Anda di halaman 1dari 16

KEBIJAKAN PELAYANAN KESEHATAN HAJI

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Manajemen Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Dosen Pengampu : Abdul Choliq M T

Oleh :

1. Fitriyatul Islamiyah (2001056009)


2. Alvi Ainal Mardiyah (2001056013)
3. Alfithra Madya Fasa (2001056018)

MANAJEMEN HAJI DAN UMROH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Haji asal maknanya adalah menyengaja sesuatu, haji yang dimaksud disini
menurut syara’ ialah mengunjungi ka’bah untuk melakukan beberapa amal ibadah
dengan syarat-syarat tertentu1. Ibadah haji adalah ibadah fisik, sehingga jemaah haji
dituntut mampu secara fisik dan rohani agar dapat melaksanakan rangkaian ibadah
haji dengan baik dan sadar.

Salah satu kebijakan yang berkaitan dengan haji adalah kebijakan pelayanan
kesehatan haji. Pelayanan kesehatan haji merupakan hal yang sangat penting dimana
akan ada serangkaian upaya kegiatan melalui program pemeriksaan dan pembinaan
kesehatan haji agar terpenuhinya kondisi isthitha’ah kesehatan (kemampuan
kesehatan jamaah haji untuk melakukan serangkaian aktivitas rukun dan wajib haji).

B. Rumusan Masalah
1. Dimana tempat jamaah haji bisa mendapatkan pelayanan kesehatan haji?
2. Bagaimana manajemen pelayanan kesehatan haji ?
3. Bagaimana penetapan istita’ah kesehatan jamaah haji ?
4. Siapa saja petugas pelayanan kesehatan haji ?
5. Bagaimana ketentuan jamaah haji dapat membadalkan haji ?

C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan dimana tempat jamaah haji bisa mendapatkan pelayanan kesehatan haji
2. Menjelaskan bagaimana manajemen pelayanan kesehatan haji
3. Menjelaskan bagaimana penetapan istita’ah kesehatan jamaah haji
4. Menjelaskan siapa saja petugas pelayanan kesehatan haji
5. Menjelaskan bagaimana ketentuan jamaah haji dapat membadalkan haji

BAB II
1
Sulaiman, Rasid. Fiqih Islam. Bandung: Penerbit Sinar Baru Al-Gensindo. Hlm 247

1
PEMBAHASAN

A. Tempat Jamaah Mendapatkan Pelayanan Kesehatan Haji


Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada jemaah haji Indonesia di
Daerah Kerja (Daker) Madinah merupakan salah satu upaya menurunkan angka
kesakitan dan/atau kematian jemaah haji. Pelayanan kesehatan yang diberikan
tetap mencakup kegiatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang
sebaik-baiknya kepada jemaah haji. Pelayanan Kesehatan di KKHI Madinah
dilaksanakan oleh PPIH Arab Saudi Bidang Kesehatan, Tenaga Pendukung
Kesehatan, serta tenaga lainnya. Pelayanan rujukan Jemaah haji selama berada di
Arab Saudi dapat dilakukan di Rumah Sakit Arab Saudi. Berikut beberapa tempat
dimana jamaah bisa mendapatkan pelayanan kesehatan haji :

1. Tempat/ Letak KKHI Madinah


Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Madinah yang beralamat di wilayah
Harrad Zarkiyah, Jalan Prince Muhammad bin Abdul Aziz, Madinah. KKHI
Madinah merupakan gedung baru lima lantai, yang diresmikan pada tanggal 1
Mei 2019 oleh Menko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan. KKHI
Madinah berfungsi sebagai tempat pelaksanaan pelayanan dan fasilitasi
pengobatan bagi jemaah haji Indonesia yang sakit selama berada di Madinah.
Selain itu juga tetap berfungsi sebagai tempat kegiatan promotif dan preventif
berupa bimbingan & penyuluhan kesehatan serta konsultasi kesehatan.
Pelayanan kesehatan di KKHI diberikan pada jemaah haji sakit yang
memerlukan pelayanan/perawatan spesialistik serta jemaah haji sakit yang
memerlukan tindakan yang tidak tersedia di kloter maupun sektor. Jumlah
tempat tidur yg ada di KKHI sebanyak 70 tempat tidur.

2. Pelayanan Pelayanan Kesehatan Daerah Kerja Madinah meliputi wilayah


Madinah termasuk area Masjid Nabawi. Adapun pelayanan di KKHI Madinah
adalah sebagai berikut:
a. Pelayanan Promotif dan Preventif.
b. Pelayanan Kuratif dan Rehabilitatif, terdiri dari:
1) Pelayanan Gawat Darurat 24 Jam
2) Pelayanan High Care Unit (HCU)

2
3) Pelayanan Psikiatri
4) Pelayanan Kesehatan Gigi
5) Pelayanan Rujukan
6) Pelayanan Evakuasi (Antar Daker)
7) Pelayanan Medis Lapangan Selama Mina
8) Pelayanan Rekam Medis
9) Pelayanan Penunjang Lainnya
10) Pelayanan Farmasi
11) Pelayanan Laboratorium
12) Pelayanan Gizi
13) Pelayanan Sanitasi.

c. Pelayanan Obat dan Perbekkes


Pelayanan pada depo farmasi meliputi:
1) Pelayanan Pengelolaan Logistik Obat dan Perbekkes Pelayanan ini guna
menjamin ketersediaan, akses serta kualitas obat dan perbekkes dalam
pelayanan kesehatan haji. Kegiatan pelayanan ini ditunjang dengan
perencanaan, pengadaan/pembelian, penerimaan, penyimpanan, serta
pendistribusian yang baik.
2) Pelayanan Kloter Depo farmasi menggunakan sistem push distribution
untuk meningkatkan pelayanan obat dan perbekkes di kloter. Sistem ini
ditunjang dengan sistem aplikasi SIOH yang mempermudah petugas
farmasi dalam melakukan monitoring sistem distribusi.
3) Pelayanan Sektor Depo farmasi menyiapkan paket obat perbekkes untuk
mendukung pola kerja TGC dalam melakukan deteksi dini
kegawatdaruratan dan emergency response.
4) Pelayanan KKHI Depo farmasi dibantu oleh apotek KKHI
menyelenggarakan pelayanan untuk ketersediaan obat perbekkes di ruang
HCU, UGD, ruang perawatan, penunjang (laboratorium), gizi klinis,
ambulan, serta dukungan logistik obat dan perbekkes di tim visitasi.
5) Pelayanan TPP: Depo farmasi menyediakan logistik obat perbekkes untuk
tim TPP. Pada prosesi MINA, Depo Farmasi KKHI bertanggungjawab
mengadakan pelayanan farmasi di pos kesehatan Mina. Pemenuhan
kebutuhan obat dan perbekkes diamprah dari depo KKHI Makkah.

3
B. Manajemen Pelayanan Kesehatan Haji

Pelayanan Kesehatan menurut Levey dan Loomba yang dikutip dari Azwar
adlah setiap upaya yang diselenggarakan secara individu atau secara bersama-
sama dalam suatu organisasi untk memelihara, menginkatkan kesehatan,
mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan,
keluarga, kelompok dan masyarakat2.
Manajemen pelayanan kesehatan adalah suatu proses rangkaian kegiatan yang
bersifat kontinum (berkesinambungan) dan komprehensif (menyeluruh) dalam
mengatur sumber daya manusia baik dari petugas kesehatan maupun non-petugas
kesehatan dalam merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, mengawasi
serta mengevaluasi semua kegiatan pelayanan kesehatan melalui program
kesehatan agar tercapainya tujuan umum maupun tujuan khusus dalam
meningkatkan derajat kesehatan seluruh masyarakat. Oleh karena itu, Manajemen
pelayanan kesehatan merupakan kunci utama untuk meningkatkan kualitas pola
hidup sehat dalam bermasyarakat baik lingkungan ataupun sosial agar tercapainya
kesejahteraan individu, kelompok, maupun seluruh lapisan masyarakat supaya
memiliki semangat dalam bekerja dan beraktifitas tanpa terhalang oleh sebuah
penyakit dan memberikan rasa aman kepada warga negara demi terciptanya
negara yang sehat, maju, sejahtera, berdayang saing, dan berkarakter.

Setiap pemeriksaan kesehatan jamaah haji menuju Istithaah dilakukan oleh tim
penyelenggaraan kesehatan haji daerah kabupaten/kota. Tim penyelenggaraan
kesehatan haji daerah dibentuk tiap tahun yang didelegasikan kepada kepala dinas
kesehatan sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam seluruh urusan kesehatan
masyarakat di daerahnya.
Tim penyelenggara kesehatan haji kabupaten/kota terdiri dari:
a Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota
b. Kepala bidang yang mengelola kesehatan haji di kabupaten/kota.
c. Pengelola kesehatan haji kabupaten/kota dan Puskesmas.
d. pemeriksa kesehatan haji (dokter dan perawat Puskesmas/klinik dan dokter
spesialis di rumah sakit rujukan).
2
Azwar, Azrul. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Binarupa Aksara. Hlm 35

4
e. Tenaga analis kesehatan,
f. Tenaga pengelola data/Siskohatkes.
g.Unit kerja pelaksana penyelenggara haji dan umrah Kantor Kementerian
Agama kabupaten/kota.

Tim penyelenggara kesehatan haji kabupaten/kota terdiri dari unsur


Puskesmas, rumah sakit, program survellans, promosi kesehatan, kesehatan
keluarga, kesehatan lingkungan, gizi, pembinaan kebugaran jasmani, pelayanan
kesehatan primer dan sekunder, pengendalian penyakit tidak menular,
pengendalian penyakit menular, dan kesehatan jiwa.
Tim penyelenggara tersebut terdiri dari unsur dokter spesialis, dokter, perawat,
penyuluh kesehatan, tenaga farmasi, analis kesehatan, sistem informasi kesehatan,
dan tenaga kesehatan lainnya. Tim penyelenggara kesehatan haji di
kabupaten/kota merupakan tim kesehatan yang bertanggungjawab dalam
melakukan program pemeriksaan dan pembinaan kesehatan haji di wilayahnya.
Untuk mencapai istitha’ah haji dilakukan beberapa pemeriksaan kesehatan
yakni :
a. Pemeriksaan Kesehatan tahap pertama

Pemeriksaan kesehatan tahap pertama dapat dilaksanakan di puskesmas


atau klinik yang telah ditetapkan sebagai fasilitas pelayanan kesehatan untuk
jemaah haji. Pemeriksaan kesehatan tahap pertama menghasilkan diagnosis
yang kemudian akan dikategorikan sesuai tingkat risiko kesehatan, yaitu risiko
kesehatan tinggi (risti) atau tidak risiko tinggi (non-risti).
Selain diagnosis dan penetapan tingkat risiko kesehatan, hasil pemeriksaan
kesehatan tahap pertama juga akan menghasilkan rekomendasi atau tindakan
kesehatan selanjutnya berupa pembinaan kesehatan pada masa tunggu. Sebagai
manifestasi peran institusi kesehatan, maka seluruh jemaah haji diharuskan
mengikuti program pembinaan kesehatan pada masa tunggu berdasarkan hasil
pemeriksaan kesehatan tahap pertama.
Pemeriksaan kesehatan tahap pertama dimaksudkan agar tim penyelenggara
haji di kabupaten/kota dapat mengetahul faktor risiko dan parameter faktor
risiko kesehatan pada jemaah haji untuk dapat dikendalikan atau dicegah.
Jemaah haji yang tergolong dalam daftar tunggu yang belum melakukan

5
pemeriksaan kesehatan tahap pertama, diharuskan untuk melakukan
pemeriksaan kesehatan tahap pertama sesuai Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 15 Tahun 2016 Tentang Istithaah Kesehatan Jemaah Haji.

b. Pembinaan Kesehatan di Masa Tunggu (Pembinaan Menuju Istitha’ah)

Setelah jemaah haji melakukan pemeriksaan kesehatan tahap pertama.


selanjutnya jemaah haji diberikan program pembinaan kesehatan pada masa
tunggu. Pembinaan kesehatan pada masa tunggu dimaksudkan agar tingkat
risiko kesehatan jemaah haji dapat ditingkatkan menuju istithaah. Pembinaan
pada masa tunggu menjadi perhatian penting, karena melibatkan banyak
program kesehatan baik di Puskesmas maupun di masyarakat.
Pembinaan kesehatan haji pada masa tunggu adalah proses pembinaan
kesehatan yang dilakukan sejak jemaah haji melakukan pemeriksaan kesehatan
tahap pertama ketika mendaftar haji. Seluruh jemaah haji baik risti maupun
non-risti yang sudah melakukan pendaftaran haji, wajib melakukan pembinaan
kesehatan. Pembinaan kesehatan pada masa tunggu dilakukan kepada jemaah
haji yang telah memperoleh nomor porsi sampai pada waktu ditentukan kuota
keberangkatannya (dalam hal ini estimasi keberangkatannya adalah dua tahun
mendatang). Pembinaan kesehatan haji pada masa tunggu jika dilaksanakan
secara terstruktur dan terarah, maka akan terjadi peningkatan status kesehatan
jemaah haji

c. Pemeriksaan Kesehatan Tahap Kedua (Penetapan Istitha’ah Kesehatan)

Setelah jemaah haji menjalankan program pembinaan kesehatan di masa


tunggu, jemaah haji akan dilakukan pemeriksaan kesehatan tahap kedua.
Pemeriksaan kesehatan tahap kedua merupakan pemeriksaan kesehatan yang
dilaksanakan paling lambat tiga bulan sebelum masa keberangkatan jemaah
haji. Hasil pemeriksaan kesehatan tahap kedua merupakan penetapan istithaah.
Untuk menetapkan status istithaah kesehatan, setiap jemaah haji harus
melakukan pemeriksaan kesehatan tahap kedua sesuai standar. Pemeriksaan
kesehatan tahap kedua dilaksanakan oleh tim penyelenggara kesehatan haji
kabupaten/kota di Puskesmas dan/atau klinik atau rumah sakit yang ditunjuk.

6
Sebelum melakukan pemeriksaan kesehatan tahap kedua, tim penyelenggara
kesehatan haji kabupaten/kota, harus memperoleh data-data sebagai berikut:
- Jemaah haji telah diberikan program pembinaan kesehatan di masa
tunggu. Jika belum maka kewajiban dari tim penyelenggara kesehatan
untuk memberikan pembinaan sejak jemaah haji datang untuk melakuka
pemeriksaan kesehatan.
- Pemeriksaan kesehatan tahap kedua dilakukan sebelum pelunasan Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Jemaah haji yang masuk dalam kuota
tahun berjalan datang ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk melakukan
pemeriksaan kesehatan tahap kedua.
- Jika ditemukan jemaah haji yang telah melakukan pelunasan BPIH
sebelum mendapatkan pemeriksaan tahap kedua, maka pihak institusi
kesehatan kabupaten/kota tetap harus melakukan pemeriksaan kesehatan
tahap kedua terhadap jemaah haji tersebut untuk mendapatkan penetapan
istithaah kesehatannya.

d. Pembinaan Kesehatan di Masa Keberangkatan


(Pembinaan dalam rangka pemantapan Istitha’ah Kesehatan)

Kondisi kesehatan bersifat dinamis seperti halnya yang terjadi pada jemaah
haji setelah penetapan istithaah kesehatan sesuai kriteria. Untuk itu, diperlukan
upaya kesehatan untuk meningkatkan atau setidaknya mempertahankan status
kesehatan jemaah haji agar tetap memenuhi syarat istithaah kesehatan sampai
menjelang keberangkatan melalui pembinaan kesehatan haji. Pembinaan
kesehatan haji di masa keberangkatan adalah pembinaan yang dilakukan
kepada jemaah haji setelah jemaah haji melakukan pemeriksaan kesehatan
tahap kedua sampai keberangkatan.
Pembinaan kesehatan masa keberangkatan dilakukan pada jemaah haji yang
telah masuk dalam kuota keberangkatan tahun berjalan, artinya jemaah tersebut
sudah dipastikan akan berangkat, tentunya setelah memperoleh konfirmasi
keberangkatan dari Kementerian Agama dan telah melakukan pemeriksaan
kesehatan tahap kedua (sudah ditetapkan status istithaah kesehatannya).
Pembinaan kesehatan jemaah haji di masa keberangkatan meliputi
pengobatan (yang merupakan wujud early diagnostic and prompt treatment dan

7
disability limitation), konsultasi kesehatan oleh doktor penyelenggara
kesehatan haji, rujukan kepada fasilitas yang lebih tinggi, dan penanganan
rujukan balik.
Dalam rangka menjalankan program kegiatan pembinaan kesehatan haji
pada masa keberangkatan, dinas kesehatan kabupaten/kota melakukan kegiatan
secara terintegrasi dengan program promosi kesehatan, kesehatan keluarga,
kosehatan lingkungan, gizi masyarakat, pembinaan kebugaran jasmani,
pengendalian penyakit

e. Pemeriksaan Kesehatan Tahap Ketiga (Penetapan Kelaikan Terbang)

Pemeriksaan kesehatan tahap ketiga dilakukan untuk menetapkan status


kesehatan jemaah haji laik atau tidak laik terbang merujuk kepada standar
keselamatan penerbangan internasional dan/atau peraturan kesehatan
internasional. Penetapan laik atau tidak laik merupakan wujud tanggung jawab
pemerintah dalam memberikan perlindungan kesehatan kepada jemaah haji
karena tidak semua kondisi kesehatan atau penyakit tertentu dapat dinyatakan
aman bagi jemaah haji dan/atau jemaah lainnya selama perjalanan di pesawat
dan di Arab Saudi.
Jemaah haji yang ditetapkan tidak laik terbang merupakan jemaah haji
dengan kondisi yang tidak memenuhi standar keselamatan penerbangan
internasional dan/atau peraturan kesehatan internasional. Sudah menjadi tugas
Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Embarkasi bidang Kesehatan
menetapkan seorang jemaah haji memenuhi kriteria laik atau tidak laik terbang.
Dalam menetapkan status kesehatan sebagaimana dimaksud, Kantor
Kesehatan Pelabuhan (KKP) sebagai bagian dari PPIH Embarkasi bidang
Kesehatan berkoordinasi dengan dokter penerbangan dan/atau dokter ahli di
rumah sakit rujukan.
Dalam hal PPIH Embarkasi bidang Kesehatan mendapatkan jemaah haji
memiliki potensi tidak memenuhi syarat istithaah kesehatan, maka PPIH
Embarkasi bidang Kesehatan dapat melakukan pemeriksaan kesehatan kepada
jemaah haji yang dimaksud dengan menyertakan tim penyelenggara kesehatan
haji kabupaten/kota untuk menetapkan kriteria istithaah jemaah haji tersebut.

8
C. Penetapan Istita’ah Kesehatan pada Jamaah Haji

Salah satu kegiatan penyelenggaraan kesehatan haji yang sangat penting dan
strategis adalah serangkaian upaya kegiatan melalui program pemeriksaan dan
pembinaan kesehatan haji agar terpenuhinya kondisi istitha’ah kesehatan
(kemampuan kesehatan jamaah haji untuk melakukan serangkaian aktivitas rukun
dan wajib haji). Penyelenggaraan kesehatan haji menuju istitha’ah diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) Nomor 15
Tahun 2016 tentang Istitha’ah Kesehatan Jamaah Haji.

Secara umum, Istithaah Kesehatan Jemaah Haji didefinisikan sebagai


kemampuan jemaah haji dari aspek kesehatan yang meliputi fisik dan mental yang
terukur dengan pemeriksaan dan pembinaan yang dapat dipertanggungjawabkan
sehingga jemaah haji dapat menjalankan ibadahnya sesuai tuntunan agama Islam.
Untuk memenuhi kriteria istithaah kesehatan, persiapan sejak dini di Tanah Air
harus dilakukan sebagai upaya pemerintah dalam mengantar jemaah haji sehat
sejak di Indonesia, selama perjalanan, dan di Arab Saudi selama menjalankan
ibadah haji.

Proses pemeriksaan dan pembinaan kesehatan haji menuju istithaah dimulai


pada saat calon jemaah haji mendaftarkan diri. Pemeriksaan dan pembinaan
kesehatan haji yang pelaksanaannya dimulai di Puskesmas/ klinik/rumah sakit di
kabupaten/kota menjadi tanggung jawab tim penyelenggara kesehatan haji
kabupaten/kota. Sedangkan pemeriksaan kesehatan tahap ketiga yang
diselenggarakan di embarkasi menjadi tanggung jawab tenaga kesehatan haji yang
bergabung dalam Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Embarkasi bidang
Kesehatan. Pelayanan Kesehatan Haji di puskesmas/klinik dan rumah sakit di
kabupaten/kota dilaksanakan mengikuti sistem pelayanan kesehatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang undangan.

9
D. Petugas Pelayanan Kesehatan Haji

Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan menjelaskan dari total petugas


kesehatan haji yang direkrut 306 orang di antaranya merupakan petugas
penyelenggara ibadah haji (PPIH). Sementara sisanya 1.521 orang ialah tenaga
kesehatan haji (TKH). PPIH ini yang nanti bertugas di Klinik Kesehatan Haji
Indonesia (KKHI) dan TKH bertugas di jemaah haji atau kelompok terbang.
Selain petugas kesehatan haji, Kementerian Kesehatan juga merekrut 200
tenaga pendukung kesehatan. Mereka merupakan warga negara Indonesia (WNI)
berdomisili di Arab Saudi yang akan mendukung tugas pelayanan kesehatan haji
di Arab Saudi. Tugas tenaga pendukung kesehatan ini di antaranya mendampingi
jemaah haji yang sedang sakit, menghubungkan jemaah haji dengan rumah sakit
Arab Saudi, mencari pengemudi, hingga berkaitan dengan kebersihan.
Kementerian Kesehatan meningkatkan kompetensi petugas kesehatan haji
melalui pelatihan. Peningkatan kompetensi ini dilakukan oleh Balai Latihan
Kesehatan di 13 provinsi embarkasi.

E. Ketentuan Badal Haji bagi Jamaah

Haji Badal amanah haji atau menghajikan orang lain yang telah dikategorikan
wajib haji (terutama dari segi ekonomi) tapi tidak mampu melakukannya sendiri
karena adanya halangan yang dilegalkan oleh syariat islam. Maka orang tersebut
dihajikan oleh orang lain sebagai pengganti dirinya untuk emlaksanakan ibadah
tersebut.3

Adapun menurut hasil mudzakarah Kementrian Agama Republik Indonesia


(Kemenag RI) , Badal Haji adalah kegiatan menghajikan orang yang telah
meninggal (yang belum haji) atau menghajikan orang yang sudah tak mampu
melaksanakannnya (secara fisik) disebabkan oleh suatu udzur, seperti sakit yang
tak ada harapan untuk sembuh4.

Sedangkan Nurdin menjelaskan bahwa Badal Haji adalah pelaksanaan ibadah


haji yang dilakukan oleh seseorang atas nama orang lain yang sudah meninggal

3
Albab, U., & Al Ami, B. (2021). PERMASALAHAN PELAKSANAAN BADAL HAJI DI INDONESIA. Al-Ittihad: Jurnal
Pemikiran dan Hukum Islam, 7(2), 15-27.
4
Kemenag RI, Hasil Mudzakarah Perhajian Nasional Tentang Badal Haji, (Jakarta: Dirjen Kemenag RI, 2016), 5

10
(sejak di embarkasi dan sebelum pelaksanaan wukuf). juga bagi jemaah haji yang
udzur jasmani dan rohani (tidak dapat diharapkan kesembuhannya menurut medis,
sakit tergantung dengan alat dan gangguan jiwa), sehingga tidak dapat
melaksanakan wukuf di Arafah5.

Orang yang dibadalkan hajinya adalah orang yang memang tidak sanggup
untuk melakukan haji secara fisik. Jika masih sanggup secara fisik kemudian ada
yang membadalkannya, secara otomatis amalan tersebut ditolak. Hal ini
didasarkan pada pendapat Ibnu Qudamah dan Ibnul Mundzir dalam kitabnya (Al
Muhgni, 3:185) yang menyatakan, bahwa seorang muslim dengan kesanggupan
untuk melakukan hajinya sendiri, tidak sah jika digantikan oleh orang lain. 

Tidak sah bagi seseorang untuk membadalkan haji bagi orang lain, sedangkan
dirinya sendiri belum pernah pergi haji. Hal ini berdasar hadits yang disampaikan
oleh Ibnu ‘Abbas RA. Hadist tersebut mengisahkan tentang perintah Rasulullah
untuk seorang yang sedang melaksanakan badal haji untuk Syabromah, sedangkan
dia sendiri belum pernah pergi haji. Maka Rasulullah memerintahkan dia untuk
melaksanakan haji untuk dirinya sendiri sebelum membadalkan haji untuk orang
lain.

Badal haji diperbolehkan pada dua kelompok, yaitu: al-ma’dlub dan al-mayyit
sebagaimana dijelaskan dalam uraian di bawah ini6:

a. Al-Ma’dlub,

yaitu orang yang kondisi fisiknya tidak memungkinkan untuk


berangkat ke Tanah Suci, sehingga memerlukan jasa orang lain
untuk melaksanakan ibadah haji. Al-Ma’dlub yang memiliki
kemampuan finansial wajib/boleh dibadalkan jika tempat
tinggalnya jauh dari Tanah Haram Makkah dengan jarak lebih dari
masafatul qashr. Sedangkan al-ma’dlub yang sudah ada di Tanah
Haram Makkah atau tempat lain yang dekat dari Tanah Haram
Makkah tidak boleh dibadal haji kan, melainkan harus haji sendiri
atau dibadal haji kan setelah meninggal. Tetapi jika kondisinya
benar-benar tidak memungkinkan untuk melaksanakan sendiri,

5
Suin, Nurdin. Manasik Haji jelas dan Ringkas. (Padang: University Press, 2004)
6
Sulaiman bin Umar, Hasyiatul Jamal, Juz II, (Darl Fikr: Mesir, 1997), 388

11
maka menurut sebagian pendapat, dia boleh dibadal haji kan di saat
dia masih hidup.

b. Al-Mayyit

adalah haji yang tidak terlaksana atau tidak selesai karena yang
bersangkutan meninggal lebih dulu. Hal ini terbagi dalam 2 (dua)
macam, yaitu; Haji Wajib (haji Islam, haji nazar, dan haji wasiat)
dan Haji Sunnah.Terdapat beberapa pendapat di kalangan ulama
tentang yang berkewajiban haji dan meninggal sebelum
melaksanakannya.

. Dalam memandang hukum badal haji, ada perbedaan pendapat dalam kubu
ulama dengan menggunakan dasar hukum masing-masing yaitu :
- Ulama Maliki mengatakan makruh menyewa orang melaksanakan ibadah
haji
- Mazhab Syafi'i mengatakan boleh menghajikan orang lain jika mereka
yang tidak mampu melaksanakan ibadah haji karena tua atau sakit sehingga tidak
sanggup untuk bisa duduk di atas kendaraan.
- Ulama Hanafi mengatakan orang yang sakit atau kondisi badannya tidak
memungkinkan melaksanakan ibadah haji namun mempunyai harta atau biaya
untuk haji, maka ia wajib membayar orang lain untuk menghajikannya.

12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Pelayanan Kesehatan di KKHI Madinah dilaksanakan oleh PPIH Arab Saudi


Bidang Kesehatan, Tenaga Pendukung Kesehatan, serta tenaga lainnya. Pelayanan
rujukan Jemaah haji selama berada di Arab Saudi dapat dilakukan di Rumah Sakit
Arab Saudi. Berikut beberapa tempat dimana jamaah bisa mendapatkan pelayanan
kesehatan haji :Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Madinah yang beralamat di
wilayah Harrad Zarkiyah, Jalan Prince Muhammad bin Abdul Aziz, Madinah,
Pelayanan Pelayanan Kesehatan Daerah Kerja Madinah meliputi wilayah Madinah
termasuk area Masjid Nabawi dan Pelayanan Obat dan Perbekkes

Manajemen pelayanan kesehatan adalah suatu proses rangkaian kegiatan yang


bersifat kontinum (berkesinambungan) dan komprehensif (menyeluruh) dalam
mengatur sumber daya manusia baik dari petugas kesehatan maupun non-petugas
kesehatan dalam merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, mengawasi serta
mengevaluasi semua kegiatan pelayanan kesehatan melalui program kesehatan agar
tercapainya tujuan umum maupun tujuan khusus dalam meningkatkan derajat
kesehatan seluruh masyarakat.

Istithaah Kesehatan Jemaah Haji didefinisikan sebagai kemampuan jemaah


haji dari aspek kesehatan yang meliputi fisik dan mental yang terukur dengan
pemeriksaan dan pembinaan yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga jemaah haji
dapat menjalankan ibadahnya sesuai tuntunan agama Islam. Untuk memenuhi kriteria
istithaah kesehatan, persiapan sejak dini di Tanah Air harus dilakukan sebagai upaya
pemerintah dalam mengantar jemaah haji sehat sejak di Indonesia, selama perjalanan,
dan di Arab Saudi selama menjalankan ibadah haji.

Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan menjelaskan dari total petugas


kesehatan haji yang direkrut 306 orang di antaranya merupakan petugas
penyelenggara ibadah haji (PPIH). Sementara sisanya 1.521 orang ialah tenaga
kesehatan haji (TKH). PPIH ini yang nanti bertugas di Klinik Kesehatan Haji
Indonesia (KKHI) dan TKH bertugas di jemaah haji atau kelompok terbang. Selain
petugas kesehatan haji, Kementerian Kesehatan juga merekrut 200 tenaga pendukung

13
kesehatan. Mereka merupakan warga negara Indonesia (WNI) berdomisili di Arab
Saudi yang akan mendukung tugas pelayanan kesehatan haji di Arab Saudi.

Badal Haji adalah kegiatan menghajikan orang yang telah meninggal (yang
belum haji) atau menghajikan orang yang sudah tak mampu melaksanakannnya
(secara fisik) disebabkan oleh suatu udzur, seperti sakit yang tak ada harapan untuk
sembuhPara fuqaha telah menyepakati bahwasanya pembidangan ilmu fiqh terbagi
menjadi dua, yakni fiqh ibadah dan fiqh muamalah.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zaenal. 2020. Fiqh Ibadah. Yogyakarta: Deepublish


Stahhope, Maria & Jeanette Lancaster. 1990. Perawatan kesehatan Masyarakat
Bandung: UPAD. Hlm 28-29
Azwar, Azrul. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Binarupa Aksara.
Hlm 35
Petunjuk Teknis Peraturan Menteri Kesehatan No. 15 Tahun 2016
Muthhari, Murthada. 2007. Energi Ibadah. Jakarta: Serambi.

Sulaiman, Rasid. Fiqih Islam. Bandung: Penerbit Sinar Baru Al-Gensindo. Hlm 247
https://www.merdeka.com/peristiwa/kemenkes-rekrut-1827-petugas-kesehatan-
haji.html
https://www.namira.travel/articles/ketentuan-badal-haji-yang-wajib-anda-penuhi

15

Anda mungkin juga menyukai