Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Disusun oleh :
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
Kementerian Agama menggunakan sistem waiting list dalam penyelenggaraan
haji sejak tahun 2004. Sudah beberapa tahun aturan ini berjalan layaknya menyerupai
peluru canggih yang terus memperluas ancaman sehingga tak terelakan bertumpuknya
calon jemaah haji sampai puluhan juta. Sebenarnya sebelum tahun 2004 belum
terdengar ada problem yang berarti dalam penyelenggaraan ibadah haji bagi masyarakat
muslim Indonesia. Kenyataannya, sebelum diterapkannya aturan waiting list total
jemaah haji Indonesia tidak sampai di angka pencapaian 210.000 orang, disebabkan
sistem registrasi pendek sekali dan praktis bagi kebanyakan umat Islam, sehingga
jemaah yang berangkat betul-betul dianggap memenuhi unsur istitha’ah.
Dalam karya tulis ini saya akan menulis sejarah penyelenggaraan kontemporer
haji tentang alternatif pemecahan masalah (waiting list) dalam SPHU di tanah air (haji
reguler, haji khusus, dan umrah).
Dalam kamus bahasa Indonesia pengertian kontemporer berarti sewaktu, sesama,
pada waktu atau masa yang sama, pada masa yang kini, dewasa ini. Sejarah
kontemporer haji adalah sejarah mutakhir yang jejak-jejak peristiwanya masih relatif
dekat dan dirasakan kehadirannya oleh kita sekarang. Memang masih terdapat silang
pendapat tentang kapan suatu peristiwa sejarah itu disebut kontemporer. Namun
menurut batasan yang dibuat oleh Kuntowijoyo, sejarawan dan budayawan terkenal
dari UGM Yogyakarta, bahwa untuk kasus Indonesia maka sejarah kontemporer itu
biasanya dimulai dari tahun 1945 (Kuntowijoyo:1994:24).
Dari sekian banyak Problematika penyelenggaraan haji ada yang menarik dalam
perhatian penulis, tentang semakin meningkatnya animo berhaji masyarakat muslim di
Indonesia, tetapi di sisi lain kuota haji Indonesia tidak mengalami peningkatan,
sehingga kemudian muncullah kebijakan pemerintah tentang pembatasan pendaftaran
haji, dan mengakibatkan waiting list (daftar tunggu) haji. Penerapan sistem waiting list
untuk menggilir calon jemaah haji yang dilakukan pemerintah dirasakan adanya
ketidakadilan oleh masyarakat. Multi fungsi kekuasaan pemerintah yang berperan
sebagai regulator, operator, dan evaluator haji diduga sebagai salah satu penyebab tidak
optimalnya pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji. Maka perlunya alternatif
pemecahan masalah waiting list dalam SPHU di taah air (haji reguler, haji khusus,
umrah).
Alernatif pemecahan masalah waiting list (haji reguler, haji khusus, umrah)
merupakan tindakan penting oleh pemerintah terutamanya komnas haji untuk mengatur
bagaimana nasib dan keadaan calon jamaah haji waiting list, terutama dalam hal
pembinaan, pelayanan maupun perlindungan hukumnya. Begitu juga dalam Undang-
Undang Terbaru UU No 8 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah
hanya melakukan pembinaan, pelayanan dan perlindungan hukum terhadap calon
jemaah haji yang berangkat pada tahun berjalan.
B. Ruang Lingkup Pembahasan
Daftar tunggu (waiting list) dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan,
peningkatan jumlah calon jemaah haji akan terus mengalami peningkatan berdasarkan
2
5 indikator yaitu pertumbuhan perekonomian, peningkatan pendapatan perkapita,
keshalehan, kemudahan menjalankan ibadah haji yang terus berkembang setiap
tahunnya seperti fasilitas tabungan haji yang disediakan oleh lembaga keuangan.
Agar karya tulis ini terarah maka penulis akan membatasi terkait ruang
lingkup pembahasan :
1. Pengertian dan Konsep (Alternatif Pemecahan Masalah Waiting List (daftar
tunggu) Haji Reguler, Haji Khusus, Umrah Di Tanah Air)
2. Pengaruh Kouta Haji Terhadap Waiting List (Haji Reguler, Haji Khusus,
Umrah)
3. Alternatif Pemecahan Masalah Waiting List Haji Reguler, Haji Khusus, dan
Umrah Dalam SPHU
C. Metodelogis Penelitian
Metode pendekatan penulisan sejarah alternatif pemecahan masalah waiting list
haji ini bersifat kronologis dan eskpalantif, yaitu menjelaskan dan menguraikan
berdasarkan konteks juga perubahan dari waktu ke waktu dan referensi, pustaka. Dan
juga memiliki korelasi sejarah dengan yang sebelumnya.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Konsep
1. Pengertian dan Konsep Alternatif
Pengertian alternatif adalah suatu dari dua atau lebih cara untuk mencapai
tujuan atau akhir yang sama. Alternatif tidak harus menjadi pengganti dekat untuk
pilihan pertama (atau alternatif lain), atau harus memecahkan masalah dengan
cara tertentu. Contoh : bundling produk, promosi yang luas, harga yang lebih
rendah, garansi, penawaran khusus dsb adalah cara-cara alternatif untuk mencapai
tujuan yang sama yaitu pendapatan penjualan perusahaan yang lebih besar.
4
yang ada, seorang akan dengan mudah dalam melakukan sebuah proses
pemecahan masalah yang dihadapi.
Pemecahan masalah menurut Robert W. Balley (19986:116) merupakan
suatu kegiatan yang kompleks dan tingkat tinggi dari proses mental seseorang.
Pemecahan masalah didefinisikan sebagai kombinasi dari gagasan yang
cemerlang untuk membentuk kombinasi gagasan yang baru, ia mementingkan
penalaran sebagai dasar untuk mengkombinasikan gagasan dan mengarahkan
kepada penyelesaian masalah.
Jadi, pemecahan masalah merupakan suatu proses pemikiran dengan tujuan
terarah untuk menemukan jalan keluar dari sebuah masalah yang dihadapi
tersebut demi mencapai tujuan yang diinginkan, dengan melalui enam proses
tahapan penyelesaian masalah yang diantaranya adalah mengidentifikasi,
merepresentasi, merencanakan solusi, merealisasikan rencana, mengevaluai
rencana, dan mengavaluasi solusi.
Konsep metode pemecahan masalah Prosdem, Gomulya (2015) dalam
bukunya menjelaskan bahwa alur proses yang dilakukan mulai dari:
5
c. Mendukung proses berpikir menjadi nyata dan praktis;
d. Adaptif terhadap berbagai situasi dengan lingkup permasalahan yang berbeda-
beda;
e. Membantu meningkatkan kemampuan berpikir.
3. Pengertian dan Konsep Waiting List
Waiting list adalah daftar tunggu untuk memperoleh atau mengerjakan
sesuatu atau pemesanan yang masuk daftar tunggu sebelum mendapat kepastian.
Adapun yang dimaksud dengan waiting list haji adalah daftar jemaah haji
yang telah mendaftar dan mendapatkan nomor porsi dan menunggu
keberangkatan untuk menunaikan ibadah haji. Nomor porsi adalah nomor urut
pendaftaran yang diterbitkan oleh Kementrian Agama bagi jemaah haji yang
mendaftar.
a. Pengertian Haji Reguler
Haji reguler merupakan haji yang diselenggarakan langsung oleh
pemerintah melalui Kementerian Agama oleh Direkrtorat Penyelenggaran Haji
dan Umrah dan biayanya paling murah dari haji lainnya.
Adapun fasilitas yang didapat :
1. Masa Tunggu
Sistem antrian haji atau Siskohat pada program haji reguler berbeda dan
beragam tergantung dengan Kota atau Kabupaten domisili sesuai Kartu
Tanda Penduduk (KTP) jemaah haji reguler dimana waktu tunggu paling
cepat bisa mencapai 15 sampai 20 tahun.
2. Bimbingan Manasik
Sebelum melaksanakan ibadah haji, para jemaah haji terlebih dahulu
diberikan arahan dan bimbingan manasik. Untuk para jemaah haji reguler,
bimbingan manasik dilaksanakan di asrama haji.
3. Penerbangan dan penginapan
Fasilitas penerbangan yang diberikan oleh pemerintah melalui program haji
reguler adalah penerbangan dengan transit di Jeddah atau Madinah.
Penginapan di hotel Makkah lokasinya sekitar 2 Km - 4 Km dari Masjidil
Haram, hotel madinah lokasinya sekitar 350 M - 1 Km dari Masjid Nabawi.
6
jenis haji yang dibanderol dengan harga yang lebih mahal dibandingkan dengan
haji reguler namun waktu tunggu keberangkatan dan waktu pelaksanaannya
lebih singkat dibandingkan dengan haji reguler. Masa tunggu haji khusus sekitar
5 sampai 7 tahun saat Calon Jemaah haji telah mendapatkan BPIH yang di
dalamnya terdapat Nomor Porsi haji (Namira:2021).
Program ini dapat menjadi alternatif bagi seseorang yang menginginkan
keberangkatan yang lebih cepat (tidak perlu lama menunggu antrian karena
kuota) dan memiliki kemampuan finansial yang lebih baik. Selain waktu tunggu
dan pelaksanaan yang lebih singkat, fasilitas yang didapatkan juga lebih
banyak.
2. Bimbingan manasik
Sebelum melaksanakan ibadah haji, para jemaah haji terlebih dahulu
diberikan arahan dan bimbingan manasik. Untuk para jemaah haji plus dapat
melaksanakan bimbingan manasik di hotel atau tempat yang telah disiapkan
oleh travel.
c. Pengertian Umrah
7
Haji merupakan rukun Islam yang kelima. Hukum menunaikan ibadah
haji adalah wajib bagi yang mampu. Dalil tentang kewajiban haji juga
dijelaskan dalam Al Quran. Allah SWT berfirman dalam Q.S Ali 'Imran ayat 97
sebagai berikut :
“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam
Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia;
mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang
yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari
(kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan
sesuatu) dari semesta alam.”
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa kewajiban haji ini hanya berlaku
sekali seumur hidup. Adapun, pelaksanaan haji berikutnya adalah sunnah.
"Haji itu wajibnya hanya satu kali, dan selebihnya adalah sunnah." (HR
Ahmad, Nasa’i, dan Ibnu Majah).
Sementara itu, hukum melaksanakan umrah adalah wajib menurut
sebagian ulama dan sunnah menurut sebagian yang lain. Artinya, ada perbedaan
pandangan di kalangan ulama terkait hukum umrah.
Hukum wajib dalam umrah merujuk pada Al Quran sebagaimana dalam
surat Al Baqarah ayat 196. Sedangkan, umrah yang hukumnya sunnah merujuk
pada sebuah hadits yang diriwayatkan Tirmidzi. "Nabi pernah ditanya mengenai
umrah, Apakah umrah wajib? Beliau menjawab tidak, dan ketika kau umrah
maka itu lebih baik bagimu." (HR. al-Tirmidzi).
Namun, para ahli hadits berpendapat bahwa hadits yang diriwayatkan oleh
Tirmidzi di atas adalah lemah (dhoif).
2. Rukun
Ada serangkaian amalan yang harus dikerjakan baik saat haji maupun
umrah. Dikutip dari buku Panduan Ibadah Haji dan Umrah oleh Retno Widyani
dan Mansyur Pribadi, ada perbedaan jumlah amalan atau rukun antara haji dan
umrah.
Rukun haji terdiri atas ihram, wukuf, tawaf ifadah, sai, tahallul, dan tertib.
Sedangkan umrah hanya terdiri dari ihram, tawaf umrah, sai, dan tahallul.
3. Waktu Pelaksanaan
Perbedaan antara haji dan umrah lainnya adalah waktu pelaksanaan.
Ibadah haji hanya dilaksanakan di bulan haji. Artinya, haji dilakukan
berdasarkan waktu yang telah ditetapkan oleh syara dan hanya berlangsung
sekali dalam setahun. Haji biasanya dilaksanakan mulai bulan syawal hingga
8
bulan Dzulhijjah. Sementara itu, umrah adalah ibadah yang tidak terikat oleh
waktu. Ibadah ini bisa dilakukan kapan kapan saja sepanjang tahun.
4. Tempat Pelaksanaan
Terdapat perbedaan tempat pelaksanaan antara haji dan umrah setelah
miqat. Miqat adalah batas antara boleh tidaknya atau perintah mulai atau
berhenti untuk melafadzkan niat. Dikutip dari buku Ensiklopedia Fikih
Indonesia oleh Ahmad Sarwat, ibadah haji dilaksanakan mulai dari miqat -
Mekkah (Masjidilharam) - Arafah - Muzdalifah - Mina. Sedangkan umrah
meliputi miqat - Mekkah (Masjidilharam). Tawaf dan sai untuk umrah
dilaksanakan di Madjidilharam.
5. Kekuatan Fisik
Perbedaan haji dan umrah juga terletak pada kesiapan fisik bagi para
jamaah. Haji membutuhkan waktu yang lebih lama dan rangkaian yang lebih
panjang dari pada umrah. Sehingga, kekuatan fisik jamaah haji lebih besar
dibandingkan dengan jamaah umrah.
4. Pengertian dan Konsep Sejarah Penyelenggaraan Haji
Sejarah secara etimologi berasal dari kata “syajaratun” (dibaca: sajadah) dari
bahasa Arab yang artinya adalah “pohon kayu”. Pohon kayu yang dimaksud adalah
suatu pengibaratan sejarah seperti pohon yang tumbuh dari bawah tanah ke atas,
bercabang, menumbuhkan dahan, daun, bunga hingga buah. Artinya, sejarah adalah
suatu runutan peristiwa terjadinya sesuatu dari akar hingga berbagai kejadian,
peristiwa, konsekuensi dan rekam jejak lainnya yang tumbuh seiring berjalannya
zaman di masa lalu. Hal ini sejalan dengan Yamin (1958:4) yang menyatakan bahwa
dalam kata sejarah tersimpan makna pertumbuhan atau kejadian.
Sementara itu sejarah dalam bahasa Inggris adalah history. History sendiri
berasal dari bahasa Yunani, yakni “histori” yang memiliki arti: “apa yang diketahui
karena penyelidikan”. Pengetahuan yang dimaksud tentunya adalah pengetahuan
mengenai berbagai kejadian. Kemudian, penyelidikan dilakukan untuk benar-benar
mengetahui apakah kejadian tersebut benar-benar pernah terjadi atau tidak. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa sejarah adalah kejadian masa lalu yang diketahui melalui
penyelidikan sumber sejarah.
Sejarah adalah pengetahuan dan kajian mengenai berbagai peristiwa atau
kejadian yang pernah terjadi di masa lampau. Pendapat tersebut sejalan dengan
pendapat Sjamsuddin (2012 : 6) yang mengungkapkan secara umum dan sederhana
sejarah ialah kajian tentang masa lalu manusia.
9
Manusia tentunya adalah tokoh utamanya di sini, sejarah terjadi karena adanya
perilaku manusia yang menyebabkan terjadinya berbagai kejadian dan peristiwa.
Kejadian sejarah yang dikaji dalam sejarah diamati dari berbagai peninggalan
sejarah seperti artifak, bukti-bukti tertulis, dokumentasi budaya, dan sebagainya.
Pengertian sejaraah menurut ahli :
a. Menurut Herodotus
Sejarah adalah suatu kajian mengenai kebangkitan, kehidupan hingga kejatuhan
tokoh, masyarakat, bahkan peradaban dalam kisah (story telling) yang dijaga
seakurat mungkin kebenarannya (484-425 SM).
b. Menurut Ibnu Khaldun
Sejarah adalah catatan mengenai kejadian, hingga perubahan watak (sosial) umat
manusia, masyarakat, maupun peradaban dunia berlandaskan konsepsi sejarah
“ibrar” (1332-1406). Konsepsi tersebut membuat sejarah tidak hanya menjadi
rekaman masa lalu saja, namun dapat dijadikan hikmah dan pelajaran bagi
generasi sekarang dan generasi mendatang (Sujati:2018:145).
Penyelenggaraan berasal dari kata “selenggara” yang berarti mengatur.
Adapun pengertian penyelenggaraan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu
proses melakukan kegiatan tertentu. Penyelenggaraan dapat diartikan dengan
pengorganisasian, dari kata “pengorganisasian” tersebut, yang memiliki kata dasar
“organisasi”.
Penyelenggaraan memiliki 3 arti. Penyelenggaraan berasal dari kata dasar
selenggara. Penyelenggaraan adalah sebuah homonim karena arti-artinya memiliki
ejaan dan pelafalan yang sama tetapi maknanya berbeda. Penyelenggaraan memiliki
arti dalam kelas nomina atau kata benda sehingga penyelenggaraan dapat
menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang
dibendakan.
Pengertian penyelenggaran menurut ahli :
a. Menurut Handoko (2003:167) Penyelenggaraan merupakan proses penyusunan
struktur organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, sumber daya-sumber
daya yang dimilikinya dan lingkungan yang melingkupnya.
10
Berdasarkan pernyataan di atas dapat kita ambil kesimpulan, bahwa
penyelenggaraan merupakan proses awal untuk menempatkan orang-orang
baik individu maupun kelompok kedalam struktur organisasi demi mencapai
tujuan organisasi tersebut.
Haji menurut bahasa adalah berkunjung, menyengaja ketempat yang
agung, sedangkan menurut istilah adalah berziarah ke tempat tertentu pada
waktu-waktu tertentu untuk melakukan amalan-amalan tertentu dengan niat
ibadah. Definisi berziarah ketempat tertentu, yaitu berkunjung ke Baitullah
(Ka'bah), Padang Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Haji dibedakan menjadi
beberapa macam berdasarkan waktu pelaksanaannya. Ada yang datang
terlebih dahulu, ada yang datang berdekatan di bulan Zulhijjah. Ibadah haji
harus dilaksanakan pada bulan Syawal, Zulqaidah, dan Zulhijjah
Haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib ditunaikan, terutama
bagi mereka yang sudah mampu secara lahir maupun batin. Hal ini
berarti ketika seorang Muslim sudah mampu secara fisik, ilmu, dan ekonomi
untuk melaksanakan ibadah haji, hendaklah untuk menyegerakannya.
Waiting list merupakan polemik yang sangat menjadi kendala bagi para calon
jemaah haji. Jika umat Islam Indonesia pada zaman dahulu menunaikan ibadah haji
dengan menggunakan kapal layar memakan waktu berbulan-bulan, bahkan sampai dua
tahun, maka yang terjadi saat ini justru sebaliknya. Fasilitas seperti pesawat terbang
sudah dapat memungkinkan jemaah haji tiba di Arab Saudi lebih mudah dan cepat,
namun waktu menunggu jadwal keberangkatan untuk menunaikan ibadah haji
mencapai puluhan tahun karena adanya daftar tunggu ini.
Besarnya kuota jamaah haji yang diberikan oleh Kerajaan Saudi Arabia kepada
Indonesia ternyata tidak mampu mengakomodir jumlah calon jamaah haji yang ingin
berangkat ke tanah suci. Hal ini berimbas terhadap semakin membengkaknya waiting
list (daftar tunggu) calon jamaah haji Indonesia.
Kuota haji adalah batasan jumlah jemaah haji Indonesia yang diberikan oleh
Pemerintah Kerajaan Arab Saudi berdasarkan ketetapan Organisasi Konferensi Islam
11
(OKI). Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Konferensi Islam di Aman Yordani pada
tahun 1987, menyepakati tata cara penentuan kuota haji. Berdasarkan KTT tersebut
diputuskan kuota haji 1:1000, yaitu dari setiap seribu orang penduduk muslim di suatu
negara, berhak mendapatkan kursi jemaah haji. Lewat keputusan ini, maka Indonesia
mendapatkan kuota terbanyak di antara negara berpenduduk muslim lainnya. Kuota haji
terbanyak kedua diperoleh Pakistan, kemudian disusul oleh India dan Bangladesh.
(Japeri : 2017: 5).
Animo masyarakat muslim di Indonesia untuk menyempurnakan rukun Islam
yang kelima yakni haji ke tanah suci Mekkah terus mengalami peningkatan yang
signifikan. Berdasarkan laporan penyelenggaraan haji Kementerian Agama tahun 2013
ada 500 ribu pendaftar haji atau rata-rata ada 40-50 ribu orang setiap bulan yang
mendaftar. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat secara drastis. Bahwa
tingginya animo masyarakat Indonesia untuk mendaftarkan haji tidak berbanding lurus
dengan kuota Jamaah Haji Indonesia yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi. Hal
ini tentu berimplikasi luar biasa terhadap meningkatnya antrian jamaah haji yang
mendaftar, hingga puluhan tahun lamanya.
Minat masyarakat yang begitu tinggi harus berhadapan dengan kenyataan pahit
karena jatah kuota yang diterima pemerintah Indonesia yang diberikan oleh pemerintah
Arab Saudi sangat sedikit, hanya 210 ribu jemaah permusim. Hal ini mengacu pada
kesepakatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada
tahun 1987 yang menyepakati bahwa jatah jamaah haji bagi negara-negara muslim
adalah 1 : 1000, artinya satu orang muslim mewakili seribu orang penduduk untuk
berangkat haji.
Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dengan jumlah anggota 57 negara
berpenduduk muslim dimana di antara program kerjanya adalah melakukan pembagian
kuota haji bagi setiap negara. Pada hasil pertemuan menetapkan bahwa setiap negara
bisa memberangkatkan jamaah haji sebanyak satu orang per seribu penduduk muslim
atau 0,1% dari total jumlah penduduk muslim. Karena itulah, Indonesia pernah
mendapat jatah kuota lebih dari 200 Ribu orang pada 2011 dan 2012 (Achmad Junaedi :
2014)
Situasi ini makin rumit manakala ada kebijakan dari pemerintah Arab Saudi
bahwa untuk lima tahun ke depan sejak 2013 jumlah kuota jamaah haji untuk semua
negara dipotong 20 % karena ada renovasi masjidil haram. Maka jamaah Indonesia dari
tahun lalu menyusut menjadi 168 ribu, begitu pula musim haji 2014 ini karena terkena
kebijakan pemotongan kuota tersebut
Sampai saat ini antrian jemaah haji memang sudah sangat-sangat panjang (Hasil
penelitian Ombudsman Republik Indonesia) daftar tunggu sudah di atas sepuluh tahun.
Artinya, apabila ada orang daftar haji tahun 2014, maka sepuluh tahun kemudian baru
dapat berangkat ke tanah suci. Di wilayah Jabodetabek waiting list-nya sudah 12 tahun,
NTB 13 tahun, Sulawesi 21 tahun, Jawa Timur 15 tahun.
12
Kuota haji ditetapkan oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi dan dituangkan
dalam MOU antara pemerintah Indonesia dengan Arab Saudi tentang persiapan
penyelenggaraan ibadah haji tahun berjalan. Kuota haji itu sendiri merupakan jumlah
yang dapat dilayani dalam setiap kali penyelenggaraan haji. Adanya kuota haji, maka
tidak semua calon jemaah haji bisa langsung berangkat naik haji pada tahun berjalan,
karena tidak seimbang antara jumlah calon jemaah haji yang mendaftar dengan calon
jemaah haji yang akan berangkat tiap tahunnya, mereka harus menunggu dulu
bertahun-tahun.
Kuota sebesar 221.000 jamaah pada 2017 yang diberikan Pemerintah Arab Saudi
pada Indonesia nyatanya tidak mampu mengurangi waiting list (daftar tunggu)
keberangkatan calon jemaah haji Indonesia menunaikan ibadah haji, antrean naik haji
yang begitu lama dan panjang yang semakin hari semakin mengalami perpanjangan
waktu keberangkatan. Perluasan Masjidil Haram yang dilakukan pada tahun 2013 tidak
memberikan dampak yang signifikan terhadap antrean kuota haji, padahal setelah
dilakukannya perluasan Masjidil Haram kuota jemaah haji untuk Indonesia mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya berjumlah 168.800 jemaah menjadi 211.000 jemaah
setelah selesai pembangunan Masjidil Haram (Zubaedi : 2016:76).
Pasal 1 angka 17 Peraturan Menteri Agama Nomor 14 tahun 2012 menegaskan
bahwa karena adanya kuota haji, maka tidak semua orang bisa langsung berangkat naik
haji pada tahun berjalan. Ada yang waiting list (daftar tunggu) haji.
Ibadah haji ada yang diselenggarakan oleh pemerintah dan ada yang
diselenggarakan oleh penyelenggara ibadah haji khusus. Ibadah haji reguler
diselenggarakan oleh pemerintah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Agama
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
Reguler. Sedangkan ibadah haji yang diselenggarakan oleh penyelenggara ibadah haji
khusus disebut ibadah haji khusus dan diatur dalam Peraturan Menteri Agama Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus. Pada
tahun sekarang ini ibadah haji dan umrah diatur oleh Undang-Undang RI No 8 Th 2019
tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah yang dikenal dengan istilah UU PIHU
sebagai pengganti dan sebagai penyemourna UU No 13 Th 2008 tentang
Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang dianggap sudah ketinggalan zaman dalam
mengakomodir hajat umat muslim pada pelayanan pengelolaan ibadah haji, disebutkan
ada perintah agar Pemerintah yaitu Menteri Agama menjatahkan porsi dan
memprioritaskan kuota untuk jemaah haji lansia dengan batasan umur minimal 60-65
tahun dan ini berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia dan diterapkan di seluruh Kantor
Wilayah. Adapun persyaratanya yaitu:
1. Usia paling rendah 95 tahun dengan masa tunggu tiga tahun, atau terdaftar
sebelum 26 Juni 2017
2. Usia 85-95 tahun dengan masa tunggu minimal lima tahun
3. Usia 65-85 tahun dengan masa tunggu 10 tahun.
13
Selain karena tidak tersedia kuota, seseorang juga bisa masuk ke dalam
waiting list karena beberapa hal berikut ini: (Pasal 9 ayat (1) dan Peraturan Menteri
Agama Nomor 14 Tahun 2012).
1. Pada saat pelunasan di keberangkatan tahun berjalan, dan yang bersangkutan tidak
menyelesaikan persyaratan yang ditetapkan pemerintah salah satunya melunasi
biaya keberangkatan haji, maka yang bersangkutan tidak bisa berangkat tahun
berjalan dan menjadi jemaah haji daftar tunggu untuk diberangkatkan tahun
berikutnya.
2. Jamaah haji yang sudah menyelesaikan pelunasan biaya perjalanan ibadah haji
namun karena sesuatu hal tidak bisa berangkat di tahun berjalan. Maka yang
bersangkutan juga menjadi jemaah daftar tunggu untuk diberangkatkan tahun
berikutnya.
Dengan adanya waiting list haji yang bertahun- tahun lamanya ini tentu saja
menimbulkan pengaruh/dampak yang sangat merugikan masyarakat, terutama bagi
calon Jamaah haji yang belum berkesempatan melaksanakan rukun Islam yang ke
lima, namun keberangkatannya selalu ditunda. Hal ini dapat penulis jabarkan antara
lain sebagai berikut:
1. Adanya ketidakpastian waktu pemberangkatan bagi calon jamaah haji;
2. Menghalang-halangi masyarakat muslim yang berharap segera beribadah ke
Baitullah;
3. Mengaburkan kriteria istitha’ah bagi jamaah yang menggunakan dana talangan
haji ;
4. Adanya ketidakadilan bagi jamaah haji yang benar-benar menabung bertahun-
tahun lamanya dan terlambat dalam menyetorkan BPIH secara cash, dengan
jamaah haji yang memanfaatkan dana talangan haji dengan langsung membayar
secara cash pula, namun dengan cara berhutang;
5. Mempersulit pihak penyelenggara ibadah haji sendiri karena kurang selektif dari
awal untuk tidak menerima pendaftar yang sudah pernah naik haji. Sehingga
mereka memerlukan waktu yang cukup lama dalam menentukan calon jamaah
haji yang berangkat tahun berjalan, juga tahun-tahun selanjutnya.
6. Terbukanya kesempatan bagi penyelenggara ibadah haji untuk melakukan
korupsi
14
kenyataannya, jumlah jamaah yang ingin melaksanakan perjalanan ke Baitullah
selalu bertambah setiap tahun. Lajunya pertambahan kenaikan angka calon jemaah
haji tidak sebanding dengan kouta yang diberikan Arab Saudi (Yusuf : 2007).
Hal yang demikian menjadikan di antara penyebab munculnya Waiting List
haji di Indonesia. Di samping karena banyaknya warga negara Indonesia muslim,
kesadaran dan pengetahuan agama mereka untuk memenuhi panggilan Allah
sangat tinggi. Selain itu, adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat juga
merupakan salah satu penyebab terjadinya hal ini.
2. Kemudahan mendapatkan porsi haji karena pendaftaran dibuka sepanjang tahun.
Departemen Agama RI dalam buku Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Haji
menyatakan bahwa pendaftaran haji dibuka sepanjang tahun. Kegiatan ini
dilaksanakan dengan memakai prinsip pertama datang pertama dilayani, ini
disesuaikan pada daftar nomor urut porsi yang telah tercantum di Siskohat
Kementerian Agama.
Dengan adanya sistem ini dimana seseorang bisa kapan saja mendaftarkan
diri untuk menjadi peserta calon jemaah haji, ini salah satu penyebab munculnya
waiting list bagi jemaah haji yang sangat lama. Keadaan ini secara tidak langsung
akan menimbulkan penumpukan pendaftar calon jamaah haji.
3. Semakin maraknya Bank Syariah yang menawarkan dana talangan haji.
Gagasan tentang pengunaan dana talangan haji itu hanya disediakan bagi
masyarakat muslim dalam rangka memudahkan untuk pendaftaran haji. Namun
yang terjadi adalah malah muncul efek yang sangat berpengaruh yaitu
menumpuknya calon jamaah haji dan antrian panjang keberangkatan ke tanah suci.
Melihat keadaan hal tersebut, sudah semestinya melakukan pengkajian yang
mendalam sehingga bisa dinilai apakah aturan yang ada tepat dan sah pada versi
syar’i nya sebagai acuan dan dampak yang timbul akbibat aturan tersebut.
Haji adalah ibadah yang bersifat badaniyah-maliyah. Karena itu, kewajiban
menunaikan ibadah ini hanya diperuntukan bagi seseorang yang mempunyai
kesanggupan melaksanakannya.
Kemampuan harta terkait dengan biaya untuk kebutuhan selama pelaksanaan
ibadah haji dan biaya hidup orang yang ditinggalkan. Bagi yang belum mempunyai
kesangupan, belum masuk pada kategori wajib untuk melaksanakannya.
C. Alternatif Pemecahan Masalah Waiting List Haji Reguler, Haji Khusus, dan
Umrah Dalam SPHU (1945-2021)
Atas fenomena tersebut Komnas Haji menawarkan gagasan untuk mengurangi
daftar waiting list jemaah haji sebagai bentuk alternatif pemecahan masalah tersebut
dengan beberapa cara yaitu ( Mustolih Siradj : 2014) :
a. Mendesak kementerian agama untuk menghapus Penyelenggaraan Ibadah Haji
Khusus (PIHK) secara permanen. PIHK diduga melanggengkan praktik diskriminasi
terhadap calon jemaah haji karena pelayanan didasarkan atas pertimbangan kaya dan
miskin. Mereka yang kaya mampu membayar uang muka Rp80 juta-Rp100 juta
boleh memilih jalur ibadah haji khusus dengan waktu tunggu hanya 3 tahun. Tetapi
calon jemaah haji pas-pasan cuma punya Rp30 juta maka hanya bisa daftar haji
15
reguler dengan waktu tunggu antara 10-20 tahun. Ini ironis, karena ibadah
perjalanan menuju rumah Allah (baitullah) ini ternyata ditentukan atas dasar tebal
tipisnya dompet tidak jauh beda dengan perjalanan wisata biasa pada umumnya. Di
sisi lain, penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK) ditengarai hanya
mengedepankan aspek bisnis untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dengan
mengesampingkan aspek pembinaan jemaah yang bertujuan untuk menunaikan
ibadah. Data tahun 2013 PIHK menghabiskan kuota 13 ribu kuota angka ini tentu
saja sangat tidak adil karena terlalu banyak dan tidak jelas dasar pertimbangannya.
Oleh karena itu lebih baik kuota ini dihapus sehingga kedudukan jemaah sejajar
dalam hal pelayanan dan waktu tunggu. Kaya dan miskin harus sama-sama antri,
tidak boleh dibedakan (equel). Kementerian Agama harus meningkatkan layanan
yang prima sehingga tidak perlu lagi ada kuota jamaah haji kelas premium.
b. Pemerintah membuat kebijakan berupa moratorium secara permanen kepada calon
jemaah haji yang sudah pernah berangkat haji tidak diberangkatkan, atau setidaknya
bagi mereka yang sudah pergi haji diberikan jeda yang cukup panjang minimal 10
tahun baru dapat berangkat lagi. Melakukan moratorium terhadap proses pendaftaran
calon jemaah haji, baik haji reguler maupun haji khusus untuk menata ulang tata
kelola haji yang sampai saat ini masih jauh dari memuaskan. Sebab selama ini orang
yang sudah berangkat haji masih banyak yang mendaftar lagi yang menyebabkan
orang yang belum pernah baik haji terhalang mendapatkan kesempatan. Dan pada
tahun 2015 pemerintah akhirnya melakukan pengendalian waiting list (daftar
tunggu) jamaah haji, dengan memprioritaskan calon jamaah haji yang belum pernah
melaksanakan ibadah haji dan menghimbau yang sudah melaksanakan ibadah haji
untuk memberikan kesempatan kepada yang belum pernah berhaji, karaena haji
wajib hanya sekali seumur hidup.
Dengan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, hal ini upaya pemerataan
dalam hal pelaksanaan ibadah haji, agar mereka yang sudah melaksanakan ibadah
haji tidak mendominasi untuk pergi ibadah haji berkali-kali. Dan juga merupakan
sisi keadilan kepada mereka yang belum melaksanakan ibadah haji, seandainya jika
tidak dikasih batasan waktu, maka orang yang memiliki kecukupan dan memiliki
kesempatan akan menunaikan ibadah haji berkali-kali.
c. Pembatasan umur calon jemaah haji. Berdasarkan UU No 13/2008 calon jemaah haji
dapat mendaftar apabila sudah berusia 18 tahun. Salah satu syarat untuk mendaftar
sebagai calon jamaah haji di Indonesia minimal sudah harus berusia 12 tahun. Syarat
tersebut tertera dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 29 Tahun 2015
tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Reguler.
Dikutip dari laman resmi Kementerian Agama, Minggu 31 Mei 2015, aturan
ini merupakan perubahan dari PMA Nomor 14 Tahun 2012 yang tidak mengatur
batasan usia minimal pendaftar haji. Namun dalam aturan PMA Nomor 29 Tahun
2015, persyaratan usia minimal itu diubah. Kini, semua calon jamaah haji harus
berusia minimal 12 tahun saat mendaftar. Aturan yang menyatakan jamaah yang
belum berusia 17 tahun bisa menggunakan identitas lain diihapus. Semestinya
batasan umur ini dinaikkan menjadi 25-30 tahun mengingat banyaknya lansia yang
masih berada di zona waiting list.
16
Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 29 tahun 2015 ini muncul atay
dikeluarkan Ketika perbincangan dan pembahasan menenai berbagai macam
permasalahan mengenai penyelenggaraan ibadah haji mulai meruncing. Salah
satunya yakni permasalahan mengenai antrian yang panjang (waiting list) bagi
jamaah haji Indonesia.
d. Mendahulukan calon jemaah yang sudah berusia di atas 60 tahun. Mengingat haji
merupakan ibadah yang mengandalkan kekuatan fisik maka pemerhintah
mendahulukan mereka yang berusia lanjut agar tidak terlalu lama menunggu.
Kementrian Agama pusat mengeluarkan sejumlah aturan baru, yang akan diterapkan
pada musim haji tahun 1441/2019 mendatang terutama calon haji lanjut usia (lansia).
Kelompok ini akan diprioritaskan pemberangkatannya bukan lagi memakai kuota
sisa, namun syaratnya sudah mendaftar haji lima tahun lalu. Tahun-tahun
sebelumnya calon jamaah haji lansia selalu ditempatkan di pelunasan tahap kedua
atau kuota sisa, tapi tahun depan akan jadi prioritas di pelunasan tahap pertama
(Ajam Mustajam : 2019).
Dan juga calon jamaah haji lansia tidak lagi dilihat dari batas usia melainkan
diurut pelunasannya dari usia tertua sampai yang lebih muda. Namun calon jamaah
haji lansia sudah mendaftar haji lima tahun lalu atau tahun 2015. Jadi nanti akan
diurutkan dari usia tertua ke bawah sampai kuota yang disediakan terisi semuanya.
Selain itu, calon jamaah haji yang akan mendampingi lansia dari keluarganya juga
tidak otomatis bisa berangkat haji. "Kalau sebelumnya seorang lansia berangkat
langsung pendampingnya ikut. Pendamping akan masuk ke sisa kuota sehingga
apabila kuota masih ada bisa berangkat ibadah haji.
e. Mendesak kepada pemerintah Arab Saudi agar merubah patokan kuota 1 : 1000
khususnya bagi Indonesia mengingat Indonesia adalah negara muslim terbesar yang
populasinya terus meningkat sehingga harus diberikan treatment khusus.
Menteri Agama RI yang diberi amanat oleh Undang undang untuk melakukan
pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji melakukan terobosan di tahun
2019M/1441 H dengan menambah kuota cadangan sebanyak 10 % yang sebelumnya
hanya 5 % atau sekitar 10.200 jemaah. Angka ini ternyata masih belum memenuhi
pengisian kuota calon jemaah haji yang batal berangkat karena beberapa hal. Dan
pada tahun 2019 M/1440 H jemaah haji regular telah diberangkatkan sebanyak
212.732 yang terdiri dari 211.298 jemaah haji dan 1.434 Petugas Haji Daerah.
Jemaah haji terserap 99, 44 % dari 214 ribu kuota jemaah haji regular diharapkan
dengan penambahan kuota cadangan 10 persen kuota haji terserap secara optimal
(CNN Indonesia).
Menurut Anggota Komisi VIII DPR RI Hidayat Nur Wahid mengusulkan agar
pemerintah meminta sisa kuota haji dari negara lain yang tidak terpakai, untuk
mengatasi permasalahan periode daftar tunggu calon jamaah haji di Indonesia.
Meminta sisa kuota haji negara lain adalah salah satu dari dua solusi yang
dapat dipertimbangkan. Solusi lainnya adalah mengusulkan pada Organisasi Kerja
Sama Islam (KTT OKI) untuk menggelar Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi
(KTT) penetapan kuota haji, serta menggunakan pendekatan bilateral. Sebagai
17
informasi, payung hukum penentuan kuota jamaah haji tiap negara adalah KTT OKI
tahun 1987 yakni menggunakan rasio 1:1000. Setelah 32 tahun berjalan, ketentuan
tersebut belum kunjung diperbaharui. Menilai tersebut sudah tidak relevan dengan
perkembangan jumlah penduduk saat ini. Melalui OKI supaya kuota haji tidak
1:1000 tetapi 1:750 (Ketua Majelis Syuro PKS : 2011).
Meminta jatah kuota haji negara lain yang tidak terpakai. Misalnya
mencontohkan Filipina dan Thailand yang tidak menggunakan sepenuhnya kuota
haji, lantaran mayoritas penduduknya beragam non Islam. Selain itu, negara-negara
berpenduduk Islam seperti Yaman, Irak, dan Syiria juga tidak seutuhnya
memanfaatkan kuota haji karena sedang mengalami konflik.
Jadi apabila tidak bisa diubah kuota haji menjadi 1:750, maka agar bisa dibuat suatu
kesepakatan bahwa Indonesia bisa mendapatkan limpahan kuota haji tidak terpakai
di banyak negara itu.
Kemudian pemerintah mengambil langkah pendekatan bilateral dengan
Filipina dan Thailand. Langkah ini juga dinilai dapat mengantisipasi
penyalahgunaan sisa kuota haji negara lain oleh beberapa oknum agen perjalanan.
Misalnya saja yang terjadi pada 2016 ketika muncul kasus pemberangkatan 177
WNI calon jemaah haji ilegal dari Filipina. Jadi masalahnya dobel, masalah imigrasi
di Filipina dan di Indonesia, karena dia sudah mengubah namanya dan punya paspor
asing. Ia mengaku usulan tersebut telah disetujui oleh Komisi VII bersama dengan
Kementerian Agama dan Kementerian Luar Negeri. Pemerintah segera
merealisasikan hal tersebut, karena waiting list (daftar tunggu ) calon jamaah sangat
panjang sekali.
Pemerintah sudah berusaha mengatasi persoalan antrian daftar tunggu
keberangkatan calon jamaah haji. Ini bisa dilihat dengan dikeluarkannya PMA RI No 29
Th 2015 tentang Perubahan Atas PMA No 14 Th 2012 tentang Penyelenggaraan Ibadah
Haji Reguler pasal 8 menyebutkan:
(1) Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk bisa melakukan pelunasan ongkos
keberangkatan haji setelah keluarnya ketetapan dari pemerintah oleh jemaah haji
yang antriannya sudah sampai untuk diberangkatkan pada tahun berjalan termasuk
juga cadangan antrian selanjutnya yaitu:
a. Belum pernah melaksanakan rukun Islam yang ke lima.
b. Umur sudah mencapai 18 tahun saat keberangkatan/sudah kawin.
(Pasal 14) berbunyi:
(1) Apabila sampai batas akhir waktu pelunasan BPIH kuota haji Provinsi masih ada
tersisa, maka, menjadi sisa kuota nasional.
(1a) Pemerintah pusat akan menyerahkan kembali sisa kuota nasional ini kepada
provinsi dengan menyesuaikan sisa kouta yang ada
(2) Adapun jatah sisa kouta tersebut diperuntukan untuk jemaah haji dengan kriteria
sebagai berikut:
a. Jamaah yang tidak berhasil terakomodir oleh sistem ketika melunasi fase awal
pelunasan;
b. Jemaah yang sampai nomor antrianya di tahun berjalan tapi pernah menunaikan
ibadah haji;
c. Berumur paling sedikit 75 tahun dan sudah menyerahkan permintaan ke
instansi yang berwenang;
18
d. Penyatuan pasangan yang terpisah mahram dengan menyerahkan kutipan akte
nikah dan kartu keluarga sebagai alat bukti;
e. Penyatuan mahram anak/orang tua dengan menyerahkan bukti akte kelahiran
atau surat kenal lahir;
f. Jamaah cadangan yang telah lunas BPIH nya pada tahun berjalan,
g. jamaah haji nomor porsi selanjutnya.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Waiting list merupakan polemik yang sangat menjadi kendala bagi para calon
jemaah haji. Jika umat Islam Indonesia pada zaman dahulu menunaikan ibadah haji
dengan menggunakan kapal layar memakan waktu berbulan-bulan, bahkan sampai dua
tahun, maka yang terjadi saat ini justru sebaliknya. Fasilitas seperti pesawat terbang
sudah dapat memungkinkan jemaah haji tiba di Arab Saudi lebih mudah dan cepat,
namun waktu menunggu jadwal keberangkatan untuk menunaikan ibadah haji
mencapai puluhan tahun karena adanya daftar tunggu ini.
Kuota haji adalah batasan jumlah jemaah haji Indonesia yang diberikan oleh
Pemerintah Kerajaan Arab Saudi berdasarkan ketetapan Organisasi Konferensi Islam
(OKI). Besarnya kuota jamaah haji yang diberikan oleh Kerajaan Saudi Arabia kepada
Indonesia ternyata tidak mampu mengakomodir jumlah calon jamaah haji yang ingin
berangkat ke tanah suci. Hal ini berimbas terhadap semakin membengkaknya waiting
list (daftar tunggu) calon jamaah haji Indonesia.
Komnas Haji menawarkan gagasan untuk mengurangi daftar waiting list jemaah
haji sebagai bentuk alternatif pemecahan masalah tersebut dengan beberapa cara yaitu
Mendesak kementerian agama untuk menghapus Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus
(PIHK) secara permanen, pemerintah membuat kebijakan berupa moratorium secara
permanen kepada calon jemaah haji yang sudah pernah berangkat haji tidak
diberangkatkan, pembatasan umur calon jemaah haji, mendahulukan calon jemaah yang
sudah berusia di atas 60 tahun, meminta jatah kuota haji negara lain yang tidak
terpakai, dan pemerintah mengambil langkah pendekatan bilateral dengan Filipina dan
Thailand.
B. Saran
1. Pemerintah perlu mengkaji ulang sistem waiting list dan melakukan diplomasi di
OKI dengan mempertimbangkan dampak positif dan negatifnya.
3. Prioritaskan jamaah yang lebih tua terlebih dahulu, karena banyak juga ternyata
anak-anak yang belum cukup umur didaftarkan oleh orang tua mereka yang
secara finansial memang mempunyai harta berlebih, padahal sebenarnya mereka
20
belum berkewajiban untuk melaksanakn ibadah haji.
4. Prioritaskan yang baru sekali naik haji, hal ini perlu dilakukan sebab ternyata
banyak yang sudah naik haji sekali kemudian karena hartanya berlebih maka dia
mendaftarkan lagi. Bagi orang-orang yang model begini diarahkan saja untuk
melakukan umroh, yang namanya haji itu merupakan kewajiban hanya sekali
seumur hidup. Selain itu haji sudah tertentu waktunya beda dengan umroh yang
ditentukan waktunya.
5. Seleksi calon jamaah yang akan berangkat, seleksi dalam hal ini mungkin
berkaitan dengan keilmuan seseorang dalam memahami islam secara
menyeluruh, mungkin tentang bacaan al-quran, pengetahuan tentang hadits,
aqidah, akhlak dan lain sebagainya, juga pengetahuan tentang manasik haji. Bagi
orang yang lulus seleksi maka bisa diberangkatkan terlebih dahulu, dan bagi
yang mendaftar tapi belum lulus mungkin disuruh untuk belajar agama Islam
terlebih dahulu dan mengikuti seleksi tahun berikutnya. Hal ini sangat penting
agar calon haji yang berangkat memang benar-benar berkualitas dalam
keagamaannya. Sebab pada akhir-akhir ini banyak yang sudah bergelar haji tapi
kualitas keagamaannya nol besar. Haji tidak lebih dari sekedar orang yang punya
duit saja, beda dengan masa-masa dahulu, apabila orang yang sudah bergelar haji
memang betul-betul mumpuni secara keagamaan, dan bisa menjadi panutan bagi
lingkungannya. Akan tetapi dalam hal ini harus dipersiapkan SDM yang amanah,
yang tidak mau dibeli dengan uang, sehingga yang lulus seleksi memang betul-
betul karena kemampuan dan keilmuan bukan karena membeli kelulusan, kalau
SDM-nya belum siap alih-alih akan dapat menyelesaikan masalah justru akan
menjadi ladang korupsi baru.
21
mempunyai penduduk Islam terbesar di dunia mestinya juga mempunyai nilai
tawar yang tinggi terhadap pemerintah Arab Saudi.
22
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qaradhawi, Yusuf. 2007. Menjawab Masalah Haji, Umrah & Qurban, Jakarta:
Embun Publishing.
Djunaidi, Achmad. 2014. Menyelamatkan Kuota Haji. http://Menyelamatkan Kuota
Haji _ Arjuna.Blog.html. diakses pada selasa, 30 november 2021 pukul 15.55
Mariani. 2020. Regulasi dan Kriteria Calon Jemaah Haji Waiting List Di Indonesia.
Kalimantan Selatan : Antasari Press
Zubaedi. 2016. Analisis Problematika Manajement Pelaksanaan Haji Indonesia.
23