Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN

SMALL GROUP DISCUSSION (SGD) LBM 1

BLOK ELEKTIF HUKUM KESEHATAN

“AKU SAKIT KURANG CUAN”

Disusun oleh :

KELOMPOK SGD 2
Baiq Fahira Mentari
019.06.0015

Tutor : dr. Ronanarasafa MHPE., FFRI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmatnya dan dengan kemampuan yang kami miliki, penyusunan makalah SGD
(Small Group Discussion) LBM 1 yang berjudul “AKU SAKIT KURANG CUAN”
yang dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah ini membahas mengenai hasil SGD lembar belajar mahasiswa


(LBM) 1 yang berjudul “AKU SAKIT KURANG CUAN” yang meliputi seven
jumps step yang dibagi menjadi dua sesi diskusi. Penyusunan makalah ini tidak akan
berjalan lancar tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu dalam kesempatan
ini kami mengucapkan terimakasih kepada:

1. dr. Ronanarasafa, MHPE., FFRI sebagai dosen fasilitator SGD 2 LBM 1 yang
berjudul “AKU SAKIT KURANG CUAN” yang senantiasa memberikan
saran serta bimbingan dalam pelaksanaan SGD.
2. Sumber literatur dan jurnal ilmiah yang relevan sebagai referensi kami dalam
berdiskusi.
3. Keluarga yang kami cintai yang senantiasa memberikan dorongan dan
motivasi.

Mengingat pengetahuan dan pengalaman kami yang terbatas untuk menyusun


makalah ini, maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat
diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Mataram,14 Desember 2022

Baiq Fahira Mentari

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Skenario LBM 1


AKU SAKIT KURANG CUAN

FS adalah dokter yang bekerja sebagai kepala Puskesmas, dokter FS


menderita penyakit kronis yang harus segera diobati akan tetapi membutuhkan
biaya yang mahal, ia berfikir bagaimana cara mendapatkan uang dengan cepat
untuk mengobati penyakitnya agar tidak bertambah buruk, Dokter FS memutuskan
untuk menjual vaksian COVID 19 yang diterima dari dinas kesehatan ke
masyarakat diluar wilayah kerja Puskesmasnya yang saat ini belum mendapatkan
jadwal vaksin. Dokter FS menyebarkan informasi ke masyarakat jika dalam
waktu dekat masyarakat tidak divaksin maka akan terkena penyakit COVID 19
yang lebih parah serta masyarakat tidak akan menerima bantuan dana
kemiskinan dari pemerintah.

Dokter FS meminta biaya administrasi jasa penyuntikan dan biaya vaksin


kemasyarakat sebelum vaksin itu diberikan. Menurut anda, apakah tindakan dokter
tersebut melanggar hukum kesehatan ?

1.2 Deskripsi Masalah Pada LBM 1


Etik (Ethics) berasal dari kata Latin yaitu berkaitan dengan kata mores dan
ethos, yang berarti akhlak, adat kebiasaan, watak, perasaan, sikap yang baik, dan
yang layak. Pengertian etika dalam arti yang lebih sempit adalah pedoman atau
aturan moral untuk menjalankan profesi. Kegiatan tenaga profesional tersebut
diatur dalam kode etik profesi yang disusun dan ditetapkan oleh organisasi
profesi. Dalam profesi kedokteran terdapat satu hal yang tidak berubah, yaitu niat
dan tujuannya yang mulia untuk memberikan pelayanan terbaik kepada penderita.
Dahulu niat tersebut diungkapkan dengan menggunakan istilah “Do not inflict

1
harm to the patients” atau “Per primum non nocere” (Varkey, 2021). Etik
kedokteran mengatur masalah yang berhubungan dengan sikap para dokter
terhadap sejawat, masyarakat, pemerintah, dan penderita yang menjadi tanggung
jawabnya. Prinsip-prinsip etika biomedis yang diformulasikan oleh Beauchamp
dan Childress terdiri atas empat kaidah dasar, meliputi Autonomy, dimana pasien
berhak menentukan apa yang dilakukan terhadap tubuhnya, artinya berhak untuk
mendapat informasi dan pelayanan yang terbaik, dan ikut serta pada penentuan
tindakan klinik. Beneficence, dimana semua penyedia layanan kesehatan harus
berusaha untuk meningkatkan kesehatan pasien, dengan melakukan yang terbaik
untuk pasien dalam setiap situasi. Non maleficence, dimana dalam setiap situasi
penyedia layanan kesehatan harus menghindari tindakan yang menyebabkan
kerugian kepada pasien. Dan Justice atau eadilan dalam pemberian pelayanan
kesehatan (Henky, 2018).
Presiden Republik Indonesia pada tanggal 5 Oktober 2020 mengeluarkan
kebijakan yang tertuang di dalam Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020
tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka
Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (covid-19). Di dalam pasal
3 ayat (1) sampai ayat (3) Permenkes 84 Tahun 2020 disebutkan bahwa
pelaksanaan vaksinasi covid-19 dilakukan oleh Pemerintah Pusat, yang kemudian
Pemerintah Pusat dalam melaksanakan vaksinasi covid-19 melibatkan Pemerintah
Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota, dan dalam
pelaksanaan vaksinasi covid-19 ini adalah gratis alias tidak dipungut biaya
(Rismana & Hariyanto, 2021).

Berdasarkan kasus didalam scenario, pelanggaran pertama yang sudah


dilakukan oleh Dokter FS ialah terjadinya peristiwa vaksinasi Covid-19 yang
berbayar dengan meminta biaya administrasi jasa penyuntikan dan biaya vaksin
kemasyarakat sebelum vaksin itu diberikan. Dosis vaksin Covid-19 diperoleh
dengan cara menyelewengkan stok vaksin yang diterima dari dinas kesehatan ke

2
masyarakat diluar wilayah kerja Puskesmasnya yang saat ini belum mendapatkan
jadwal vaksin. Pelanggaran yang kedua yang dilakukan adalah penyebaran
informasi palsu ke masyarakat dengan mengatakan jika dalam waktu dekat
masyarakat tidak divaksin maka akan terkena penyakit Covid-19 yang lebih parah
serta masyarakat tidak akan menerima bantuan dana kemiskinan dari pemerintah.
Atas perbuatan Dokter FS yang berusaha menguntungkan diri sendiri serta di dalam
menjalankan aksinya merupakan perbuatan suap-menyuap, termasuk kedalam
kategori tindak pidana korupsi. Perbuatan tersebut ialah melanggar hukum pidana
Indonesia (Hukum & Vol, 2022).

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pembahasan Skenario LBM 1


2.1.1 Definisi, Fungsi dan Prinsip Hukum Kesehatan

Menurut Anggaran Dasar PERHUKI, Hukum Kesehatan adalah semua


ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan atau pelayanan
kesehatan dan penerapannya, serta hak dan kewajiban baik dari perorangan dan
segenap lapisan masyarakat sebagai penerima layanan kesehatan (health receivers)
maupun sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan (health providers) dalam
segala aspek organisasi, sarana, pedoman-pedoman medik, ilmu pengetahuan
kesehatan dan hukum, serta sumber-sumber hukum lainnya. Hukum mempunyai
fungsi penting sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh hukum itu sendiri yaitu
melindungi, menjaga ketertiban dan ketentraman masyarakat. Sejalan dengan
asas hukum, maka fungsi hukum kesehatan meliputi manfaat, keadilan dan
kepastian hukum. Ketiga fungsi hukum ini pada prinsipnya adalah ingin
memberikan perlindungan kepada setiap orang dalam berbagai bidang
kehidupannya. Di dalam dunia Pelayanan Kesehatan (Health Care), dua
kelompok orang yang selalu menginginkan adanya kepastian hukum adalah
kelompok penerima layanan kesehatan (Health Receiver) dan kelompok pemberi
layanan kesehatan (Health Providers) (Herawati, 2022).
2.1.2 Sumber Hukum Kesehatan

Sumber hukum pada hakikatnya adalah tempat dimana hukum dapat di


temukan. Sumber hukum menurut Zevenbergen dapat dibagi menjadi sumber
hukum materiil dan sumber hukum formil. Sumber hukum materiil merupakan
tempat dari mana materi hukum itu diambil. Sumber hukum materiil ini
merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum misalnya meliputi
hubungan sosial,

4
hubungan kekuatan politik, situasi sosial ekonomis, tradisi (pandangan keagamaan,
kesusilaan), perkembangan internasional, keadaan geografis. Sumber hukum
formil merupakan tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh
kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan
peraturan itu formal berlaku. Apabila dikaitkan dengan dua jenis sumber hukum
di atas, maka Pancasila termasuk sumber hukum yang bersifat materiil sedangkan
yang bersifat formil seperti peraturan perundang-undangan, perjanjian antarnegara,
yurisprudensi dan kebiasaan (Kunantiyorini, 2018).
2.1.3 Ruang Lingkup Hukum Kesehatan

Ruang lingkup hukum kesehatan meliputi hukum kedokteran atau hukum


medis (Medical Law), hukum keperawatan (Nurse Law), hukum rumah sakit
(Hospital Law), hukum pencemaran lingkungan (Environmental Law), hukum
limbah, hukum polusi (Polution Law), hukum peralatan yang menggunakan X-Ray,
hukum kesehatan dan keselamatan kerja serta erbagai peraturan yang berkaitan
langsung dengan hal-hal yang mempengaruhi kesehatan manusia. Hukum
Kesehatan tidak terdapat dalam suatu bentuk peraturan khusus, tetapi tersebar
pada berbagai peraturan dan perundang-undangan. Ada yang terletak di bidang
hukum pidana, hukum perdata, dan hukum administrasi (Herawati, 2022).
2.1.4 Definisi dan Kewajiban Hukum Kedokteran

Hukum Kedokteran adalah bagian dari hukum kesehatan yang menyangkut


pelayanan medis. Pada umumnya kewajiban dokter dibedakan ke dalam tiga
kelompok, meliputi kewajiban yang berhubungan dengan fungsi-fungsi sosial
seperti pemeliharaan kesehatan (health care) dengan mempertimbangkan apakah
akan menulis resep atau tidak, terhadap obat yang tidak terlalu penting bagi
pasien. Selain itu, kewajiban yang berhubungan dengan hak-hak pasie meliputi
dokter wajib menjelaskan kepada pasien atau keluarga pasien, diminta atau tidak,
mengenai penyakit, pengobatan atau tindakan medis yang akan dilakukan, risiko
dan efek samping yang mungkin terjadi, keuntungan serta prognosa dari tindakan

5
medis yang dilakukan tersebut. Dan kewajiban yang berhubungan dengan standar
profesi kedokteran, yaitu dokter wajib bekerja sesuai dengan standar profesi
medis yang dipunyainya, artinya bahwa dokter dalam memberi pelayanan
kesehatan dituntut untuk senantiasa bertindak secara teliti dan seksama (Majelis
Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia, 2004).
2.1.5 Definisi Vaksin

Presiden Republik Indonesia pada tanggal 5 Oktober 2020 mengeluarkan


kebijakan yang tertuang di dalam Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020
tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka
Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (covid-19). Sebagaimana
disebutkan dalam pasal 1, bahwa dalam rangka percepatan penanggulangan
pandemi corona virus disease 2019 (covid-19), pemerintah melakukan
percepatan pengadaan vaksin covid-19 dan pelaksanaan vaksinasi covid-19.
Perpres ini merupakan pijakan atau landasan hukum terkait vaksinasi di masa
pandemi covid- 19, yang kemudian ditindaklanjuti oleh Kementerian Kesehatan
dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 84
Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Vaksinansi dalam Rangka Penanggulangan
Pandemi Corona Virus Disease 2019 (covid-19) yang ditetapkan di Jakarta pada
tanggal 14 Desember 2020. Di dalam Permenkes Nomor 84 Tahun 2020 pasal 1
ayat (1) menyebutkan bahwa vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen
berupa mikroorganisme yang sudah mati atau masih hidup yang dilemahkan,
masih utuh atau bagiannya, atau berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah
menjadi toksoid atau protein rekombinan, yang ditambahkan dengan zat lainnya,
yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik
secara aktif terhadap penyakit tertentu. Sedangkan pengertian vaksinasi juga
tertulis dalam pasal 1 ayat (3) yang memaknai vaksinasi adalah pemberian vaksin
yang khusus diberikan dalam rangka menimbulkan atau meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat
terpajan dengan

6
penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan dan tidak
menjadi sumber penularan (Rismana & Hariyanto, 2021).

2.1.6 Tujuan Vaksinasi

Dalam pasal 4 Permenkes Nomor 84 Tahun 2020, Vaksinasi covid-19


memiliki beberapa tujuan, diantaranya adalah untuk mengurangi transmisi/
penularan covid-19, menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat covid-19,
mencapai kekebalan kelompok di masyrakat (herd imunity), dan melindungi
masyrakat dari covid-19 agar tetap produktif secara sosial dan ekonomi (Rismana
& Hariyanto, 2021).

2.1.7 Sistem Vaksinasi di Indonesia

Kebijakan tentang vaksinasi dituangkan ke dalam Peraturan Menteri


Kesehatan Nomor 84 Tahun 2020, yang menjelaskan juga tentang bagaimana
pelaksanaannya. Di dalam pasal 3 ayat (1) sampai ayat (3) Permenkes 84 Tahun
2020 disebutkan bahwa pelaksanaan vaksinasi covid-19 dilakukan oleh Pemerintah
Pusat, yang kemudian Pemerintah Pusat dalam melaksanakan vaksinasi covid-19
melibatkan Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/
Kota, dan dalam pelaksanaan vaksinasi covid-19 ini adalah gratis alias tidak
dipungut biaya. Bahkan di dalam lampiran Keputusan Direktur Jenderal
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit No. HK.02.02/4/1/2021 tentang Petunjuk
Teknis Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona
Virus Disease 2019 (covid-19) dijelaskan bahwa kekebalan kelompok hanya
dapat terbentuk apabila cakupan vaksinasi tinggi dan merata di seluruh wilayah.
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mengeluarkan kebijakan tentang
vaksinasi yang tertuang di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 84 Tahun
2020, yang di dalamnya juga mengatur tentang sasaran pelaksanaan vaksinasi
covid-19 sebagaimana tercantum pada bab III bagian kesatu pasal 8 ayat (1) yang

7
menyebutkan bahwa pelaksanaan vaksinasi covid-19 dilakukan secara bertahap
sesuai dengan ketersediaan vaksin covid-19 (Rismana & Hariyanto, 2021).

Kemudian dilanjutkan pada ayat (4) yang menguraikan bahwa berdasarkan


ketersediaan vaksin covid-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan
kelompok prioritas penerima vaksin covid-19 sebagai berikut; (a) tenaga kesehatan,
asisten tenaga kesehatan, tenaga penunjang yang bekerja pada fasilitas pelayanan
kesehatan, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia,
aparat hukum, dan petugas pelayanan publik lainnya. (b) tokoh masyarakat/ agama,
pelaku perekonomian strategis, perangkat daerah kecamatan, perangkat desa, dan
perangkat rukun tetangga/ rukun warga. (c) guru/ tenaga pendidik dari
PAUD/TK, SD, SMP, SMA, atau setingkat/ sederajat, dan perguruan tinggi. (d)
aparatur kementerian/ lembaga, aparatur organisasi perangkat pemerintah daerah,
dan anggota legislatif. (e) masyarakat rentan dari aspek geospasial, sosial, dan
ekonomi, serta (f) masyarakat dan pelaku perekonomian lainnya (Rismana &
Hariyanto, 2021).

2.1.8 Kebijakan Dalam Pelaksanaan Vaksinasi

Dosis vaksin dalam program vaksinasi Covid-19 merupakan program


nasional pemerintah dalam upaya memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19
di Indonesia. Vaksinasi merupakan hak setiap warga negara dan tidak untuk
diperjualbelikan. Diperjualbelikan maksudnya terdapat imbalan (feedback) dengan
sejumlah uang untuk dilakukannya penyuntikan vaksin kepada masyarakat.
Warga negara tidak boleh dibebankan biaya dalam pelaksanaan vaksinasi.
Vaksinasi Covid-19 diberikan secara gratis kepada masyarakat. Hal ini dijelaskan
di dalam Pasal 3 Ayat (4) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
(Permenkes RI) Nomor 19 Tahun 2021 yang mengamanatkan bahwa penerima
vaksin dalam pelayanan vaksinasi program tidak dipungut bayaran/gratis.
Vaksinasi Covid-19

8
menjadi program nasional dalam menanggulangi Pandemi Covid-19 yang tentu
tidak boleh diperjualbelikan (Hukum & Vol, 2022).

2.1.9 Pelanggaran Serta Sanksi Kasus Dalam Skenario

Pelanggaran pertama yang sudah dilakukan ialah terjadinya peristiwa


vaksinasi Covid-19 yang berbayar dengan meminta biaya administrasi jasa
penyuntikan dan biaya vaksin kemasyarakat sebelum vaksin itu diberikan. Dosis
vaksin Covid-19 diperoleh dengan cara menyelewengkan stok vaksin yang diterima
dari dinas kesehatan ke masyarakat diluar wilayah kerja Puskesmasnya yang saat
ini belum mendapatkan jadwal vaksin. Pelanggaran yang kedua yang dilakukan
adalah penyebaran informasi palsu ke masyarakat dengan mengatakan jika dalam
waktu dekat masyarakat tidak divaksin maka akan terkena penyakit Covid-19
yang lebih parah serta masyarakat tidak akan menerima bantuan dana kemiskinan
dari pemerintah. Atas perbuatan Dokter FS yang berusaha menguntungkan diri
sendiri serta di dalam menjalankan aksinya merupakan perbuatan suap-menyuap,
termasuk kedalam kategori tindak pidana korupsi. Perbuatan tersebut ialah melanggar
hukum pidana Indonesia.

Pada akhirnya Dokter FS dapat dikenakan pasal pemberi suap dengan


Pasal 5 Ayat (1) Huruf a dan b/atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor
20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (yang
selanjutnya disebut Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).
Selain itu proses penerima suapnya dijerat Pasal 12 Huruf a dan b dan/atau Pasal
5 Ayat (2) dan/atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Selanjutnya, Dokter FS juga dijerat dengan Pasal 64 Ayat (1) dan Pasal
55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman maksimal
hukuman pidana seumur hidup atau paling singkat empat tahun dan paling lama
20 tahun disertai denda paling sedikit 200 juta dan paling banyak 1 miliar.
Kemudian,
9
proses pmeberian vaksinnya pun diancam Pasal 372 dan 374 KUHP (Hukum &
Vol, 2022).

Menurut Pasal 372 KUHP “Barang siapa dengan sengaja dan melawan
hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan
orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam
karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana
denda paling banyak sembilan ratus rupiah”. Sedangkan dalam pasal 374 KUHP
berbunyi “Penggelapan yang dilakukan terhadap barang disebabkan karena ada
hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk tu,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun” (Administrasi, 1938).

10
BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulannya, pada akhirnya kelompok kami berhasil menarik kesimpulan


bahwa hukum kesehatan merupakan semua ketentuan hukum yang langsung
berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan. Hukum mempunyai fungsi penting
dalam memberikan perlindungan kepada setiap orang. Sumber hukum menurut
Zevenbergen dapat dibagi menjadi sumber hukum materiil dan sumber hukum formil.
Hukum Kedokteran adalah bagian dari hukum kesehatan yang menyangkut
pelayanan medis. Prinsip-prinsip etika biomedis yang diformulasikan oleh
Beauchamp dan Childress terdiri atas empat kaidah dasar, meliputi Autonomy,
Beneficence, Non maleficence, dan Justice.

Berdasarkan kasus didalam scenario, pelanggaran pertama yang sudah


dilakukan oleh Dokter FS ialah terjadinya peristiwa vaksinasi Covid-19 yang
berbayar dengan meminta biaya administrasi jasa penyuntikan dan biaya vaksin
kemasyarakat sebelum vaksin itu diberikan. Pelanggaran yang kedua yang dilakukan
adalah penyebaran informasi palsu ke masyarakat. Atas perbuatan Dokter FS yang
berusaha menguntungkan diri sendiri serta di dalam menjalankan aksinya merupakan
perbuatan suap-menyuap, termasuk kedalam kategori tindak pidana korupsi.
Perbuatan tersebut ialah melanggar hukum pidana Indonesia. Pada akhirnya Dokter
FS dapat dijerat Pasal 12 Huruf a dan b dan/atau Pasal 5 Ayat (2) dan/atau Pasal 11
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, Dokter FS juga
dijerat dengan Pasal 64 Ayat (1) dan Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) dengan ancaman maksimal hukuman pidana seumur hidup atau paling singkat
empat tahun dan paling lama 20 tahun disertai denda paling sedikit 200 juta dan
paling banyak 1 miliar. Kemudian, proses pemberian vaksinnya pun diancam Pasal
372 dan 374 KUHP (Hukum & Vol, 2022).

11
DAFTAR PUSTAKA

Administrasi. (1938). Biro Hukum dan Humas Badan Urusan Administrasi Mahkamah
Agung-RI. 5(1).

Henky, H. (2018). Pelayanan Etika Klinis. Jurnal Etika Kedokteran Indonesia, 2(2),
59. https://doi.org/10.26880/jeki.v2i2.17

Herawati, et al. (2022). Hukum Kesehatan.


https://books.google.co.id/books?id=UaZxEAAAQBAJ

Hukum, J., & Vol, K. A. (2022). Jurnal Hukum dan Kemasyarakatan Al-Hikmah Vol.
3, No. 2, Juni 2022 358. 3(2), 358–367.

Kunantiyorini, A. (2018). Pancasila sebagai Sumber Hukum dalam Sistem Hukum


Nasional Pancasila as the Source of Law in the National Legal System. Jurnal
Konstitusi, 15(1), 27–49.
https://jurnalkonstitusi.mkri.id/index.php/jk/article/view/1512/351

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia. (2004). Kode Etik Kedokteran dan
Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia. Kode Etik Kedokteran,
29, 1024–1028.

Rismana, D., & Hariyanto. (2021). Perspektif Teori Sistem Hukum Dalam Kebijakan
Vaksinasi Di Tengah Pandemi Covid-19. Jurnal IUS Kajian Hukum Dan
Keadilan, 9(3), 592–606.
https://jurnalius.ac.id/ojs/index.php/jurnalIUS/article/view/951

Varkey, B. (2021). Principles of Clinical Ethics and Their Application to Practice.


Medical Principles and Practice, 30(1), 17–28.
https://doi.org/10.1159/000509119

12

Anda mungkin juga menyukai