DISUSUN OLEH:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHARMATARAM
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya dan
dengan kemampuan yang kami miliki, penyusunan laporan SGD (Small Group Discussion) LBM
2 yang berjudul “Pelayanan Kesehatan Primer (PUSKESMAS) Pada Calon Jemaah Haji” dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.
Laporan ini membahas mengenai hasil SGD lembar belajar mahasiswa LBM 2 yang meliputi
seven jumps step yang dibagi menjadi dua sesi diskusi. Penyusunan laporan ini tidak akan
berjalan lancar tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu dalam kesempatan ini kami
mengucapkan terimakasih kepada:
1. dr. Bq, Novaria Rusmaningrum, S.Ked, sebagai dosen fasilitator kelompok SGD 10 yang
senantiasa memberikan saran serta bimbingan dalam pelaksanaan SGD.
2. Sumber literatur dan jurnal ilmiah yang relevan sebagai referensi kami dalam berdiskusi.
3. Keluarga yang kami cintai yang senantiasa memberikan dorongan dan motivasi.
PENDAHULUAN
Scenario
Pelayanan Kesehatan Primer (PUSKESMAS) Pada Calon Jemaah Haji Ibadah haji
merupakan kewajiban manusia terhadap Allah SWT, yaitu bagi orang yang mampu (istitha’ah)
mengadakan perjalanan ke Baitullah. Dengan demikian, istitha’ah menjadi hal yang penting
dalam pelaksanaan ibadah haji, yang dalam Fiqh Islam, istitha’ah (termasuk istitha’ah kesehatan)
dinyatakan sebagai salah satu syarat wajib untuk melakssanakan ibadah haji.
Perjalanan dalam menunaikan ibadah haji bisa disamakan dengan perjalanan ketempat
wisata keagamaan dimanapun didunia. Hal ini dikarenakan persiapan pergi haji amat sangat
berbeda dengan persiapan bepergian ke tempat lain. Kesehatan adalah modal perjalanan ibadah
haji, tanpa kondisi kesehatan yang memadai akan mengakibatkan proses ritual pribadatan
menjadi tidak maksimal. Oleh karena itu setiap jamaah haji perlu menyiapkan diri agar memiliki
status kesehatan optimal, mempertahankan, dan mencegah masalah kesehatan yang mungkin
dapat terjadi. Puskesmas sebagai fasilitas layanan kesehatan primer ikut ikut serta dalam
berperanmenyiapkan calon jemaah haji yag sehat dan siap untuk menjalankan ibadah haji.
Deskripsi: Ibadah haji adalah Rukun Islam kelima yang merupakan kewajiban sekali
seumur hidup bagi setiap orang Islam yang mampu menunaikannya. Dalam Alquran Surat Ali
Imran ayat 97 dijelaskan bahwa mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah,
yaitu (bagi) orang yang mampu (istithaah) mengadakan perjalanan ke Baitullah. Dengan
demikian, istithaah menjadi hal penting dalam pelaksanaan ibadah haji, yang dalam Fiqih Islam,
Istithaah (termasuk Istithaah Kesehatan) dinyatakan sebagai salah satu syarat wajib untuk
melaksanakan ibadah haji. Pada kurun waktu selama sepuluh tahun belakangan ini jumlah umat
Islam yang menunaikan haji menunjukan peningkatan yang luar biasa. Jumlah tersebut mencapai
tiga samapai empat jutaan jamaah haji dari seluruh penjuru dunia berkumpul dalam satu waktu
pada satu tempat yang sama (Ka’bah, Arafah, Muzdalifah, Mina, dan lain-lain).
Ibadah haji disebut pula sebagai ibadah badaniah atau ibadah fisik, dimana hampir
seluruh kegiatan ibadah haji bersifat fisik. Jamaah haji mengerjakan amalan ibadah di tempat
yang telah di tentukan oleh syara’ dan yang bersangkutan harus berada di tempat tersebut secara
fisik. Dengan demikian maka setiap jamaah harus dalam keadaan sehat jasmani dan ruhani agar
dapat melaksanakan ibadah dengan sempurna. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji menyatakan bahwa penyelenggaraan ibadah haji bertujuan untuk
memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan yang sebaik-baiknya kepada jemaah haji
agar jemaah haji dapat menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan ajaran agama Islam.
Pembinaan, pelayanan dan perlindungan yang diberikan kepada jemaah haji, bukan hanya
untuk yang bersifat umum, tetapi juga yang bersifat kesehatan. Sehingga penyelenggaraan
kesehatan haji merupakan kesatuan pembinaan, pelayanan dan perlindungan kesehatan kepada
jemaah haji sejak di Tanah Air, dan selama di Arab Saudi. Dalam rangka memberikan
pembinaan, pelayanan, dan perlindungan dalam bidang kesehatan kepada jemaah haji, perlu pula
memperhatikan dan mempertimbangkan amanah Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 menyatakan bahwa pembangunan kesehatan
bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia setinggi-tingginya
melalui peningkatan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
termasuk masyarakat Indonesia yang melaksanakan ibadah haji.
BAB II
PEMBAHASAN
Jadi istitha’ah adalah suatu kondisi sesorang memiliki bekal secara finansial (untuk biaya
perjalanan dan biaya keluarga yang ditinggalkan), menguasai pengetahuan manasik haji,hati
yang ikhlas, sabar, syukur, tawakkal dan tawaddlu’, sehat mental dan fisik . Sedangkan yang
dimaksud dengan kendaraan adalah sesuatu yang dapat mengantarkan sesorang untuk
melaksanakan ibadah haji tercakup didalamnya waktu, keamanan dan kesempatan (kuota)
(Kemenag,2021).
1. Istitha’ah mubasyirah : yaitu seseorang mampu untuk melakukan haji dan umrah dengan
kemampuan dirinya sendiri, sehat mental dan fisik, mampu menempuh perjalanan dan
mengerjakan manasik tanpa kesusahan (Kemenag,2021).
2. Istitha’ah ghoiru mubasyirah: yaitu seseorang mempunyai finansial yang cukup yang
dengannya ia bisa mewakilkan kepada orang lain untuk mengerjakan haji dan umrahnya, baik
ketika dia masih hidup ataupun telah wafat (Kemenag,2021).
Apa saja program puskesmas sebagai fasilitas layanan pada calon Jemaah haji ?
Merupakan jemaah haji yang memiliki kemampuan mengikuti proses ibadah haji tanpa
bantuan obat, alat, dan/atau orang lain dengan tingkat kebugaran jasmani setidaknya dengan
kategori cukup (melalui pemeriksaan kebugaran yang disesuaikan dengan karakteristik individu
jemaah haji).
Merupakan jemaah haji dengan kriteria berusia 60 tahun atau lebih dan/atau menderita
penyakit tertentu yang tidak masuk dalam kriteria tidak memenuhi syarat istithaah sementara
dan/atau tidak memenuhi syarat istithaah.
Merupakan jemaah haji yang tidak memilki sertifikat vaksinasi internasional (ICV) yang sah,
menderita penyakit tertentu yang berpeluang sembuh, suspek dan/atau konfirm penyakit menular
yang berpotensi wabah, psikosis akut, fraktur tungkai yang membutuhkan immobilisasi, fraktur
tulang belakang tanpa komplikasi neurologis, atau hamil yang diprediksi usia kehamilannya pada
saat keberangkatan kurang dari 14 minggu atau lebih dari 26 minggu.
Merupakan jemaah haji yang memiliki kondisi yang dapat mengancam jiwa, gangguan jiwa
berat, jemaah dengan penyakit yang sulit diharapkan kesembuhannya.
Secara umum program dari pemeritah tergambar aturan seperti diatas, namun untuk didareah
sendiri memiliki program berbeda setiap daerahnya untuk pembinaan calon Jemaah hajinya
seperti contoh umumnya pada puskesmas jombang di lakukan pengukuran tingkat kebugaran
setidaknya 2 kali, yaitu pada 6 bulan sebelum keberangkatan dan 3 bulan sebelum
keberangkatan. Metode pengukuran tingkat kebugaran jemaah haji dapat menggunakan
metode Rockport atau metode Jalan 6 Menit. Kedua metode tersebut direkomendasikan oleh
Kementerian Kesehatan RI untuk diterapkan dalam pengukuran tingkat kebugaran dikarenakan
dapat dilakukan dengan murah, mudah, dan cepat. Kit pengukuran tingkat kebugaran berupa alat
pengukur jalan digital, stopwatch, timbangan berat badan, pengukur tinggi badan, tensimeter
digital, nomor dada, tanda “start” dan “finish”, Kartu Menuju Bugar (KMB), dan tas tempat
semua alat kit. Kit Pengukuran Kebugaran ini sangat bermanfaat bagi Petugas Puskesmas
sebagai Tim pelaksana pengukuran kebugaran, karena program kesehatan olahraga di Puskesmas
dapat berjalan dengan optimal. Contoh kedua pada kota belitar tepatnya didaerah puskesmas
Sananweta Kesehatan CJH dalam pembinaan ini dilakukan dengan, vaksinasi miningitis yang
menjadi salah satu syarat dari Pemerintah Arab Saudi. Menurutnya CJH Kota Blitar sudah
menerima vaksin miningitis tahun 2020, namun masa berlaku vaksin tersebut hanya 2 tahun.
Pihaknya juga memeriksa kesehatan CJH saat pembinaan. Mulai dari pemeriksaan laboratorium,
foto rontgen, dan rekam jantung (KEMENKES,2016)
Situasi dan Masalah kesehatan yang dapat timbul pada calon Jemaah haji
Masyarakat muslim Indonesia yang menunaikan ibadah haji mencapai 200 ribu orang lebih
setiap tahunnya, dengan risiko kesehatan yang masih cukup tinggi. Proporsi jemaah haji risiko
tinggi berkisar 30-45%, sebagian besar karena usia lanjut. Hipertensi dan diabetes melitus
merupakan penyakit risiko tinggi terbanyak (25-37%), sementara penyakit saluran pernafasan
dan saluran pencernaan semakin meningkat jumlahnya dari tahun ketahun. Selain masalah yang
disebabkan karena jamaah haji lanjut usia, jamaah haji yang tidak berisiko tinggi sebagian besar
masih memiliki pengetahuan, sikap, dan perilaku kesehatan yang belum mengarah pada perilaku
hidup sehat dan mandiri disebabkan karena masih besarnya proporsi jemaah dengan tingkat
pendidikan rendah (SD dan tidak tamat SD), dengan pekerjaan petani, nelayan, dan ibu rumah
tangga (Wahjudi & Putriana, 2014)
Tenaga Kesehatan Haji Indonesia yang selanjutnya disingkat TKHI adalah tim kesehatan
yang bertugas memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kesehatan bagi jemaah haji
di kelompok terbang (Kloter) (Wahjudi & Putriana, 2014)
1. TKHI sebagai ujung tombak Pembinaan, Pelayanan dan Perlindungan Jemaah Haji.
2. TKHI berperan dalam kegiatan Promotif, Preventif, Kuratif dan Rehabilitatif terhadap
jemaah haji di kloter.
Dengan adanya peran ini jemaah haji terhindar dari bahaya penyakit yang dapat memperberat
kondisinya dalam menjalankan ibadah haji Kegiatan yang dilakukan oleh TKHI di kloter adalah:
- Melakukan penyuluhan Kesehatan terutama dalam hal pentingnya gizi, cuaca panas,
istirahat dan ancaman penyakit menular;
- Memastikan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan saat diperlukan termasuk saat di
Armina;
- Memperkuat koodinasi dengan petugas kloter dan PPIH;
- Melakukan komunikasi efektif antar petugas dan jemaah haji;
- Memberdayakan jemaah haji dalam menjaga kesehatannya;
- Melakukan pengawasan lingkungan dan membantu mengecek makanan Jemaah haji.
3. TKHI mengenal seluruh jemaah haji saat operasional
Sejak masa pra operasional TKHI bersama Dinas Kesehatan kabupaten/kota mengidentifikasi
jemaah haji yang telah terdata dalam pemberangkatan tahun berjalan, terutama jemaah haji yang
mempunyai risiko tinggi (risti) kesehatan. Dengan adanya data ini maka TKHI dapat melakukan
pembinaan di daerahnya masing-masing. Sehingga status kesehatan jemaah haji dapat dijaga dan
ditingkatkan.
Kegiatan promotive-preventif apa yang dapat dilakukan oleh puskesmas untuk para calon
Jemaah haji
Dalam melaksanakan kegiatannya TPP berperan pada promosi kesehatan dengan bentuk
kegiatan penyuluhan, perlindungan khusus seperti penggunaan alat pelindung diri (APD) dan
penemuan kasus secara dini. Peran TPP diharapkan dapat memperkecil insiden penyakit kronis
eksaserbasi akut dan atau penyakit-penyakit yang disebabkan oleh faktor risiko baik faktor risiko
eksternal (sosial, budaya, suhu yang ekstrim, kelembaban rendah, dan debu) maupun internal
(penyakit bawaan, jenis kelamin, perilaku jemaah danpenyakit menular lainnya yang sangat
membahayakan keselamatan jemaah haji). Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Promotif
Preventif (TPP) berkoordinasi dengan TKHI, petugas kloter lainnya, PPIH kesehatan (TGC,
TKR, TMB), PPIH non kesehatan (linjam, Bimbad dan Ka Sektor), dan Kementerian Kesehatan
Arab Saudi (Kemenkes (Kementerian Kesehatan) RI, 2020)
a. Tingkat Kebugaran Kurang dapat melakukan program latihan dengan frekuensi latihan
sebanyak 2x seminggu, intensitas latihan fisik dengan denyut nadi 100-120/menit, lama
latihan fisik cukup 20-30 menit (diluar waktu pemanasan dan pendinginan), dan tipe/jenis
latihan yang dapat dilakukan hanya dengan aerobik tipe 1 saja (jalan santai, jalan cepat,
jogging, bersepeda); (Kemenkes (Kementerian Kesehatan) RI, 2020)
b. Tingkat Kebugaran Cukup dapat melakukan program latihan dengan frekuensi latihan
sebanyak 3x seminggu, intensitas latihan fisik dengan denyut nadi 120-130/menit, lama
latihan fisik cukup 30-40 menit (diluar waktu pemanasan dan pendinginan), dan tipe/jenis
latihan yang dapat dilakukan dengan aerobik tipe 1 (jalan santai, jalan cepat, jogging,
bersepeda) dan tipe 2 (senam, renang, step dance, diskorobik); (Kemenkes (Kementerian
Kesehatan) RI, 2020)
c. Tingkat Kebugaran Baik dapat melakukan program latihan dengan frekuensi latihan
sebanyak 4-5x seminggu, intensitas latihan fisik dengan denyut nadi 130-150/menit, lama
latihan fisik cukup 40-60 menit (diluar waktu pemanasan dan pendinginan), dan tipe/jenis
latihan yang dapat dilakukan dengan aerobik tipe 1 (jalan santai, jalan cepat, jogging,
bersepeda), tipe 2 (senam, renang, step dance, diskorobik), dan tipe 3 (olahraga
permainan seperti sepak bola, tenis lapangan, tenis meja, bulu tangkis, bola basket, bola
voli). (Kemenkes (Kementerian Kesehatan) RI, 2020)
Pengukuran kebugaran jantung paru dengan jalan cepat atau jogging sejauh 1.600 meter
(Rockport) dapat dijadikan panduan untuk menjaga dan meningkatkan kebugaran jasmani, dapat
dilakukan secara perorangan atau kelompok, relatif aman bagi orang yang memiliki faktor risiko
penyakit, mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat khusus (yang perlu dipersiapkan adalah
lintasan datar sepanjang 1.600 meter, alat pencatat waktu, dan sepatu olahraga), dan dilakukan
semampunya dengan berjalan cepat atau berlari secara konstan. Bagi CJH yang mempunyai
faktor risiko, misalnya mempunyai riwayat penyakit, riwayat kecelakaan, riwayat patah tulang,
pengapuran tulang dan obesitas, dapat mengikuti pengukuran kebugaran dengan metode Jalan 6
Menit (setelah mendapatkan rekomendasi dari dokter). Sebelum pengukuran tingkat kebugaran
jemaah haji maka perlu disarankan agar para CJH untuk tidur cukup kurang lebih 7–8 jam di
malam hari sebelum tes pada esok hari, tidak melakukan aktivitas berat sehari sebelumnya, tidak
merokok, minum kopi, alkohol 3 jam sebelum tes, makan terakhir 2 jam sebelum tes,
menggunakan perlengkapan olahraga, obat rutin tetap diminum (bagi yang ketergantungan
dengan obat). Persiapan tersebut disarankan agar dalam pengukuran tingkat kebugaran
mendapatkan hasil yang optimal, CJH diminta untuk mengisi Par Q Test (Physical Activity
Readiness Questionnaire) sebagai upaya screening apakah peserta layak atau tidak untuk
mengikuti pengukuran kebugaran dengan Metode Rockport. Selain itu, CJH juga diukur tinggi
badan dan berat badan untuk mengetahui IMT (Indeks Massa Tubuh) sebagai salah satu cara
untuk mengetahui status gizi seseorang, diukur tekanan darah, dan denyut nadi. Selanjutnya CJH
menandatangani Informed Consent, yaitu surat pernyataan bersedia/setuju dengan sukarela untuk
mengikuti pengukuran kebugaran setelah sebelumnya dijelaskan tentang tujuan, manfaat, dan
risiko yang mungkin terjadi akibat aktivitas selama pengukuran kebugaran berlangsung.
(Kemenkes (Kementerian Kesehatan) RI, 2020)
Langkah penyusunan penyuluhan yang dilakukan oleh layanan primer pada jamaah haji ?
Menurut Kementerian Agama RI,upaya kesehatan yang dilakukan kepada jamaah haji
pada seluruhkegiatan penyelenggaraan ibadah haji dalam bentuk kuratif dan rehabilitatif,
meliputi pemberian vaksinasi sebelum jamaah diberangkatkan ke tanah suci, pemeriksaan dan
pengecekan kesehatan jamaah haji secara berkala pada saat sebelum keberangkatan, pada saat di
tanah suci, dan saat tiba kembali di Indonesia dari kemungkinan terkena penyakit menular atau
virus selama di tanah suci merupakan definisi dari pelayanan kesehatan jamaah haji.Pelaksanaan
pelayanan kesehatan haji dilakukan di puskesmas atau klinik, rumah sakit pada
setiapkabupaten/kota, perjalanan, embarkasi/debarkasi, dan rumah sakit rujukan. Dinas
kesehatan kabupaten akan meninjau hasil dari pelayanan kesehatan haji yang dilakukan di setiap
puskesmas untuk dilakukan validasi dan evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilakukan. Hal ini
disebutkan dalam Permenkes RI Nomor 62 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Kesehatan Haji
(Purwita et al., 2022)
Adapun Langkah penyusunan oleh puskesmas antara lain :
a. Perencanaan : Informan kunci dan informan utama dapat memahami bagaimana proses
perencanaan yang dilakukan.Mereka mampu menjelaskan bagaimana proses perencanaan
berjalan, kegiatan apa saja yang dilakukan, dan bagaimana tahapan yang dilakukan.
Semua informan mengatakan bahwa perencanaan dalam pelayanan kesehatan haji yang
ada di Kabupaten Jember dilakukan berdasarkan Permenkes Nomor 15 tahun 2016
tentang Istithaah Kesehatan Jamaah Haji dan Permenkes Nomor 62 tahun 2016 tentang
Penyelenggaraan Kesehatan Haji (Purwita et al., 2022)
c. Pengadaan Tenaga Kerja : Perekrutan tenaga kerja dalam setiap pemeriksaan dan
pelayanan kesehatan haji disesuaikan dengan bidangnya pada saat melakukan
pemeriksaan seperti biasa. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada pemeriksaan
kesehatan haji dilakukan oleh dokter puskesmas, lalu dilanjutkan dengan pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan dalam yang dilakukan oleh perawat maupun bidan, serta pelayanan
kesehatan lain yang dilakukan oleh anggota lainnya (Purwita et al., 2022)
e. Pelaporan Bentuk pelaporan yang dilakukan oleh dinas kesehatan kepada seluruh
puskesmas yang melaksanakan pelayanan kesehatan haji dilakukan dengan validasi.
Validasi dilakukan untuk memastikan data yang diisi dalam aplikasi Siskohatkes sudah
benar dan seluruh jamaah yang terdata sudah melakukan serangkaian pelayanan dan
pemeriksaan kesehatan haji. Namun pada saat pelasanaan validasi, puskesmas harus
membawa berkas tertulis yang diserahkan oleh TKHI sebagai bentuk dari pengecekan
dan evaluasi kesehatan pada jamaah haji (Purwita et al., 2022)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Menunaikan ibadah haji adalah melakukan rukun Islam yang kelima dan hukumnya
wajib bagi setiap umat Islam yang mampu (istitha’ah) melaksanakannya sekali seumur hidupnya.
Ketentuan istitha’ah kesehatan berdasarkan regulasi Kementerian Kesehatan adalah setiap
jamaah dalam melakukan tes kesehatan harus melakukan tiga tahapan pemeriksaan. Dalam
rangka penyelenggaraan menuju istithaah kesehatan harus dikembangkan koordinasi, jejaring
kerja serta kemitraan antara instansi pemerintah dan pemangku kepentingan, baik di pusat,
provinsi maupun kabupaten/kota. Hal ini penting untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan
pemeriksaan dan pembinaan kesehatan haji. Dalam proses pemeriksaan dan pembinaan
kesehatan haji perlu diintegrasikan dengan program JKN dan pendekatan keluarga. Untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang optimal pada penyelenggaraan kesehatan haji diperlukan
sumber daya manusia yang mampu melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, maka
diperlukan Tenaga Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) disetiap kloter untuk melaksanakan tugas
tersebut. Kegiatan promotif dan preventif dapat dilaksanakan di dalam negeri dan dilaksanakan
di Arab Saudi. Lima level pencegahan (five level of prevention) harus dilaksanakan, yang terdiri
dari, promosi kesehatan (health Promotion), pelindungan khusus (Spesific Protection), diagnosis
dini dan pengobatan (Early Diagnosis and Prompt Treatment), pembatasan kecacatan (Disability
Limitation), pehabilitasi (Rehabilitation). Untuk penguatan promotif preventif kesehatan pada
jemaah haji, sejak tahun 2016 dibentuklahTim Promotif Preventif (TPP) yang merupakan
implementasi pembinaan kesehatan bagi jemaah haji agar jemaah haji tetap sehat.
Daftar Pustaka
Kemenkes (Kementerian Kesehatan) RI. (2020). Buku Petunjuk Teknis Tenaga
Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) Dalam Operasional Kesehatan Haji. World,
April, 0–14.
https://puskeshaji.kemkes.go.id/upload/pedoman/files/JUKNIS_TKHI_2020.p
df
Purwita, D. A. ., Eri, W., & Yennike, T. H. (2022). DOI:
http://dx.doi.org/10.33846/sf13136 Manajemen Pelayanan Kesehatan Jamaah
Haji di Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember Purwita Dwi Arysca Pratiwi.
13, 190–195.
Wahjudi, P., & Putriana, M. F. (2014). Karakteristik dan Status Kesehatan Jamaah
Haji Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012. Jurnal Ikesma, 10(1), 1–12.