Anda di halaman 1dari 8

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ibadah haji dilaksanakan setiap tahun di mana seluruh umat Islam di

dunia datang ke Tanah Suci Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji. Hal ini

dilaksanakan oleh umat Islam karena ibadah haji merupakan rukun Islam yang

kelima bagi yang telah memenuhi syarat atau mampu. Adapun bagi mereka yang

belum mampu, tidak memiliki kewajiban untuk menunaikan ibadah tersebut.

Mampu yang dimaksud dalam hal ini adalah mampu dalam bentuk materi

(uang/harta) dan fisik jasmani maupun rohani.Kegiatan inti ibadah haji dimulai

pada tanggal 8 Dzulhijjah ketika umat Islam bermalam di Mina, wukuf (berdiam

diri) di Padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, bermalam di Muzdalifah, dan

berakhir setelah melempar jumrah (melempar batu simbolisasi setan) pada

tanggal 10, 11 dan 12 Dzulhijjah (Gus Arifin, 2009; 9).

Haji dalam Islam merupakan salah satu ibadah pokok yang diwajibkan

bagi setiap beragama muslim yang mampu menunaikannya dalam satu kali

seumur hidup, yang telah Allah tetapkan ketentuan dan petunjuknya (Al-

Qardhawi, 2005:377). Haji juga dipandang sebagai kongres tahunan umat Islam

yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana memupuk kesatuan dan persatuan umat.

Persatuan antara sesama umat Islam melalui haji ini sangat potensial

dikembangkan karena semua jamaah haji selama melaksanakan ibadah dilatih

dalam suasana dan situasi yang sama melalui rangkaian ritual haji (Said Agil,

1
2

2003:16).

Secara individual, seorang calon haji adalah seorang yang memiliki niat

menunaikan ibadah haji dan memiliki kemampuan untuk melakukan pembiayaan,

seorang costumer yang menginginkan pelayanan prima dan mempunyai

kebebasan untuk menentukan apa yang akan dipilihnya sesuai dengan

kemampuan dan tingkat pelayanan yang dikehendaki (Nidjam Ahmad, 2006: 17-

18).

Tujuan penyelenggaraan ibadah haji sebagaimana yang diujelaskaan

dalam undang-undang No 13 tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji

mengatakan bahwa Penyelenggaraan ibadah haji bertujuan memberikan

pembinaan, pelayanan dan perlindungan yang sebaik-baiknya bagi jamaah haji

hingga mereka dapat menunaikan ibadah sesuai dengan ketentuan ajaran agama

Islam. (Departemen Agama RI, 2011:2)

Maka peluang inilah yang dilirik bukan saja oleh pemerintah namun juga

oleh biro-biro penyelenggara berkompetisi untuk menarik simpati jamaah,

kesemuanya itu berlomba-lomba menawarkan pelayanan dengan kelebihan

fasilitas yang berbeda untuk memberikan kenyaman kepada jama’ah agar

tujuan pelaksanaan ibadah haji dan umrah selalu sukses dam mencapai target

yang dicapai, maka perlu adanya suatu program dalam bidang pelayanan yang

telah di buat dengan baik.

Agar tujuan pelaksanaan ibadah Haji dan Umrah dapat berjalan dengan

sukses maka yang berhubungan dengan sistem pelayanan sangat diperlukan


3

sehingga jamaah Haji dan Umrah dapat merasa puas dalam melaksanakan ibadah

di tanah suci. Oleh karena itu, pemerintah tidak hanya berkewajiban memberikan

jaminan terhadap kelancaran proses penyelenggaraan ibadah haji sejak proses

pendaftaran sampai proses kepulangan para jemaah haji saja. Namun,

Pemerintah juga bertanggung jawab dalam meningkatkan mutu pelayanan berikut

jaminan manajemen penyelenggaraan ibadah haji sebaik-baiknya yang bebas

korupsi, kolusi, lebih hemat biaya, dan memberikan kenyamanan bagi jemaah

haji.

Pelayanan yang baik dapat memberikan kepuasan kepada jamaah dengan

memiliki karyawan yang profesional, tersedia sarana dan prasarana yang baik,

tersedia semua produk yang diinginkan, bertanggung jawab kepada setiap jamaah

hingga tuntas, mampu melayani secara cepat dan tepat, mampu berkomunikasi

secara jelas, memiliki ilmu pengetahuan lainnya dan mampu memberikan

kepercayaan kepada jamaah (Kasmir, 2005: 9).

Pemberian pelayanan yang baik pada jamaah akan menimbulkan

kepuasan tersendiri bagi para jamaahnya yang pada akhirnya akan menciptakan

kestiaan jamaah terhadap lembaga travel yang bersangkutan dan dapat

meningkatkan jumlah jamaah. Bila pelayanan yang diterima sesuai dengan yang

diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan,

sebaliknya jika pelayana yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka

kualitas pelayanan dipersepsikan buruk (Kasmir, 2005: 15).

Dengan demikian, pengawasan terhadap penyelenggaraan ibadah haji


4

menjadi sangat penting untuk memastikan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan

tersebut telah sesuai dengan aturan dan standar yang berlaku sesuai perencanaan.

Dari pengawasan dengan standar dan indikator yang telah ditetapkan itu dapat

diketahui apakah ada penyimpangan untuk mengambil tindakan perbaikan.

Selama ini pengawasan penyelenggaraan ibadah haji dilakukan secara

paralel dan simultan oleh berbagai instansi pengawasan, antara lain Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

(BPKP), Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Dewan

Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Inspektorat Jenderal

Kementerian Agama (Itjen Kemenag), di samping pengawasan oleh ormas Islam

dan lembaga swadaya masyarakat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan

Ombudsman Republik Indonesia (ORI) juga ikut mengawasi penyelenggaraan

ibadah haji. Pengawasan oleh BPK dan BPKP menyangkut pengelolaan

keuangan penyelenggaraan haji. Pengawasan oleh DPD RI dan DPR RI adalah

pengawasan yang bersifat politis menurut fungsi dan amanat sebagai wakil rakyat

untuk mencermati kebijakan pemerintah beserta implementasinya. Sementara

pengawasan Itjen Kemenag menyangkut pengawasan intern Kementerian Agama

untuk melakukan pengendalian dan pengawasan kinerja Kementerian Agama

dalam penyelenggaraan ibadah haji.

Dengan terbentuknya Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI),

pengawasan terhadap penyelenggaran ibadah haji seharusnya menjadi lebih

komprehensif. Pasalnya, pengawasan penyelenggaraan ibadah haji yang


5

menjadi tugas dan tanggung jawab KPHI dilakukan mulai dari tahap

perencanaan hingga tahap operasional. KPHI juga bertugas menghimpun

berbagai masukan, saran, dan pertimbangan dari berbagai pihak dalam rangka

penyempurnaan manajemen dan peningkatan penyelenggaraan ibadah haji di

Indonesia.

Tumbuhnya kritik atas pelaksanaan ibadah haji bukan tanpa alasan. Tidak

sedikit kasus yang muncul berkenaan dengan masalah penyelenggaraan haji oleh

Kementerian Agama. Kasus-kasus yang berkaitan dengan proses pelaksanaan dan

penyelenggaraan haji dewasa ini kemudian memunculkan kritik tajam yang tidak

hanya mempertanyakan tingkat profesionalisme pengelola, tapi juga mendorong

lahirnya berbagai pandangan yang menghendaki perubahan pola

penyelenggaraan pelaksanaan haji yang selama ini menjadi kewenangan

Kementerian Agama. (Shaleh, 2008: 3)

Sekian banyak masalah lainnya pula yang menyangkut perhajian yang

sudah menjadi rahasia umum mulai dari administrasi, bimbingan, transportasi,

kesehatan, akomodasi, pembinaan, pelayanan, perlindungan dan keamanan.

Masalah-masalah haji ini masih banyak mendapat sorotan dan masih harus

diawasi agar permasalahan tersebut dapat dikontrol, dievaluasi dan ditingkatkan

agar lebih baik lagi ke depannya.

Pengawasan menjadi siklus manajemen yang lengkap dan membawa

organisasi ke perencanaan. Akan semakin jelas, lengkap dan terkoordinir

rencana-rencana akan semakin lengkap pula pengawasannya. Pengawasan itu


6

terdiri atas penentuan standar-standar, pengawasan/supervisi kegiatan atau

pemeriksaan, pembandingan hasil dengan standar serta kegiatan mengkoreksi

standar pemeriksaan, pembandingan hasil dengan standar serta kegiatan

mengkoreksi standar (Siagian, 2007:63).

Alasan penulis tertarik melakukan penelitian ini dikarenakan peningkatan

kualitas pelayanan penyelenggaraan haji pada setiap tahunnya sudah merupakan

sebuah tuntutan yang mutlak. Mengingat semakin hari semakin banyak para

peminat ibadah haji, entah apapun yang mempengaruhinya baik dari segi agama

(keislaman), sosial, ekonomi maupun budaya dapat kita lihat dari melambungnya

tingkat waiting list penggiat dan pemburu ibadah haji di negeri ini.

Memaksimalkan pelayanan dalam penyelenggaraan haji merupakan satu hal

yang tidak dapat ditawar lagi, namun pada kenyataannya masih banyak

permasalahan haji di Indonesia yang harus dibenahi. Pengawasan terhadap

penyelenggaraan ibadah haji menjadi sangat penting untuk memastikan kebijakan

dan pelaksanaan kegiatan tersebut telah sesuai dengan aturan dan standar yang

berlaku sesuai perencanaan.

Dari pengawasan dengan standar dan indikator yang telah ditetapkan itu

dapat diketahui apakah ada penyimpangan untuk mengambil tindakan perbaikan.

Maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai mekanisme

pengawasan ibadah haji serta dampaknya terhadap pembiayaan haji di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan


7

masalah dalam penelitian ini adaah bagaimana mekanisme pengawasan haji serta

dampaknya dalam pembiayaan haji di Indonesia?

C. Batasan Masalah

Batasan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana mekanisme pengawasan dalam pembiayaan dan pelayanan haji

di Indonesia?

2. Apa saja faktor penunjang dalam pengawasan pembiayaan dan pelayanan

haji di Indonesia?

3. Apa dampak dari pengawasan haji terhadap pembiayaan dan pelayanan haji

di Indonesia?

D. Tujuan Penelitian

Dengan mengacu pada latar belakang dan batasan masalah yang sudah

dinyatakan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Mekanisme pengawasan dalam pembiayaan dan pengawasan haji di

Indonesia.

2. Faktor penunjang dalam pengawasan dalam pembiayaan dan pengawasan haji

di Indonesia.

3. Dampak dari pengawasan haji terhadap pembiayaan dan pengawasan haji di

Indonesia.
8

E. Kegunaan Penelitian

1. Akademis

Dalam penelitian ini diharapakan dapat memberikan kajian yang

menarik dan menambah pengetahuan bagi para pembaca khususnya mengenai

sistem pengawasan haji di Indonesia sebagai tambahan referensi atau

perbandingan bagi keberlanjutan studi ke depannya bahkan untuk

pengetahuan secara umum.

2. Praktisi

Diharapkan dapat menambah wawasan baru bagi para praktisi yang

bergerak dalam ilmu manajemen dan perhajian di Indonesia.

3. Lembaga Terkait

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi

pemerintah dalam hal ini presiden untuk meningkatkan kinerja/pengawasan

Haji Indonesia agar dapat menjadi lebih baik lagi..

4. Masyarakat

Dengan penelitian ini diharapkan masyarakat mengetahui lebih dalam

pengawasan haji terhadap pembiayaan dan pelayanan haji di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai