Disusun Oleh :
PEMBIMBING
Dr.dr. Hj Annisa Anwar Muthaher, S.H., M.Kes., Sp.F
Nama:
Syahraeni N 111 20 048
Rezeky Rahmah Transari N 111 20 055
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL........................................................................................... iv
BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Tujuan ......................................................................................... 2
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 3
BAB V : PENUTUP ....................................................................................... 56
5.1 Kesimpulan .................................................................................56
5.2 Saran ...........................................................................................56
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................57
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beberapa tahun terakhir ini sering diberitakan di media massa seorang
dokter atau tenaga kesehatan dituntut ganti rugi oleh pasien akibat kesalahan
atau kelalaiannya dalam menjalankan tugas profesinya atau hasil pengobatan
yang tidak sesuai dengan harapan pasien[1]. Kasus-kasus yang umum diterima
dikepolisian khususnya mengenai malpraktek[2].
Tercatat ada 405 laporan masalah medis dari berbagai daerah di
Indonesia yang diterima oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kesehatan
dengan sebanyak 73 kasus di antaranya dilaporkan ke kepolisian [3]. Selama
tahun 1994-2004, kasus sengketa medis yang diajukan ke Majelis
Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
Wilayah Jawa Tengah tercatat 68 kasus, dengan kisaran 2-13 kasus per tahun,
rata-rata 6 kasus per tahun dan 3 dokter diadukan per 1000 dokter yang ada di
Jawa Tengah[3]. Di wilayah IDI Jawa Tengah selama tahun 2011-2014
sebanyak 6 kasus, diantaranya adalah dugaan malpraktik di RSU Santa Maria
Pemalang[4].
Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), Praktik dokter umum
menduduki peringkat pertama kasus dugaan malpraktik sepanjang kurun 2006
hingga 2015. Dari 317 kasus dugaan malpraktik yang dilaporkan ke Konsil
Kedokteran Indonesia (KKI), 114 diantaranya adalah dokter umum, disusul
dokter bedah 76 kasus, dokter obgyn (spesialis kandungan) 56 kasus dan
dokter anak 27 kasus[2].
Proses penyelesaian sengketa medis yang ditempuh oleh pasien
seringkali melalui jalur hukum dari pada melalui organisasi profesi tenaga
kesehatan. Proses panjang harus dilewati oleh dokter ketika dilaporkan ke
polisi oleh pihak pasien yang selanjutnya melewati proses penyidikan hingga
proses pengadilan[5]. pengaduan yang dilakukan pasien ke kepolisian di
tingkat Polsek, Polres maupun Polda diterima dan diproses seperti layaknya
sebuah perkara pidana. Menggeser kasus perdata ke ranah pidana,
penggunaan pasal yang tidak konsisten, kesulitan dalam pembuktian fakta
hukum serta keterbatasan pemahaman terhadap bidang medis oleh para
penegak hukum di hampir setiap tingkatan menjadikan sengketa medik
terancam terjadinya tindakan pidana[6]. Seharusnya, penyelesaian sengketa
medis terlebih dahulu melalui mediasi, atau dilaporkan ke lembaga yang
berwenang untuk mempertimbangkan pelanggaran disiplin kedokteran, yaitu
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)[7].
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui proses penanganan kasus medikolegal di Rumah Sakit
2. Untuk mengetahui tahap – tahap prosedur penanganan kasus – kasus
medikolegal di rumah sakit
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
2.1 Kasus Medikolegal
Kasus medikolegal dapat didefinisikan sebagai kasus cedera, cacat atau
meninggal dimana penyelidikan dari lembaga penegak hukum sehingga kasus
hukum yang memerlukan keahlian medis dalam penyelesaiannya sangat
penting untuk mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas cedera, cacat
atau ,meninggal tersebut, apakah dokter yang bertanggung jawab? Atau
pasien sendiri yang bertanggung jawab atas cedera, cacat atau meninggal
tersebut?[8].
Medicolegal adalah sebagian kecil dari health law yang meliputi kajian
disekitar dunia medis, misalnya Dokter, Dokter Gigi, Pasien, Perawat, Bidan,
Mantri, Rumah sakit, Klinik dan Apoteker dll. Pelanggaran yang sering
terjadi juga hanya terbatas pada perbuatan Medical Negligence, Informed
Consent, Prudent Patient Test, Liability of Hospitals, Aborsi, Eutanasia[2].
Menurut Hermien Hadiati Koeswadji Hakekat aspek medicolegal, adalah
pendekatan medikolegal dalam ilmu pengetahuan hukum, khususnya terhadap
masalah yang timbul karena praktek profesi medik. Pendekatan ini berbeda
dengan pendekatan dari segi ilmu hukum pada umumnya, karena harus masuk
dalam pertimbangan dua bidang ilmu, yaitu ilmu kedokteran/medik dan ilmu
hokum[2].
Istilah lain dari medikolegal ini ialah Medical Law atau hukum medis.
Hukum Kedokteran bertumpu pada 2 (dua) hak manusia yang sifatnya asasi,
yang merupakan hak dasar sosial, yaitu hak atas perawatan kesehatan (the
right to health care), dan yang ditopang oleh hak untuk menentukan nasib
sendiri (the right to self determination), dan hak atas informasi (the right to
information) yang merupakan hak dasar individual[2].
2.2 Hukum Kesehatan
Health Law atau hukum kesehatan merupakan disiplin ilmu yang lebih
luas jika dibandingkan dengan disiplin ilmu hukum medis. Menurut
Sampurno, Hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang
berhubungan langsung dengan pemeliharaan atau pelayanan kesehatan dan
penerapannya. Hal ini berarti hukum kesehatan adalah aturan tertulis
mengenai hubungan antara pihak pemberi pelayanan kesehatan dengan
masyarakat atau anggota masyarakat. Dengan sendirinya hukum kesehatan itu
mengatur hak dan kewajiban masing-masing penyelenggara pelayanan dan
penerima pelayanan atau masyarakat[2].
Di Indonesia, perangkat hukum kesehatan berkembang sangat baik,
selain UU yang besar seperti KUHP dan KUHPerdata ada lagi UU yang
mengatur tentang hukum Kesehatan misalnya UU No 23 tahun 1992 tentang
Kesihatan yunto UU No 36 tahun 2009 tentang Kesihatan dan UU No 29
tahun 2004 tentang Kedokteran, ialah UU khas mengenai mediko legal,
namun UU ini belumlah lengkap untuk menyelesaikan kasus-kasus
malpraktik medik di Indonesia[2].
Contoh lain adalah, Undang-undang no. 29 tahun 2004 mengenai praktek
kedokteran. Undang-undang ini menetapkan berbagai perkara mengenai
prinsip-prinsip dan masalah dalam kedokteran, pembentukan Majlis Konsil
Kedoktoran, pelaksanaan amalan kedokteran, pembentukan dan peraturan
MKDKI dan pengaturan mengenai tuduhan jenazah. Dalam peraturan itu
diatur mengenai hak dan tanggungjawab pakar-pakar perbuatan dan dokter
gigi, hak-hak dan kewajipan perlindungan undang-undang bagi pesakit dan
dokter dan dokter gigi[2].
2.3 Etika Profesi dan Hukum
Aspek medikolegal Sesudah diterbitkannya dalam Undang-Undang
Praktik kedokteran No. 29 Tahun 2004 (UU Praktek Kedokteran) terdapat
Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang didalamnya ada lembaga yang
disebut sebagai Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
(MKDKI) dengan tujuan menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam
penyelenggaraan praktik kedokteran hubungan dokter dengan pasien[9] :
1. Hubungan Kebutuhan
2. Hubungan Kepercayaan
3. Hubungan Keprofesian
4. Hubungan Hukum
Hubungan antara dokter dengan pasien dalam transaksi “terapeutik”
didasari oleh dua macam hak asasi manusia, dengan demikian keberadaan
hubungan antara dokter dengan pasien, baik ditinjau dari sudut hukum
maupun aspek pelayanan kesehatan, tidak terlepas dari hak asasi manusia
yang melekat dalam diri manusia, khususnya hak untuk menentukan nasib
sendiri dan hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan[10].
Tabel 1. Perbedaan etika profesi dan hukum[9][10]
Pasal 66
Kasus Medikolegal
Penyelesaian
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Proses penangan kasus medikolegal dapat dilakukan dengan dua proses
yaitu melalui jalur litigasi dan non litigasi.
2. Berdasarkan undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan
penyelesaian kasus medikolegal yang dimaksud terlebih dahulu diselesai
melalui jalur perhimpunan profesi.
3. Penyelesaian kasus-kasus medikolegal dirumah sakit diatur dalam undang-
undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dan Undang-Undang No.29
Tahun 2004 tentang praktik kedokteran.
4. Penyelesain kasus-kasus medikolegal lebih diutamakan melalui jalur non
ligitasi yaitu secara mediasi.
3.2 Saran
Sebaiknya dalam proses pembuatan refarat ini menggunakan referensi
berdasarkan Evidance Based Medicine agar sesuai kaidah-kadiah ilmu
kedokteran.
DAFTAR PUSTAKA
1. Indarwati H, Widyarto D, Suroto V. Urgensi Pembentukan Komite Etik Dan Hukum
Rumah Sakit Dalam Penyelesaian Sengketa Medik Secara Non Litigasi. SOEPRA
Jurnal Hukum Kesehatan. 2017;3(1):74–86.
2. Harianja H, Muda AK. Analisa kebijakan sistem informasi hukum kesehatan di
indonesia. Jurnal abdi ilmu.2020;13(2):114–22.
3. Afandi D. Mediasi : Alternatif Penyelesaian Sengketa Medis. Maj Kedokt Indon.
2009;59(4)189–93.
4. Trismadi, S. Perlindungan hukum profesi dokter dalam penyelesaian sengketa
medis. Jurnal Pembaharuan Hukum.2017;IV(1):24–40.
5. Razak A, Riza M. Gagasan Pengadilan Khusus Dalam Penyelesaian Sengketa Medis
Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Medis. Jurisprudentie.
2020;7:116–43.
6. Prahara, D. Penyelesaian Dugaan Kelalaian Medik Melalui Mediasi (Studi Pasal 29
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan). de Jure Jurnal Ilmiah Ilmu
Hukum. 2020;2(1):28-41.
7. Mangkey, M., D., Perlindungan Hukum Terhadap Dokter Dalam Memberikan
Pelayanan Medis. Lex et Societatis.2014;II(8):14-22.
8. Koeswadji,Hermien Hadiati 1992, Beberapa Permasalahan Hukum dan
Medik, PT Chitra Aditya Bakti, Bandung
9. Ameln, Fred, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Grafikatama Jaya, 1991
Guwandi,J, Kelalaian Medik, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, 1994.
10. Triana Y.A Ohoiwutun. Bunga Rampai Hukum Kedokteran (Tinjauan dari
Berbagai Peraturan Perundang-undangan dan UU Praktik Kedokteran),
Bayumedia Publishing:Malang. 2008.
11. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran.
12. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan