Anda di halaman 1dari 12

Kantor Editor

: Lantai 2 Fakultas Syariah UIN SAIZU Purwokerto


Jl. A. Yani No. 40A Purwokerto JawaVol. 4 No.531226
Tengah 2 Juli-Indonesia
Des 2021
Telp. DOI
: +62 281 635624 Fax. +62 281 63665310.24090/volksgeist.v4i2.5738

ISSN Print 2615-5648 E-Mail : Volksgeist@uinsaizu.ac.id


ISSN Online 2615-174X Website : http://ejournal.uinsaizu.ac.id/index.php/ Volksgeist

Pertanggungjawaban Hukum Terhadap Tindakan Malpraktik


Tenaga Medis di Rumah Sakit
1
Ismail Koto, 2Erwin Asmadi
1,2
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
1
Email: ismailkoto@umsu.ac.id

Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan hukum terkait dengan tindakan malpraktek di
rumah sakit Dan untuk mengetahui pertanggungjawaban hukum terhadap tindakan malpraktek
di rumah sakit. Pertanggungjawaban tindak pidana malpraktek saat ini menjadi sorotan penting
dikarenakan aturan hukum yang mengaturnya masih kabur. Hal ini dikarenakan pengaturan mengenai
kualifikasi perbuatan malpraktek tidak jelas dicantumkan aturan hukumnya, perbuatan malpraktek
ini tidak dapat dilihat dari satu sudut pandang keilmuan saja, melainkan dari segi ilmu hukum
juga. Perbuatan malpraktek mengandung unsur pidana dan perdata hal ini seharusnya diperhatikan
agar setiap pihak tidak memberikan penafsiran masing-masing menurut keilmuan masing-masing.
Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah yuridis normatif dengan meneliti bahan
pustaka (library reseach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach) yang selanjutnya
dianalisis dengan wetsen rechtshistorische interpretatie, interpretasi gramatikal, dan interpretasi
sistematis. Sejak kemerdekaan sampai saat ini, Indonesia telah mengalami tiga kali pemberlakuan
Undang-Undang tentang kesehatan. Ketentuan terkait malpraktek medik dalam undang-undang
kesehatan menyebutkan bahwa, dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam
menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi”,
Artinya upaya mediasi mejadi jalan pertama apabila terjadi kelalaian yang terjadi oleh tenaga
kesehatan.
Kata Kunci: Pertanggungjawaban hukum; tindakan malpraktek; rumah sakit.

Abstract
This article aims to find out the legal arrangements and liability related to malpractice acts in
hospitals. The liability for criminal acts of malpractice is currently an important spotlight because
the legal rules governing it are still vague. This is because the qualifications of malpractice acts
are not clearly stated in the legal rules. These malpractice acts cannot be seen solely from a
scientific point of view, but from a legal perspective too. Malpractice acts contain criminal and
civil elements, this should be considered so that each party does not give their interpretations
according to their respective knowledges. The research method used in this study is normative
juridical by applying library research and conceptual approaches which will then be analyzed using
Wetsen Rechtshitorische Interpretatie, grammatical interpretation, and systematic interpretation.
Since the independence time until now, Indonesia has experienced three times of the Health Law
enactment. The regulations related to medical malpractice in the Health Law state that, in the event
that health workers are suspected of negligence in carrying out their profession, the negligence
must be resolved first through mediation.
Keyword: Legal liability; malpractice acts; hospital.

Peran Negara dalam Perlindungan Konsumen 181 181


Vol. 4 No. 2 Juli- Des 2021
DOI 10.24090/volksgeist.v4i2.5372

Sejarah Artikel kacamata, alat-alat kedokteran.1 Rumah sakit


Dikirim: 09 September 2021 adalah suatu badan usaha yang menyediakan
Direview: 08 November 2021 pemondokan dan yang memberikan jasa
Diterima: 18 November 2021 pelayanan medis jangka pendek dan jangka
Diterbitkan: 26 November 2021 panjang yang terdiri atas tindakan observasi,
diagnostik, teraupetik dan rehabilitatif untuk
orang-orang yang menderita sakit, terluka dan
PENDAHULUAN untuk mereka yang melahirkan (WHO). Rumah
Pada dasarnya, rumah sakit secara sakit juga merupakan sarana upaya kesehatan
hukum bertanggung jawab terhadap kelalaian yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan
yang dilakukan oleh tenaga kesehatannya. kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk
Hal ini sejalan dengan Doktrin Vicarious pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian.
Liability. Dalam perkembangannya, Doktrin Dasar hokum pengaturan Rumah Sakit diatur
Vicarious Liability bercabang menjadi Doktrin dalam UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Respondeat Superior dan Doktrin Ostensible Sakit, dalam Pasal 1 ayat (1) disebutkan
atau Apparent Agency. bahwa ‘rumah sakit adalah institusi pelayanan
Doktrin Respondeat Superior membatasi kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
pertanggungjawaban rumah sakit hanya kesehatan perorangan secara paripurna yang
terhadap dokter in. Sedangkan Doktrin menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan
Ostensible atau Apparent Agency memperluas dan gawat darurat.
pertanggungjawaban rumah sakit terhadap Adapun yang menjadi asas dan tujuan dari
dokternya, baik dokter in maupun dokter suatu rumah sakit diatur dalam Pasal 2 dan
out. Doktrin Respondeat Superior biasanya Pasal 3 bahwa: “rumah sakit diselenggarakan
dipergunakan oleh pengacara rumah sakit berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada
untuk membela rumah sakit dan membatasi nilai kemanusiaan, etika dan profesionalisme,
pertanggungjawabannya. Doktrin Ostensible manfaat keadilan, persamaan hak dan anti
atau Apparent Agency biasanya dipergunakan diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan
oleh pengacara pasien untuk memperluas keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi
pertanggungjawaban hukum rumah sakit. sosial”. Di banyak tempat di Indonesia, mutu
Munculnya berbagai penafsiran mengenai pelayanan kesehatan rumah-sakit masih rendah.
pertanggungjawaban hukum rumah sakit Keadaan demikian tidaklah dapat dibiarkan
sebagaimana yang diatur di dalam Undang- berlarut-larut, tetapi haruslah dicarikan jalan
Undang Rumah Sakit dan perkembangan keluar untuk meningkatkannya, kalau perlu
Doktrin Vicarious Liability, dalam beberapa dengan mengadakan standarisasi. Pelayanan
hal menyebabkan ketidakkonsistenan pada kesehatan rumah sakit di Indonesia dewasa
putusan pengadilan. Tentunya, hal ini menjadi ini, terutama di kota-kota besar menunjukkan
beban, khususnya bagi para pencari keadilan. perbedaan sosial yang cukup tajam. Bagi
Oleh karena itu, perlu dilakukan rekonstruksi mereka yang mampu tersedia rumah-rumah
terhadap pola pertanggungjawaban hukum sakit atau ruang-ruang khusus yang memberikan
rumah sakit di Indonesia.Teknologi dalam pelayanan khusus dengan tarif yang tidak
bentuk berbagai peralatan berhubungan
dengan kebadaniahan manusia seperti telepon,
1
Erwin Asmadi, “Rumusan Delik Dan
Pemidanaan Bagi Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik
Di Media Sosial,” De Lega Lata: Jurnal Ilmu Hukum 6,
no. 1 (2021): 20.

182 Koto, Asmadi


Vol. 4 No. 2 Juli- Des 2021
DOI 10.24090/volksgeist.v4i2.5372

terjangkau oleh sebagian besar masyarakat. tidak menjamin selesainya masalah tersebut.
Mutu pelayanan yang eksklusif dan terbaik Permasalahan yang lebih luas terjadi pada
menjadi hak bagi mereka. bidang hukum kesehatan antara lain kegiatan
Sebaliknya bagi mereka yang kurang malpraktek. Malpraktik (malpractice) adalah
mampu mendapat pelayanan yang kurang menjalankan suatu profesi secara salah
memadai bahkan sering tidak manusiawi, atau keliru, yang baru dapat membentuk
kurang layak sehingga menimbulkan pen­ pertanggungjawaban hukum bagi pembuatnya
deritaan yang lebih besar, disinilah bisa muncul apabila membawa akibat suatu kerugian yang
peluang terjadinya kasus malpraktek medik. ditentukan atau diatur dalam hukum. Malpraktek
Di Indonesia, sudah banyak kasus yang terjadi dapat terjadi dalam menjalankan segala macam
dalam bidang kedokteran, baik itu dibawa ke profesi, termasuk profesi kedokteran. Kesalahan
pengadilan maupun tidak. Diantara sekian dalam menjalankan profesi kedokteran akan
banyak kasus yang ada, kasus-kasus yang tidak membentuk pertanggungjawaban hukum
dibawa ke pengadilan tidaklah dapat diketahui pidana atau perdata (bergantung sifat akibat
banyaknya disebabkan kasus-kasus di bidang kerugian yang timbul) mengandung 3 (tiga)
kedokteran ini sulit diketahui, disamping itu aspek pokok sebagai suatu kesatuan yang tak
pihak pasien sebagai korban dalam hal ini terpisahkan, ialah:3
belum menyadari bahwa kasus yang dideritanya 1. Perlakuan yang tidak sesuai norma;
adalah merupakan suatu kasus yang diakibatkan 2. Dilakukan dengan kelalaian (culpa), dan
kesalahan diagnosa dan terapi pengobatan dari 3. Mengandung akibat kerugian dalam
seorang dokter yang sebenarnya dapat dituntut hukum.
ke pengadilan.2 Kerugian dalam hukum adalah kerugian
Pertanggungjawaban tindak pidana yang dinyatakan hukum dan boleh dipulihkan
malpraktek saat ini menjadi sorotan penting dengan membebankan tanggungjawab hukum
dikarenakan aturan hukum yang mengaturnya pada pelaku beserta yang terlibat dengan
masih kabur. Hal ini dikarenakan pengaturan cara hukum. Perlakuan medis malpraktik
mengenai kualifikasi perbuatan malpraktek tidak kedokteran terdapat pada pemeriksaan alat
jelas dicantumkan aturan hukumnya, perbuatan dan cara yang dipakai dalam pemeriksaan,
malpraktek ini tidak dapat dilihat dari satu perolehan fakta medis yang salah, diagnosa
sudut pandang keilmuan saja, melainkan dari yang ditarik dari perolehan fakta, perlakuan
segi ilmu hukum juga. Perbuatan malpraktek terapi, maupun perlakuan menghindari akibat
mengandung unsur pidana dan perdata hal kerugian dari salah diagnosa atau salah terapi.
ini seharusnya diperhatikan agar setiap pihak Kelalaian/culpa adalah pengertian hukum
tidak memberikan penafsiran masing-masing yang pada tataran penerapannya di bidang
menurut keilmuan masing-masing. malpraktek kedokteran belum seragam, ini
Faktor penyebab tindak pidana malpraktek menimbulkan ketidakpastian hukum. Titik
ini masih simpang siur. Di satu sisi pelaku mal­ penentu pertanggungjawaban hukum dalam
praktek tidak dapat dipersalahkan mengingat perlakuan medis malpraktek kedokteran ada
perbuatannya dilakukan untuk me­nyelesaikan pada akibat yang ditimbulkan berupa kerugian
suatu masalah akan tetapi perbuatannya menurut hukum.
3
Sartika Damopolii, “Tanggung Jawab Pidana
Michael Eman Tendean, “Pertanggungjawaban
2
Para Medis Terhadap Tindakan Malpraktek Menurut
Rumah Sakit Terhadap Tindakan Dokter Yang Melakukan Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Malpraktek,” Jurnal Lex Et Societatis 7, no. 8 (2019): 18. Kesehatan,” Jurnal Lex Crimen 6, no. 6 (2017): 15.

Pertanggungjawaban Hukum Terhadap Tindakan Malpraktik 183


Vol. 4 No. 2 Juli- Des 2021
DOI 10.24090/volksgeist.v4i2.5372

Sesuai dengan latar belakang yang menunjukkan bahwa pasien atas korban
telah dijabarkan, artikel ini akan membahas malpraktek belum dapat berjalan sepenuhnya
mengenai bagaimana pengaturan hukum terkait sebagaimana diharapkan. Solusinya adalah
dengan tindakan malpraktek di rumah sakit; dapat berupa: a. penyelesaian secara pidana,
dan bagaimana pertanggungjawaban hukum b. penyelesaian secara perdata, c. penyelesaian
terhadap tindakan malpraktek di rumah sakit. melalui Kode Etik Kedokteran IDI, d.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum penyelesaian melalui majelis kehormatan
normatif, sehingga menurut jenis dan sifat disiplin kedokteran Indonesia. Penelitian
penelitiannya, datanya sumber yang digunakan selanjutnya yang hampir sama dengan penelian
adalah data sekunder yang terdiri dari bahan yang dilakukan oleh penulis adalah; Bambang
hukum primer dan bahan hukum sekunder Heryanto dengan judul Malpraktik Dokter
yang terdiri dari buku, jurnal ilmiah, karya Dalam Perspektif Hukum7, tentu berbeda
ilmiah, dan artikel yang dapat memberikan dengan penelitian yang di lakuakan oleh penulis
penjelasan tentang hukum primer materiil. saat ini, karena pada penelitian ini Bambang
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan Heryanto hanya fokus membahas terkait dengan
studi pustaka dengan analisis data kualitatif.4 Malpraktik Dokter Dalam Perspektif Hukum,
Terkait dengan penelitian malpraktek yang sementara penulis menguraikan pembahasan
terjadi dalam dunia kesehatan telah dilakukan terkait dengan Pertanggungjawaban Hukum
oleh peneliti sebelumnya yaitu; Riska Andi Terhadap Tindakan Malpraktik Tenaga Medis
Fitriono, dkk dengan judul Penegakan Hukum di Rumah Sakit secara rinci dan mengkaji
Malpraktik Melalui Pendekatan Mediasi berbagai perspektif hukum di indonesia.
Penal,5 penelitian ini jelas berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh penulis, yang, PEMBAHASAN
karena yang menjadi permasalahan dalam
Pengaturan Hukum Terkait Tindakan
penelitian ini terkait dengan penegakan hukum
Malpraktek di Rumah Sakit
malpraktik melalui pendekatan mediasi penal.
Kemudian penelitian M. Nurdin dengan judul Beberapa ketentuan Perundang-undangan
Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Atas terkait dengan malpraktek medik telah di­
Korban Malpraktek Kedokteran.6 Penelitian keluarkan oleh pemerintah, walaupun dalam
ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan beberapa perundang-undangan tersebut tidak
hukum apa saja terhadap pasien atas korban memberikan penegasan apa yang dimaksud
malpraktek dan bagaimana solusi penyelesaian dengan malpraktek. Adapun ketentuan pe­
atas pasien korban malpraktek. Hasil penelitian rundang-undangan terkait dengan malpraktek
Medik yaitu:
4
Ismail Koto, “Kewenangan Jaksa Dalam 1. Undang-Undang No.36 Tahun 2009
Melakukan Penggabungan Perkara Korupsi Dan Money
Laundering (Studi Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara),”
Tentang Kesehatan.
Jurnal Iuris Studia 2, no. 2 (2021): 18. 2. Undang-Undang No.44 Tahun 2009
5
Riska Andi Fitriono, Budi Setyanto, and Tentang Rumah Sakit.
Rehnalemken Ginting, “PENEGAKAN HUKUM
MALPRAKTIK MELALUI PENDEKATAN MEDIASI 3. Undang-Undang No.29 Tahun 2004
PENAL,” Yustisia Jurnal Hukum 5, no. 1 (April 1, Tentang Praktik Kedokteran.
2016): 148–61, https://doi.org/10.20961/YUSTISIA.
V5I1.8724. 7
Bambang Heryanto, “MALPRAKTIK
6
M. Nurdin, “Perlindungan Hukum Terhadap DOKTER DALAM PERSPEKTIF HUKUM,” Jurnal
Pasien Atas Korban Malpraktek Kedokteran,” Jurnal Dinamika Hukum 10, no. 2 (May 15, 2010): 183–91,
Hukum Samudera Keadilan 10, no. 1 (2015): 18. https://doi.org/10.20884/1.JDH.2010.10.2.151.

184 Koto, Asmadi


Vol. 4 No. 2 Juli- Des 2021
DOI 10.24090/volksgeist.v4i2.5372

4. Undang-Undang No.36 Tahun 2014 menyita waktu dan biaya sebagaimana ter­
Tentang Tenaga kesehatan. jadi jika diselesaikan melalui pengadilan.
5. KUHP dan KUHPerdata Pihak korban ataupun keluarga korban yang
Sejak kemerdekaan sampai saat ini, mengalami kasus malpraktek dapat menuntut
Indonesia telah mengalami tiga kali pem­ ganti rugi terhadap pihak yang mengakibatkan
berlakuan Undang-Undang tentang Kesehatan terjadinya malpraktek. Hal ini diatur dalam
yakni Undang-Undang No.9 Tahun 1960, Pasal 58 ayat (1) UU No.36 Tahun 2009 yang
Undang-Undang No.23 Tahun 1992, dan selengkapnya berbunyi: “Setiap orang berhak
Undang-Undang No.36 Tahun 2009. Ketentuan menuntut ganti rugi terhadap seseorang,
terkait malpraktek medik dalam UU No.36 tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara
tahun 2009 duatur dalam Pasal 29 dan Pasal kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat
58. Ketentuan Pasal 29 UU No.36 tahun 2009 kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan
menentukan : “Dalam hal tenaga kesehatan kesehatan yang diterimanya”. Ketentuan ini
diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan dengan tegas memberikan kesempatan kepada
profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan pihak yang merasa dirugikan untuk menuntut
terlebih dahulu melalui mediasi”. Ketentuan ini ganti rugi terhadap tenaga kesehatan atau
memberikan indikasi bahwa tenaga kesehatan pihak penyelenggara kesehatan dalam hal
dalam menjalankan profesinya tidak selamanya ini Rumah Sakit ataupun Klinik kesehatan.
berjalan sesuai dengan yang diharapkan pasien
Namun demikian dalam kasus tertentu
untuk mendapatkan penanganan yang baik dan
tuntutan ganti rugi tidak dimungkinkan
memperoleh kesembuhan dari penyakit yang
dilakukan sebagaimana diatur dalam Pasal 58
diderita. Jika terjadi sengketa antara pasien dan
ayat (2) yang berbunyi: “Tuntutan ganti rugi
tenaga kesehatan pemberi pelayanan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
yang diduga melakuka kelalaian, maka
berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan
sebelum berlanjut pada penyelesaian sengketa
tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan
lewat pengadilan, maka ditempuh jalur mediasi
dengan menunjuk mediator yang disepakati kecacatan seseorang dalam keadaan darurat”.
oleh para pihak. Penyelesaian sengketa melalui Ketentuan yang terkait dengan malpraktek
mediasi diharapkan dapat mempertemukan para medik dalam rangka memberikan perlindungan
pihak yang bersengketa untuk menempuh jalan hukum terhadap korban malpraktek dalam
damai dengan keputusan yang tidak merugikan UU No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
para pihak.8 diatur dalam Pasal 32 huruf q dan Pasal 46.
Adapun keuntungan yang didapat oleh Ketentuan Pasal 32 huruf q mengatur tentang
pihak tenaga kesehatan dengan penyelesaian hak pasien yang selengkapnya berbunyi:
sengketa melalui mediasi yaitu sengketa “Setiap pasien berhak menggugat dan/atau
yang terjadi tidak akan tersebar meluas ke menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit
masyarakat sehingga tidak akan menurunkan diduga memberikan pelayanan yang tidak
pamor dari tenaga kesehatan. Demikian pula sesuai dengan standar baik secara perdata
keuntungan bagi pasien yang menyelesaikan ataupun pidana”. Selanjutnya ketentuan Pasal
sengketa melalui mediasi, tidak akan banyak 46 mengatur tentang pertanggung jawaban
hukum Rumah Sakit, selengkapnya berbunyi:
8
Ferdinand Benhard, “Perlindungan Hukum
Terhadap Korban Tindak Pidana Malpraktek Menurut
“Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum
UU No. 36 Tahun 2009,” Jurnal Lex Administratum 5, terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas
no. 1 (2017): 14.

Pertanggungjawaban Hukum Terhadap Tindakan Malpraktik 185


Vol. 4 No. 2 Juli- Des 2021
DOI 10.24090/volksgeist.v4i2.5372

kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan Belanda Politiek yang secara umum dapat
di Rumah Sakit”.9 diartikan sebagai prinsip-prinsip umum yang
Pemidanaan kepada pelaku yang berfungsi untuk mengarahkan pemerintah
melakukan kejahatan dikenal dengan asas (dalam arti luas termasuk pula aparat penegak
tiada pidana tanpa kesalahan. Asas yang hukum dalam mengelola, mengatur, atau
dimaksud berupa hukum yang tidak tertulis menyelesaikan urusan-urusan publik, masalah-
namun diterapkan di dalam masyarakat dan masalah masyarakat atau bidang-bidang
berlaku di dalam KUHP (Kitab Undang- penyusunan peraturan perundang-undangan dan
Undang Hukum Pidana), misalnya Pasal 44 pengaplikasian hokum atau peraturan, dengan
KUHP tidak memberlakukan pemidanaan bagi tujuan (umum) yang mengarah pada upaya
perbuatan yang dilakukan oleh orang yang mewujudkan kesejahteraan atau kemakmuran
tidak mampu bertanggung jawab, Pasal 48 masyarakat (warga negara).11
KUHP tidak memberikan ancaman pidana Kedokteran, pengaduan setiap orang yang
bagi pelaku yang melakukan perbuatan pidana mengetahui atau kepentingannya di­ rugikan
karena adanya daya paksa, oleh karena itu, atas tindakan dokter dalam men­ jalankan
untuk dapat dipidananya suatu kesalahan yang praktek/malpraktek kepada MKDKI tidak
dapat diartikan sebagai pertanggungjawaban menghilangkan hak setiap orang me­laporkan
hukum pidana haruslah memenuhi 3 unsur:10 adanya dugaan tindak pidana kepada pihak
1. Petindak harus memiliki kemampuan berwenang atau dengan kata lain menggugat
bertanggungjawab, artinya keadaan jiwa ke pengadilan. Sayangnya Undang-Undang
petindak harus normal. tentang Praktek Kedokteran ini tidak mengatur
2. Adanya asas kekeluargaan diantara secara jelas mengenaisanksi dokter yang
pelaku dan korban yang dapat berupa melakukan tindakan malpraktek bahkan tidak
kesengajan dan kealpaan memuat sama sekali ketentuan malpraktek.
3. Tidak berlaku alasan penghapus Undang-Undang Tentang Praktek Kedokteran
kesalahan dan alasan pemaaf hanya mengatur dengan jelas mengenai sanksi
pidana bagi para pesaing yaitu dokter yang
Diberlakukannya Undang-Undang Nomor
bekerja tanpa memiliki surat tanda registrasi
29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
dan/atau surat izin praktek, dan juga sanksi
ini, dokter yang diduga melakukan tindakan
pidana bagi dokter asing tanpa izin praktek.
malpraktek tidak lagi diperiksa oleh MKEK
Undang-Undang Praktek Kedokteran ini
(Majelis Kehormatan Etika Kedokteran),
mengatur mengenai hak dan kewajiban pasien
akan tetapi oleh Majelis Kehormatan Disiplin
sebagaimana terdapat pada pasal 52 dan 53,
Kedokteran Indonesia (MKDKI). MKDKI inilah
yang mana didalam Pasal 52 disebutkan bahwa
nantinya yang akan menerima pengaduan,
hak dari pasien dalam menerima pelayanan
memeriksa dan memberikan keputusan ter­
pada praktek kedokteran adalah:12
hadap pelanggaran disiplin dokter. MKDKI
harusnya dapat membuat kebijakan yang tegas 1. mendapat penjelasan secara lengkap
bagi setiap dokter yang melakukan tindakan tentang tindakan medis
malpraktek. Istilah kebijakan berasal dari 2. meminta pandapat dari dokter
bahasa Inggris yakni policy atau dalam bahasa
11
Ismail Koto, “Cyber Crime According to the
9
Ferdinand Benhard. ITE Law,” Jurnal IJRS 2, no. 2 (2021): 14.
10
Eriska Sitio Kurniati, “Hukum Pidana Dan 12
Eriska Sitio Kurniati, “Hukum Pidana Dan
Undang-Undang Praktek Kedokteran Dalam Penanganan Undang-Undang Praktek Kedokteran Dalam Penanganan
Malpraktek,” Jurnal Kertha Wicara 6, no. 2 (2017): 13. Malpraktek.”

186 Koto, Asmadi


Vol. 4 No. 2 Juli- Des 2021
DOI 10.24090/volksgeist.v4i2.5372

3. mendapat pelayanan sesuai dengan ke­ Pengadilan Tinggi Palembang Nomor 62/
butuhan medis PDT/2006/PT.PLG, Putusan Pengadilan
4. menolak tindakan medis; dan Tinggi Jakarta Nomor 614/PDT/2016/PT.DKI,
5. mendapat isi rekam medis. Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik
Selanjutnya pada Pasal 53 diuraikan Indonesia Nomor 1752/K/Pdt/2007, Putusan
kewajiban pasien sebagai berikut: Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonensia
1. memberikan informasi yang lengkap dan Nomor 42 K/Pdt/2018 dan Putusan Peninjauan
jujur tentang masalah kesehatannya; Kembali Mahkamah Agung Republik
Indonesia 352/PK/PDT/2010. Pengaturan
2. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau
dokter gigi; pola pertanggungjawaban hukum rumah sakit
yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor
3. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana
44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dalam
pelayanan kesehatan; dan
implementasinya dapat menimbulkan berbagai
4. memberikan imbalan jasa atas pelayanan
interpretasi.13
yang diterima.
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Salah satu kebijakan yang ditawarkan
tentang Praktek Kedokteran sama sekali tidak adalah model penyelesaian mallpraktik medis
diatur mengenai sanksi pidana yang akan di Indonesia yang akan datang adalah model
dikenakan apabila hak pasien tersebut dilanggar penyelesaian sengketa medik melalui Lembaga
oleh dokter. Tidak ada pengaturan yang Penyelesaian Sengketa Medik. Lembaga
jelas mengenai malpraktek di dalam KUHP, Penyelesaian Sengketa Medik ini merupakan
namun dapat ditinjau melalui pasal tersebut Lembaga yang di bentuk secara khusus
berdasarkan kelalaian atau kesengajaan dokter menyelesaikan sengketa medik yang timbul.
melakukan malpraktek. Prosedur dan mekanisme persidangan yang
digunakan cepat, tepat dan tidak memerlukan
biaya yang mahal. Lembaga Penyelesaian
Pertanggungjawaban Hukum terhadap Sengketa Medik ini merupakan salah satu
Tindakan Malpraktek di Rumah Sakit upaya dalam memecahkan khusus masalah
Pola pertanggungjawaban hukum se­ sengketa medik dan merupakan jawaban untuk
bagai­mana yang diatur di dalam Pasal 46 menyelesaikansengketa medik yang selama
Undang-Undang Rumah Sakit tidak me­ ini dirasakan kurang memuaskan baik oleh
nim­bulkan permasalahan hukum apabila di­ masyarakat/pasien bilamana harus berperkara
terapkan terhadap tenaga kesehatan non dokter, di muka peradilan umum karena dokter sulit
tetapi berpotensi menimbulkan permasalahan untuk di hukum dan selalu berkonspirasi
hukum apabila diterapkan terhadap dokter. Hal dengan IDI demi melindungi teman sejawat.
ini dikarenakan status dokter di rumah sakit Demikian juga bagi dokter, adanya sistem
beraneka ragam. Akibatnya adalah beberapa peradilan umum selama ini merupakan satu
kali terjadi ketidakkonsistenan dalam putusan hal yang menakutkan karena disamping harus
pengadilan dalam menyikapi pola tanggung melalui mekanisme / prosedur yang berlarut
jawab hukum rumah sakit terhadap dokternya, larut, adanya resiko memberikan ganti rugi yang
misalnya dalam Putusan Pengadilan Negeri terkadang jumlahnya berlipat kali honor yang
Palembang Nomor 18/Pdt.G/2006/PN.PLG,
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat 13
Melalui: https://law.ui.ac.id/v3/tanggung-
Nomor 625/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Brt, Putusan jawab-hukum-rumah-sakit-di-indonesia-oleh-wahyu-
andrianto-s-h-m-h/

Pertanggungjawaban Hukum Terhadap Tindakan Malpraktik 187


Vol. 4 No. 2 Juli- Des 2021
DOI 10.24090/volksgeist.v4i2.5372

diterimanya, juga dapat merusak reputasinya selengkapnya berbunyi sebagai berikut: Rumah
yang telah dibina selama ini. Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap
Sebagi contoh kasus, terkait dengan semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian
malpraktek yang dilakukan oleh tenaga medis, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah
dan kasus tersebut sampai pada persidangan Sakit. Pasal 46 ini merupakan dasar hukum
Mahkamah Agung dengan register perkara bahwa rumah sakit harus bertanggunghawab
365.K/Pid/2012. Dalam kasus tersebut dokter terhadap tindakan dokter yang melakukan
dianggap lalai dan menyebabkan pasien malpraktik. Ketentuan tentang tanggung jawab
meninggal dunia. Malpraktik yang dilakukan rumah sakit dimaksudkan agar ada jaminan
oleh tenaga kesehatan yang terdiri dari ganti rugi yang harus didapatkan oleh penderita
malpraktik dalam bidang medik dan malpraktik akibat perbuatan dari dokter yang melakukan
medik, akan menentukan siapa yang akan malpraktik, juga sebagai kontrol agar rumah
bertanggung jawab atas tindakan malpraktik sakit melakukan penghati-hatian.15
tersebut. Karena kualitas tindakan aparatur Pada hakekatnya, rumah sakit sebagai salah
pemerintah dipengaruhi oleh kepribadian satu sarana dan fasilitas kesehatan memberikan
petugas. Namun, tanggung jawab resmi pelayanan kesehatan kepada masyarakat
yang mereka miliki akan selalu melekat pada memiliki peran yang sangat strategis dalam
mereka. Waktu memberikan kewenangan memepercepat derajat kesehatan masyarakat.
kepada pejabat pemerintah juga waktu untuk Rumah Sakit dalam menjalankan tugasnya harus
melaporkan tentang bagaimana tanggung jawab memperhatikan keselamatan pasiennya. Rumah
petugas itu sendiri.14 sakit wajib menerapkan standar keselamatan
Letak perbedaan antara malprakteik di pasien (Pasal 43, Ayat (1). Keselamatan pasien
bidang medik dan malpraktik medik terdapat (patient safety) adalah proses dalam suatu
unsur kejahatan atau perbuatan yang tidak Rumah Sakit yang memberikan pelayanan
senonoh (misconduct) pada malpraktik di pasien yang lebih aman, termasuk di dalamnya
bidang medik. Sedangkan dalam malpraktik asesmen risiko, identifikasi, dan manajemen
medik, lebih ke arah adanya kegagalan (failure) risiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis
dalam memberikan pelayanan medik terhadap insiden, kemampuan untuk belajar dan
pasien. UU Rumah Sakit dibuat untuk lebih menindaklanjuti insiden, dan menerapkan
memberikan kepastian dalam penyelenggaraan solusi untuk mengurangi serta meminimalisir
pelayanan kesehatan, maupun memberikan timbulnya risiko. (Penjelasan Pasal 43, Ayat
perlindungan bagi masyarakat dan perlindungan (2). Tanggung jawab rumah sakit dalam
bagi sumber daya di rumah sakit. Dalam UU pelaksanaan kesehatan terhadap pasien, dapat
Rumah Sakit telah disebutkan bahwa Rumah juga dilihat dari beberapa aspek yaitu: aspek
Sakit akan bertanggung jawab secara hukum, etika profesi, aspek hukum adminitrasi, aspek
jika terjadi kelalaian tenaga kesehatan yang hukum perdata dan aspek hukum pidana.16
menyebabkan kerugian bagi masyarakat atau Keterikatan dokter terhadap ketentuan-
pasien, hal ini disebutkan dalam Pasal 46 yang ketentuan hukum dalam menjalankan
profesinya merupakan tanggung jawab hukum
,
diakses pada, Rabu 24 November, 2021. yang harus dipenuhi dokter salah satunya adalah
H Hariyanto, “OFFICIAL RESPONSIBILITY
14

AND PERSONAL RESPONSIBILITY IN THE 15


Michael Eman Tendean, “Pertanggungjawaban
CONTEXT OF STATE FINANCIAL LOSS,” Jurnal Rumah Sakit Terhadap Tindakan Dokter Yang Melakukan
Dinamika Hukum 18, no. 1 (January 31, 2018): 103–8, Malpraktek.”
https://doi.org/10.20884/1.JDH.2018.18.1.1861. 16
Michael Eman Tendean.

188 Koto, Asmadi


Vol. 4 No. 2 Juli- Des 2021
DOI 10.24090/volksgeist.v4i2.5372

pertanggungjawaban hukum pidana terhadap pembuat yang memenuhi syarat-syarat


dokter diatur dalam Kitab Undang-Undang undang-undang untuk dapat dikenakan pidana
Hukum Pidana yaitu dalam Pasal 90, Pasal karena perbuatanya. Pengertian perbuatan
359, Pasal 360 ayat (1) dan (2) serta Pasal 361 pidana tidak termasuk pertanggungjawaban,
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Salah selanjutnya perbuatan pidana terhadap orang
satunya Pasal 360 KUHP menyebutkan:17 yang melakukan perbuatan pidana dan memang
1. Barangsiapa karena kekhilafan me­nyebab­ mempunyai kesalahan merupakan dasar adanya
kan orang luka berat, dipidana dengan pertanggungjawaban pidana. Asas Pidana
pidana penjara selama-lamanya satu tahun. mengatakan bahwa: “tidak ada pidana jika
2. Barang siapa karena kekhilafan me­ tidak ada kesalahan,” merupakan dasar dari
nye­­
bab­kan orang luka sedemikian ru­ pada dipidananya pelaku.18
pasehingga orang itu menjadi sakit se­ Pertanggungjawaban dokter dalam me­
mentaraatau tidak dapat menjalankan lakukan tugasnya atau dengan kata lain mem­
jabatan atau pekerjaannya sementara, berikan pelayanan kepada pasien untuk
dipidana dengan pidana penjara selama- mem­ berike sembuhan namun dokter se­
lamanya Sembilan bulan atau pidana ring melakukan tindakan kesalahan yang
dengan pidana kurungan selama-lamanya berakibat kepada malpraktek terhadap
enam bulan atau pidana denda setinggi- pasien. Kesalahan dalam praktek haruslah di­
tingginya empat ribu lima ratus rupiah. pertanggungjawabkan oleh dokter salah satunya
Jika berdasarkan pasal-pasal tersebut adalah pertanggungjawaban hukum pidana
diatas, jika diterapkan pada kasus. terhadap dokter tidak diatur dengan jelas
Pertanggungjawaban pidana dalam bahasa di KUHP namun dapat dilihat berdasarkan
asing di sebut sebagai “toereken-baarheid,” unsur kesengajaan atau kelalaian dokter itu
“criminal reponsibilty,” “criminal liability,” sendiri. Profesi sebagai dokter tidaklah mudah
pertanggungjawaban pidana dimaksudkan karena banyak dokter dalam dunianya sering
untuk menentukan apakah seseorang dapat melakukan tindakan malpraktek sehingga
mempertanggungjawabkan perbuatan pidana berakibat kepada kesalahan medis yang
atau tidak terhadap tindakan yang dilakukanya menyebabkan pasien cacat ataupun meninggal
itu, atau pertanggungjawaban yang dilakukan dunia, maka di dalam praktek agar tidak
tersebut tidak hanya menyangkut masalah hukum menimbulkan kesemena-menaan dari seorang
semata akan tetapi menyangkut pula masalah dokter terhadap pasiennya perlu diadakannya
nilai-nilai moral ataupun kesusilaan yang pertanggungjawaban hukum secara pidana,
ada dalam suatu masyarakat. Dalam rumusan yang dimana jika dikaji dari KUHP terhadap
konsep KUHP tahun 1982-1983, menjelaskan dokter yang melakukan tindakan malpraktek
bahwa pertanggungjawaban dan termuat dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya
dalam pasal 27 adalah pertanggungjawaban dengan Pasal 360 KUHP pada ayat (1)
pidana, dimana di teruskanya celaan yang dan (2) sehingga terhadap dokter yang
objektif ada pada tindak pidana berdasarkan melakukan tindakan medis yang berakibat
hukum yang berlaku, secara obyektif kepada menimbulkan luka berat atau kematian karena
kelalaian dokter terhadap pasiennya dapat
I Gede Indra Diputra, “Pertanggungjawaban
17

Pidana Terhadap Dokter Yang Melakukan Tindakan Sartika Damopolii, “Tanggung Jawab Pidana
18

Malpraktek Dikaji Dari Kitab Undang-Undang Hukum Para Medis Terhadap Tindakan Malpraktek Menurut
Pidanaindonesia,” Jurnal Kertha Negara 2, no. 5 (2014): Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
17. Kesehatan.”

Pertanggungjawaban Hukum Terhadap Tindakan Malpraktik 189


Vol. 4 No. 2 Juli- Des 2021
DOI 10.24090/volksgeist.v4i2.5372

mempertanggungjawabkan secara pidana, Pasal 360 KUHP pada ayat (1) dan (2) sehingga
dengan tujuan untuk melindungi hak ter­ terhadap dokter yang melakukan tindakan
hadap korban yang mendapatkan tindakan medis yang berakibat menimbulkan luka berat
malpraktek. atau kematian karena kelalaian dokter terhadap
Akan tetapi peraturan yang mengatur pasiennya dapat mempertanggungjawabkan
tindak pidana malpraktek di dalam KUHP secara pidana, dengan tujuan untuk melindungi
belum secara jelas mengatur kualifikasi hak terhadap korban yang mendapatkan
dan jenis-jenis tindakan malpraktek yang tindakan malpraktek. Tentu hal tersebut di atas
ada dalam bidang kedokteran, peraturan di di proses melelui proses peradilan.20
dalam KUHP hanya mengatur lebih kepada Malpraktek dapat menimbulkan akibat
akibat dari perbuatan malpraktek tersebut, atau kerugian bagi pasien, dikaitkan dengan
sehingga perlu adanya peraturan baru didalam adanya perubahan pandangan masyarakat
KUHP yang secara khusus mengatur tentang khsususnya pasien, yang kemudian pada
kualifikasi tindakan malpraktek yang dilakukan akhirnya berpuncak pada munculnya tuntutan
dokter, sehingga dokter tersebut dapat masyarakat khususnya pasien terhadap
mempertanggungjawabkan tindakannya secara pertanggungjawaban secara hukum dari para
pidana dan penegak hukum dapat memiliki dokter, dikarenakan hanya perbuatan tertentu
landasan yuridis yang jelas dalam menegakan yang dapat diminta pertanggungjawaban
peraturan didalam KUHP terhadap dokter pidana, yaitu perbuatan yang dapat dihukum.
yang melakukan tindakan malpraktek. Hukuman dapat dijatuhkan kepada pelaku
Hubungan hukum dokter dan pasien dari perbuatan yang melanggar undang-undang
sudut perdata berada dalam suatu perikatan atau bertentangan dengan norma yang ada
hukum. Perikatan hukum adalah suatu ikatan dalam masyarakat, dimana seseorang dapat
antara dua atau lebih subjek hokum untuk dimintakan pertanggungjawaban secara pidana
melakukan atau tidak melakukan sesuatu atau dan dijatuhkan sanksi atau hukuman kalau
memberikan sesuatu (1313 jo 1234 BW). orang tersebut jelas-jelas dapat dibuktikan
Sesuatu disebut prestasi. Perikatan hukum lahir kesalahannya sesuai dengan doktrin yang
oleh 2 (dua) sebab atau sumber, yang satu oleh menyatakan: Geen straf zonder schuld (tiada
suatu kesepakatan (1313 BW) dan yang lainnya hukuman tanpa kesalahan), tentunya hal ini
oleh sebab UU (1352 BW). Hubungan hukum membawa perkembangan yang memerlukan
dokter pasien berada dalam jenis perikatan suatu pemikiran di bidang hukum, dan ini
hokum sebab UU. Pelanggaran hukum dokter dapat terlihat dengan adanya Undang-Undang
atas kewajiban hukum dokter karena UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
membawa suatu keadaan perbuatan melawan dan Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004
hukum (onrechtmatige daad) dokter dimana tentang Praktik Kedokteran. Apabila pasien
kedua-duanya mengemban pertanggungan atau keluarga pasien mengalami kerugian
jawab penggantian kerugian.19 dapat mengadukan dokter telah melakukan
Jika dikaji dari KUHP terhadap dokter malpraktek kepada kepolisian, Jaksa, Dinas
yang melakukan tindakan malpraktek dapat Kesehatan atau Majelis Kehormatan Disiplin
dipertanggungjawabkan perbuatannya dengan Kedokteran Indonesia (MKDKI) secara tertulis
atau lisan dan dapat menggugat secara perdata
ke pengadilan Negeri setempat, berdasarkan
19
KI Jayanti Nusye, Penyelesaian Hukum Dalam
Malpraktik Kedokteran (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, Sutopo, Standar Kualitas Medis (Jakarta:
20

2009), 20. Mandar Maju, 2000), 60.

190 Koto, Asmadi


Vol. 4 No. 2 Juli- Des 2021
DOI 10.24090/volksgeist.v4i2.5372

Pasal 1365 dan 1367 KUHPerdata dan secara Menurut UU No. 36 Tahun 2009.” Jurnal
pidana dapat dituntut dengan Pasal 359 Lex Administratum 5, no. 1 (2017): 14.
KUHPidana dan Pasal 190 Undang-Undang Fitriono, Riska Andi, Budi Setyanto, and
Nomor36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.21 Rehnalemken Ginting. “PENEGAKAN
HUKUM MALPRAKTIK MELALUI
PENUTUP PENDEKATAN MEDIASI PENAL.”
Dasar Pertanggungjawaban hukum Tenaga Yustisia Jurnal Hukum 5, no. 1 (April 1,
Kesehatan (dokter, rumah sakit, dan tenaga 2016): 148–61. https://doi.org/10.20961/
kesehatan lainnya) yaitu perbuatan melawan YUSTISIA.V5I1.8724.
hukum (onrechtmatige daad), dokter telah Hariyanto, H. “OFFICIAL RESPONSIBILITY
berbuat melawan hukum karena tindakannya AND PERSONAL RESPONSIBILITY
bertentangan dengan azaz kepatutan, ketelitian IN THE CONTEXT OF STATE
serta sikap hati-hati yang diharapkan dari FINANCIAL LOSS.” Jurnal Dinamika
padanya dalam pergaulan dengan sesama warga Hukum 18, no. 1 (January 31, 2018):
masyarakat (tanggung jawab berdasarkan 103–8. https://doi.org/10.20884/1.
undang-undang) sesuai ketentuan Pasal 1365 JDH.2018.18.1.1861.
KUH Perdata, sedangkan dasar gugatan pasien
Heryanto, Bambang. “MALPRAKTIK
dalam meminta pertanggungjawabannya adalah
DOKTER DALAM PERSPEKTIF
Pasal 58 UndnagUndang Nomor 36 Tahun
HUKUM.” Jurnal Dinamika Hukum 10,
2009 Tentang Kesehatan.Ketentuan terkait
no. 2 (May 15, 2010): 183–91. https://doi.
malpraktek medik dalam UU No. 36 Tahun 2009
org/10.20884/1.JDH.2010.10.2.151.
diatur dalam Pasal 29 dan Pasal 58. Ketentuan
Pasal 29 UU No.36 tahun 2009 menentukan: I Gede Indra Diputra. “Pertanggungjawaban
“Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan Pidana Terhadap Dokter Yang
kelalaian dalam menjalankan profesinya, Melakukan Tindakan Malpraktek Dikaji
kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih Dari Kitab Undang-Undang Hukum
dahulu melalui mediasi”. Pidanaindonesia.” Jurnal Kertha Negara
2, no. 5 (2014): 17.
Ismail Koto. “Cyber Crime According to the
DAFTAR PUSTAKA
ITE Law.” Jurnal IJRS 2, no. 2 (2021):
Eriska Sitio Kurniati. “Hukum Pidana Dan
14.
Undang-Undang Praktek Kedokteran
Dalam Penanganan Malpraktek.” Jurnal ———. “Kewenangan Jaksa Dalam Melakukan
Kertha Wicara 6, no. 2 (2017): 13. Penggabungan Perkara Korupsi Dan
Money Laundering (Studi Kejaksaan
Erwin Asmadi. “Rumusan Delik Dan
Tinggi Sumatera Utara).” Jurnal Iuris
Pemidanaan Bagi Tindak Pidana
Studia 2, no. 2 (2021): 18.
Pencemaran Nama Baik Di Media Sosial.”
De Lega Lata: Jurnal Ilmu Hukum 6, no. M. Nurdin. “Perlindungan Hukum Terhadap
1 (2021): 20. Pasien Atas Korban Malpraktek
Ferdinand Benhard. “Perlindungan Hukum Ter- Kedokteran.” Jurnal Hukum Samudera
hadap Korban Tindak Pidana Malpraktek Keadilan 10, no. 1 (2015): 18.
Michael Eman Tendean. “Pertanggungjawaban
21
M. Nurdin, “Perlindungan Hukum Terhadap Rumah Sakit Terhadap Tindakan Dokter
Pasien Atas Korban Malpraktek Kedokteran.”

Pertanggungjawaban Hukum Terhadap Tindakan Malpraktik 191


Vol. 4 No. 2 Juli- Des 2021
DOI 10.24090/volksgeist.v4i2.5372

Yang Melakukan Malpraktek.” Jurnal Malpraktek Menurut Undang Undang


Lex Et Societatis 7, no. 8 (2019): 18. Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Ke­
Nusye, KI Jayanti. Penyelesaian Hukum Dalam sehatan.” Jurnal Lex Crimen 6, no. 6
Malpraktik Kedokteran. Yogyakarta: (2017): 15.
Pustaka Yustisia, 2009. Sutopo. Standar Kualitas Medis. Jakarta:
Sartika Damopolii. “Tanggung Jawab Mandar Maju, 2000.
Pidana Para Medis Terhadap Tindakan

192 Koto, Asmadi

Anda mungkin juga menyukai