MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Manajemen Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Dosen Pengampu : Abdul Choliq M T
Oleh :
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Haji asal maknanya adalah menyengaja sesuatu, haji yang dimaksud disini
menurut syara’ ialah mengunjungi ka’bah untuk melakukan beberapa amal ibadah
dengan syarat-syarat tertentu1. Ibadah haji adalah ibadah fisik, sehingga jemaah haji
dituntut mampu secara fisik dan rohani agar dapat melaksanakan rangkaian ibadah
haji dengan baik dan sadar.
Salah satu kebijakan yang berkaitan dengan haji adalah kebijakan pelayanan
kesehatan haji. Pelayanan kesehatan haji merupakan hal yang sangat penting dimana
akan ada serangkaian upaya kegiatan melalui program pemeriksaan dan pembinaan
kesehatan haji agar terpenuhinya kondisi isthitha’ah kesehatan (kemampuan
kesehatan jamaah haji untuk melakukan serangkaian aktivitas rukun dan wajib haji).
B. Rumusan Masalah
1. Dimana tempat jamaah haji bisa mendapatkan pelayanan kesehatan haji?
2. Bagaimana manajemen pelayanan kesehatan haji ?
3. Bagaimana penetapan istita’ah kesehatan jamaah haji ?
4. Siapa saja petugas pelayanan kesehatan haji ?
5. Bagaimana ketentuan jamaah haji dapat membadalkan haji ?
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan dimana tempat jamaah haji bisa mendapatkan pelayanan kesehatan haji
2. Menjelaskan bagaimana manajemen pelayanan kesehatan haji
3. Menjelaskan bagaimana penetapan istita’ah kesehatan jamaah haji
4. Menjelaskan siapa saja petugas pelayanan kesehatan haji
5. Menjelaskan bagaimana ketentuan jamaah haji dapat membadalkan haji
BAB II
1
Sulaiman, Rasid. Fiqih Islam. Bandung: Penerbit Sinar Baru Al-Gensindo. Hlm 247
1
PEMBAHASAN
2
3) Pelayanan Psikiatri
4) Pelayanan Kesehatan Gigi
5) Pelayanan Rujukan
6) Pelayanan Evakuasi (Antar Daker)
7) Pelayanan Medis Lapangan Selama Mina
8) Pelayanan Rekam Medis
9) Pelayanan Penunjang Lainnya
10) Pelayanan Farmasi
11) Pelayanan Laboratorium
12) Pelayanan Gizi
13) Pelayanan Sanitasi.
3
B. Manajemen Pelayanan Kesehatan Haji
Pelayanan Kesehatan menurut Levey dan Loomba yang dikutip dari Azwar
adlah setiap upaya yang diselenggarakan secara individu atau secara bersama-
sama dalam suatu organisasi untk memelihara, menginkatkan kesehatan,
mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan,
keluarga, kelompok dan masyarakat2.
Manajemen pelayanan kesehatan adalah suatu proses rangkaian kegiatan yang
bersifat kontinum (berkesinambungan) dan komprehensif (menyeluruh) dalam
mengatur sumber daya manusia baik dari petugas kesehatan maupun non-petugas
kesehatan dalam merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, mengawasi
serta mengevaluasi semua kegiatan pelayanan kesehatan melalui program
kesehatan agar tercapainya tujuan umum maupun tujuan khusus dalam
meningkatkan derajat kesehatan seluruh masyarakat. Oleh karena itu, Manajemen
pelayanan kesehatan merupakan kunci utama untuk meningkatkan kualitas pola
hidup sehat dalam bermasyarakat baik lingkungan ataupun sosial agar tercapainya
kesejahteraan individu, kelompok, maupun seluruh lapisan masyarakat supaya
memiliki semangat dalam bekerja dan beraktifitas tanpa terhalang oleh sebuah
penyakit dan memberikan rasa aman kepada warga negara demi terciptanya
negara yang sehat, maju, sejahtera, berdayang saing, dan berkarakter.
Setiap pemeriksaan kesehatan jamaah haji menuju Istithaah dilakukan oleh tim
penyelenggaraan kesehatan haji daerah kabupaten/kota. Tim penyelenggaraan
kesehatan haji daerah dibentuk tiap tahun yang didelegasikan kepada kepala dinas
kesehatan sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam seluruh urusan kesehatan
masyarakat di daerahnya.
Tim penyelenggara kesehatan haji kabupaten/kota terdiri dari:
a Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota
b. Kepala bidang yang mengelola kesehatan haji di kabupaten/kota.
c. Pengelola kesehatan haji kabupaten/kota dan Puskesmas.
d. pemeriksa kesehatan haji (dokter dan perawat Puskesmas/klinik dan dokter
spesialis di rumah sakit rujukan).
2
Azwar, Azrul. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Binarupa Aksara. Hlm 35
4
e. Tenaga analis kesehatan,
f. Tenaga pengelola data/Siskohatkes.
g.Unit kerja pelaksana penyelenggara haji dan umrah Kantor Kementerian
Agama kabupaten/kota.
5
pemeriksaan kesehatan tahap pertama, diharuskan untuk melakukan
pemeriksaan kesehatan tahap pertama sesuai Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 15 Tahun 2016 Tentang Istithaah Kesehatan Jemaah Haji.
6
Sebelum melakukan pemeriksaan kesehatan tahap kedua, tim penyelenggara
kesehatan haji kabupaten/kota, harus memperoleh data-data sebagai berikut:
- Jemaah haji telah diberikan program pembinaan kesehatan di masa
tunggu. Jika belum maka kewajiban dari tim penyelenggara kesehatan
untuk memberikan pembinaan sejak jemaah haji datang untuk melakuka
pemeriksaan kesehatan.
- Pemeriksaan kesehatan tahap kedua dilakukan sebelum pelunasan Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Jemaah haji yang masuk dalam kuota
tahun berjalan datang ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk melakukan
pemeriksaan kesehatan tahap kedua.
- Jika ditemukan jemaah haji yang telah melakukan pelunasan BPIH
sebelum mendapatkan pemeriksaan tahap kedua, maka pihak institusi
kesehatan kabupaten/kota tetap harus melakukan pemeriksaan kesehatan
tahap kedua terhadap jemaah haji tersebut untuk mendapatkan penetapan
istithaah kesehatannya.
Kondisi kesehatan bersifat dinamis seperti halnya yang terjadi pada jemaah
haji setelah penetapan istithaah kesehatan sesuai kriteria. Untuk itu, diperlukan
upaya kesehatan untuk meningkatkan atau setidaknya mempertahankan status
kesehatan jemaah haji agar tetap memenuhi syarat istithaah kesehatan sampai
menjelang keberangkatan melalui pembinaan kesehatan haji. Pembinaan
kesehatan haji di masa keberangkatan adalah pembinaan yang dilakukan
kepada jemaah haji setelah jemaah haji melakukan pemeriksaan kesehatan
tahap kedua sampai keberangkatan.
Pembinaan kesehatan masa keberangkatan dilakukan pada jemaah haji yang
telah masuk dalam kuota keberangkatan tahun berjalan, artinya jemaah tersebut
sudah dipastikan akan berangkat, tentunya setelah memperoleh konfirmasi
keberangkatan dari Kementerian Agama dan telah melakukan pemeriksaan
kesehatan tahap kedua (sudah ditetapkan status istithaah kesehatannya).
Pembinaan kesehatan jemaah haji di masa keberangkatan meliputi
pengobatan (yang merupakan wujud early diagnostic and prompt treatment dan
7
disability limitation), konsultasi kesehatan oleh doktor penyelenggara
kesehatan haji, rujukan kepada fasilitas yang lebih tinggi, dan penanganan
rujukan balik.
Dalam rangka menjalankan program kegiatan pembinaan kesehatan haji
pada masa keberangkatan, dinas kesehatan kabupaten/kota melakukan kegiatan
secara terintegrasi dengan program promosi kesehatan, kesehatan keluarga,
kosehatan lingkungan, gizi masyarakat, pembinaan kebugaran jasmani,
pengendalian penyakit
8
C. Penetapan Istita’ah Kesehatan pada Jamaah Haji
Salah satu kegiatan penyelenggaraan kesehatan haji yang sangat penting dan
strategis adalah serangkaian upaya kegiatan melalui program pemeriksaan dan
pembinaan kesehatan haji agar terpenuhinya kondisi istitha’ah kesehatan
(kemampuan kesehatan jamaah haji untuk melakukan serangkaian aktivitas rukun
dan wajib haji). Penyelenggaraan kesehatan haji menuju istitha’ah diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) Nomor 15
Tahun 2016 tentang Istitha’ah Kesehatan Jamaah Haji.
9
D. Petugas Pelayanan Kesehatan Haji
Haji Badal amanah haji atau menghajikan orang lain yang telah dikategorikan
wajib haji (terutama dari segi ekonomi) tapi tidak mampu melakukannya sendiri
karena adanya halangan yang dilegalkan oleh syariat islam. Maka orang tersebut
dihajikan oleh orang lain sebagai pengganti dirinya untuk emlaksanakan ibadah
tersebut.3
3
Albab, U., & Al Ami, B. (2021). PERMASALAHAN PELAKSANAAN BADAL HAJI DI INDONESIA. Al-Ittihad: Jurnal
Pemikiran dan Hukum Islam, 7(2), 15-27.
4
Kemenag RI, Hasil Mudzakarah Perhajian Nasional Tentang Badal Haji, (Jakarta: Dirjen Kemenag RI, 2016), 5
10
(sejak di embarkasi dan sebelum pelaksanaan wukuf). juga bagi jemaah haji yang
udzur jasmani dan rohani (tidak dapat diharapkan kesembuhannya menurut medis,
sakit tergantung dengan alat dan gangguan jiwa), sehingga tidak dapat
melaksanakan wukuf di Arafah5.
Orang yang dibadalkan hajinya adalah orang yang memang tidak sanggup
untuk melakukan haji secara fisik. Jika masih sanggup secara fisik kemudian ada
yang membadalkannya, secara otomatis amalan tersebut ditolak. Hal ini
didasarkan pada pendapat Ibnu Qudamah dan Ibnul Mundzir dalam kitabnya (Al
Muhgni, 3:185) yang menyatakan, bahwa seorang muslim dengan kesanggupan
untuk melakukan hajinya sendiri, tidak sah jika digantikan oleh orang lain.
Tidak sah bagi seseorang untuk membadalkan haji bagi orang lain, sedangkan
dirinya sendiri belum pernah pergi haji. Hal ini berdasar hadits yang disampaikan
oleh Ibnu ‘Abbas RA. Hadist tersebut mengisahkan tentang perintah Rasulullah
untuk seorang yang sedang melaksanakan badal haji untuk Syabromah, sedangkan
dia sendiri belum pernah pergi haji. Maka Rasulullah memerintahkan dia untuk
melaksanakan haji untuk dirinya sendiri sebelum membadalkan haji untuk orang
lain.
Badal haji diperbolehkan pada dua kelompok, yaitu: al-ma’dlub dan al-mayyit
sebagaimana dijelaskan dalam uraian di bawah ini6:
a. Al-Ma’dlub,
5
Suin, Nurdin. Manasik Haji jelas dan Ringkas. (Padang: University Press, 2004)
6
Sulaiman bin Umar, Hasyiatul Jamal, Juz II, (Darl Fikr: Mesir, 1997), 388
11
maka menurut sebagian pendapat, dia boleh dibadal haji kan di saat
dia masih hidup.
b. Al-Mayyit
adalah haji yang tidak terlaksana atau tidak selesai karena yang
bersangkutan meninggal lebih dulu. Hal ini terbagi dalam 2 (dua)
macam, yaitu; Haji Wajib (haji Islam, haji nazar, dan haji wasiat)
dan Haji Sunnah.Terdapat beberapa pendapat di kalangan ulama
tentang yang berkewajiban haji dan meninggal sebelum
melaksanakannya.
. Dalam memandang hukum badal haji, ada perbedaan pendapat dalam kubu
ulama dengan menggunakan dasar hukum masing-masing yaitu :
- Ulama Maliki mengatakan makruh menyewa orang melaksanakan ibadah
haji
- Mazhab Syafi'i mengatakan boleh menghajikan orang lain jika mereka
yang tidak mampu melaksanakan ibadah haji karena tua atau sakit sehingga tidak
sanggup untuk bisa duduk di atas kendaraan.
- Ulama Hanafi mengatakan orang yang sakit atau kondisi badannya tidak
memungkinkan melaksanakan ibadah haji namun mempunyai harta atau biaya
untuk haji, maka ia wajib membayar orang lain untuk menghajikannya.
12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
13
kesehatan. Mereka merupakan warga negara Indonesia (WNI) berdomisili di Arab
Saudi yang akan mendukung tugas pelayanan kesehatan haji di Arab Saudi.
Badal Haji adalah kegiatan menghajikan orang yang telah meninggal (yang
belum haji) atau menghajikan orang yang sudah tak mampu melaksanakannnya
(secara fisik) disebabkan oleh suatu udzur, seperti sakit yang tak ada harapan untuk
sembuhPara fuqaha telah menyepakati bahwasanya pembidangan ilmu fiqh terbagi
menjadi dua, yakni fiqh ibadah dan fiqh muamalah.
14
DAFTAR PUSTAKA
Sulaiman, Rasid. Fiqih Islam. Bandung: Penerbit Sinar Baru Al-Gensindo. Hlm 247
https://www.merdeka.com/peristiwa/kemenkes-rekrut-1827-petugas-kesehatan-
haji.html
https://www.namira.travel/articles/ketentuan-badal-haji-yang-wajib-anda-penuhi
15