Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN SMALL GROUP DISCUSSION LBM IV

BLOK MEDICOLEGAL

DISUSUN OLEH :

Dwik Putra Nickontara (018.06.0048)

Tutor : dr. Dina Qurratu Ainin, MHPE

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat- Nya kami dapat
melaksanakan dan menyusun laporan LBM IV. Laporan ini kami susun untuk memenuhi
persyaratan sebagai syarat nilai SGD (Small Group Discussion). Dalam penyusunan laporan ini,
kami mendapat banyak bantuan, masukan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk
itu, melalui kesempatan ini kami menyampaikan terimakasih kepada:
1. dr. Dina Qurratu Ainin, MHPE selaku tutor dan fasilitator SGD (Small Group
Discussion) kelompok kami.
2. Bapak/Ibu Dosen Universitas Islam Al-Azhar yang telah memberikan masukan terkait
makalah yang penulis buat.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna dan perlu pendalaman lebih lanjut.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi kesempurnaan
laporan ini. Kami berharap semoga laporan ini dapatbermanfaat bagi berbagai pihak.

Mataram, 2 Desember 2023


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................


DAFTAR ISI................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................
1.1 Skenario LBM IV ..........................................................................................................
1.2 Deskripsi Masalah .........................................................................................................
BAB II ..........................................................................................................................................
PEMBAHASAN ..........................................................................................................................
2.1 Pembahasan Deskripsi Masalah ....................................................................................
2.2 Pembahasan Learning Issues .........................................................................................
1. Intoksikasi Alkolhol ......................................................................................................
2. Tanda dan Gejala Intoksikasi ........................................................................................
3. Perbedaan akibat meninggal dibunuh dan kecelakaan ..................................................
4. Pemeriksaan Penunjang.................................................................................................
5. Pemriksaan Toksilogi ...................................................................................................
6. Penanganan Sampel.......................................................................................................
7. Aspek Medikolegal ......................................................................................................
8. Prosedur Medikolegal ...................................................................................................
BAB III ........................................................................................................................................
KESIMPULAN ............................................................................................................................
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Skenario LBM I


Laki-laki Kecelakaan atau Dibunuh?
Seorang laki-laki ditemukan meninggal dalam posisi tertelungkup dipinggir jalan raya. Diduga
laki-laki tersebut jatuh dari motor karena berkendara dalam keadaan mabuk. Menurut pengakuan
adik korban, korban sering minum dan mabuk-mabukkan di desa sebelah. Korban malam itu
ditelepon oleh temannya untuk datang minum-minum dan temannya mengatakan ad acara meracik
alcohol dengan obat-obatan tertentu untuk mendapatkan efek yang lebih kuat dan akan mereka
coba malam itu. Menurut teman korban, korban memasukkan obat tersebut dalam alcohol terlalu
banyak, padahal sudah diingatkan harus sesuai takaran tapi korban jumawa dan tidak
menghiraukan peringatan temannya. Setelah meminum racikan tersebut korban merasa sangat
mabuk dan perutnya terasa tidak nyaman sehingga korban pulang lebih awal. untuk memastikan
penyebab pasti dari kematian korban, pihak keluarga meminta untuk dilakukan pemeriksaan
forensic. Pada pemeriksaan luar ditemukan luka lecet pada sekujur tubuh yaitu : lengan kiri, tangan
kanan, lutut kanan serta ditemukan luka memar pada kepala pelipis kanan, pipi kanan dan terab
derik tulang. Didapatkan tanda-tanda kematian seperti lebam mayat pada dada, wajah sebelah pipi
kanan, warna merah dan hilang pada penekanan, disertai kaku mayat pada persendian tangan yang
susah dilawan. Dokter juga mengusulkan untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan kepada korban.
Gambar
1.2 Deskripsi Masalah
Dari skenario tersebut, diketahui bahwa pasien laki-laki ditemukan meninggal dalam posisi
telungkup di jalan raya. Setelah dilakukan pemeriksaan luar, ditemukan luka lecet pada
lengan kiri, tangan kanan, lutut kanan serta ditemukan luka memar pada pelipis kanan, pipi
kanan dan teraba derik tulang. Didapatkan Tanda kematian seperti lebam mayat pada dada,
wajah sebelah pipi kanan, warna merah dan hilang pada penekanan, disertai dengan kaku
mayat pada persendian tangan yang susah dilawan juga ditemukan pada pasien.
Maka dari itu perlu diketahui diperkirakan dari penyebab dari analisis scenario diketahui
pasien ini mengalami intoksikasi alcohol dikarenakan hilangnya kesadaran akibat dari ramuan
obat yang ditemukan dan dicampurkan dengan alcohol, sehingga ini mengganggu proses dari
pengubahan oksigen menjadi energi sehingga banyak dihasilkan asetildehid yang nanti akan
ditemukan pada korban intoksikasi adalah asfiksia (Sianosis) daerah bibir dan tangan
daripada korban.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pembahasan Deskripsi Masalah


1. Perkiraan kematian jenazah pada scenario.
Diketahui bahwa jenazah memiliki lebam mayat dan kaku mayat, Lebam mayat
terdapat pada dada dan wajah sebelah pipi kiri yang sesuai dengan posisi saat ditemukannya
korban yaitu posisi tertelungkup. Lebam mayat timbul karena adanya sel darah merah yang
berkumpul di pembuluh darah kapiler akibat jantung yang berhenti memompa darah.
Kumpulan sel darah merah ini akan membuat bagian bawah kulit berwarna biru keunguan
yang akan tampak 20-30 menit setelah kematian dan akan menetap setelah 12 jam kematian.
Kemudia, kaku mayat akan timbul karena cadangan glikogen pada otot sudah habis sehingga
ADP tidak dapat diubah lagi menjadi ATP dan menyebabkan aktin myosin menggumpal
sehingga timbul kekakuan pada otot. Kaku mayat terdiri dari fase relaksasi yaitu belum
terdapat kaku mayat karena masih terdapat glikogen dalam otot. Fase ini berlangsung selama
kurang lebih dua jam. Setelah itu, dilanjutkan dengan fase kaku mayat selama 2-12 jam
setelah kematian. Yaitu terdapat kaku mayat yang belum sempurna dan masih dapat
digerakkan. Dan fase terakhir yaitu fase relaksasi sekunder yang timbul setelah lebih dari 24
jam kematian yang ditandai dengan kaku mayat sudah sempurna (Rustyadi et al., 2017)
Berdasarkan data pada skenario, lebam mayat tidak dijelaskan apakah dapat hilang
dengan penekanan atau tidak. Tetapi pada kaku mayat, dijelaskan bahwa kaku mayat pada
jenazah sulit dilawan. Karena dinyatakan sulit dilawan, maka kemungkinan korban
meninggal dalam 12 jam sampai kurang dari 24 jam sebelum pemeriksaan.
2. Penyebab kematian pada jenazah
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan sesuai skenario didapatkan adanya luka
lecet pada lengan kiri, tangan kanan, lutut kanan dan luka memar pada pelipis kanan, pipi
kanan dan terab derik tulang. Selain itu ditemukan juga adanya lebam mayat pada dada, wajah
dan pipi kiri disertai dengan kaku mayat yang susah dilawan. Dari kondisi yang dipaparkan
tersebut kemungkinan penyebab pasien meninggal yakni dikarenakan adanya intoksikasi
alcohol ata kemungkinan karena adanya pembunuuhan berencana, ini dicurigai karena adanya
riwayat korban dengan teman korban yang sebelumny bercena untuk minum di kampung
sebelah sehingga ini menjadi persepsi adanya rencana pembunhan dengan berbagai motif
pembunuhan, yang kedua adalah adanya intoksikasi dari alcohol, mungkin ini bisa
disebabkan karena adanya kelaianan dari organ dari yang sudah lama terpara oleh alcohol
sehingga ini akan menjadikan organ tersebut rusak dan akan berkaibat dari perubahan oksigen
ke energi sehingga tanda dari seorang yang mati karena intoksikasi ada asfiksia (Sianosis)
pada daerah mukosa mulut dan pada jari korban yang mengalami asfiksia. (Alfanie, et al,
2020).

2.2 Pembahasan Learning Issues


1. Intoksikasi Alkohol
Seseorang dikatakan mengalami intoksikasi alkohol apabila jumlah alkohol yang
dikonsumsi melebihi toleransi individu dan menimbulkan gangguan fisik dan mental. Takaran
alkohol untuk menimbulkan gejala keracunan bervariasi begantung dari kebiasaan minum dan
sensitifitas genetik perorangan. Umumnya 35 gram alkohol menyebabkan penurunan kemapuan
untuk menduga jarak dan kecepatan serta menimbulkan euphoria. Alkohol sebanyak 75-80 gram
akan menimbulkan gejala keracunan akut dan 250-500 gram alkohol dapat merupakan takaran fatal
(Alfanie, et al, 2020).
Intoksikasi alkohol kronik adalah hasil dari konsumsi cairan yang mengandung etanol
secara reguler. Merupakan faktor utama yang bertanggungjawab terhadap ketergantungan alkohol
dan perilaku adiktif. Proses biokimia dan neurologi pada SSP, yang menandakan awal
ketergantungan alkohol, berkaitan dengan intensitas dari metabolisme etanol dan mono amin.
Produk dari metabolisme alkohol yang lebih toksik adelah asetaldehid. Ini penting karena
asetaldehid dapat berinterkasi dengan monoamin dan bisa menjadi jalur dalam sintesis dopamin
sendogen dan oleh karena itu mempengaruhi aktivitas neurotransmiter monoaminergik di otak
(Alfanie, et al, 2020).
2. Tanda dan Gejala Intoksikasi
Penggunaan alkohol pada seseorang yang tidak ketergantungan alkohol, tidak minum obat
dan dalam kondisi jasmani yang sehat, alkohol mengurangi risiko untuk menderita penyakit jantung
koroner. Bila alkohol diminum dalam jumlah yang layak, perubahan-perubahanpatologik yang
mungkin terjadi masih bersifat revensibel. Sebaliknya, bila alkoholdisalahgunakan, dapat
menimbulkan berbagai gangguan kesehatan fisik seperti yang sudah disebutkan sebelumnya,
termasuk gangguan pada susunan saraf pusat, serta menimbulkan ketergantungan fisik dengan
segala akibatnya. pada pemakaian alkohol yang lama, teratur, dandalam jumlah banyak, dapat
timbul ketergantungan, baik fisik maupun psikis (Yudianti,2020).
Toleransi farmakodinamik pada pemakaian alkohol yang berlebihan dapat terjadi
intoksifikasi alkohol dengan gejala muka merah, gangguan koordinasi motorik, jalannya tak stabil,
bicara cadel, pelo), nistagmus, perubahan pada alam perasaan, mudah tersinggung, banyak bicara,
dan gangguan dalam memusatkan perhatian. Pada beberapa orang dapat dijumpai intoksikasi
idiosinkratik alkohol, yaitu timbul gejala intoksikasi walaupun ia hanya minum alkohol dalam
jumlah yang pada kebanyakan orang tidak akan menimbulkan intoksikasi (Yudianti,2020).
3. Perbedaan meninggal akibat dibunuh dan kecelakaan
Berdasarkan referensi yang didapat, berikut merupakan perbedaan kematian akibat
dibunuh dan juga kematian akibat kecelakaan. Pada korban pembunuhan, lokasi luka mungkin
terdapat di area leher, kepala, dan dada. Selain itu, kemungkinan terdapat luka tembak, luka
tusuk, jejas jerat, atau luka trauma tajam lainnya, serta cadaveric spasme yang merupakan
bentuk perlawanan ketika dilakukan tindakankekerasan (Silaban, 2018). Pada kasus korban
meninggal akibat kecelakaan, luka yang didapatkan berupa trauma multiple yaitu trauma atau
cedera yang terdapat di beberapa bagian tubuh seperti leher, dada, perut, panggul, dan
ekstermitas. Selain itu pada korban kecelakaan lalu lintas dari seorang pejalan kaki, dapat
diklasifikasikan menjadi tiga jenis (Silaban, 2018). Penjelasannya yaitu sebagai berikut :
a. Primary impact injuries
Merupakan keadaan ketika kendaraan menabrak korban untuk pertama kalinya. Luka
yang timbul dapat digunakan untuk identifikasi jenis kendaraan yang menabrak. Bentuk
kendaraan yang menabrak korban juga mungkin akan terbentukpada tubuh korban.
b. Secondary impact injuries
Keadaan ini timbul saat adanya tabrakan kedua dari kendaraan dan tubuh korban.
Apabila kendaraan tetap bergerak, tubuh korban kemungkinan akan terlindas oleh ban
kendaraan sehingga menimbulkan tanda atau bekas ban. Luka yang paling sering timbul
yaitu luka robek.
c. Secondary injuries
Merupakan keadaan ketika korban telah jatuh saat ditabrak oleh kendaraan dan terjadi
pergesekan atau tubrukan dengan tanah. Hasil pemeriksaan yang mungkin didapatkan yaitu
adanya luka yang disertai dengan pasir, tanah, atau kerikil.
Untuk lebih jelas, berikut merupakan table perbedaan dari kasus pembunuhan dan kecelakaan :
Tabel 2. Perbedaan antara meninggal pembunuhan dengan kecelakaan
Pembeda Pembunuhan Kecelakaan
Jumlah luka banyak Satu atau banyak (trauma multiple)
Letak luka Bagian tubuh yang vital Di bagian tubuh yang menonjol dan
seperti kepala, dada, dan mudah mengalami luka ketika
abdomen kecelakaan
Arah luka Tidak tentu Tidak tentu
Tingkat Sangat parah Bervariasi
keparahan
Luka lainnya Kemungkinan ada Berkaitan dengan kecelakaan
karena adanyaperlawanan

Pakaian Secara umum, pakaian Pakasian rusak dan kotor


akan tampak rusak
Alat penyebab Tidak ada di Kemungkinan masih ada di sekitar
luka sekitar korban
korban
4. Pemeriksaan Penunjang sesuai scenario
Penyebab kematian laki-laki pada skenario belum dapat ditentukan karenadata
dari skenario belum cukup untuk memastikan korban tersebut mengalami kecelakaan atau
pembunuha. Selain itu, mesih terdapat banyak kemungkinan- kemungkinan penyebab
kematian pada laki-laki tersebut, seperti keracunan, menabrak kendaraan, tertabrak
kendaraan, atau memang dipengaruhi oleh penyakit yang dialaminya. Sehingga, untuk
memastikan penyebab kematian, berikut merupakan pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan pada korban atau jenzah di skenario :
 Pemeriksaan Post Mortem
Pada toksikologi postmortal sampel yang sering digunakan adalah darah dan substansi
yang paling sering diusut adalah alkohol. Rincian teknik dan prosedur dalamn mengukur
kadar etanol dalam darah dan cairan tubuh jenazah sama dengan cara mengukur kadar
etanol pada tubuh hidup. Pada otopsi dapat ditemukan beberapa kesulitan seperti
berkurangnya homogenisitas sampel darah, produksi alkohol mikroba postmortem, difusi
alkohol dari residu gaster dan saluran nafas, minimalnya informasi klinis seseorang
sebelum meninggal. Di sisi lain, otopsi memberikan banyak keuntungan sehingga sampel
berupa cairan tubuh dan jaringan mudah diakses, tidak seperti pada yang masih hidup.
Sampel yang digunakan adalah darah dari banyak situs vaskularisasi, cairan vitrus mata,
isi lambung, hematoma, empedu, otak, otot skelet, cairan serebrospinal, dan hati. Terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi kadar etanol dalam tubuh, seperti trauma, nutrisi,
metabolism serotonin, dan mikroorganisme. (Rustyadi et al., 2017).
 Pemeriksaan Luar
Korban mati akibat keracunan umumnya dapat dibagi menjadi dua golongan, yang sejak
semula sudah dicurigai kematian akibat keracunan dan kasus yang sampai saat sebelum autopsi
dilakukan, belum ada kecurigaan terhadap kemungkinan keracunan. Harus dipikirkan
kemungkinan kematian akibat keracunan bila pada pemeriksaan setempat (scene investigation)
terdapat kecurigaan akan keracunan. Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan perlu
dilakukan beberapa pemeriksaan penting, yaitu (Yudianti,2020) :
- Segera. Pemeriksa harus segera berada di samping mayat dan harus menekan dada mayat dan
menentukan apakah ada suatu bau yang tidak biasa keluar dari lubang hidung dan mulut.
- Bau. Dari bau yang tercium dapat diperoleh petunjuk racun yang kiranya ditelan oleh korban.
Segera setelah pemeriksa berada di samping mayat ia harus menekan dada mayat untuk
menentukan apakah ada suatu bau yang tidak bisa keluar dari lubang-lubang hidung dan mulut.
Pada orang hidup, bau alkohol yang keluar dari udara pernapasan merupakan petunjuk awal.
- Pakaian. Pada pakaian dapat ditemukkan bercak-bercak yang disebabkan tercecernya racun
yang ditelan atau oleh muntahan.
-
- Kaku mayat. Pada keracunan alkohol didapatkan kaku mayat dan pembusukan lebuih lambat
terjadi. Mayat penderita bisa bertahan lama.
- Konjungtiva. Pada keracunan alkohol akut didapatkan kongesti pada konjungtiva sangat jelas.
 Pemeriksaan Dalam
Segera setelah rongga dada dan perut dibuka, tentukan apakah terdapat bau yang tidak
biasa (bau racun). Bila pada pemeriksaan luar tidak tercium bau racun maka sebaiknya rongga
tengkorak dibuka terlebih dahulu, agar bau vicera perut tidak menyelubungi bau tersebut, terutama
bila dicurigai adalah sianida. Bau sianida, alkohol, kloroform, dan eter akan tercium paling kuat
pada rongga tengkorak. Perhatikan warna darah. Bila terjadi keracunan yang cepat menimbuilkan
kematian, misalnya sianida, alkohol, kloroform maka darah dalam jantung dan pembuluh darah
besar tetap cair dan tidak terdapat bekuan darah (Widowati, et al, 2021).
Pada keracunan alkohol akut, akan ditemukan pada pemeriksaan dalam tanda-tanda
sebagai berikut (Widowati, et al, 2021) :
- Bau alkohol berupa bau asetat yang bisa tercium dari isi lambung dan organ tubuh lainnya.
- Dinding lambung hiperemis, berwarna merah dan isi lambung berwarna coklat.
- Organ tubuh lainnya mengalami kongesti.
- Edema otak sangat jelas terlihat dari jarak antara girus otak yang semakin sempit dan pelebaran
pembuluh darah otak dan selaput otak, degenerasi bengkak keruh pada bagian parenkim organ
dan inflamasi mukosa saluran cerna.
- Cairan urine dan vitreous adalah yang memiliki penyerapan terlambat dari bakteri postmortem.
Oleh karena itu, kedua cairan ini biasanya tidak mengandung etanol walaupun kadar etanol
adalm darah positif. Karenanya, jika etanol terdeteksi didalam darah tetapi tidak terdeteksi
diurine dan cairan vitreous mengindikasikan bahwa telah terjadi sintesis etanol postmortem.
Akan tetapi, etanol di dalam urine dapat muncul pada keadaan infeksi traktus urinarius karena
candida atau organisme lain.
- Pada orang mati tidak ditemukan tanda yang khas. Mungkin ditemukan tanda-tanda seperti
asfiksia. Seluruh organ menunjukkan tanda perbendungan, warna darah bisa lebih encer atau
gelap. Mukosa lambung menunjukkan tanda perbendungan, kemerahan, dan tanda-tanda
inflamasi tapi terkadang tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan histopatologik dapat dijumpai
edema, dan pelebaran pembuluh dan selaput otak, degenerasi bengkak keruh pada bagian
parenkim organ dan inflamasi mukosas saluran cerna.
- Pada kasus keracunan kronik yang meninggal, jantung dapat memperlihatkan fibrosis
interstitial, hipetrofi serabut otot jantung, sel-sel radang kronik pada beberapa tempat,
gambaran serat otot lintang, gambaran serat ototl intang jantung menghilang, hialinisasi,
edema, dan vakuolisasi serabut otot jantung,
- Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan kuantitatif kadar akohol darah, kadar alkohol
dari udara ekspirasi dan urin dipakai sebagai pilihan kedua. Pada korban yang meninggal
sebagai pilihan kedua dapat diperiksa kadar alkohol dalam otak, hati atau organ lain, atau cairan
tubuh lain seperti cairan serebrospinalis.
- Pada mayat alkohol dapat berdifusi dari lambung ke jaringan sekitarnya termasuk ke dalam
jantung, sehingga untuk pemeriksaan toksikologik diambil dari darah purifier (vena kubitiatau
vena femoralis). Salah satu cara pemeriksaan semi kuantitatif kadar alkohol dalam darah atau
urin yang cukup sederhana adalah tehnik mikrodifusi (Conway).
 Pemeriksaan Penunjang
Untuk mengukur kadar alkohol yang dikonsumsi seseorang terdapat beberapa cara
diantaranya adalah dengan mengukur kadar alkohol dalam darah dengan metode sederhana
conway. Pada pemeriksaan conway ini dibutuhkan darah dari pembuluh darah vena perifer
(kubiti atau femoralis).
Selain pemeriksaan conway diatas, juga terdapat metode lain yaitu dengan tes tiup alkohol.
Pada tes ini dibutuhkan alat yang dapat mendeteksi kadar alkohol melalui udara nafas seseorang.
Saat ini terdapat berbagai alat yang sering digunakan polisi untuk mengukur kadar alkohol
pengguna jalan raya. Masing-masing alat memiliki sensitifitas masing-masing dalam mendeteksi
kadar alkohol dalam udara nafas seseorang. Bagian tubuh yang diperlukan untuk pemeriksaan
kimia:
 Darah
 Paru-paru
 Otak
5. Pemeriksaan Toksikologi
Dari pemeriksaan pada kasus-kasus yang mati akibat racun umumnya tidak akan di jumpai
kelainan-kelainan yang khas yang dapat dijadikan pegangan untuk menegakan diagnose atau
menentukan sebab kematian karena racun suatu zat. Jadi pemeriksaan toksikologi mutlak harus
dilakukan untuk menentukan adanya racun pada setian kasus keracunan atau yang diduga mati
akibat racun. Setelah mayat si korban dibedah oleh dokter kemudian diambil dan dikumpulkan
jaringan-jaringan atau organ-organ tubuh si korban untuk dijadikan barang bukti dan bahan
pemeriksaan toksikologi. Prinsip pengambilan sampel pada keracunan adalah diambil sebanyak-
banyaknya setelah disishkan untuk cadangan dan untuk pemeriksaan histopatologis
(Wiraargni,2021).
Secara umum sampel yang harus diambil adalah :
 Lambung dengan isinya.
 Seluruh usus dengan isinya dengan membuat sekat dengan ikatan-ikatan pada usus setiap
jarak sekitar 60cm.
 Darah yang berasal dari sentral (jantung), dan yang berasal dari perifer (v.jugularis, a.
femoralis dan sebagainya) masing-masing 50ml dan dibagi 2 yang satu diberi bahan
pengawet (NaF 1%), yang lain tidak diberi bahan pengawet.
 Hati sebagai tempat detoksifikasi, tidak boleh dilupakan, hati yang diambil sebanyak
500gram.
 Ginjal, diambil keduanya, yaitu pada kasus keracunan dengan logam berat khususnya, dan
bila urin tidak tersedia.
 Otak diambil 500 gram, khusus untuk keracunan khloroform dan keracunan sianida, hal
tersebut dimungkinkan karena otak terdiri dari jaringan lipoid yang mempunyai
kemampuan untuk meretensi racun walaupun telah mengalami pembusukan.
 Urin diambil seluruhnya, penting oleh karena pada umumnya racun akan dieksresikan
melalui urin, khususnya untuk tes penyaring pada keracunan narkotika, alcohol, dan
stimulan.
 Empedu sama halnya dengan urin diambil oleh karena tempat ekskesi berbagai racun
terutama narkotika.
6. Penanganan Sampel
Apabila pemeriksaan toksikologi dilakukan di institusi lain, maka pengiriman bahan
pemeriksaan harus memenuhi kriteria :
 Satu tempat hanya berisi satu contoh bahan pemeriksaan.
 Contoh bahan pengawet harus disertakan untuk control.
 Tiap tempat yang telah terisi disegel dan diberi label yang memuat keterangan mengenai tempat
pengambilan bahan, nama korban, bahan pengawet dan isinya.
 Disertakan hasil pemeriksaan otopsi secara singkat jika mungkin disertakan anamnesis dan gejala
klinis.
 Surat permintaan pemeriksaan dari penyidik harus disertakan dan memuat identitas korban dengan
lengkap dan dugaa racun apa yang menyebabkan intoksikasi.
 Hasil otopsi dikemas dalam kotak dan harus dijaga agar botol tertutup rapat sehingga tidak ada
kemungkinan tumpah atau pecah pada saat pengiriman. Kotak diikat dengan tali yang setiap
persilangannya diikat mati serta diberi lak pengaman.
 Penyegelan dilakukan oleh Polisi yang mana juga harus dabuat berita acara penyegelan dan berita
acara ini harus disertakan dalam pengiriman. Demikian pula berita acara penyegelan barang bukti
lain seperti barang bukti atau obat. Dalam berita acara tersebut harus terdapat contoh kertas
pembungkus, segel, atau materi yang digunakan.
 Pada pengambilan contoh bahan dari korban hidup, alcohol tidak dapat dipakai untuk desinfektan
local saat pengambilan darah, hal ini untuk menghilangkan kesulitan dalam penarikan kesimpulan
bila kasus menyangkut alcohol. Sebagai gantinya dapat digunakan sublimate 1% atau mercuri
klorida 1%.
7. Aspek Medikolegal
Ketentuan yang mengatur tentang penjual, penyedia, dan gangguan yang
disebabkan oleh orang mabuk diatur dalam
a. KUHP tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan Pasal 300
Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah:
- Ayat 1. Barang siapa dengan sengaja menjual atau memberikan minuman yang
memabukkan kepada seseorang yang telah kelihatan mabuk; Perdagangan wanita dan
perdagangan anak laki- laki yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling
lama enam tahun.
b. KUHP tentang Pelanggaran Kesusilaan Pasal 536
- Ayat 1: Barang siapa terang dalam keadaan mabuk berada di jalan umum, diancam
dengan pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh lima rupiah.
c. KUHP Pasal 538
- Ayat 1: Penjual atau wakilnya yang menjual minuman keras yang dalam menjalankan
pekerjaan memberikan atau menjual minuman keras atau arak kepada seorang anak di
bawah umur enam belas tahun, diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga
minggu atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah
d. KUHP Pasal 539
- Ayat 1: Barang siapa pada kesempatan diadakan pesta keramaian untuk umum atau
pertunjukkan rakyat atau diselenggarakan arak-arakan untuk umum, menyediakan
secara cuma-cuma minuman keras atau arak dan atau menjanjikan sebagai hadiah,
diancam dengan pidana kurungan paling lama dua belas hari atau pidana denda paling
tinggi tiga ratus tujuh puluh lima rupiah.
8. Prosedur Medikolegal
Visum Et Repertum adalah keterangan yang dibuat dokter atas permintaan penyidik
yang berwenang mengena hasil pemeriksaan medis terhadap manusia, berdasarkan
keilmuannya dan dibawah sumpah untuk kepentingan pengadilan. Penegak hukum
mengartikan Visum et repertum sebagai laporan tertulis yang dibuat dokter berdasarkan
sumpah atas permintaan yang berwajib untuk kepentingan peradilan tentang segala hal yang
dilihat dan ditemukan menurut pengetahuam yang sebaik-baiknya. Visum et repertum juga
memiliki peran dalam proses pembuktian suatu tentang pemeriksaan medis yang tertuang di
dalam pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai benda bukti (Afandi, 2017).
Secara umum terdapat dua jenis Visum et Repertum yaitu Visum et Repertum untuk
korban hidup dan Visum et Repertum untuk orang mati. Untuk korban hidup dapat berupa
Visum et Repertum luka, Visum et Repertum perkosaan/kejahatan seksual, Visum et Repertum
psikiatrik dan sebagainya sesuai dengan kondisi subjek yang diperiksa. Untuk korban mati
akan disusun Visum et Repertum jenazah.
Tatalaksana umum visum et repertum dapat dilakukan dengan memenuhi ketetuan
sebagai berikut (Afandi, 2017) :
1) Adapun ketentuan standar dalam penyusunan visum et repertum yakni :
- Pihak yang berwenang meminta keterangan ahli menurut KUHAP pasal 133 ayat (1)
adalah penyidik yang menurut PP 27/1983 adalah Pejabat PolisiNegara RI. Sedangkan
untuk kalangan militer maka Polisi Militer (POM) dikategorikan sebagai penyidik.
- Pihak yang berwenang membuat keterangan ahli menurut KUHAP pasal 133 ayat (1)
adalah dokter dan tidak dapat didelegasikan pada pihak lain.
- Prosedur permintaan keterangan ahli kepada dokter telah ditentukan bahwa permintaan
oleh penyidik harus dilakukan secara tertulis yang secara tegas telah diatur dalam
KUHAP pasal 133 ayat (2).
- Penyerahan surat keterangan ahli hanya boleh dilakukan pada Penyidik yang
memintanya sesuai dengan identitas pada surat permintaan keterangan ahli. Pihak lain
tidak dapat memintanya (Afandi, 2017)
2) Adapun pihak yang terlibat dalam kegiatan pelayanan forensi klinik yakni :
- Dokter
- Perawat/petugas pemulasaran jenazah
- Petugas administrasi
3) Tahapan dalam pembuatan visum et repertum
- Penerimaan korban yang dikirim oleh Penyidik Dalam melakukan penerimaan korban
yang akan dilakukan visum yang berhak untuk melakukannya adalah dokter, mulai
dokter umum sampai dokter spesialis yang pengaturannya mengacu pada Standar
Prosedur Operasional (SPO).
- Penerimaan surat permintaan keterangan ahli/visum et revertum adanya surat
permintaan keterangan ahli/visum et repertum merupakan hal yang penting untuk
dibuatnya visum et repertum tersebut. Dokter sebagai penanggung jawab pemeriksaan
medikolegal harus meneliti adanya surat permintaan tersebut sesuai ketentuan yang
berlaku.
- Pemeriksaan korban secara medis tahap ini dikerjakan oleh dokter dengan
menggunakan ilmu forensik yang telah dipelajari. Ada kemungkinan didapati benda
bukti dari tubuh korban misalnya anak peluru. Benda bukti berupa pakaian atau
lainnya hanya diserahkan pada pihak penyidik. Dalam hal pihak penyidik belum
mengambilnya maka pihak petugas sarana kesehatan harus menyimpannya sebaik
mungkin agar tidak banyak terjadi perubahan. Status benda bukti itu adalah milik
negara, dan secara yuridis tidak boleh diserahkan pada pihak keluarga/ahli warisnya
tanpa melalui penyidik.
4) Pengetikan surat keterangan ahli/visum et repertum
Pengetikan berkas keterangan ahli/visum et repertum oleh petugas administrasi
memerlukan perhatian dalam bentuk/formatnya karena ditujukan untuk kepentingan
peradilan. Misalnya penutupan setiap akhir alinea dengan garis, untuk mencegah
penambahan kata-kata tertentu oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
5) Penandatanganan surat keterangan ahli / visum et repertum
Surat keterangan ahli berhak ditanda tangani oleh doter. Dalam hal korban
ditangani oleh hanya satu orang dokter, maka yang menandatangani visum yang telah
selesai adalah dokter yang menangani tersebut (dokter pemeriksa). Dalam hal korban
ditangani oleh beberapa orang dokter, maka idealnya yang menandatangani visumnya
adalah setiap dokter yang terlibat langsung dalam penanganan atas korban. Dokter
pemeriksa yang dimaksud adalah dokter pemeriksa yang melakukan pemeriksaan atas
korban yang masih berkaitan dengan luka/cedera/racun/tindak pidana.
6) Penyerahan benda bukti yang telah selesai diperiksa
Benda bukti yang telah selesai diperiksa hanya boleh diserahkan pada penyidik
saja dengan menggunakan berita acara.
7) Penyerahan surat keterangan ahli/visum et repertum
Surat keterangan ahli/visum et repertum juga hanya boleh diserahkan pada pihak
penyidik yang memintanya saja (Afandi, 2017).
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Jadi dapat disimpulkan bahwa korban dalam skenario mengalami kematian yang
diduga akibat kecelakaan. Hal ini diketahui dari keterangan pada skenario dan hasil
pemeriksaan luar yang terdapat pada gambar yang telah ada. Pada skenario disebutkan bahwa
korban mengalami luka disekujur tubuh yakni lecet di tangan, lengan, dan wajah. Luka memar
pada kepala pelipis kanan serta derik tulang juga didapatkan pada korban di skenario.
Mekanisme kematian pada pasien diduga karena terjadinya intoksikasi alcohol yang dimana
kemungkinan adanya intoksikasi kronik dari korban selain itu juga bebergai motif
kemungkina penyebab kematian korban dikarenakan memang masih sedikit petunjuk dari
skenario. Namun, dari dugaan ini masih diperlukan pemeriksaan dalam (otopsi) untuk
mengetahui sebab pasti kematian korban di skenario. Selain itu juga diperlukan pemeriksaan
di tempat kejadian perkara (TKP) untuk mendapatkan bukti dalam memecahkan penyebab
sesungguhnya kematian korban.
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, D. (2017). Tata Laksana dan Teknik Pembuatan Visum et Repertum. In University of Riau
Press (Vol. 2).
Parinduri, A. G. (2020). Buku ajar kedokteran forensik & medikolegal pedoman bagi mahasiswa
kedokteran. 27–32. http://umsupress.umsu.ac.id/
Rahtinuka, T. (2014). PELAKSANAAN OLAH TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP) PADA
TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (Dalam Perspektif Kriminalistik
Studi Di Kepolisian Resor Malang). Artikel Ilmiah Gelar Sarjana Ilmu Hukum, 21.
Rustyadi, D., Henky, Yulianti, K., & Alit, I. B. P. (2017). Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal. In Rajawali Pers. FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
UDAYANA.
Silaban, S. L. R. (2018). KARAKTERISTIK KORBAN MENINGGAL AKIBAT
KECELAKAAN LALU LINTAS DI INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIKRUMAH
SAKIT UMUM DAERAH DR. PIRNGADI TAHUN 2016 – 2017. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 1(3), 82–91.
Tilaar, N. A. F., Mallo, J. F., & Tomuka, D. (2020). Gambaran Perubahan Luka Memar pada Suku
Minahasa. E-CliniC, 8(1), 177–180. https://doi.org/10.35790/ecl.v8i1.28606
Wirasuta, M. A. G. (2018). Analisis Toksikologi Forensik dan Interpretasi Temuan Analisis.
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences, 1(January 2008), 47–55.
Widowati, W., Ohoiwutun, Y. T., Nugroho, F. M., Samsudi, S., & Suyudi, G. A. (2021). Peranan
autopsi forensik dan korelasinya dengan kasus kematian tidak wajar. Refleksi Hukum:
Jurnal Ilmu Hukum, 6(1), 1-18.
Wiraagni, I. A. (2021). APLIKASI TOKSIKOLOGI DALAM ILMU KEDOKTERAN FORENSIK.
UGM PRESS.
Yudianto, A. (2020). Ilmu kedokteran forensik. Scopindo Media Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai