Anda di halaman 1dari 20

Laporan Small Group Discussion

LBM 2
“Pelayanan Kesehatan Primer (Puskesmas) pada Calon Jemaah Haji”

Nama : Alivia Ayu Pramesti Hariyadi


NIM : 020.06.0003
Kelas :A
Blok : Kedokteran Komunitas
SGD :2
Tutor : Aena Mardiah, S.K.M, MPH.,

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil
Laporan Tutorial LBM 2 “Pelayanan Kesehatan Primer (Puskesmas) pada Calon
Jemaah Haji”.

Dalam penyusunan Laporan Tutorial LBM 2 ini, penulis menyadari


sepenuhnya masih terdapat kekurangan di dalam penyusunannya. Hal ini
disebabkan karena terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang penulis
miliki, penulis menyadari bahwa tanpa adanya bimbingan dan petunjuk dari
semua pihak tidaklah mungkin hasil Laporan Tutorial LBM 2 ini dapat
diselesaikan sebagaimana mestinya.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya


kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan dengan baik.

2. Aena Mardiah, S.K.M, MPH., selaku fasilitator dalam SGD


kelompok 3, atas segala masukan, bimbingan dan kesabaran dalam
menghadapi keterbatasan penulis.

3. Seluruh anggota SGD kelompok 2 yang telah membantu dan


memberikan masukan dalam penyusunan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna dan perlu
pendalaman lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca yang sifatnya konstruktif demi kesempurnaan laporan ini. Akhir
kata, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Mataram, 5 Juli 2023

Alivia Ayu

LBM 2 Pelayanan Kesehatan Primer


(Puskesmas) pada Calon Jemaah Haji
KATA PENGANTAR............................................................................................3

BAB I.......................................................................................................................4

PENDAHULUAN..................................................................................................4

1.1 Skenario............................................................................................................4

1.2 Deskripsi Masalah.............................................................................................4

BAB II.....................................................................................................................5

PEMBAHASAN.....................................................................................................5

2.1 Definisi calon jamaah haji.................................................................................5

2.2 Syarat jamaah haji (secara umum).....................................................................5

2.3 Fasilitas Kesehatan yang didapatkan oleh jamaah haji.......................................7

2.4 Faktor resiko kesehatan bagi calon jamaah haji.................................................8

2.5 Pencegahan secara mandiri dari masalah Kesehatan calon jamaah haji.............9

2.6 Program dasar puskesmas untuk Kesehatan calon jamaah haji........................10

BAB III..................................................................................................................18

PENUTUP.............................................................................................................18

3.1. Kesimpulan.....................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19

LBM 2 Pelayanan Kesehatan Primer


(Puskesmas) pada Calon Jemaah Haji
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Skenario

Pelayanan Kesehatan Primer (Puskesmas) pada Calon Jemaah Haji

Kasus kesakitan dan kematian yang terjadi pada jemaah haji Indonesia
setiap tahun umumnya disebabkan oleh empat faktor utama, yakni: air, suhu,
kelelahan, dan adaptasi. Ibadal haji merupakan kewajiban manusia techadap
Allah SWI, yaiu bagi orang yang mampu (istitha 'ah) mengadakan perjalanan
ke Baitullah. Dengan demikian, istitha' ah menjadi hal yang penting dalan
pelaksanaan ibadah haji, yang dalam Figh Islam, istitha' ah (termasuk istitha
ah kesahatan) dinyatakan sebagai salah satu syarat wajib untuk melaksanakan
ibadah haji.
Perjalanan dalam menunaikan ibadah haji bisa disamakan dengan
perjalanan ke tempat wisata keaganaan dimanapun di dunia. Hal ini
dikarenakan persiapan pergi haji amat sangat berbeda dengan persiapan
bepergian ke tempat lain. Kesehatan adalah modal perjalanan ibadah haji,
tampa kondisi kesehatan yang memadai akan mengakibatkan proses ritual
peribadatan menjadi tidak maksimal. Oleh karena itu setiap jamaah haji perlu
menyiapkan diri agar memiliki status kesehatan optimal, mempertahankan,
dan mencegah masalah kesehatan yang mungkin dapat teriadi. Puskesmas
sebagai fasilitas layanan kesehatan primer ikut serta dalam berperan
menyiapkan calon jemaah haji yang sehat dan siap untuk menjalankan ibadah
haji.

1.2 Deskripsi Masalah

LBM 2 Pelayanan Kesehatan Primer


(Puskesmas) pada Calon Jemaah Haji
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi calon jamaah haji

Jemaah Haji adalah Warga Negara Indonesia yang beragama Islam dan
telah mendaftarkan diri untuk menunaikan ibadah haji sesuai dengan persyaratan
yang ditetapkan. Jemaah Haji adalah warga negara yang beragama Islam dan telah
mendaftarkan diri untuk menunaikan Ibadah Haji sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan .
Jamaah haji adalah warga negara Indonesia yang beragama Islam dan telah
mendaftarkan diri untuk menunaikan Ibadah Haji sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan (UU No.13 Tahun 2008: 2). Jamaah haji adalah seseorang atau
sekelompok umat Islam yang akan menunaikan ibadah haji ke tanah suci dan
memiliki kemampuan untuk melakukan pembayaran, seorang customer yang
menginginkan pelayanan prima dan mempunyai kebebasan untuk menentukan apa
yang dipilihnya sesuai dengan kemampuan dan tingkat pelayanan yang
dikehendaki dan juga memenuhi rukun, syarat, wajib, sunah dan semua
persyaratan untuk menunaikan ibadah haji. Jamaah haji adalah seorang muslim
yang memiliki niat menunaikan ibadah haji dan kemampuan secara fisik untuk
menjalani ritual peribadatan dan menyediakan pembiayaan perjalanan. Dapat
disimpulkan bahwa jamaah haji adalah jamaah yang sedang menunaikan ibadah
haji atau telah selesai menunaikan ibadah haji pada tahun bersangkutan (baik yang
mengikuti Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) maupun Pemerintah)
(Selviana, 2016).

2.2 Syarat jamaah haji (secara umum)


Persyaratan Pendaftaran

1. Beragama Islam;
2. Berusia minimal 12 (dua belas) tahun pada sat mendaftar;

LBM 2 Pelayanan Kesehatan Primer


(Puskesmas) pada Calon Jemaah Haji
3. KTP yang mash berlaku sesuai dengan domisili atau bukti identitas lain yang
sah;
4. Kartu Keluarga;
5. Akte kelahiran atau surat kenal lahir atau kutipan aka nikah atau ijazah;
6. Tabungan atas nama jemaah yang bersangkutan;
7. Pas foto berwarna 3x4 cm berjumlah 10 lembar dengan latar belakang warna
putih dengan ketentuan:
a. warna baju/kerudung harus kontras dengan latar belakang;
b. tidak memakai pakaian dinas;
c. tidak menggunakan kaca mata;
d. tampak wajah minimal 80 persen;
e. bagi jemaah haji wanita menggunakan busana muslimah.
8. Gubernur dapat menambahkan persyaratan berupa surat keterangan domisili
(Kemenag, 2023).

Syarat Kesehatan CJH :

1. Calon jemaah haji yang terdata berangkat pada tahun ini maupun cadangan
datang ke tempat pemeriksaan kesehatan sesuai dengan tempat
tinggal/domisilinya, dengan membawa fotokopi bukti pembayaran bank, foto
2x2 dan 4x6 sebanyak 2 lembar, dan fotokopi KTP.
2. Calon jamaah mengajukan permintaan Pemeriksaan Kesehatan untuk
mendapatkan Surat Keterangan Pemeriksaan Kesehatan bagi kelengkapan
pendaftaran haji.
3. Pemeriksaan kesehatan tahap pertama meliputi :
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan penunjang
d. Diagnosis
e. Penetapan tingkat risiko kesehatan
f. Rekomendasi/saran/rencana tindak lanjut

LBM 2 Pelayanan Kesehatan Primer


(Puskesmas) pada Calon Jemaah Haji
4. Hasil pemeriksaan kesehatan tahap pertama dan rekomendasi yang diberikan
kemudian dientry dalam siskohatkes.
5. Setelah calon jemaah haji melakukan tahap pertama, calon jemaah haji akan
dilakukan pemeriksaan tahap kedua paling lambat 3 bulan sebelum masa
keberangkatan jemaah haji. Pemeriksaan tahap kedua akan menentukan
seseorang memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat dalam istithaah
kesehatan.
6. Pemeriksaan tahap kedua meliputi:
a) Anamnesa
b) Pemeriksaan Fisik
c) Pemeriksaan Penunjang
d) Diagnosis
e) Penetapan Istithaah Kesehatan
f) Rekomendasi/saran/rencana tindak lanjut
7. Pada tahap kedua calon jemaah haji akan mendapatkan vaksin meningitis
sebagai syarat wajib keberangkatan, dan vaksin influenza yang didapatkan
secara mandiri.
8. Penetapan Istithaah Kesehatan akan menentukan apakah calon jemaah haji
berhak berangkat atau tidak, sehingga syarat pelunasan ditentukan dari
penetapan istithaah kesehatan (Dinkes, 2022).

2.3 Fasilitas Kesehatan yang didapatkan oleh jamaah haji

Berkaitan dengan Pelayanan Kesehatan, Menteri Kesehatan berkewajiban


melakukan pembinaan dan pelayanan kesehatan ibadah haji, baik pada saat
persiapan maupun pelaksanaan Penyelenggaraan Ibadah Haji dan kewaspadaan
terhadap penularan penyakit yang terbawa oleh jemaah haji, yang dalam
pelaksanaannya berkoordinasi dengan sektor terkait dan pemerintah daerah.
Pembinaan dan pelayanan kesehatan bagi jemaah haji dilaksanakan secara
menyeluruh yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, dan
dalam pelaksanaannya perlu kerjasama berbagai pihak terkait, sektor dan

LBM 2 Pelayanan Kesehatan Primer


(Puskesmas) pada Calon Jemaah Haji
pemerintah daerah, serta perlu adanya pedoman yang dapat menjadi acuan
penyelenggaraan kesehatan haji di tanah air, di embarkasi dan debarkasi serta
selama perjalanan di Arab Saudi. Maka dari itu peran TKHI diharapkan tidak
hanya memantau kondisi kesehatan dan memberikan pelayanan kesehatan pada
jemaah di kloter. Melainkan juga memiliki fungsi untuk memberikan
pertimbangan bagi jemaah, khususnya jemaah risiko tinggi untuk menjalankan
ibadah sunnah, tambahnya (Kemenkes, 2022).

Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI), dan Tenaga Pendukung Kesehatan


dalam Penyelenggaraan Kesehatan Haji, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia melalui Pusat Kesehatan Haji membentuk Tim Promotif Preventif
(TPP) dengan kegiatan utama Pembinaan Kesehatan, Tim Kuratif Rehabilitatif
(TKR) yang bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan, sedangkan untuk
perlindungan kesehatan jamaah merupakan tugas utama dari Tim Gerak Cepat
(TGC). Sejak tahun 2016, dibentuk Tim Gerak Cepat (TGC) yang mempunyai
fungsi utama sebagai perlindungan terhadap jemaah haji Indonesia. TGC akan
berperan dalam pelayanan kesehatan terutama di tingkat sektor dan saat proses
ARMUZNA (Arafah, Muzdalifah, dan Mina). Prinsip kerja TGC adalah deteksi
dini kegawatdaruratan, tatalaksana kegawatdaruratan, mempercepat proses
rujukan terhadap jemaah yang mengalami kegawatandaruratan, dan pelaporan
(Kemenkes, 2020).

Peran TGC dalam penatalaksanaan kegawatdaruratan dan rujukan cepat dapat


mempercepat penanganan jemaah sakit sehingga memperkecil angka morbiditas
dan mortalitas jemaah khususnya di tingkat sektor dan fase ARMUZNA. Dalam
menjalankan fungsinya TGC akan berkoordinasi dengan seluruh PPIH Kesehatan
lain seperti Tim Promotif dan Preventif (TPP), Tim Kuratif Rehabilitatif (TKR),
PPIH Kloter Tenaga Kesehatan Haji dan seluruh PPIH bidang lainnya
(Kemenkes, 2020).

2.4 Faktor resiko kesehatan bagi calon jamaah haji

Status kesehatan risiko tinggi ditetapkan bagi jemaah haji dengan kriteria:
LBM 2 Pelayanan Kesehatan Primer
(Puskesmas) pada Calon Jemaah Haji
a. Berusia 60 tahun atau lebih, dan/atau
b. Memiliki faktor risiko kesehatan dan gangguan kesehatan yang potensial
menyebabkan keterbatasan dalam melaksanakan ibadah haji, misalnya:
1) Penyakit degeneratif, diantaranya Alzheimer dan demensia;
2) Penyakit metabolik, diantaranya diabetes melitus, dyslipidemia, dan
hiperkolesterolemia;
3) Penyakit kronis, diantaranya sirosis hepatis, keganasan, Penyakit Paru
Obstruktif Kronis (PPOK), Chronic Kidney Diseases (gagal ginjal kronik),
decompensasi cordis (gagal jantung), dan hipertensi;
4) Penyakit imunologis, diantaranya asma, Sindrom Lupus Eritematosus
(SLE), dan HIV/AIDS (pertimbangkan kerahasiannya);
5) Penyakit bawaan, diantaranya kelainan katup jantung, kista ginjal, diabetes
melitus tipe 1; dan
6) Penyakit jiwa, diantaranya skizofrenia dan gangguan
c. Memiliki faktor risiko kesehatan yang potensial menyebabkan
ketidakmampuan menjalankan rukun dan wajib haji dan mengancam
keselamatan jemaah haji, antara lain:
1) Penyakit kardiovaskuler.
2) Penyakit metabolik.
3) Penyakit paru atau saluran nafas.
4) Penyakit ginjal.
5) Penyakit hipertensi.
6) Penyakit keganasan, seperti kanker.

2.5 Pencegahan secara mandiri dari masalah Kesehatan calon jamaah


haji

Berikut ini adalah cara menjaga kesehatan bagi jemaah haji yang dapat
dilakukan dalam menghadapi cuaca panas ekstrim di Tanah Suci, Diantaranya
adalah:

LBM 2 Pelayanan Kesehatan Primer


(Puskesmas) pada Calon Jemaah Haji
1. Membawa payung untuk menghindari Heat Stroke atau sengatan
panas.
2. . Hindari kegiatan diluar rangkaian ibadah haji, terutama di luar
ruangan untuk menghindari cuaca panas di Tanah Suci.
3. mencukupi asupan air dalam tubuh untuk mencegah dehidrasi
(Kemenkes, 2021).

2.6 Program dasar puskesmas untuk Kesehatan calon jamaah haji

Sebagai acuan pelaksanaan, maka perlu ditetapkan indikator sesuai tahapan


pelaksanaan program kesehatan haji dalam upaya pencapaian istithaah kesehatan.
Indikator yang dimaksud meliputi:

1) Pemeriksaan Kesehatan Tahap Pertama.


Setidaknya 90% jemaah haji yang akan melakukan setoran awal atau telah
mempunyai nomor porsi dilakukan pemeriksaan kesehatan tahap pertama
(penentuan tingkat risiko kesehatan). Denominatornya adalah jumlah jemaah
haji yang akan berangkat dua tahun mendatang setelah tahun berjalan. Batasan
waktunya adalah paling lambat satu bulan sebelum keberangkatan pada tahun
berjalan. Angka diatas 90% dimaksudkan untuk menjaring jemaah haji
sebesarbesarnya agar dapat dilakukan pembinaan kesehatan untuk mencapai
istithaah kesehatan jemaah haji (Kemenkes, 2016).
Pemeriksaan kesehatan tahap pertama merupakan pemeriksaan dasar jemaah
haji yang dapat dilaksanakan di puskesmas atau klinik yang telah ditetapkan
sebagai fasilitas pelayanan kesehatan untuk jemaah haji. Pemeriksaan
kesehatan tahap pertama menghasilkan diagnosis yang kemudian akan
dikategorikan sesuai tingkat risiko kesehatan, yaitu risiko kesehatan tinggi
(risti) atau tidak risiko tinggi (non-risti). Pemeriksaan kesehatan tahap pertama
jemaah haji belum ditetapkan status istithaah kesehatannya, tetapi hanya
dikategorikan sebagai risti atau non-risti, agar niat seseorang untuk
menunaikan ibadah haji tetap terlaksana, sehingga jemaah memperoleh amal

LBM 2 Pelayanan Kesehatan Primer


(Puskesmas) pada Calon Jemaah Haji
ibadah sesuai dengan niatnya. Selain diagnosis dan penetapan tingkat risiko
kesehatan, hasil pemeriksaan kesehatan tahap pertama juga akan
menghasilkan rekomendasi atau tindakan kesehatan selanjutnya berupa
pembinaan kesehatan pada masa tunggu. Sebagai manifestasi peran institusi
kesehatan, maka seluruh jemaah haji diharuskan mengikuti program
pembinaan kesehatan pada masa tunggu berdasarkan hasil pemeriksaan
kesehatan tahap pertama. Pemeriksaan kesehatan tahap pertama dimaksudkan
agar tim penyelenggara haji di kabupaten/kota dapat mengetahui faktor risiko
dan parameter faktor risiko kesehatan pada jemaah haji untuk dapat
dikendalikan atau dicegah (Kemenkes, 2016).
Pemeriksaan kesehatan tahap pertama meliputi:
1. Anamnesa.
2. Pemeriksaan fisik.
3. Pemeriksaan penunjang.
4. Diagnosis.
5. Penetapan tingkat risiko kesehatan.
6. Rekomendasi/saran/rencana tindaklanjut.

1. Anamnesa.
a. Identitas Jemaah haji.
Nama (bin/binti), tempat dan tanggal lahir, umur, jenis kelamin, alamat
dan nomor telepon, pekerjaan, pendidikan terakhir, status perkawinan,
tanggal pemeriksaan
b. Riwayat Kesehatan.
1) Riwayat kesehatan sekarang, meliputi penyakit kronis yang
diderita, penyakit menular, atau penyakit yang berhubungan
dengan disabilitas tertentu.
2) Riwayat penyakit dahulu, yaitu penyakit yang pernah diderita
(termasuk operasi yang pernah dijalani), ditulis secara
kronologis.

LBM 2 Pelayanan Kesehatan Primer


(Puskesmas) pada Calon Jemaah Haji
3) Riwayat penyakit keluarga, meliputi jenis penyakit yang
diderita anggota keluarga yang berhubungan secara genetic
(Kemenkes, 2016).
2. Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik antara lain:
a. Tanda vital:
1) Tekanan darah.
2) Nadi.
3) Pernapasan.
4) Suhu tubuh.
b. Postur tubuh:
1) Tinggi Badan (TB).
2) Berat Badan (BB) serta Lingkar perut.
c. Pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, auskultasi) dilakukan terhadap:
1) Kulit.
2) Kepala (termasuk pemeriksaan saraf cranial).
3) Mata (misalnya katarak atau glaukoma).
4) Telinga (infeksi seperti otitis media purulenta atau acute),
hidung (infeksi seperti sinusitis), tenggorokan, dan mulut.
5) Leher dan pembuluh getah bening.
d. Pemeriksaan fisik terhadap dada (thorax) dan perut (abdomen)
meliputi:
1) Pemeriksaan paru.
2) Jantung.
3) Perut (meliputi semua organ dalam perut).
e. Pemeriksaan fisik juga dilakukan terhadap:
1) Ekstremitas (kekuatan otot dan reflex).
2) Rektum dan urogenital.
3) Traktus urinarus dan traktus genitalia (inspeksi dan palpasi)
(Kemenkes, 2016).
3. Pemeriksaan penunjang.

LBM 2 Pelayanan Kesehatan Primer


(Puskesmas) pada Calon Jemaah Haji
Pemeriksaan penunjang ditujukan untuk mendeteksi suatu keadaan atau
risiko gangguan kesehatan yang umum terjadi pada jemaah haji, baik
penyakit tidak menular maupun penyakit menular yang dapat
menyebabkan keterbatasan dalam melaksanakan ibadah haji. Jenis
pemeriksaan penunjang antara lain pemeriksaan laboratorium (darah
lengkap, golongan darah, rhesus, kimia darah seperti glukosa darah
sewaktu dan kolesterol), pemeriksaan urine lengkap (warna, kejernihan,
bau, sedimen, glukosa urin dan protein urin), rontgen, dan
Elektrokardiografi (EKG) yang seluruhnya dibutuhkan dalam menegakkan
diagnosis yang akurat. Pemeriksaan penunjang lainnya diperlukan kepada
jemaah haji yang memiliki penyakit tertentu sesuai indikasi medis.
Indikasi medis dimaksud untuk memperluas temuan gangguan kesehatan
sedini mungkin yang potensial terjadi di masyarakat khususnya jemaah
haji (Kemenkes, 2016).
4. Diagnosis.
Diagnosis ditetapkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Diagnosis utama dicantumkan dalam form
pemeriksaan kesehatan. Atas dasar diagnosis utama tersebut, diperoleh
kelompok risti dan non-risti. Hasil penetapan diagnosis dari pemeriksaan
kesehatan tahap pertama adalah untuk mendapatkan status kesehatan
sehingga dapat terdeteksi gangguan kesehatan yang harus segera diobati
(early diagnosis and prompt treatment) dan dilakukan tindakan
pengendalian faktor risiko dan pembinaan kesehatan pada masa tunggu
(Kemenkes, 2016).
5. Penetapan tingkat risiko kesehatan.
Berdasarkan diagnosis dan hasil pemeriksaan kesehatan tahap pertama, tim
penyelenggara kesehatan haji kabupaten/kota menetapkan status risti atau
non-risti (Kemenkes, 2016).

2) Pembinaan Kesehatan Masa tunggu.

LBM 2 Pelayanan Kesehatan Primer


(Puskesmas) pada Calon Jemaah Haji
Setidaknya 90% jemaah haji pada masa tunggu yang telah melakukan
pemeriksaan kesehatan tahap pertama, telah mengikuti program pembinaan
kesehatan haji. Angka diatas 90% merupakan upaya maksimal agar seluruh
jemaah haji memperoleh pembinaan kesehatan di masa tunggu untuk dapat
memahami risiko penyakit, serta akibatnya jika tidak dilakukan pembinaan
kesehatan secara sungguh-sungguh (Kemenkes, 2016).
Setelah jemaah haji melakukan pemeriksaan kesehatan tahap pertama,
selanjutnya jemaah haji diberikan program pembinaan kesehatan pada masa
tunggu. Pembinaan kesehatan pada masa tunggu dimaksudkan agar tingkat
risiko kesehatan jemaah haji dapat ditingkatkan menuju istithaah. Pembinaan
pada masa tunggu menjadi perhatian penting, karena melibatkan banyak
program kesehatan baik di Puskesmas maupun di masyarakat. Pembinaan
kesehatan jemaah haji yang merupakan upaya atau aktivitas dalam rangka
membentuk dan meningkatkan status istithaah kesehatan harus dilaksanakan
secara terintegrasi dengan program kesehatan melalui pendekatan keluarga.
Pendekatan keluarga pada pembinaan kesehatan merupakan proses pembinaan
kesehatan yang berfokus pada penyelenggaraan yang terintegrasi program
kesehatan dengan melibatkan komponen keluarga jemaah haji. Pembinaan
kesehatan haji pada masa tunggu adalah proses pembinaan kesehatan yang
dilakukan sejak jemaah haji melakukan pemeriksaan kesehatan tahap pertama
ketika mendaftar haji. Seluruh jemaah haji baik risti maupun non-risti yang
sudah melakukan pendaftaran haji, wajib melakukan pembinaan kesehatan.
Pembinaan kesehatan pada masa tunggu dilakukan kepada jemaah haji yang
telah memperoleh nomor porsi sampai pada waktu ditentukan kuota
keberangkatannya (dalam hal ini estimasi keberangkatannya adalah dua tahun
mendatang). Pembinaan kesehatan haji pada masa tunggu jika dilaksanakan
secara terstruktur dan terarah, maka akan terjadi peningkatan status kesehatan
jemaah haji (Kemenkes, 2016).
Secara umum, kegiatan pembinaan kesehatan haji diklasifikasikan menjadi:
4. Kegiatan pembimbingan kesehatan haji.

LBM 2 Pelayanan Kesehatan Primer


(Puskesmas) pada Calon Jemaah Haji
Pembimbingan kesehatan jemaah haji merupakan proses
pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi kesehatan secara
terencana, sistematis, dan berkesinambungan terhadap jemaah haji
sehingga jemaah tersebut dapat menyesuaikan diri dengan kondisi
kesehatan dan lingkungan dalam rangka mempertahankan dan
meningkatkan kesehatannya.
5. Kegiatan penyuluhan kesehatan haji.
Yang dimaksud penyuluhan kesehatan haji adalah proses
penyampaian pesan kesehatan secara singkat dan jelas yang
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan mengubah
perilaku jemaah haji seperti yang diharapkan.

3) Pemeriksaan Kesehatan Tahap Kedua.


Seratus persen (100%) jemaah haji yang akan berangkat pada tahun berjalan
telah dilaksanakan pemeriksaan tahap kedua (penetapan istithaah) di
kabupaten/kota selambatnya pada 3 (tiga) bulan sebelum keberangkatan.
Pemeriksaan kesehatan tahap kedua merupakan pemeriksaan kesehatan yang
dilaksanakan paling 24 lambat tiga bulan sebelum masa keberangkatan jemaah
haji. Hasil pemeriksaan kesehatan tahap kedua merupakan penetapan istithaah.
Hasil pemeriksaan kesehatan tahap kedua sebenarnya sudah dapat diprediksi
pada saat jemaah haji menjalankan program pembinaan kesehatan di masa
tunggu. Untuk menetapkan status istithaah kesehatan, setiap jemaah haji harus
melakukan pemeriksaan kesehatan tahap kedua sesuai standar (Kemenkes,
2016).
Pemeriksaan kesehatan tahap kedua meliputi:
1. Anamnesa.
2. Pemeriksaan fisik.
3. Pemeriksaan penunjang.
4. Diagnosis.
5. Penetapan Istithaah Kesehatan.
6. Rekomendasi/saran/rencana tindak lanjut.

LBM 2 Pelayanan Kesehatan Primer


(Puskesmas) pada Calon Jemaah Haji
4) Pembinaan Kesehatan Masa Keberangkatan.
Seratus persen (100%) jemaah haji yang akan berangkat pada tahun berjalan
dilakukan pembinaan/manasik kesehatan.
Pembinaan kesehatan haji di masa keberangkatan adalah pembinaan yang
dilakukan kepada jemaah haji setelah jemaah haji melakukan pemeriksaan
kesehatan tahap kedua sampai keberangkatan. Pembinaan kesehatan masa
keberangkatan dilakukan pada jemaah haji yang telah masuk dalam kuota
keberangkatan tahun berjalan, artinya jemaah tersebut sudah dipastikan akan
berangkat, tentunya setelah memperoleh konfirmasi keberangkatan dari
Kementerian Agama dan telah melakukan pemeriksaan kesehatan tahap kedua
(sudah ditetapkan status istithaah kesehatannya). Untuk memperkuat proses
pembinaan kesehatan haji di masa keberangkatan, kegiatan pembinaan perlu
diselenggarakan secara terintegrasi dengan metode pendekatan keluarga.
Pendekatan keluarga yang dilakukan pada pembinaan kesehatan merupakan
proses pembinaan kesehatan yang terintegrasi dengan program kesehatan
lainnya dengan melibatkan keluarga jemaah haji. Pembinaan kesehatan di
masa keberangkatan jika dilaksanakan secara terstruktur dan terarah, maka
akan terjadi peningkatan status kesehatan jemaah haji. Pembinaan kesehatan
jemaah haji di masa keberangkatan meliputi pengobatan (yang merupakan
wujud early diagnostic and prompt treatment dan disability limitation),
konsultasi kesehatan oleh dokter penyelenggara kesehatan haji, rujukan
kepada fasilitas yang lebih tinggi, dan penanganan rujukan balik. Dalam
rangka menjalankan program kegiatan pembinaan kesehatan haji pada masa
keberangkatan, dinas kesehatan kabupaten/kota melakukan kegiatan secara
terintegrasi dengan program promosi kesehatan, kesehatan keluarga, kesehatan
lingkungan, gizi masyarakat, pembinaan kebugaran jasmani, pengendalian
penyakit tidak menular, pengendalian penyakit menular, kesehatan tradisional,
kesehatan jiwa, dan surveilans (Kemenkes, 2016).
5) Pemeriksaan Kesehatan Tahap Ketiga.

LBM 2 Pelayanan Kesehatan Primer


(Puskesmas) pada Calon Jemaah Haji
Seratus persen (100%) jemaah haji telah dilakukan penilaian kelayakan
terbang.
Penetapan laik atau tidak laik merupakan wujud tanggung jawab pemerintah
dalam memberikan perlindungan kesehatan kepada jemaah haji karena tidak
semua kondisi kesehatan atau penyakit tertentu dapat dinyatakan aman bagi
jemaah haji dan/atau jemaah lainnya selama perjalanan di pesawat dan di Arab
Saudi. Jemaah haji yang ditetapkan tidak laik terbang merupakan jemaah haji
dengan kondisi yang tidak memenuhi standar keselamatan penerbangan
internasional dan/atau peraturan kesehatan internasional. Sudah menjadi tugas
Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Embarkasi bidang Kesehatan
menetapkan seorang jemaah haji memenuhi kriteria laik atau tidak laik
terbang. Dalam menetapkan status kesehatan sebagaimana dimaksud, Kantor
Kesehatan Pelabuhan (KKP) sebagai bagian dari PPIH Embarkasi bidang
Kesehatan berkoordinasi dengan dokter penerbangan dan/atau dokter ahli di
rumah sakit rujukan. Dalam hal PPIH Embarkasi bidang Kesehatan
mendapatkan jemaah haji memiliki potensi tidak memenuhi syarat istithaah
kesehatan, maka PPIH Embarkasi bidang Kesehatan dapat melakukan
pemeriksaan kesehatan kepada jemaah haji yang dimaksud dengan
menyertakan tim penyelenggara kesehatan haji kabupaten/kota untuk
menetapkan kriteria istithaah jemaah haji tersebut (Kemenkes, 2016).
Pemeriksaan kesehatan tahap ketiga meliputi:
1. Anamnesa.
2. Pemeriksaan Fisik.
3. Pemeriksaan Penunjang.
4. Diagnosis.
5. Penetapan Kelaikan Terbang.
6. Rekomendasi/Saran/Rencana Tindak Lanjut.

LBM 2 Pelayanan Kesehatan Primer


(Puskesmas) pada Calon Jemaah Haji
LBM 2 Pelayanan Kesehatan Primer
(Puskesmas) pada Calon Jemaah Haji
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

LBM 2 Pelayanan Kesehatan Primer


(Puskesmas) pada Calon Jemaah Haji
DAFTAR PUSTAKA
Dinkes, D. K. (2022). Standart Pelayanan Pemeriksaan Haji.
Kemenag, K. A. (2023). Keputusan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan
Umrah Nomor 157 Tahun 2023.
Kemenkes, K. K. (2016). Petunjuk Teknis Pemeriksaan dan Pembunaan Kesehtan
Haji.
https://puskeshaji.kemkes.go.id/upload/peraturan/files/Juknis_Permenkes_no
_15_tahun_2016.pdf
Kemenkes, K. K. (2020). Petunjuk Teknis Tim Gerak Cepat Panitia
Penyelenggara Ibadah Haji Arab Saudi Bidang Kesehatan Tahun 2020 M/
1441 H.
Kemenkes, K. K. (2021). Tips Menjaga Kesehatan Selama Beribadah haji.
Kemenkes, K. K. (2022). Memaksimalkan Peran Tenaga Kesehatan Haji
Indonesia (TKHI).

LBM 2 Pelayanan Kesehatan Primer


(Puskesmas) pada Calon Jemaah Haji

Anda mungkin juga menyukai