat rincian pengertian BPIH,
waktu tunggu mereka untuk melaksanakan ibadah kegunaan pendanaan BPIH, begitu juga dengan
haji. Dan nilai manfaat itu akan dimasukkan secara pembahasan dan persetujuan DPR, perlu ada rincian
langsung dalam rekening virtual mereka masing- jadwal pengajuan usulan BPIH, pembahasan BPIH di
masing sebagaimana diatur dalam UU No 34 Tahun DPR hingga keputusan BPIH oleh Presiden, termasuk
2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji Pasal 26 mengenai jadwal pembahasan dan persetujuan BPIH
menyatakan: “Untuk melaksanakan tugas dan fungsi oleh DPR apabila terjadi jalan buntu (deadlock).18
sebagaimana pada Pasal 22 dan Pasal 23, BPKH
3. Pembinaan
wajib” “f. membayar nilai manfaat setoran BPIH
dan/atau BPIH Khusus secara berkala ke rekening Secara sosiologis, jemaah haji Indonesia berasal
virtual setiap Jemaah Haji; dan “g. mengembalikan dari latar belakang sosial, pendidikan, budaya,
selisih saldo setoran BPIH dan/atau BPIH Khusus dan suku yang beragam. Pengetahuan mereka
dari penetapan BPIH dan/atau BPIH Khusus tahun tentang haji pun sangat berbeda-beda. Kenyataan
berjalan kepada Jemaah Haji”. itu menuntut: dilaksanakannya pembekalan
Dalam konteks UU PKH, Biaya Penyelenggaraan tatacara pelaksanaan ibadah haji, penyediaan buku
Ibadah Haji jemaah haji reguler merupakan biaya tatacara ibadah haji, dan pembekalan teknis lainnya
yang diperuntukkan bagi penyelenggaraan ibadah terkait dengan penggunaan toilet di pesawat, di
haji yang terkait langsung dengan jemaah haji hotel dan sebagainya. Selain itu, jemaah haji juga
reguler, yang meliputi: perlu dikenalkan dengan budaya dan kultur Arab
Tabel 4. Komponen Biaya Penyelenggaraan Ibadah atau negara-negara lainnya, karena mereka akan
No Komponen Biaya Haji Reguler
berinteraksi dengan beragam orang yang berasal
dari beragam kultur dan budaya.
1 Penerbangan
Pembekalan tatacara ibadah haji penting
2 Pelayanan Akomodasi diberikan untuk menjamin pelaksanaan ibadah
3 Pelayanan Katering haji sesuai syarat dan rukun haji. Keterbatasan
4 Pelayanan transportasi di Arab Saudi pengetahuan jemaah tentang tatacara ibadah
5 Perlindungan di Arab Saudi haji juga menuntut adanya pendamping yang
6 Pelayanan di embarkasi/debarkasi menyertai mereka saat melaksanakan ibadah haji,
7 Pelayanan imigrasi
sebab meskipun buku panduan manasik haji sudah
diberikan tidak semua jemaah kemudian memahami
8 Pelayanan Kesehatan di tanah air dan Arab Saudi
isinya, mereka tetap memerlukan bimbingan saat
9 Pembinaan jemaah haji di tanah air dan Arab saudi
melaksanakan ibadah tersebut.
Sumber: Kementerian Agama RI, Pengelolaan Keuangan Haji.
Ada dua bentuk penyelenggaraan bimbingan
Pada setiap tahun, sebelum pelaksanaan manasik haji yang terjadi di tengah-tengah
penyelenggaraan ibadah haji, pemerintah dan masyarakat, pertama, bimbingan manasik yang
DPR membahas dan menetapkan besar biaya diselenggarakan oleh pemerintah, dan kedua,
penyelenggaraan ibadah haji. Hal itu dimaksudkan bimbingan manasik yang diselenggarakan oleh
untuk menetapkan besaran biaya penyelenggaraan masyarakat.
ibadah haji. Persoalannya, pembahasan dan a. Bimbingan Manasik Haji oleh Pemerintah
penetapan tersebut acap terlalu dekat dengan
waktu pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji, Kegiatan bimbingan manasik haji yang
dampaknya adalah waktu untuk pelunasan sisa diselenggarakan oleh pemerintah dilakukan sebanyak
pembayaran biaya penyelenggaraan ibadah haji 10 kali: tiga pertemuan pada tingkat kabupaten/kota
terlalu pendek. dan tujuh kali pertemuan pada tingkat Kantor Urusan
Dalam UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang Agama (KUA) kecamatan. Alokasi waktu bimbingan
Penyelenggaraan Ibadah Haji, tidak diatur alokasi manasik haji untuk satu kali pertemuan empat jam
waktu pembahasan dan penetapan BPIH, baik
18
Anggito Abimanyu, Naskah Akademik, hlm. 15.
Achmad Muchaddam Fahham Penyelenggaraan Ibadah Haji: Masalah dan Penanganannya 207
pelajaran (4x60 menit) per hari. Bimbingan secara b. Bimbingan Manasik oleh KBIH
langsung dilaksanakan dalam bentuk tatap muka, Bimbingan jemaah haji yang diselenggarakan
dialog, praktik manasik dan pemutaran audio/visual oleh masyarakat dilakukan oleh Kelompok Bimbingan
manasik. Sementara bimbingan tidak langsung Ibadah Haji (KBIH). Keterlibatan KBIH dalam
dilakukan melalui media elektronik. penyelenggaraan pelatihan manasik haji diatur Pasal
Pemerintah sejatinya sangat memahami 30 (Ayat 1) UU No. 13/2008 yang menyebutkan
kondisi pengetahuan jemaah haji, karena itu jauh bahwa dalam rangka pembinaan ibadah haji,
sebelum pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji, masyarakat dapat memberikan bimbingan ibadah
pemerintah telah melaksanakan bimbingan manasik haji, baik dilakukan secara perseorangan maupun
haji. Bimbingan manasik haji dilaksanakan di tingkat dengan membentuk kelompok bimbingan.
kabupaten/kota dan di tingkat Kantor Urusan Agama Pelaksanaan bimbingan jemaah haji oleh masyarakat
(KUA) kecamatan. berpedoman pada pola pembinaan ibadah haji yang
Pada tingkat kabupaten/kota bimbingan manasik ditetapkan oleh Pemerintah. Biaya penyelenggaraan
haji dilaksanakan sebanyak tiga kali pertemuan bimbingan manasik oleh KBIH berasal dari jemaah
dengan alokasi waktu 12 jam pelajaran. Materi dan calon haji.20
kurikulum manasik haji pada tingkat kabupaten/ Sebelum melakukan pelatihan bimbingan, KBIH
kota antara lain: pertama, kebijakan pemerintah harus mendapat izin dari Kementerian Agama hal
tentang penyelenggaraan ibadah haji, ta’limul hajj ini sesuai dengan PP No 79 Tahun 2012, kelompok
(peraturan pemerintah Arab saudi tentang haji; kedua, bimbingan harus mendapat izin dari Kepala Kanwil,
manasik perjalanan meliputi proses perjalanan haji, berbadan hukum yayasan, dan mempunyai susunan
keselamatan penerbangan, pembentukan kelompok pengurus yang tidak dijabat oleh pegawai negeri
terbang, Ketua Regu dan Ketua Rombongan; ketiga, sipil (PNS) Kementerian Agama yang masih aktif.
manasik ibadah meliputi teori dan praktik/latihan Izin kepada kelompok bimbingan diberikan selama
operasional haji; keempat, kebijakan pemerintah tiga tahun dan dapat diperpanjang. Sampai dengan
tentang pelayanan kesehatan haji; kelima, konsolidasi akhir tahun 2012, 1.018 Kelompok Bimbingan telah
kelompok terbang, ketua regu, dan ketua rombongan, mempunyai izin operasional dari Kemenag.21
keenam, kelengkapan barang bawaan dan rencana Dalam praktiknya, pelatihan manasik yang
pemberangkatan jemaah haji. diselenggarakan oleh pihak swasta berbeda-beda
Pada tingkat kecamatan manasik haji dilaksanakan antara satu KBIH dengan KBIH lainnya. Ada Kelompok
sebanyak 7 kali pertemuan dengan alokasi waktu 20 Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) yang menyelenggarakan
jam pelajaran. Materi dan kurikulum manasik haji pelatihan manasik lebih dari 20 kali dengan tempo
pada tingkat KUA kecamatan antara lain: pertama, pertemuan selama delapan jam per pertemuan. Ada
manasik haji meliputi miqat, ihram, talbiyah, thawaf, pula KBIH yang menyelenggarakan pelatihan manasik
sai, wukuf di Arafah, pembayaran dam. Kedua, tidak selama itu. Namun, disiasati dengan cara
manasik ibadah haji meliputi: mabit di Muzdalifah dan pemadatan pertemuan melalui program pelatihan
Mina, melontar jumrah (10 Zulhijjah dan hari Tasyrik tiga harian. Penyelenggaraan pelatihan manasik
11, 12, dan 13 Zulhijjah) Nafar awal/Tsani. Ketiga, dalam tempo lama dan berkali-kali nampaknya dapat
Manasik Haji meliputi thawaf umrah, thawaf ifadah, memberikan bekal ilmu yang cukup mengenai syarat
thawaf sunat, thawaf wada’, keempat, salat Arbain, dan rukun haji. Sebaliknya, pelatihan manasik dalam
Ziarah di kota Madinah dan Mekkah. Kelima, Manasik tempo yang singkat dan tidak sering berdampak pada
Kesehatan haji, akhlak/pelestarian haji mabrur dan kurangnya bekal pengetahuan bagi calon jemaah
praktik manasik haji/latihan operasional.19 haji.
Melihat upaya pemerintah di atas, sejatinya Selain itu, beberapa KBIH ternyata belum
pembinaan manasik haji telah selesai, tetapi melihat berbentuk yayasan dan mengandalkan ketokohan
kenyataan obyektif dari jemaah haji kita, praktik pimpinan kelompok bimbingan yang berasal dari
pelayanan pembinaan jemaah haji itu patut untuk ulama, tokoh masyarakat, pengurus masjid dan
dikaji ulang. Barangkali yang terpenting adalah pondok pesantren. Kecenderungan jemaah Indonesia
bagaimana pelayanan pembinaan itu dilaksanakan bergabung ke dalam KBIH makin meningkat dari
secara efektif sehingga memiliki pengaruh terhadap tahun ke tahun. Jemaah memilih masuk ke KBIH untuk
kompetensi jemaah haji. Sebab pada praktiknya mendapatkan pelatihan manasik lebih intensif dari
tidak semua penyelenggaraan pembinaan jemaah
haji diikuti oleh semua jemaah haji.
20
Pasal 15 Peraturan Pemerintah (PP) No.79 Tahun 2012
tentang Pelaksanaan UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji.

19
Kementerian Agama RI, Kurikulum dan Silabus Bimbingan 21
Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI), Laporan Hasil
Manasik Haji Tahun 2013. Pengawasan, hlm. 22
208 Kajian Vol. 20 No. 3 September 2015 hal. 201 - 218

pada menjadi jemaah mandiri. Dengan pendidikan standar yang ditetapkan dalam penyelenggaraan
terbatas dan pemahaman agama yang kurang, patut ibadah haji atau mengikuti peraturan yang dibuat
dipahami pilihan jemaah bergabung dengan kelompok PPIH Arab Saudi.23
bimbingan. KBIH yang dipilih oleh jemaah karena kenal
c. Bimbingan Ibadah di Arab Saudi
atau tahu dengan pemilik atau pembimbingnya, lokasi
yang dekat dengan rumah, dan sebagian lagi karena Seperti telah disebutkan sebelumnya,
mendapatkan rekomendasi dari teman atau kenalan. jemaah haji berasal dari beragam latar belakang
Harus dikatakan KBIH memang memiliki andil sosial, ekonomi, dan pengetahuan keagamaan.
dalam meningkatkan pengetahuan jemaah terhadap Kesadaran akan pluralitas pengetahuan keagamaan
seluk beluk haji. Terutama dari sisi partisipasi mereka jemaah haji itulah yang mendorong pemerintah
dalam penyelenggaraan pelatihan manasik sebelum untuk membentuk Tim Pembimbing Ibadah Haji
jemaah berangkat ke Arab Saudi. Tetapi peran itu Indonesia (TPIHI). Tugas utama tim tersebut adalah
juga memiliki dampak yang cukup mengganggu membimbing ibadah jemaah haji di Arab Saudi. Akan
bagi penyelenggaraan ibadah haji, terutama ketika tetapi dalam kenyataannya, ada petugas TPIHI yang
KBIH ikut terlibat dalam membimbing jemaah baik justru belum memahami dan menguasai manasik
menyangkut urusan ibadah maupun urusan lainnya haji secara baik. Hal itu tentu saja sangat disesalkan.
di Arab Saudi. Karena bagaimana mungkin petugas tersebut dapat
Ketika ikut mendampingi jemaah di Arab Saudi, membimbing ibadah jemaah sementara dia sendiri
KBIH bahkan berperan dalam mengatur semua tidak kompeten untuk itu. hal itu terlihat pada
urusan jemaah. Dominasi peran KBIH terlihat di beberapa laporan yang disampaikan oleh: Kloter
pemondokan. Jemaah dalam satu KBIH cenderung 51 JKS, 35 SUB, 02 BTH, 03 SOC, 09 BTH, 42 JKS dan
mengumpul dalam satu blok, sehingga kadang 47 SOC. Kloter-kloter tersebut menyatakan bahwa
mengesankan eksklusif. Dengan bergabung dalam ada petugas yang mengingatkan jemaah haji yang
KBIH, jemaah mendapatkan manfaat bimbingan melanggar larangan ihram untuk melepaskan pakaian
ibadah serta membangun kebersamaan antarjemaah berjahit dan melanjutkan manasiknya. Seharusnya
dalam kelompok. Dominasi KBIH atas jemaah mandiri petugas tersebut mengingatkan dan menjelaskan
dapat merugikan jemaah lain yang tidak bergabung sanksinya, yakni membayar dam isa’ah. 24
dalam KBIH. Beberapa KBIH berlomba memasang Dam isa’ah adalah denda yang dikenakan bagi
spanduknya di tenda-tenda selama di Arafah Mina. orang yang melanggar aturan atau melakukan
Ada jemaah dari KBIH yang mendapatkan fasilitas kesalahan saat melaksanakan haji atau umrah
kasur saat tinggal di tenda Mina. Karena ruang seperti: (1) melanggar aturan ihram dalam haji dan
terpakai untuk kasur, sebagian jemaah mandiri tidak umrah; (meninggalkan salah satu wajib haji atau
dapat tempat di tenda.22 umrah yang terdiri dari: (a) tidak berihram dari miqat;
Potensi konflik cenderung tinggi jika jumlah (b) tidak mabit di Muzdalifah;(c) tidak mabit di Mina;
jemaah mandiri seimbang dengan jemaah yang (d) tidak melontor jumrah; (e) tidak thawaf wada’.
tergabung dalam KBIH. Pembimbing ibadah dari Orang yang terkena dam isa’ah wajib membayar
KBIH sering lebih berperan dibandingkan dengan fidyah. Kewajiban fidyah tersebut dapat dilakukan
peran ketua kloter dan Tim Pembimbing Ibadah Haji dengan cara puasa tiga hari, atau memberi makan
Indonesia (TPIHI) selama penyelenggaraan ibadah enam orang miskin (per satu orang miskin diberi
haji di Tanah Suci, terutama pada kloter yang jumlah satu mud gandum atau setara dengan 675 gram atau
jemaah KBIH-nya lebih banyak. Apalagi, beberapa 0,688 liter) atau menyembelih kambing.25
ketua kloter dan TPIHI tidak melakukan tugasnya Pluralitas pemahaman keagamaan jemaah
dengan baik dan kalah saing dengan pembimbing haji tentang manasik haji membuat jemaah haji
dari KBIH. Akibatnya, ketaatan jemaah haji lebih pada belum mampu menjalankan ibadah hajinya secara
pada pembimbing KBIH, bukan pada ketua kloter mandiri, mereka masih sangat bergantung kepada
dan TPIHI. Pembimbing KBIH memiliki pengaruh pembimbing ibadah, baik dari pemerintah maupun
dalam kelompoknya dengan membuat beberapa dari KBIH. Dan meskipun pengetahuan manasik
kebijakan dan aturan sesuai dengan pemahaman jemaah haji lemah, mereka belum memiliki
dan keyakinannya. Aturan dan program internal yang kesadaran tentang pentingnya mempelajari atau
dibuat KBIH beserta pembimbingnya menjadi acuan

23
Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI), Laporan Hasil
jemaah. Program KBIH belum tentu sejalan dengan Pengawasan, hlm. 19.
24
Ibid.,

22
Peran KBIH yang terlalu terlibat di dalam penyelenggaraan 25
Al-Jazairi, Minhajul Muslim, hlm. 506. Lihat juga Sayyid
ibadah haji dideskripsikan oleh Erafzon Saptiyulda, “KBIH
Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid 3, Jakarta: Tinta Abadi Gemilang,
dan Koper Jemaah” dalam Anggito Abimanyu (Editor),
2013, hlm. 56-84.
Talbiyah di Tanah Haram, hlm. 156-161.
Achmad Muchaddam Fahham Penyelenggaraan Ibadah Haji: Masalah dan Penanganannya 209
membaca ulang manasik haji secara mandiri. miqatnya untuk melaksanakan ibadah umrah. Setelah
Akibatnya mereka sangat bergantung kepada orang selesai melaksanakan ibadah umrah dan berakhir
lain dalam melaksanakan manasik haji. Agar jemaah pada tahallul atau memotong rambut. Para jemaah
haji dapat melaksanakan rukun dan kewajiban dalam haji Indonesia harus menunggu datangnya waktu
ibadah haji pemerintah perlu mendorong koordinasi haji pada hari Tarwiyah dan Arafah pada tanggal 8-9
antara pembimbing ibadah, petugas pembimbing Dzuhijjah. Saat menunggu waktu datangnya waktu
ibadah sektor dan pimpinan ibadah KBIH dalam haji itulah para jemaah haji tidak lagi menggunakan
melaksanakan fungsi pembimbingan jemaah haji di pakaian ihram dan menikmati waktu tersebut
Arab Saudi. dengan beragam aktifitas ibadah lain di luar ibadah
Menurut laporan pengawasan penyelenggaraan umrah. Saat menikmati waktu tersebut para jemaah
ibadah haji yang dilakukan oleh KPHI ada beberapa haji tidak lagi harus berihram dan tidak lagi terkena
kasus yang dapat dipandang sebagai contoh tentang ketentuan-ketentuan yang tidak boleh dilanggar
kekurangan atau kelemahan pelaksanaan rukun dan seperti saat mereka berihram. Menikmati waktu
wajib ibadah haji, yaitu: (1) Adanya jemaah yang hanya inilah yang disebut dengan tamattu’. Setelah datang
melaksanakan tawaf, tetapi tidak melaksanakan waktu haji pada tanggal 8-9 Dzulhijjah, para jemaah
sa’i; (2) Adanya jemaah tidak melaksanakan tawaf tersebut harus berihram lagi untuk melaksanakan
dan sa’i dengan sempurna, seperti putaran tawaf ibadah haji.27 Dengan demikian, para jemaah haji
dan jumlah sa’i yang belum sempurna tujuh kali; melaksanakan ihram dua kali, ihram pertama untuk
(3) Ada juga jemaah pria yang pelaksanaan umrah umrah dan ihram kedua untuk berhaji. Karena
(ihram) belum selesai, tetapi sudah berganti baju melaksanakan proses haji tamattu‘ itu, maka para
berjahit; (4) Sebanyak 1.207 orang jemaah tersesat jemaah haji terkena kewajiban dam nusuk berupa
di Masjidil Haram. Sepertiga dari mereka mengaku seekor kambing. Harga kambing di Mekkah berkisar
sudah melakukan tawaf, tetapi belum sa’i dan antara SAR 300-500 per ekor.28
tahalul karena tidak tahu caranya atau kebingungan Pelaksanaan kewajiban dam nusuk inilah yang
melakukannya saat tersesat; (5) Adanya jemaah yang acap menimbulkan ketidaknyamanan jemaah haji.
melakukan kegiatan ibadah tawaf secara berlebihan Banyak pihak yang melihat pembayaran ini sebagai
tanpa mempedulikan kondisi fisik dan kesehatan peluang untuk mendapat keuntungan. Karena itu
mereka. Banyak di antara jemaah memaksakan diri tak heran jika banyak pihak yang menawarkan diri
melakukan ibadah sunah hingga kelelahan dan sakit. untuk mencarikan kambing. Pihak-pihak itu, antara
Akibatnya, mereka cenderung/berpotensi tidak lain KBIH dan orang Indonesia yang tinggal di Arab
dapat mengikuti tahapan ibadah di Armina.26 Saudi. Pemerintah Arab Saudi sendiri sejatinya
Dari uraian di atas, menunjukkan bahwa telah menyarankan kepada para jemaah yang
pembinaan ibadah jemaah haji adalah penting terkena kewajiban dam nusuk itu untuk membayar
diperhatikan oleh Pemerintah mengingat keragaman dam melalui bank yang ditunjuk, yakni Bank al-Raji
pengetahuan jemaah atas manasik haji. Jemaah dengan harga SAR 490 setiap ekor kambing. Bisa
haji tentu ingin ibadah haji yang ia tunaikan dapat jadi banyak jemaah yang tidak terbiasa dengan
menggapai predikat maqbul atau absah. Jika kualitas sistem pembayaran melalui bank, keadaan inilah
pelaksanaan ibadah haji jemaah sulit ditingkatkan yang dimanfaatkan pihak-pihak yang untuk mencari
melalui pelatihan manasik haji di tanah air, keuntungan. Hal demikian terlihat pada upaya KBIH
penyediaan pembimbing ibadah haji di Arab Saudi dan Mukimin (orang Indonesia yang tinggal di Arab
merupakan kebutuhan yang sangat mendesak. Untuk Saudi) menawarkan kambing dengan harga di bawah
itu, Pemerintah perlu menyiapkan suatu proses standar yang ditentukan oleh Pemerintah Arab Saudi.
seleksi yang ketat sehingga diperoleh pembimbing Akibatnya, jemaah dibuat bingung, apakah membayar
ibadah haji yang berkompeten di bidang manasik haji melalui bank yang jelas peruntukannya, atau melalui
baik dari sisi teori maupun praktik. KBIH yang tidak diketahui peruntukannya, atau
melalui mukimin yang boleh jadi tidak dilaksanakan
d. Pembayaran Dam
pembelian kambingnya.29
Mayoritas jemaah haji Indonesia melaksanakan
haji secara tamattu’, yakni saat jemaah haji Indonesia 27
Saiful Hamiwanto (Editor), Bimbingan Islam untuk Hidup
datang di Arab Saudi, waktu haji pelaksanaan ibadah Muslim, Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2014, hlm. 216.
haji belum tiba, karena itu saat tiba di Arab Saudi, 28
Unggul Tri Ratomo. Kambing dan Membayar Dam Jemaah
pada lazimnya mereka melaksanakan ibadah umrah Haji. (online), (http://antaranews.com, diakses 1 Mei 2015.
terlebih dahulu. Dimulai dengan niat ihram dari 29
Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI), Op.Cit., hlm. 20.
Lihat juga “Pembayaran Dam Kolektif Lindungi Jemaah

26
Ibid., Haji (1) dan (2)”, (online), (http://republika.co.id/Jurnal
Hajiumrah/, diakses 13 Januari 2015).
210 Kajian Vol. 20 No. 3 September 2015 hal. 201 - 218

Meskipun pelaksanaan kewajiban dam nusuk akomodasi itu tampak pada lift yang tidak berfungsi
merupakan tanggung jawab individu masing- baik, daya angkut elevatornya kecil, AC tidak terawat,
masing jemaah, namun karena kondisi latar lobinya sempit, dan kamar mandi terbatas, bahkan
belakang jemaah haji Indonesia tidak sama, tempat tidurnya ada yang tidak layak pakai, karena
pemerintah dalam hal ini panitia penyelenggara haji ketika dipakai tidur oleh jemaah, tempat tidur itu
Indonesia di Arab Saudi dapat membantu jemaah ambruk. Kasur yang digunakan pun tipis. Karena
menyelesaikan kebingungan mereka. Para jemaah kondisi tempat tidur seperti itu, banyak jemaah yang
yang mengalami kebingungan itu, dapat disarankan memilih tidur di lantai.32
untuk membayarkan dam nusuk itu pada bank yang Memang tidak semua pemondokan yang disewa
disaran oleh pemerintah Arab saudi, atau jika mereka kondisinya tua, karena ada juga pemondokan yang
berkenan untuk mencari kambing sendiri di pasar disewa dan kondisi fisik bangunannya bagus, memiliki
hewan, seyogyanya dapat difasilitasi oleh panitia, fasilitas kamar mandi dan elevator bagus serta ruang
hingga mereka dapat membeli kambing sendiri di lobi luas dan baik. Namun, lingkungan sekitarnya
pasar hewan untuk dipotong. kumuh karena banyak sampah.33
Selain itu, pemilik pemondokan kurang
4. Pelayanan
memperhatikan daya tampung kamar. Banyak kamar
Pelayanan dalam penyelenggaraan ibadah haji yang diisi dengan banyak tempat tidur, akibatnya
meliputi pelayanan kesehatan, transportasi darat, jemaah sulit menyimpan koper. Karena daya tampung
transportasi udara, penyediaan akomodasi atau kamar terbatas ada petugas kloter yang terpaksa
pemondokan, dan katering. Setiap tahun berbagai mengabaikan pemisahan tempat tidur petugas laki-
bentuk pelayanan itu hampir tidak pernah luput dari laki dan perempuan. Kamar petugas tersebut juga
masalah. Padahal penyelenggaraan pelayanan itu digunakan sebagai tempat pelayanan kesehatan
memerlukan biaya yang tidak sedikit. kloter bahkan obat pun disimpan di kolong tempat
a. Kesehatan tidur. Pemondokan yang tidak layak dan relatif dekat
Persoalan yang sering mengemuka dalam dengan Masjidil Haram tidak mendapatkan layanan
pelayanan kesehatan terjadi pada saat sebelum transportasi menuju dan dari Masjidil Haram.
dan saat pelaksanaan penyelenggaraan ibadah Akibatnya, sebagian jemaah menggunakan jasa taksi
haji. Hasil pengawasan yang dilakukan oleh DPR yang berarti harus mengeluarkan biaya tambahan.34
(2014) dan KPIH (2013) masih ditemukan kasus Lokasi pemondokan yang disewa untuk jemaah
jemaah yang secara medis sejatinya sudah tidak bisa haji Indonesia tidak berada di tempat yang strategis.
direkomendasi untuk berangkat ke tanah suci, tetapi Lantaran itu di hari-hari pertama banyak jemaah haji
lolos dari pemeriksaan kesehatan. Misalnya jemaah yang tersesat. Untuk menghindari jemaah tersesat,
sakit menahun yang kondisinya sangat riskan dan PPIH Arab Saudi harus menyediakan peta lokasi
tidak memungkinkan untuk melaksanakan ritual- pemondokan jemaah, dan peta lokasi ini diberikan
ritual ibadah haji.30 petugas kloter, ketua rombongan, dan ketua regu.35
b. Transportasi Masalah pemondokan harus dievaluasi dan
diaudit secara ketat agar rumah atau hotel yang
Pelayanan transportasi darat di Mekkah
disewa untuk pemondokan jemaah haji Indonesia
menghadapi hambatan akibat keterbatasan petugas
lebih berkualitas dan nyaman: (1) Penyewaan
dan banyak jemaah haji yang harus dilayani karena
rumah perlu menetapkan kapasitas jemaah per
mereka menempati pemondokan yang jauh dari
kamar; (2) Penetapan pemilihan rumah tinggal
masjidil haram. Ada pemondokan yang sejak awal
jemaah seharusnya dicermati (double check) serta
belum optimal terlayani bus, pengemudi bus
menggunakan standar; (3) Penyediaan mushala di
mengalami kendala komunikasi dengan jemaah dan
setiap pemondokan; (4) Penyewaan rumah perlu
bus yang disewa juga ada yang ditumpangi oleh
menyediakan ruangan khusus untuk pelayanan
jemaah haji negara lain.31
kesehatan, sehingga petugas kloter mendapatkan
c. Akomodasi jatah tempat tidur sendiri, dan ada tempat pelayanan
Akomodasi atau pemondokan di Mekkah juga kesehatan tersendiri; (5) Perlu membuat Standard
tidak luput dari lilitan masalah, di antaranya: fasilitas Operating Procedure (SOP) yang mengatur agar
pemondokan tidak layak, pemondokan yang disewa penyewaan rumah memenuhi standar kelayakan
sudah tua dan tidak terawat. Ketidaklayakan fasilitas 32
Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI), Laporan Hasil

30
Sekretariat Komisi VIII DPR RI, “Executive Summary Tim Pengawasan, hlm. 36-48.
Pengawas DPR RI pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 33
Ibid.,
1435 H/2014 M”, hlm. 4. 34
Ibid.,

31
Ibid., 35
Ibid.,
Achmad Muchaddam Fahham Penyelenggaraan Ibadah Haji: Masalah dan Penanganannya 211
dengan spesifikasi dan langkah-langkah yang harus haji. Hadirnya BPKH sebagai lembaga yang dibentuk
dilalui dalam penyewaan; (6) Faktor keamanan perlu berdasarkan UU Nomor 34 Tahun 2014 dan diberi
diperhatikan agar tidak terjadi kehilangan barang di tugas dan wewenang khusus mengelola keuangan
pemondokan sebagaimana terjadi di sektor II saat haji mendorong perlunya dilakukan revisi terhadap
jemaah sedang berada di Armina, meskipun maktab materi muatan UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang
ikut bertanggung jawab. Kehilangan uang yang Penyelenggaraan Ibadah yang harus diharmonisasi
dibawa jemaah juga perlu disosialisasikan agar tidak dan disingkronisasi dengan UU Nomor 34 Tahun
membawa uang tunai yang cukup banyak selama di 2014 itu.
Arab Saudi. Sudah waktunya jemaah haji Indonesia Karena semua materi muatan atau kewenangan
menyimpan uangnya di bank, dan cukup membawa yang terkait dengan pengelolaan keuangan haji
kartu ATM (Automated Teller Machine) yang dapat yang ada dalam UU Nomor 13 Tahun 2008 telah
digunakan di Arab Saudi ketika memerlukan uang diatur dalam UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang
tunai. Pengelolaan Keuangan Haji. Pada bagian ketiga UU
Jarak jauh atau dekat antara rumah pemondokan tersebut misalnya mengatur tentang tugas, fungsi,
jemaah dengan Masjidil Haram sudah tidak dan wewenang BPKH. Dalam bagian itu disebutkan:
relevan menjadi pertimbangan dalam penyewaan BPKH bertugas mengelola Keuangan Haji yang
pemondokan/rumah. Dalam menyewa pemondokan, meliputi penerimaan, pengembangan, pengeluaran,
penyelenggara haji agar lebih mempertimbangkan dan pertanggungjawaban keuangan Haji. BPKH
aspek kenyamanan, keamanan, dan kemudahan menyelenggarakan fungsi: (a). perencanaan
akses rumah/pemondokan ke Masjidil Haram dan penerimaan, pengembangan, dan pengeluaran
Masjid Nabawi.36 Keuangan Haji; (b). pelaksanaan penerimaan,
Mencermati kondisi ketidaklayakan akomodasi pengembangan, dan pengeluaran Keuangan Haji;
yang disediakan penyelenggara ibadah haji di atas, (c). pengendalian dan pengawasan penerimaan,
tentu dapat ditanyakan apakah ketika melakukan pengembangan, serta pengeluaran Keuangan Haji; dan
survei untuk menyewa rumah-rumah tersebut (d). pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan
panitia penyelenggara tidak melihat kondisi rumah penerimaan, pengembangan, dan pengeluaran
tersebut secara langsung, apakah panitia juga tidak Keuangan Haji. BPKH berwenang: (a). menempatkan
mempertimbangkan kondisi jemaah haji jika rumah- dan menginvestasikan Keuangan Haji sesuai dengan
rumah tersebut mereka sewa. Atau apakah penitia prinsip syariah, kehati-hatian, keamanan, dan nilai
penyelenggara tidak memiliki standar apa yang manfaat; dan (b). melakukan kerja sama dengan
disebut sebagai akomodasi yang layak sewa? lembaga lain dalam rangka pengelolaan Keuangan
Haji.38 Secara lebih detail tugas, fungsi dan wewenang
d. Katering
BPKH dapat dilihat dalam tabel berikut:
Secara umum masalah yang mengemuka
Tabel 5 Tugas, Fungsi dan Wewenang BPKH
dalam pelayanan katering adalah soal antrean,
Tugas Mengelola Keuangan Haji yang meliputi
cita rasa makanan, kandungan gizi, keterlambatan
penerimaan, pengembangan, pengeluaran, dan
pengiriman, hingga kasus makanan yang belum pertanggungjawaban keuangan Haji.
matang dan basi.37 Padahal pelayanan katering selalu
Fungsi a. perencanaan penerimaan, pengembangan,
dilakukan dengan sistem kontrak, yang seharusnya dan pengeluaran Keuangan Haji;
pemerintah dapat memilih jasa penyedia layanan b. pelaksanaan penerimaan, pengembangan,
katering yang profesional. dan pengeluaran Keuangan Haji;
c. pengendalian dan pengawasan penerimaan,
5. Organisasi Penyelenggara pengembangan, serta pengeluaran
Satu-satunya satuan kerja (Satker) yang Keuangan Haji; dan
menjadi pelaksana penyelenggaraan ibadah haji d. pelaporan dan pertanggungjawaban
pelaksanaan penerimaan, pengembangan,
sebagaimana diatur dalam UU Nomor 13 Tahun
dan pengeluaran Keuangan Haji.
2008, adalah Direktorat Jenderal Penyelenggaraan
Wewenang a. menempatkan dan menginvestasikan
Ibadah Haji (PHU). Dengan lahirnya UU Nomor 34 Keuangan Haji sesuai dengan prinsip
Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji yang syariah, kehati-hatian, keamanan, dan nilai
mengamanatkan pembentukan badan pengelola manfaat; dan
keuangan haji (BPKH), maka Dirjen PHU bukan lagi b. melakukan kerja sama dengan lembaga lain
satu-satunya pelaksana penyelenggaraan ibadah dalam rangka pengelolaan Keuangan Haji.
Sumber: UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji
36
Ibid.,
37
Sekretariat Komisi VIII DPR RI, Executive Summary Tim 38
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang
Pengawas, hlm. 4. Pengelolaan Keuangan Haji, Bagian Ketiga Pasal 22-24.
212 Kajian Vol. 20 No. 3 September 2015 hal. 201 - 218

Selain itu, dalam konteks tuntutan penataan tata Cakupan kerja badan dalam RUU tersebut cukup
kelola dan sistem penyelenggaraan ibadah haji yang besar, yakni menyelenggarakan ibadah haji reguler
lebih baik, muncul ide pembentukan lembaga baru, dan mengelola aset haji. Besaran cakupan tugas
baik dalam maupun di luar Kementerian Agama yang itu membuat badan ini akan memerlukan biaya
bertugas untuk melaksanakan penyelenggaraan ibadah operasional yang cukup besar termasuk kebutuhan
haji. sumber daya manusia. Jika kemudian biaya
Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) pernah operasional badan ini dibebankan kepada APBN
mengusulkan dibentuknya Badan Haji Indonesia (BHI). tentu akan menyerap dana yang tidak sedikit.
Lembaga tersebut merupakan lembaga pemerintah Perlu dikemukanan di sini, ide pembentukan
nonkementerian(LPNK)dibawahdanbertanggungjawab badan penyelenggara ibadah haji di luar Kementerian
kepada Presiden untuk melaksanakan pengelolaan haji, Agama di atas sejatinya lahir dari sorotan tajam
pengelolaan keuangan dan aset haji, serta pembinaan terhadap perangkapan fungsi Kementerian Agama
paska haji. Badan Haji Indonesia memiliki perwakilan dalam penyelenggaraan ibadah haji. Di satu sisi
di daerah provinsi dan kabupaten/kota. Organ Badan Kementerian Agama adalah regulator. Dalam fungsi
Haji terdiri dari Dewan Pengawas dan Dewan Direksi. yang demikian, ia adalah pembuat peraturan-
Badan Haji berkewajiban melayani dan melaksanakan peraturan dan kebijakan terkait penyelenggaraan
pendaftaran, pembinaan, perlindungan dengan ibadah haji, di sisi lain, lembaga tersebut juga
menyediakan layanan administrasi, bimbingan manasik berfungsi sebagai operator dari regulasi dan
haji, akomodasi, transportasi, kesehatan, keamanan, kebijakan yang dibuatnya sendiri. Perangkapan
dan hal-hal lain yang diperlukan oleh jemaah calon haji. fungsi demikian dinilai tumpang tindih dan membuat
Selain itu Badan Haji Indonesia juga bertanggungjawab Kementerian Agama kurang profesional dalam
dalam pengelolaan umrah.39 melaksanakan penyelenggaraan ibadah haji.
Ide pembentukan badan yang diusulkan oleh IPHI Ilustrasi dari tumpang tindih itu misalnya dapat
itu sejatinya sudah tidak relevan untuk direalisasikan. diamati dalam penyediaan pemondokan, transportasi
Karena sebagian tugas tersebut sudah diberikan kepada darat di Arab Saudi, dan katering. Sebagai penyelenggara,
BPKH yang dibentuk berdasarkan UU No 34 Tahun Kementerian Agama yang membuat kebijakan tentang
2014. Selain itu beban tugas yang diberikan kepada penyediaan layanan tersebut, di sisi lain, ia juga yang
badan tersebut terlalu besar, pilihan terhadap bentuk melaksanakan penyediaannya, mulai dari penentuan
badan seperti itu memerlukan biaya yang tidak kecil. harga, standar, dan tendernya. Dalam kondisi seperti
Komisi VIII dalam RUU Pengelolaan Haji dan itu, tidak heran kemudian jika setiap tahun selalu saja
Umrah (2014) mengusulkan pembentukan badan ada persoalan yang muncul dari layanan akomodasi,
yang disebut Badan Pengelola Haji Indoensia (BPHI). transportasi, dan katering dalam penyelenggaraan
Badan tersebut merupakan lembaga pemerintah ibadah haji. Atas dasar tumpang tindih itu, banyak
nonkementerian di bawah dan bertanggungjawab kalangan yang menilai penyelenggaraan ibadah haji
langsung kepada Presiden melalui Menteri, perlu dipisahkan dari Kementerian Agama.
berkedudukan di ibukota negara dan membentuk Selain dua bentuk badan di atas, Anggito Abimanyu
BPHI di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. dalam naskah akademik tentang RUU Pengelolaan
Organ organisasinya terdiri atas kepala dan sistem Ibadah Haji dan Umrah yang dibuatnya mengusulkan
pendukung. Badan tersebut berfungsi sebagai pembentukan badan atau lembaga berupa satker
penyelenggara ibadah haji reguler dan pengelola baru di kementerian Agama yang disebut dengan
aset haji. Sementara wewenangnya antara lain: Badan Layanan Umum (BLU) Pelayanan Haji. Satker ini
(a) menyelenggarakan ibadah haji reguler; (b) dibentuk untuk menjalankan operasional pelayanan
mengelola aset haji; (c) melakukan koordinasi haji, mulai dari transportrasi, akomodasi, dan katering.
dengan kementerian/lembaga terkait; (d) melakukan BLU akan menjadi satker Kemenag yang melayani
kerja sama dalam rangka pengelolaan aset haji; dan jemaah haji dan umrah dengan prinsip profesional,
(e) membentuk BPHI provinsi, BPHI kabupaten/ efisien, amanah dan nirlaba. BLU Pelayanan Haji dan
kota. Untuk melakukan pengawasan terhadap Umrah dapat dibentuk melalui undang-undang dan
penyelenggaraan ibadah haji, dibentuk lembaga sesuai dengan persyaratan Peraturan Pemerintah
yang disebut dengan Majelis Amanah Haji. Lembaga Nomor 74 Tahun 2012 Perubahan dari PP Nomor 23
ini bertanggungjawab kepada Presiden. 40 Tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum (BLU).
Menurutnya, BLU Pelayanan haji dan umrah juga dapat

39
Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), “Rancangan diperluas mandatnya melayani kebutuhan pelayanan
Undang-Undang Pengelolaan Haji dan Umrah”. (t.t.)

40
Komisi VIII DPR RI. Naskah Akademik dan Draft Hasil
dan pembinaan organisasi Islam secara luas.41
Harmonisasi RUU Pengelolaan Ibadah Haji dan Umrah,
Jakarta: Sekretariat Komisi VIII DPR RI, 2015.
41
Anggito Abimanyu, Naskah Akademik, hlm. 5
Achmad Muchaddam Fahham Penyelenggaraan Ibadah Haji: Masalah dan Penanganannya 213
Dari paparan di atas, ada tiga bentuk lembaga profesional dalam jajaran pimpinan/eselon I dan II,
atau badan yang diusulkan yang bertugas untuk atau staf teknis (III dan IV) pada bidang tertentu.42
melakukan penyelenggaraan ibadah haji. pertama, Terlepas dari berbagai bentuk lembaga yang
badan atau lembaga yang diusulkan oleh IPHI, yakni diusulkan di atas, adalah penting kemudian untuk
Badan Haji Indonesia, tugas dan wewengan badan dipertimbangkan, pembentukan lembaga itu
ini begitu luas mulai dari pengelolaan keuangan haji harus diletakkan dalam konteks pelayanan umum
hingga penyelenggaraan ibadah haji. Sementara penyelenggaraan ibadah haji. Dalam konteks yang
Komisi VIII dalam RUU Pengelolaan Ibadah Haji dan demikian maka yang perlu dikedepankan adalah
Umrah (2014) mengusulkan pembentukan badan profesionalitas, keterbukaan, dan akuntabilitas
yang disebut Badan Pengelola Haji Indoensia (BPHI), dari badan baru tersebut. Profesionalitas terletak
wewenangnya antara lain: (a) menyelenggarakan pada kompetensi penyelenggara, berkemampuan
ibadah haji reguler; (b) mengelola aset haji. Lembaga dan berpengalaman. Keterbukaan, terletak
lain yang digagas adalah Badan Layanan Umum (BLU) pada kemudahan calon haji untuk menerima
Pelayanan Haji, satuan kerja di bawah Kementerian informasi terkait penyelenggaraan ibadah haji. Dan
Agama. BLU yang dibentuk untuk melayani jemaah akuntabilitas terletak pada pertanggungjawaban
haji reguler sebagai peran mandatory, dan juga yang memiliki syarat, prosedur, format, dan standar
dapat melayani jemaah haji khusus maupun jemaah dalam pengelolaan penyelenggaraan ibadah haji.
umrah. Perbandingan ketiga lembaga atau badan Selain itu juga perlu dipertimbangan adalah
yang diusulkan itu adalah sebagai berikut: biaya dan sumber daya manusia yang dibutuhkan
Tabel 6 Perbandingan Badan/Lembaga Pengelola untuk mendukung kebutuhan badan baru itu serta
Ibadah Haji berapa waktu yang diperlukan untuk mewujudkan
Nama badan baru tersebut. Semua hal yang mengemuka
Tugas dan Wewenang Bentuk Lembaga
Lembaga soal pembetukan badan baru tersebut harus dapat
BHI -- Pengelolaan Keuangan Lembaga dijawab secara memadai sebelum memutuskan
Haji Pemerintah untuk membentuk badan baru.
-- Penyelenggaraan Nonkementerian
Ibadah Haji (LPNK) 6. Panitia Penyelenggara dan Petugas Haji
BPHI -- Penyelenggaraan Lembaga Problem yang mengemuka dalam konteks
Ibadah Haji Pemerintah Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) dan
-- Pengelolaan Aset Haji Nonkementerian petugas haji adalah ketiadaan rincian cakupan unsur
(LPNK)
yang jelas dalam mendukung kinerja PPIH, dan siapa
BLU -- Mengelola Asrama Haji Satun kerja saja sejatinya SDM yang mendukung kinerjanya.
Pelayanan -- Pelayanan transportasi, dibawah
Haji akomodasi, katering Kemenag
Praktik selama ini PPIH terdiri dari beragam
dalam Penyelenggaraan unsur, ada unsur pengendali kebijakan perhajian
Ibadah Haji di lapangan terdiri dari Kemenag, Kemenkes,
Sumber: Naskah Akademik dan RUU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Kemperhubungan, Kemenhukham, Kemenlu,
Umrah Tahun 2014 Kemenkeu, BUMN penyedia jasa, dan Pemerintah
Namun Anggito kemudian meninjau ulang Daerah. Unsur pengawas perhajian yang terdiri dari
idenya tentang pembentukan BLU Pelayanan Haji KPHI, DPR, DPD, BPKP, BPK dan pengawas internal
di atas, dan mengusulkan penguatan Dirjen PHU Kementerian Agama. Tenaga musiman atau tenaga
sebagai Satker Khusus Penyelenggaraan Ibadah Haji. lepas yang dipekerjakan pada musim haji di tanah air
Menurutnya pilihan kelembagaan penyelenggaraan dan di Arab Saudi. Wartawan cetak, TV dan elektronik
ibadah haji yang realistik saat ini adalah memperkuat atau media center haji yang bertugas di embarkasi
keberadaan Kementerian Agama dalam hal ini Dirjen dan Arab Saudi selama musim haji. Amirul Hajj atau
PHU dalam fungsi kebijakan/regulator, pendaftaran, pemimpin misi haji terdiri dari ketua, yakni Menteri
penentuan dan penetapan kuota, dan pembinaan Agama atau Menteri lain yang ditunjuk Presiden,
serta melakukan sinergi dengan BPKH dalam efisiensi Naib Amirul hajj dari MUI, sekretaris Amirul Hajj
dan efektivitas pelayanan haji. Sementara pemisahan dari Kementerian Agama, anggota berasal dari a)
fungsi regulator dan operator sepenuhnya lebih satu orang dari Kementerian/Lembaga Pemerintah
efisien dan efektif dilakukan pada pengelolaan setingkat eselon I, b) satu orang tokoh masyarakat
keuangan, penyelenggaraan haji khusus dan umrah. Islam yang memiliki keahlian khusus terkait perhajian,
Penguatan Dirjen PHU menurutnya, dapat dilakukan c) wakil dari organisasi masyarakat Islam sebanyak-
dengan membuat Dirjen PHU sebagai satker khusus,

42
Anggito Abimanyu, “Alternative Kelembagaan Baru dalam
dengan membuka kesempatan masuknya staf Revisi UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah”, makalah
diskusi disampaikan pada 7 September 2015, hlm. 6.
214 Kajian Vol. 20 No. 3 September 2015 hal. 201 - 218

banyaknya 5 orang. Lebih jelasnya dapat dilhat pada Penyelenggaraan Ibadah Haji menemukan
tabel berikut: urgensinya.
Tabel 7 Unsur PPIH
Pengendali Kemenag, Kemenkes, Kemperhubungan, B. Penyempurnaan Undang-Undang Nomor 13
Kebijakan Haji Kemenhukham, Kemenlu, Kemenkeu, BUMN Tahun 2008
di Lapangan penyedia jasa, dan Pemerintah Daerah
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang
Pengawas KPHI, DPR, DPD, BPKP, BPK dan pengawas Penyelenggaraan Ibadah Haji telah mengatur
Perhajian internal Kementerian Agama
berbagai kebijakan terkait penyelenggaraan ibadah
Tenaga Tenaga lepas yang diperjakan pada musim haji akan tetapi kebijakan-kebijakan itu tak lagi
Musiman haji di tanah air dan di Arab Saudi
memadai untuk dijadikan dasar penyelenggaraan
Media Center Wartawan cetak, TV dan elektronik ibadah haji. Akibatnya terjadilah beragam masalah
atau media center haji yang bertugas di
embarkasi dan Arab Saudi selama musim haji
yang melilit penyelenggaraan ibadah haji. Karena
itu tidak berlebihan jika dikatakan bahwa beragam
Amirul Hajj
masalah yang muncul dan mendera penyelenggaraan
Ketua Menteri Agama atau Menteri lain yang
ibadah hanya dapat diatasi dengan melakukan
ditunjuk Presiden, Naib Amirul hajj dari MUI.
penyempurnaan UU Nomor 13 Tahun 2008.
Sekretaris Kementerian Agama
Penyempurnaan UU tersebut harus menyentuh
Anggota a. satu orang dari Kementerian/Lembaga seluruh aspek penyelenggaraan ibadah haji, mulai
Pemerintah setingkat eselon I;
dari tujuan dan asas penyelenggaraan ibadah
b. satu orang tokoh masyarakat Islam
yang memiliki keahlian khusus terkait haji, hak dan kewajiban jemaah haji, organisasi
perhajian; penyelenggara, panitia penyelenggara, petugas haji,
c. wakil dari organisasi masyarakat Islam pengawas penyelenggaraan ibadah haji, penetapan
sebanyak-banyaknya 5 orang dan pembahasan BPIH, proses pendaftaran dan
Sumber: Anggito Abimanyu, 2015. penentuan kuota, pembinaan manasik haji dan
Sementara petugas haji secara rinci meliputi pembinaan teknis lainnya, pelayanan kesehatan,
ketua kelompok terbang/kloter (TPHI), pendamping/ pelayanan keimigrasian, transportasi, barang
pembimbing jemaah (TPIHI), tenaga medis/kesehatan bawaan, akomodasi, katering, penyelenggaraan
(TKHI). Ketua kloter atau TPHI (Tim Pendamping ibadah haji khusus, dan penyelenggaraan ibadah
Haji Indonesia) berasal dari Kementerian Agama; umrah di luar musim haji. Secara lebih detail
Pendamping atau pembimbing jemaah atau TPIHI beberapa materi muatan dalam UU Nomor 13 Tahun
(Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia) yang 2008 yang perlu disempurnakan adalah:
berasal dari unsur KBIH yang telah bersertifikasi atau 1. Syarat Pendaftar Haji
pembimbing haji hasil seleksi Kemenag; tenaga medis Terjadinya masa tunggu jemaah calon haji
atau kesehatan disebut dengan TKHI (Tim Kesehatan yang mencapai hingga 15 tahun untuk haji reguler,
Haji Indonesia) yang merupakan tenaga kesehatan menuntut dibuatnya syarat pembatasan pendaftar
medis dan kesehatan masyarakat. haji, terutama bagi mereka yang sudah pernah
Dalam penyempurnaan UU Penyelenggaraan menunaikan ibadah haji. Hal itu perlu dilakukan
Ibadah Haji, eksistensi KBIH yang telah mendapat untuk memberikan kesempatan bagi mereka yang
sertifikasi pembimbing Kementerian Agama diakui belum pernah berhaji dan mengurangi jangka waktu
sebagai bagian dari (TPIHI). Sementara TPHD dan masa tunggu jemaah haji. Oleh karena itu orang yang
TKHD dihapuskan berdasarkan evaluasi Kementerian sudah pernah berhaji boleh mendaftar haji kembali
Agama dan menambah kuota haji di daerah.43 setelah 10 tahun setelah ibadah haji yang pertama ia
Mengapa berbagai problem dalam pelayanan lakukan. Itu pun untuk mengisi sisa kuota.
jemaah tersebut selalu muncul dalam setiap Selain membatasi orang sudah pernah berhaji,
penyelenggaraan ibadah haji? Padahal, evaluasi juga perlu dipertimbangkan pemberlakuan konsep
terhadap pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji kewajiban haji yang utama, yakni syarat istitha’ah.
juga selalu dilakukan. Hasil evaluasi itu, merupakan Konsep ini berkaitan dengan tiga hal berikut:
modal dasar untuk melakukan berbagai perbaikan Pertama, Kemampuan fisik untuk melakukan
penyelenggaraan ibadah haji pada tahun berikutnya, perjalanan menuju Makkah dan mengerjakan
tetapi yang terjadi adalah munculnya problem kewajiban-kewajiban haji. Seseorang yang tidak
yang sama pada pelayanan yang diberikan kepada memiliki kemampuan fisik, karena usia lanjut, atau
jemaah haji. Di sinilah langkah penyempurnaan penyakit menahun yang tidak bisa diduga kapan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang kesembuhannya lagi, sedangkan ia mempunyai
cukup harta untuk pergi haji, wajib mewakilkan orang

43
Ibid.
Achmad Muchaddam Fahham Penyelenggaraan Ibadah Haji: Masalah dan Penanganannya 215
lain (praktik ini biasa disebut dengan badal) untuk sebagian, menderita penyakit kronis, buta, dan tua
berhaji atas namanya. Namun harus diingat bahwa renta.
seorang yang menjadi wakil orang lain untuk berhaji
2. Organisasi Penyelenggara
atas namanya itu harus telah menunaikan wajib haji
atas namanya sendiri. Dengan kata lain, pelaksanaan Saat ini ada dua penyelenggara haji di Indonesia,
ibadah haji boleh diwakilkan jika seseorang yang pertama, pemerintah sebagai penyelenggara ibadah
mewakilkan ibadah tersebut berstatus tidak mampu haji reguler dan kedua, biro travel haji dan umrah
melaksanakan ibadah haji karena faktor usia, karena sebagai penyelenggara ibadah haji khusus. Setiap
penyakit akut, atau karena fisiknya lemah sehingga ia tahun pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama
tidak mampu melakukan perjalanan jauh. Seseorang selalu menjadi sorotan akibat berbagai munculnya
boleh menghajikan orang lain, jika memenuhi syarat- masalah yang menyelimuti penyelenggaraan ibadah
syarat berikut: (1) orang tersebut memenuhi syarat- haji reguler. Sorotan itu, berakhir pada ide pemisahan
syarat kewajiban haji; (2) orang yang menghajikan penyelenggaraan ibadah haji dari Kementerian
orang lain telah melaksanakan haji untuk dirinya Agama dengan membetuk badan baru yang diberi
sendiri. Jika ia belum menunaikan ibadah haji, maka tugas untuk melakukan penyelenggaraan ibadah haji
haji yang ia laksanakan untuk orang lain tidak sah. reguler. Ide pemisahan penyelenggaraan ibadah haji
Kedua, perjalanan yang aman ketika pergi dari Kementerian Agama itu ditanggapi oleh beberapa
dan pulang, terhadap jiwa dan harta seseorang. praktisi, Anggito Abimanyu misalnya, menyatakan
Seandainya terdapat kekhawatiran adanya kawanan sebaiknya ide pembentukan institusi baru di luar
serampok atau wabah penyakit dalam perjalanan, Kementerian Agama dihindari, karena memerlukan
maka ia belum wajib haji karena belum dianggap cost yang tidak kecil untuk mewujudkannya.
berkemampuan untuk itu. Ketiga, memiliki cukup Solusinya adalah memperkuat peran dan
harta untuk keperluan makanan dan kendaraan fungsi Dirjen PHU sebagai Satker khusus untuk
untuk dirinya sendiri selama dalam perjalanan, menyelenggarakan ibadah haji sementara untuk
maupun untuk keperluan keluarga yang ditinggalkan, pengelolaan keuangannya diserahkan kepada Badan
sampai kembali lagi kepada mereka: termasuk Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Dua institusi ini
makanan, pakaian, tempat tinggal, dan kendaraan; diharapkan dapat bersinergi dalam penyelenggaraan
serta peralatan dan modal yang diperlukan bagi ibadah haji. Sementara Persatuan Islam (Persis) dan
kelancaran perjalanannya sepulangnya dari haji. Muhammadiyah memandang perlunya pembetukan
Atau jika ia masih memerlukan sebuah rumah untuk institusi baru di luar Kementerian Agama.
tempat tinggal, atau biaya pernikahan, hal-hal Dalam pandangan Persis, agar kewenangan
tersebut itu harus lebih utamakan dari haji.44 Kementerian Agama tidak tumpang tindih,
Dengan kata lain, konsep istitha’ah yang penyelenggaraan ibadah haji perlu dipisah dari
dijelaskan oleh para fukaha secara sederhana dapat Kementerian Agama, hal senada juga dinyatakan
dikatakan berkaitan dengan: (1) hal-hal diri jemaah oleh Muhammadiyah, bahkan menurut Abdul
calon haji, seperti kemampuan fisik atau kesehatan Mu’thi, badan baru itu diharapkan tidak saja
badan, dan (2) hal-hal di luar diri jemaah calon menyelenggarakan ibadah haji reguler, tetapi juga
haji, seperti kemampuan finansial, perbekalan, dan ibadah haji khusus.45
kemanan perjalanan. Harus diakui bahwa pembentukan badan
Istitha’ah yang berkaitan dengan diri jemaah atau lembaga baru yang diberi amanat untuk
calon haji dalam pandangan fukaha mazhab Hanafi, melalsanakan penyelenggaraan ibadah haji
adalah kesehatan dan kemampuan fisik untuk tidaklah mudah, diperlukan kehati-hatian agar
menunaikan menunaikan ibadah haji. Orang-orang ide besar dan mulia itu tidak sia-sia. Satu hal yang
yang fisiknya tidak sehat, seperti orang sakit, lumpuh paling penting untuk dicatat kaitannya dengan
total, lumpuh sebagian, penderita penyakit kronis, organ penyelenggaraibadah haji adalah tuntutan
orang buta (meskipun memiliki penuntun khusus, masyarakat agar penyelenggaraan ibadah haji
orang tua renta yang tidak sanggup lagi duduk dapat ditata dan dikelola secara profesional, efektif,
sendiri di atas kendaraan, orang yang dipenjara, dan efesien, dan akuntabel. Karena itu dibutuhkan
orang yang dicekal oleh penguasa yang zalim, tidak pembenahan sistem secara radikal, tidak artifisial
dikenakan kewajiban menunaikan ibadah haji. tetapi menyeluruh sehingga penyelenggaraan ibadah
Sehat jasmani dalam konteks kewajiban 45
A.Muchaddam Fahham, (Agust 26, 2015), “Persis
ibadah haji adalah kondisi di mana seseorang tidak Muhammadiyah Setuju Dibentuk Badan Khusus Haji”
sedang dalam keadaan: sakit, lumpuh total, lumpuh (online), (http://www.publicapos.com/nasional/12481-
persis-muhammadiyah-setuju-di-bentuk-badan-khusus-

44
Ibid. haji, diakses 26 Agustus 2015).
216 Kajian Vol. 20 No. 3 September 2015 hal. 201 - 218

haji dapat terhindar dari beragam bentuk masalah yakni seluru biaya yang terkait langsung dengan
yang melilitnya. jemaah haji seperti biaya penerbangan, pelayanan
akomodasi, katering, transportasi, perlindungan
3. Panitia Penyelenggara Ibadah Haji dan Petugas
jemaah, pelayanan di embarkasi/debarkasi,
Haji
pelayanan imigrasi, pelayanan kesehatan di tanah air
Dalam UU No 13 Tahun 2008 Pasal 11 ayat dan di Arab Saudi, pembinaan jemaah haji di tanah
(1) disebutkan Menteri membentuk Panitia air dan di Arab Saudi.
Penyelenggara Ibadah Haji di tingkat pusat, di Biaya-biaya lain yang tidak terkait langsung
daerah yang memiliki embarkasi, dan di Arab Saudi. dengan jemaah haji dibebankan kepada APBN dan
Bunyi ayat ini sangat umum, perlu penjabaran agar APBD. Selanjutnya juga perlu dirinci tentang sumber
tidak melahirkan multif-tafsir. Misalnya PPIH yang BPIH regular berasal dari dana setoran awal jemaah
dibentuk itu berasal dari unsur apa saja. Apakah calon, sejumlah nilai manfaat setoran awal, dan
unsur pengendali yang berasal dari berbagai pelunasan BPIH. Selain itu perlu ada pengaturan
kementerian, unsur pengawas dari DPR, DPD, KPHI, terkait waktu penetapan BPIH, persetujuan BPIH
BPK, BPKP, dan pengawas internal dari Kementerian oleh DPR, harus perlu dipikirkan jalan keluar jika
Agama itu masuk dalam kerangka PPIH atau tidak. hingga batas waktu pembahasan, Pemerintah
Bagaimana dengan tenaga musiman individu dan membelakukan BPIH reguler tahun sebelumnya
wartawan apakah mereka juga dapat dikategorikan dengan biaya total BPIH setingg-tingginya sebesar
sebagai bagian dari PPIH. 5%.
Selanjutnya pada ayat (2) dinayatakan bahwa
dalam rangka penyelenggaraan ibadah haji Menteri III. KESIMPULAN
menunjuk petugas yang menyertai jemaah haji yang
Dari keseluruhan kajian yang telah dipaparkan
terdiri atas: Tim Pemandu Haji Indonesia (TPHI), Tim
dapat disimpulkan bahwa hampir semua kegiatan
Pembimbing Ibadah Haji Indonesia (TPIHI), dan Tim
dalam penyelenggaraan ibadah haji tidak lepas
Kesehatan Haji Indonesia (TKHI). Sama seperti PPIH,
dari berbagai problem. Sejak tahap pendaftaran,
pembentukan petugas yang menyertai jemaah haji
pembahasan dan penetapan BPIH, pembinaan,
perlu dirinci. TPHI itu unsurnya apa saja. Sedangkan
pelayanan transportasi darat maupun udara,
TPIHI, apakah juga berasal termasuk KBIH. Jika
pelayanan akomodasi/pemondokan, kesehatan,
terjadi kasus di mana jemaah haji tidak didampingi
katering, perlindungan jemaah haji, organisasi
pembimbing dari KBIH, karena jemaah haji tersebut
penyelenggara ibadah haji, penitia penyelenggara
lebih memilih haji mandiri tanpa KBIH, siapakah
ibadah haji, dan petugas haji.
yang menjadi pembimbing jemaah haji tersebut,
Untuk mengatasi beragam masalah dalam
pembimbing haji dari Kemeterian Agama atau
penyelenggaraan ibadah itu, dasar pijakan utama
siapa? Dan siapa yang menunjuk mereka untuk jadi
penyelenggaraan ibadah haji, yakni UU Nomor 13
pembimbing.
Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
Hal lain yang perlu dicermati dalam kaitan dengan
perlu disempurnakan. Karena materi muatan yang
PPIH adalah soal Amirul Hajj, setiap tahun presiden
ada di dalam UU tersebut belum mampu menjamin
menetapkan Tim Amirul Hajj, tetapi di dalam UU
penyelenggaraan ibadah secara lancar, nyaman,
No 13 2008 tidak ada ketentuan mengenai hal itu,
dan aman. Adapun materi muatan yang perlu
misalnya berapa jumlah Tim Amirul Hajj dan dari
disempurnakan antara lain adalah pembatasan
unsur apa saja tim tersebut berasal, berapa jumlah
pendaftar haji, hal pokok yang perlu disempurnakan
anggota timnya. Dalam konteks PPIH ini, adalah
di sini adalah pembatasan pendaftar haji bagi
penting kemudian dinyatakan dalam UU bahwa, biaya
yang sudah pernah berhaji, selain itu juga perlu
operasional PPIH itu bersumber dari APBN atau dari
pemberlakuan konsep istitha’a sebagai dasar
Biaya penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).
kewajiban haji. Selanjutnya, materi pokok lainnya
4. Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji adalah organisasi penyelenggara, panitia dan petugas
Dalam Bab V UU No 13 Tahun 2008 diatur haji, dan biaya penyelenggaraan ibadah haji.
tentang biaya penyelenggaraan ibadah haji. Namun Memperhatikan penyelenggaraan ibadah haji
dalam bab tersebut tidak disebutkan secara rinci apa sebagai pelayanan kebijakan pulbik maka pemerintah
saja peruntukan BPIH itu? Dalam Pasal 21 ayat (2) perlu menerapkan pelayanan publik dalam
disebutkan BPIH digunakan untuk keperluan biaya penyelenggaraan ibadah haji, asas pelayanan publik
penyelenggaraan ibadah haji. Untuk menghindari adalah profesional, efektif, efesien, dan akuntabel.
kesewenang-wenangan terhadap peruntukan BPIH Prinsip-prinsip tersebut penting untuk diterapkan di
maka perlu dijelaskan rincian penggunaan BPIH, samping prinsip nirlaba.
Achmad Muchaddam Fahham Penyelenggaraan Ibadah Haji: Masalah dan Penanganannya 217
Selama ini, perhatian utama penyelenggara Syaukani, Imam. (Ed.,) (2009). Manajemen Pelayanan
ibadah haji pada aspek penyediaan layanan Haji di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI
akomodasi, transportasi, dan katering. Perhatian Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan
pada aspek-aspek pelayanan itu memang penting Keagamaan.
untuk mewujudkan kenyamanan jemaah haji
dalam melaksanakan ibadah hajinya, namun hal
Dokumen resmi
lain yang harus memeroleh perhatian adalah
aspek pembinaan ibadah haji, mulai pelaksanaan Abimanyu, Anggito. Naskah Akademik Rancangan
bimbingan manasik haji, hingga bimbingan Perubahan UU Nomor 13 tentang
ibadah haji pada saat pelaksanaan haji di Arab Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Saudi. Perhatian terhadap aspek ini penting --------------, (2015). Anggito Abimanyu, “Alternative
dilakukan karena inti penyelenggaraan ibadah haji Kelembagaan Baru dalam Revisi UU
sesungguhnya adalah upaya mengantarkan jemaah Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah”,
haji untuk melaksanakan rukun-rukun haji sehingga makalah diskusi.
ibadah haji yang dilakukan dapat dipandang sesuai
Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), “Rancangan
dengan ketentuan fikih haji. harus dikatakan bahwa
Undang-Undang Pengelolaan Haji dan Umrah”.
jemaah haji tidak semuanya memiliki pengetahuan
dan kompetensi yang memadai tentang ibadah haji, Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI), Laporan
karena itu bimbingan ibadah dalam pelaksanaan Hasil Pengawasan Penyelenggaraan Ibadah Haji
ibadah haji di Arab Saudi adalah sebuah keniscayaan Tahun 1434/2013.
yang tidak boleh diabaikan. Komisi Pemberantasan Korupsi RI. “Laporan Hasil
Kajian Akhir Sistem Penyelenggaraan Ibadah
Haji pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan
Haji dan Umrah,” Jakarta, 2010.
DAFTAR PUSTAKA
Komisi VIII DPR RI. Naskah Akademik dan Draft Hasil
Harmonisasi RUU Pengelolaan Ibadah Haji dan
Umrah. Jakarta: Sekretariat Komisi VIII DPR RI.
Buku 2014.
Abimanyu, Anggito. (Eds) (2013). Talbiyah di Tanah Laporan Khusus, (2010). “Penyelenggaraan Haji
Haram Memoar Para Wartawan Haji, Mizan: Berlangsung Terbuka,” dalam Majalah Ikhlas
Bandung. Beramal Nomor 63 Tahun XII Juni.
Basri, Elbi Hasan. (2005). Fiqhul Hajji Pendekatan Tim Pengawas DPR RI. “Executive Summary Laporan
Pelaksanaan Berdasarkan Dalil al-Qur’an dan Tim Pengawas DPR RI pada Penyelenggaraan
Hadis, Yogyakarta: AKGroup. Ibadah Haji Indonesia Tahun 1435/2014,”
Bungin, Burhan. (2007). Penelitian Kualitatif, Jakarta: Jakarta: Sekretariat Komisi VIII DPR RI, 2014.
Kencana Prenada Media Group. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat dan Penyelenggaraan Ibadah Haji.
penyelenggaraan Haji Departemen Agama. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang
(2003). Realitas dan Tantangan Penyelenggaraan Pengelolaan Keuangan Haji.
Ibadah Haji, Jakarta: Departemen Agama.
al-Habsy, Muhammad Bagir. (1999). Fiqih Praktis Jurnal
Menurut al-Quran, As-Sunnah, dan Pendapat Sulaiman. (2013). Kepuasan Jamaah Haji terhadap
Para Ulama Bandung: Mizan. Pelayanan KBH di Kabupaten Jepara, Jurnal
Hatta, Ahmad. Dkk (2014). Bimbingan Islam untuk Analisa Volume 21 Nomor 01 Juni.
Hidup Muslim, Jakarta: Maghfirah Pustaka. Sopa dan Rahmah, Siti. (2013). Studi Evaluasi atas
Mulyadi, Mohammad. (2014). Metode Penelitian Dana Talangan Haji Produk Perbankan Syariah
Praktis: Kuantitatif dan Kualitatif, Jakarta: di Indonesia, Jurnal Ahkam Volume XIII Nomor
Publica Institute. 2 Juli.
Putuhena, M. Shaleh. (2007). Historiografi Haji
Indonesia, Yogyakarta: LkiS.
218 Kajian Vol. 20 No. 3 September 2015 hal. 201 - 218

Pujiyati, Sri. (2014). Analisis Kepuasan Jamaah Haji Hermawan, Bayu. (24 Juni 2015). DPR diminta Revisi
Tahun 2011/1432 H terhadap Kualitas Pelayanan UU Penyelenggaraan Haji, (online), (http://
Pemerintah Studi Kasus Jamaah Haji Kota republika.co.id, 24 Juni 2015, diakses 8 Juli
Pangkalpinang, Jurnal Bisnis dan Manajemen 2015).
Eksekutif Vol. 1 No. 1.
Zuhri, Damanhuri. (13 Januari 2015). Pembayaran
Rachmadi, Anugrah. (2014). Studi tentang Rekruitmen Dam Kolektif Lindungi Jemaah Haji (1) dan
Calon Jamaah Haji dalam Keberangkatan ke (2), (online), (http://republika.co.id/Jurnal
Saudi Arabia di Kantor Kementerian Agama Kota Hajiumrah/, diakses 8 Agustus 2015).
Samarinda, e-Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2014, 2
Wibisono, Gunawan. (12 November 2014). Revisi
(2).
UU Haji Patut Jadi Prioritas, (online), (http://
Burhanuddin. (2014). Sistem Pengelolaan BPIH antaranews.com, diakses 8 Juli 2015).
Menurut Perspektif Hukum Positif di Indonesia,
Simanjuntak, Johnson. (6 Juli 2015). Komisi VIII
Jurnal Kajian Hukum dan Keadilan IUS Vol II
sedang Godok Revisi UU Penyelenggaraan
Nomor 4, April.
Ibadah Haji, (online), (http://tribunnews.com,
diakses 8 Agustus 2015).
Internet
Fahham, A.Muchaddam. (26 Agustus 2015). Persis
Muhammadiyah Setuju Dibentuk Badan Khusus
Haji, (online), (http://publicapos.com, diakses
26 Agustus 2015).

Anda mungkin juga menyukai