Anda di halaman 1dari 21

Kebijakan pemerintah tentang pelayanan kesehatan jamaah

1.1. Latar Belakang

lbadah haji merupakan ibadah yang sebagian besar berupa kegiatan fisik, dalam
waktu lama (lebih dari 30 hari) di negara Arab Saudi, dan berada pada lingkungan
yang berbeda dengan di lndonesia. Ibadah Haji adalah rukun Islam kelima yang
merupakan kewajiban sekali seumur hidup bagi setiap orang Islam yang mampu
menunaikannya. Ibadah haji disebut ibadah fisik karena dalam pelaksanaannya
memerlukan kesiapan fisik.

Pelayanan kesehatan Jamaah haji adalah pemeriksaan, perawatan, dan pemeliharaan


kesehatan calon jamaah haji agar tetap dalam keadaan sehat dan tidak menularkan
atau ketularan penyakit selama menjalankan ibadah haji tersebut dan sekembalinya
ketanah air.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan ibadah Haji dan


Umrah, mengamanatkan untuk menjamin penyelenggaraan ibadah haji dan umrah
bagi warga negara yang menunaikannya dengan memberikan pembinaan, pelayanan
dan pelindungan yang sebaik-baiknya. Pembinaan, pelayanan dan pelindungan
tersebut dilaksanakan melalui sistem dan manajemen penyelenggaraan yang baik,
agar pelaksanaan ibadah haji dapat berjalan dengan aman, tertib, lancar dan nyaman
sesuai ketentuan syariat. Salah satu unsur penting yang memberikan kontribusi pada
pencapaian tersebut adalah unsur kesehatan.

Agar pelaksanaan penyelenggaraan kesehatan haji di Arab Saudi dapat berjalan


dengan baik, perlu disusun petunjuk teknis sebagai acuan kerja pelaksanaan
penyelenggaraan kesehatan haji di Arab Saudi, bagi Petugas penyelenggara ibadah
haji Arab Saudi bidang kesehatan, tenaga kesehatan haji, dan tenaga pendukung
kesehatan.
2.1 DEFINISI KEBIJAKAN PEMERINTAH

2.1.1 Pengertian Kebijakan

Menurut James E. Anderson (Irfan Islamy, 2000: 17) mendefinisikan kebijakan itu adalah


serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh
seseorang pelaku sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu).

Sebuah kebijaksanaan dapat berwujud keputusan berupa Undang-Undang Dasar (UUD), dan
Program Pembangunan Nasional. Keputusan jabarannya berupa undangundang (UU) dan
Program Pembangunan Daerah disebut kebijakan. Bila UU disebut sebagai kebijaksanaan,
Peraturan Pemerintah (PP) dapat disebut kebijakan. Seterusnya bila PP dapat disebut
kebijaksanaan, dan Keputusan-Keputusan Menteri (Kepmen) dapat dinamakan kebijakan, dan
sebagainya.

Dengan kata lain definisi kebijakan oleh para ahli diatas diperoleh suatu pengertian umum
lebih lengkap mengenai kebijakan yaitu”suatu program kegiatan, nilai, taktik dan strategi
yang dipilih oleh seorang atau sekelompok orang dan dapat dilaksanakan serta berpengaruh
terhadap sejumlah besar orang dalam rangka mencapai tujuan tertentu”.

2.1.2 Pengertian Pemerintah.

Perkataan pemerintahan secara etimologis berasal dari kata”Pemerintah”. Sedangkan kata


pemerintah berasal dan kata”Perintah”. Perintah mempunyai pengertian menyuruh
melakukan sesuatu. Pemerintah adalah kekuasaan memerintah sesuatu negara (daerah negara)
atau badan yang tertinggi yang memerintah sesuatu Negara (seperti kabinet merupakan suatu
pemerintah). Kemudian pemerintahan adalah perbuatan (cara, hal , urusan dan sebagainya)
memerintah.

Menurut Mc Rae dan Wilde Mendefinisikan kebijakan pemerintahan sebagai”Serangkaian


tindakan yang dipilih oleh pemerintah yang mempunyai pengaruh penting terhadap sejumlah
besar orang”. Implikasi dari definisi ini bahwa kebijakan pemerintahan itu terdiri dari
berbagai kegiatan yang terangkai dan pilihan pemerintah dan berdampak terhadap banyak
orang. Jadi pilihan tindakan oleh pemerintah yang dampaknya hanya dirasakan seorang atau
sedikit orang saja, maka ia tidak dapat disebut sebagai kebijakan pemerintah.

Definisi kebijakan pemerintahan, Dengan demikian, secara umum muncul sebuah definisi
mengenai kebijakan pemerintahan adalah serangkaian tindakan yang dipilih dan dialokasikan
secara sah oleh pemerintah/negara kepada seluruh anggota masyarakat untuk memecahkan
masalah yang dihadapi guna mencapai tujuan tertentu demi kepentingan masyarakat
seluruhnya.

2.2 PELAYANAN KESEHATAN JAMAAH HAJI

2.2.1 Definisi Pelayanan

Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata
(tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat aktivitas interaksi antara konsumen dengan
karyawan atau hal – hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang
dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen/ pelanggan ( Gronroos, 1990: 27).

Pelayanan juga di artikan sebagai tindakan atau perbuatan seseorang atau organisasi untuk
memberikan kepuasan kepada pelanggan atau nasabah. Tindakan tersebut dapat dilakukan
melalui cara langsung melayani pelanggan. Tidak dipungkiri bahwa hampir semua jenis
produk yang ditawarkan memerlukan pelayanan dari karyawan perusahaan. Hanya saja
pelayan yang diberikan pelayanan yang diberikan terkadang berbentuk langsung atau tidak
langsung. Contohnya seperti biro perjalanan pariwisata (travel) pelanngan memerlukan
pelayanan scara langsung.

2.2.2. Definisi Kesehatan

Kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera sempurna yang lengkap meliputi:


kesehatan fisik, mental, dan sosial bukan semata – mata bebas dari penyakit atau
kelemahan, seseorang dengan kesehtan baiak adalah apabila seseorang mampu
produktif.

Istilah kesehatan menurut Undang – Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun


1992 tentang kesehtan Bab 1 Pasal 1 berbunyi : " Kesehatan adalah keadaan sejahtera
dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif scara
sosial dan ekonomi"( Subekti, 1990: 351).

2.2.3 Pelayanan Kesehatan Jamaah Haji

Pelayanan kesehatan merupakan serangkaian upaya pelayanan kesehatan yang bersifat


kontinum dan komprehensif dengan melaksanakan proses

pemeriksaan kesehatan terhadap jemaah haji sesuai standar agar jemaah haji dapat
melaksanakan ibadah haji dengan sebaik-baiknya. Pemeliharaan kesehatan sendiri merupakan
upaya menjaga kemandirian kesehatan jemaah haji dengan persiapan obat dan cara-cara
konsultasi kesehatan diperjalanan, asupan makanan dan gizi, konsultasi dan bimbingan
kesehatan.

Pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan terdiri dari pelayanan kesehatan di daerah


(pemeriksaan kesehatan sebelum keberangkatan/pra haji dan pada saat kepulangan/pasca
haji), pelayanan kesehatan di embarkasi dan debarkasi, pelayanan kesehatan selama
penerbangan, pelayanan kesehatan selama di Arab Saudi dan pelayanan kesehatan di
kelompok terbang. Pelayan kesehatan tersebut satu dengan yang lain merupakan proses
pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan komprehensif.
2.3 RUANG LINGKUP IBADAH HAJI

Ibadah Haji adalah rukun Islam kelima yang merupakan kewajiban sekali seumur hidup bagi
setiap orang Islam yang mampu menunaikannya. Ibadah haji disebut ibadah fisik karena
dalam pelaksanaannya memerlukan kesiapan fisik. Calon jemaah haji adalah warga negara
Indonesia yang beragama Islam dan telah mendaftarkan diri untuk menunaikan ibadah haji
sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Jemaah haji adalah warga negara Indonesia
yang beragama Islam dan telah berangkat untuk menunaikan ibadah haji di Arab Saudi sesuai
dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Pada pelaksanaan ibadah haji terdapat dua kegiatan
yang harus dipenuhi yaitu rukun haji dan wajib haji.

Rukun haji adalah serangkaian kegiatan yang harus dilakukan dan tidak dapat diganti dengan
denda, jika tidak dikerjakan maka ibadah hajinya tidak sah. Sedangkan wajib haji adalah
serangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji, jika tidak dikerjakan maka
hajinya tetap sah tetapi dikenakan denda. Setiap jemaah haji harus melaksanakan semua
rukun haji agar hajinya sah walau dalam keadaan apapun.

2.3.1 Pengertian Haji

Kata haji berasal dari akar kata ‫ حج – يحج – حجا‬yang artinya "menuju ke tempat
tertentu", sedangkan menurut bahasa Haji berarti mengunjungi Baitullah untuk melakukan
amalan tertentu meliputi wukuf, tawaf, sa'i, dan amalan lainya (Depag RI, 2003:4).

Haji adalah rukun Islam yang ke-lima, setelah syahadat, solat, zakat, dan puasa.
Menunaikan ibadah haji adalah bentuk ibadah tahunan yang dilaksanakan kaum muslim
sedunia yang mampu (materi, fisik, keilmuan) dengan berkunjung dan melaksanakan
beberapa kegiatan di beberapa tempat di Arab Saudi pada suatu waktu yang dikenal
sebagai musim haji (bulan Dzulhijjah).

Kemampuan yang harus dipenuhi untuk melaksanakan ibadah haji dapat


digolongkan ke dalam dua pengertian. Pertama kemampuan personal yang harus dipenuhi
oleh masing – masing individu yang antara lain meliputi kesehatan jasmani dan rohani,
kemampuan ekonomi yang cukup bagi dirinya maupun keluarga yang ditinggalkan, dan
didukung dengan pengetahuan agama khususnya tentang manasik haji. Kedua
kemampuan umum yang bersifat eksternal yang harus dipenuhi oleh lingkungan (negara
dan pemerintahan) mencangkup antara lain peraturan perundang – undangan yang
berlaku, keamanan dalam perjalanan, fasilitas akomodasi, transpotasi dan hubungan antar
negara – khususnya antara pemerintahan Indonesia dengan pemerintahan Kerajaan Arab
Saudi. Dengan terpenuhinya dua kemampuan tersebut, maka perjalanan untuk
menunaikan ibadah haji baru dapat terlaksana dengan baik dan lancar(Achmad Nidjam,
2006: 5).

2.5.2 Penyelenggaraan Ibadah Haji

Penyelenggaraan ibadah haji adalah serangkaian kegiatan berkelanjutan dalam pengelolaan


pelaksanaan ibadah haji yang terdiri dari pembinaan, pelayanan dan perlindungan jemaah haji
dengan menyediakan layanan administrasi, bimbingan ibadah haji, akomodasi, transportasi,
pelayanan kesehatan, dan hal-hal lain yang diperlukan oleh jemaah haji.

Ada beberapa syarat-syarat haji, antara lain :

1. Islam

2. Baligh (dewasa)

3. Berakal sehat

4. Merdeka (bukan budak)

5. Istitha‟ah (mampu) : Jasmani & rohani, Ekonomi , Keamanan.


2.3.2 Definisi Penyelenggaraan Kesehatan Haji

Penyelenggaraan kesehatan haji merupakan serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan haji


yang meliputi pemeriksaan kesehatan, bimbingan dan penyuluhan kesehatan haji, pelayanan
kesehatan, imunisasi, surveilans, Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) dan respon Kejadian Luar
Biasa (KLB),

penanggulangan KLB dan musibah massal, kesehatan lingkungan dan manajemen


penyelenggaraan kesehatan haji.

Penyelenggaraan kesehatan haji memiliki beberapat tujuan antara lain :

1. Meningkatkan kondisi kesehatan jemaah haji sebelum keberangkatan.

2. Menjaga agar jemaah haji dalam kondisi sehat selama menunaikan ibadah haji sampai
tiba kembali di tanah air.

3. Mencegah terjadinya transmisi penyakit menular yang mungkin terbawa keluar atau
terbawa masuk oleh jemaah haji.
2.3.3. Kebijakan Penyelenggaraan Kesehatan Haji

Kebijakan penyelenggaraan kesehatan haji meliputi :

1. Melaksanakan perekrutan tenaga kesehatan yang professional secara

transparan.

2. Meningkatkan kemampuan teknis medis petugas pemeriksa kesehatan jemaah haji di


tingkat Puskesmas dan Rumas Sakit.

3. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas dan Rumah Sakit dengan


menerapkan standar pelayanan bagi jemaah haji.

4. Melaksanakan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi jemaah haji di Puskesmas,


Rumah Sakit dan Embarkasi.

5. Melaksanakan pembinaan kesehatan sejak dini bagi jemaah haji risiko tinggi.

6. Memberikan vaksinasi meningitis meningokokus bagi jemaah haji dan

petugas.

7. Melaksanakan pelayanan kesehatan yang bermutu, cepat dan terjangkau bagi jemaah
haji selama menunaikan ibadah haji.

8. Mengembangkan sistem informasi manajemen kesehatan haji pada setiap jenjang


administrasi kesehatan.

9. Mengembangkan sistem kewaspadaan dini dan respon cepat KLB, bencana, serta
musibah missal.

2.3.4 Strategi Penyelenggaraan Kesehatan Haji

Strategi-strategi dalam penyelenggaraan kesehatan haji yaitu :

1. Meningkatkan kemampuan penyelenggaraan kesehatan haji yang didukung tenaga


professional.
2. Meningkatkan upaya pembinaan, pelayanan dan perlindungan kesehatan dengan
pendekatan manajemen risiko dan kemandirian jemaah haji.

3. Meningkatkan surveilans epidemiologi, SKD-respon KLB dan system informasi


manajemen kesehatan haji.

4. Memperkuat kemampuan pecegahan dan penanggulangan KLB dan musibah massal


dengan menekankan pengendalian faktor risiko, imunisasi dan kesiapsiagaan.

5. Meningkatkan mutu dan kecukupan sediaan farmasi, alat kesehatan dan

logistik kesehatan haji.

6. Mengembangkan kajian dan penelitian serta penerapan teknologi bagi


penyelenggaraan kesehatan haji.

7. Meningkatkan kerjasama dan kemitraan lintas program, sektor, pusat dan daerah,
bilateral dan multilateral dalam penyelenggaraan kesehatan haji.

2.3.5. Ruang Lingkup Kegiatan Kesehatan Haji

1. Bimbingan, penyuluhan dan pelayanan kesehatan.

2. Pengendalian faktor risiko kesehatan dan penyehatan lingkungan.

3. Promosi dan komunikasi publik.

4. Kajian dan penelitian.

5. Pencatatan, pelaporan dan sistem informasi manajemen kesehatan haji.

6. Pengelolaan sumber daya kesehatan.


2.4. PELAYANAN KESEHATAN JAMAAH HAJI

Pelayanan kesehatan Jamaah haji adalah pemeriksaan, perawatan, dan pemeliharaan


kesehatan calon jamaah haji agar tetap dalam keadaan sehat dan tidak menularkan atau
ketularan penyakit selama menjalankan ibadah haji tersebut dan sekembalinya ketanah air.
Pemeriksaan dan pembinaan kesehtan jamaah haji telah dimulai sejak dini, melalui
puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dengan melibatkan seluruh unsur petugas
kesehatan di daerah. Dengan mengetahui kondisi calon jamaah sejak dini, maka pembinaan
kesehatan dapat diarahkan untuk mengurangi atau menghilangkan penyakit yang di derita
sehingga pelaksanaan ibadah haji dapat terlaksana tanpa kendala penyakit.

Berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No. 15 Tahun 2016 Tentang
Istitha'ah Jamaah Haji, pemeriksaan kesehatan jamaah haji adalah rangkaian kegiatan
penilaian setatus kesehatan jamaah haji yang diselenggarakan secara komprensif.

Pemeriksaan kesehatan bagi calon haji selama di tanah air dilakukan dalam tiga tahap,
yaitu: tahap pertama, pemeriksaaan di puskesmas sebagai tindakan selektif terhadap calon
jamaah haji yang memenuhi salah satu persyaratan istitha'ah, yakni sehat lahir dan sehat
batin, yang dilakukan setelah pendaftaran haji dimulai dan sebagai syarat untuk
mendaftarkan diri.

Pemeriksaan tahap pertama dihasilkan diagnosis yang kemudian akan dikategorikan sesuai
tingkat resiko kesehatan, yaitu risiko kesehatan tinggi (risti) atau tidak risiko kesehatan
tinggi ( non – risti). Dalam pemeriksaan tahap peratama calon jama'ah haji belum di
tentukan istiha'ah kesehatanya. Tetapi hanya dikategorikan sebagai risti atau non risti.
Selain
diagnosis dan penetapan tingkat resiko kesehatan, hasil pemeriksaan tahap pertama juga akan
menghasilkan rekomendasi atau tindak kesehatan selanjutnya berupa pembinaan kesehatan
pada masa tunggu. Sebagai maninfestasi peran institusi kesehatan, maka seluruh calon
jama'ah haji harus mengikuti program pembinaan kesehatan di masa tunggu berdasarkan
hasil pemeriksaan ditahap pertama.

Pemeriksaan tahap pertama meliputi:

1. Amnesia

2. Pemeriksaan fisik

3. Pemeriksaan penunjang

4. Diagnosis

5. Penetapan tingkat risiko kesehatan

6. Rekomendasi/ saran/ rencana tindak lanjut

Tahap kedua, pemeriksaan di Dinas Kesehatan daerah dilakuan secara lebih teliti
dengan tenaga pemeriksa dan fasilitas yang lebih baik serta merupakan penentuan akhir
layak atau tidaknya calon jamaah haji berangkat ke Arab Saudi. Dalam pemeriksaan ini juga
dilakukan pemeriksaan tes kehamilan, vaksinasi meningitis meningokokus,pembinaan dan
penyuluhan kesehatan, pelayanan rujukan dan pengamatan penyakit. Pemeriksaan tahap
kedua dilaksanakan paling lambat tiga bulan sebelum keberangkatan hasil pemeriksaan tahap
kedua merupakan penetapan istitha'ah. Sebelum melakukan pemeriksaan kesehatan tahap
kedua tim penyelenggara kesehatan haji Kabupaten/Kota harus memperoleh data – data
sebagai berikut:

1. Calon jamaah haji telah diberikan program pembinaan di masa tunggu. Jika belum maka
kewajiban dari tim penyelenggara kesehatan untuk memberikan pembinaan sejak jamaah
datang untuk mekalukan pemeriksaan kesehatan.
2. Pemeriksaan kesehatan tahap kedua dilakukan sebelum pelunasan Biaya Penyelengaraan
Ibadah Haji(BPIH). Jamaah yang masuk dalam kuota tahun berjalan datang ke fasilitas
pelayanan kesehatan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan tahap kedua.
3. Jika ditemukan calon jamaah haji yang telah melakukan pelunasan BPIH sebelum
melakukan pemeriksaan tahap kedua, maka pihak institusi kesehatan Kabupaten/Kota
tetap harus melakukan pemeriksaan tahap kedua terhadap jamaah haji tersebut untuk
mendapatkan penetapan intitha'ah kesehatanya.

Pemeriksaan tahap kedua akan menentukan seseorang memenuhi syarat atau tidak
memenuhi syarat istitha'ah kesehatan. Komponen istithaah kesehatan dari
hasil pemeriksaan kesehatan tahap kedua didasarkan pada pertimbangan medik sebagai
berikut:

1. Jamaah haji dapat melakukan aktivitas fisik untuk menyelesaikan seluruh


rangkainan ibadah haji yang bersifat rukun dan wajib
2. Setatus kesehatan haji tidak akan memburuk oleh pengaruh prosesi ibadahnya dan
lingkungnya.
3. Kondisi kesehatan haji tidak menyebabkan gangguan kesehatan dan kenyamanan
bagi jamaah lainya
4. Kondisi kesehatan jamaah haji dan tindakan yang diperlukan tikak menggangu
lingkungan di sekitarnya.

Merujuk pada fiqih islam, bahwa istitha'ah adalah salah satu komponen dari syarat
wajib dalam melakukan ibadah haji. Oleh sebab itu hasil pemeriksaan tahap kedua
meggunakan nomorklatur "Menenuhi Syarat" atau tidak menenuhi syarat istitha'ah
kesehatan. Hehingga nomorklatur penetapan istitha'ah sebagai hasil akhir pemeriksaan
kesehatan tahap kedua sebagai berikut:

a. Memenuhi syarat istitha'ah kesehatan jamaah haji.

b. Memenuhi syarat istitha'ah kesehatan jamaah haji dengan pendamping .


c. Tidak memenuhi syarat kesehatan jamaah haji sementara
d. Tidak memenuhi syarat kesehatan jamaah haji.

Tahap ketiga, pemeriksaan di embarkasi dilakuan secara selektif, termasuk


kelengkapan dokumen kesehatan haji. Peneriksaan tahap kedua ini dilakukan untuk
nenetapkan setatus kesehatan jamaah haji laik terbang atau tidak laik terbang, merujik pada
standar keselamatan penerbangan internasional. Penetapan laik atau tidak laik terbang
merupakan wujud tanggung jawab pemerintah dalam dalam memberikan perlindungan
kesehatan kepada jamaah haji karena tidak semua kondisi kesehatan atau penyakit tertentu
dapat dinyatakan aman bagi calon jamaah haji dan/atau jamah laianya selama perjalanan di
dalam pesawat dan di Arab Saudi.
Jamaah yang ditetapkan tidak laik terbang merupakan haji yang tidak menenuhi
standar keselamatan penerbangan internasional dan atau peraturan kesehatan internasional.
Sudah menjadi tugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPHI) Embarkasi bidang kesehatan
menetapkan seorang jamaah haji memenuhi kireteria laik atau tidak laik terbang ( Juklis
Premenkes No. 15 tahun 2016, 2017 : 11).

Pembinaan kesehatan colon jamaah haji dilakuan secara terus menerus sampai saat
keberangkatan, yang meliputi aspek kesehatan umum, gizi keluaraga berencana, dan
menstruasi yang dikaitkan dengan ibadah haji, kesamaptaan dan aklimatisai, sehingga calon
jamaah haji dapat melakukan seluruh rangkaian perjalaan dan ibadah haji dengan kesehatan
yang optimal. Di samping pembinaaan kesehatan, disediakan pula obat – obatan dan alat
kesehatan yang memadahi sejak di Embarkasi (Achmad Nidjam, 2006:

98).

Pembinaan calon jamaah haji dibagi menjadi dua yaitu pembinaan kesehatan di masa
tunggu dan pembinaan kesehatan masa keberangkatan. Pembinaan kesehatan di masa tunggu
dimaksudkan agar tingkat resiko kesehatan jamaah haji dapat ditingkatkan menuju istithaah.
Pembinaan di masa tunggu menjadi hal yang penting karena melibatkan banyak program
kesehatan baik di puskesmas maupun di masyarakat. Pembinaan di masa tunggu adalah
proses pembinaan kesehatan yang dilakukan sejak jamaah haji melakukan pemeriksaan tahap
pertama ketika mendaftar haji. Seluruh jamaah baik risti maupun non risti yang sudah
mendaftar haji wajib melakukan pembinaan kesehatan.

Untuk memperkuat kegiatan pembinaan kesehatan haji di masa tunggu, Dinas


Kesehatan Kabupaten maupun Kota perlu melakukan kegiatan tersebut secara terintegrasi
dengan program promosi kesehatan, kesehatan keluarga, kesehatan lingkungan, gizi,
masyarakat, pembinaan kebugaran jasmani, pengendalian penyakit tidak menular,
pengendalian penyakit menular, kesehatan tradisional, kesehatan jiwa, dan surveilans.
Puskesmas yang telah melakukan pemeriksaan kesehatan tahap pertama harus melakukan
pembinaan kesehatan terhadap jamaah haji dengan melibatkan program – program tersebut.
Untuk saat ini telah di sepakati pembinaan di masa tunggu difokuskan kepada jamaah haji
yang akan berangkat dengan estimasi 2 tahun.

Pembinaan kesehatan masa keberangkatan adalah pembinaan yang dilakukan kepada


jamaah haji setalah jamaah haji melakukan pemeriksaan tahap kedua sampai dengan
keberngkatan. Pembinaan kesehatan masa keberangkatan dilakukan pada jamaah haji yang
telah masuk kuota keberangkatan yang akan berjalan, artinya jamaah telah di pastikan akan
berangkat, tentunya setelah memperoleh konfirmasi keberangkatan oleh Kementrian Agama
dan telah melakukan pemeriksaan tahap kedua(sudah ditetapkan status istiha'ahnya) ( Juklis
Premenkes No. 15 tahun 2016, 2017 : 31).

Berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No. 15 Tahun 2016 Tentang
Istitha'ah Jamaah Haji, pembinaan istitha'ah kesehatan haji adalah serangkaian kegiatan
terpadu, terencana, tersetruktur dan terukur, diawali dengan pemeriksaan kesehatan pada saat
mendaftar menjadi jamaah haji sampai masa keberngkatan ke Arab Saudi.

2.5 KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI PELAYANAN KESEHATAN


JAMAAH HAJI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN


2021 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN KESEHATAN HAJI DI
ARAB SAUDI.

Memutuskan Menetapkan : Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Petunjuk Teknis


Penyelenggaraan Kesehatan Haji Di Arab Saudi.

Pasal 1

(1) Penyelenggaraan kesehatan haji di Arab Saudi merupakan


bagian dari penyelenggaraan haji secara umum.
(2) Penyelenggaraan kesehatan haji di Arab Saudi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pembinaan,
pelayanan, dan pelindungan kesehatan dalam
penyelenggaraan ibadah haji di Arab Saudi.
(3) Pembinaan, pelayanan, dan pelindungan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui:
a. upaya promotif preventif;

b. pelayanan kuratif rehabilitatif;


c. pelayanan visitasi, safari wukuf, dan evakuasi
tanazul;
d. upaya emergency gerak cepat;

e. penyelenggaraan sanitasi;

f. pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan;

g. penanggulangan penyakit menular bagi petugas dan


jemaah haji; dan
h. kegiatan lain yang diperlukan dalam menunjang
penyelenggaraan kesehatan haji di Arab Saudi.
(4) Kegiatan lain yang diperlukan dalam menunjang
penyelenggaraan kesehatan haji sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf h meliputi penyelenggaraan surveilans,
pengelolaan barang milik negara, dan kegiatan lain sesuai
kebutuhan.
(5) Pembinaan, pelayanan, dan pelindungan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan pada
fasilitas pelayanan kesehatan haji di daerah kerja Mekkah,
Madinah, dan Bandara.

Pasal 2

Dalam rangka mengoptimalkan penyelenggaraan kesehatan haji


di Arab Saudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, ditetapkan
strategi penyelenggaraan, yang meliputi:
a. penguatan pembinaan kesehatan melalui upaya promotif
dan preventif dengan tetap meningkatkan pelayanan kuratif
dan rehabilitatif;

b. penguatan fungsi pelayanan melalui mobilisasi Petugas


Penyelenggara Ibadah Haji Arab Saudi bidang Kesehatan
dan Tenaga Kesehatan Haji sesuai situasi dan kondisi;
c. penguatan pelayanan kesehatan di Arafah, Muzdalifah, dan
Mina;
d. penguatan sistem komunikasi dan informasi antar daerah
kerja;
e. penguatan koordinasi antar petugas penyelenggara
kesehatan haji melalui pelaksanaan kegiatan yang
terintegrasi; dan
f. penguatan pelindungan kesehatan dalam pelayanan
bergerak, safari wukuf, tanazul jemaah haji sakit, serta
pelayanan kesehatan jemaah haji sakit di Arab Saudi pasca
operasional.

Pasal 3

Dalam penyelenggaraan kesehatan haji di Arab Saudi dibutuhkan


dukungan:
a. manajerial operasional kesehatan haji; dan

b. ketersediaan sarana prasarana, obat, dan perbekalan


kesehatan.

Pasal 4

(1) Dukungan manajerial operasional kesehatan haji


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dilaksanakan
melalui pengorganisasian yang memenuhi prinsip
koordinasi dan kolaborasi, baik dalam persiapan maupun
pelaksanaan.
(2) Pengorganisasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari unsur Petugas Penyelenggara Ibadah Haji Arab
Saudi bidang Kesehatan, Tenaga Kesehatan Haji, dan
Tenaga Pendukung Kesehatan.
(3) Petugas Penyelenggara Ibadah Haji Arab Saudi bidang
Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
melaksanakan tugas pembinaan, pelayanan, dan
pelindungan kesehatan pada jemaah haji selama dan pasca
operasional kesehatan haji di Arab Saudi.
(4) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Petugas Penyelenggara Ibadah Haji Arab Saudi
bidang Kesehatan berkoordinasi dengan Petugas
Penyelenggara Ibadah Haji Arab Saudi yang dibentuk di
bawah koordinasi Kementerian Agama.
(5) Petugas Penyelenggara Ibadah Haji Arab Saudi bidang
Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri
atas:
a. sekretariat;

b. kepala satuan tugas; dan

c. kepala kesehatan daerah kerja, yang membawahi klinik


kesehatan haji, sektor, dan/atau pos kesehatan.
(6) Pada masing-masing klinik kesehatan haji sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) huruf c, dapat ditetapkan
koordinator dan penanggung jawab dalam pelaksanaan
pembinaan, pelayanan, dan pelindungan kesehatan jemaah
haji, sesuai dengan kebutuhan.
(7) Tenaga Kesehatan Haji sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) merupakan tenaga yang dibutuhkan untuk
melaksanakan fungsi pembinaan, pelayanan, dan
pelindungan kesehatan kepada jemaah haji di kloter.
(8) Tenaga Pendukung Kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) merupakan tenaga yang dibutuhkan untuk
melaksanakan fungsi dukungan operasional
penyelenggaraan kesehatan haji di Arab Saudi.

Pasal 5

(1) Dukungan ketersediaan sarana prasarana, obat, dan


perbekalan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
huruf b dilakukan melalui kegiatan penyediaan sarana
prasarana, obat, dan perbekalan kesehatan.
(2) Penyediaan sarana prasarana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai pengadaan barang milik
negara dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku di
Arab Saudi.

(3) Penyediaan obat dan perbekalan kesehatan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka menjamin
ketersediaan, dengan mempertimbangkan kebutuhan dalam
penyelenggaraan kesehatan haji.
(4) Dalam kondisi tertentu, untuk menjamin ketersediaan obat
dan perbekalan kesehatan, pengadaan obat dan perbekalan
kesehatan dapat dilakukan di Arab Saudi.

Pasal 6

Penyelenggaraan kesehatan haji di Arab Saudi dilaksanakan


sesuai dengan Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Kesehatan Haji
di Arab Saudi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.

Pasal 7

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan ibadah
Haji dan Umrah, mengamanatkan untuk menjamin penyelenggaraan ibadah
haji dan umrah bagi warga negara yang menunaikannya dengan memberikan
pembinaan, pelayanan dan pelindungan yang sebaik-baiknya. Pembinaan,
pelayanan dan pelindungan tersebut dilaksanakan melalui sistem dan
manajemen penyelenggaraan yang baik, agar pelaksanaan ibadah haji dapat
berjalan dengan aman, tertib, lancar dan nyaman sesuai ketentuan syariat. Salah
satu unsur penting yang memberikan kontribusi pada pencapaian tersebut
adalah unsur kesehatan.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan
bahwa upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan
pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan
secara terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan yang pada prinsipnya tidak
bertentangan dengan upaya pembinaan, pelayanan dan pelindungan kesehatan
Jemaah Haji. Agar upaya tersebut dapat terlaksana dengan baik, diperlukan
persiapan sumber daya kesehatan secara baik dan tepat. Salah satu sumber daya
kesehatan yang harus dipersiapkan pada penyelenggaraan kesehatan haji di
Arab Saudi adalah sumber daya manusia kesehatan.
Agar pelaksanaan penyelenggaraan kesehatan haji di Arab Saudi dapat
berjalan dengan baik, perlu disusun petunjuk teknis sebagai acuan kerja
pelaksanaan penyelenggaraan kesehatan haji di Arab Saudi, bagi Petugas
penyelenggara ibadah haji Arab Saudi bidang kesehatan, tenaga kesehatan haji,
dan tenaga pendukung kesehatan.

Penyelenggaraan Kesehatan Haji di Arab Saudi merupakan rangkaian


kegiatan yang meliputi pembinaan, pelayanan, dan pelindungan kesehatan
dalam penyelenggaraan ibadah haji di Arab Saudi yang kegiatannya meliputi:
1. upaya promotif preventif;

2. pelayanan kuratif rehabilitatif;

3. pelayanan safari wukuf, visitasi, dan tanazul dan evakuasi;

4. upaya emergency gerak cepat;

5. penyelenggaraan sanitasi;

6. pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan;

7. penanggulangan penyakit menular bagi petugas dan Jemaah Haji; dan

8. kegiatan lain yang diperlukan dalam menunjang penyelenggaraan


kesehatan haji di Arab Saudi.

BAB III
Penutup

3.1 KESIMPULAN
Ibadah Haji adalah rukun Islam kelima yang merupakan kewajiban sekali
seumur hidup bagi setiap orang Islam yang mampu menunaikannya. Ibadah haji
disebut ibadah fisik karena dalam pelaksanaannya memerlukan kesiapan fisik.

Pelayanan kesehatan Jamaah haji adalah pemeriksaan, perawatan, dan


pemeliharaan kesehatan calon jamaah haji agar tetap dalam keadaan sehat dan
tidak menularkan atau ketularan penyakit selama menjalankan ibadah haji
tersebut dan sekembalinya ketanah air.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan ibadah Haji dan


Umrah, mengamanatkan untuk menjamin penyelenggaraan ibadah haji dan
umrah bagi warga negara yang menunaikannya dengan memberikan pembinaan,
pelayanan dan pelindungan yang sebaik-baiknya.

Kebijakan Pemerintah Mengenai Pelayanan Kesehatan Jamaah Haji pada


Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2021 Tentang
Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Kesehatan Haji Di Arab Saudi.

Agar pelaksanaan penyelenggaraan kesehatan haji di Arab Saudi dapat berjalan


dengan baik, dengan adanya tersusun petunjuk teknis sebagai acuan kerja
pelaksanaan penyelenggaraan kesehatan haji di Arab Saudi, bagi Petugas
penyelenggara ibadah haji Arab Saudi bidang kesehatan, tenaga kesehatan haji,
dan tenaga pendukung kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai