SKENARIO A BLOK 28
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2019
Kata pengatar
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial
yang berjudul “Laporan Tutorial Skenario A Blok 28” sebagai tugas
kompetensi kelompok.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur,
hormat, dan terimakasih kepada :
1. Tuhan yang Maha Esa, yang telah merahmati kami dengan kelancaran
diskusi tutorial.
2. dr. Aidyl Fitrisyah, Sp.An selaku tutor kelompok 4.
3. Teman-teman sejawat FK Unsri, terutama kelas PSPD Beta 2016.
Semoga Tuhan memberikan balasan pahala atas segala amal yang
diberikan kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan
tutorial ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga
kita selalu dalam lindungan Tuhan.
Kelompok 4
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................................ii
Daftar Isi................................................................................................................iii
Kegiatan Diskusi.....................................................................................................4
Skenario..................................................................................................................5
I. Klarifikasi Istilah................................................................................................. 5
II. Identifikasi Masalah........................................................................................... 6
III. Analisis Masalah............................................................................................... 6
IV. Sintesis............................................................................................................ 25
V. Kerangka konsep.............................................................................................. 44
VI. Kesimpulan..................................................................................................... 45
Daftar Pustaka.......................................................................................................46
iii
KEGIATAN DISKUSI
Seorang laki-laki tidak dikenal ditemukan mati di sungai musi. Masyarakat melapor ke polisi
terdekat, lalu polisi membawa mayat ke rumah sakit untuk dilakukan visum. Dokter yang
memeriksa menemukan jenazah dengan kondisi memakai baju kaos oblong warna hitam
merk adidas ukuran XL, celana jeans panjang warna hitam ukuran 36 merk levis, celana
dalam warna hitam merk crocodile ukuran XL, kemudian kaos kaki warna cokelat tanpa merk
dan ukuran. Ditemukan tattoo di dada kanan bergambar burung Garuda, jam tangan merk
casio, cincin pada jari manis kanan bermata batu akik warna biru. Panjang badan 160 cm, gigi
geraham belakang semua sudah tumbuh. Satu gigi depan atas kanan patah sebagian, wajah
menggembung, kedua tangan menggenggam, tangan dan kaki tampak keriput dengan posisi
mayat terlentang. Pada mayat juga ditemukan keluar buih besar dan mudah pecah yang keluar
dari mulut dan hidung, serta pada korban ditemukan luka iris lengan bawah kanan sepanjang
2 cm dengan dalam 0,5 cm. berdasarkan informasi dari kepolisian jenazah ini diduga korban
begal di atas jembatan musi IV.
I. KLARIFIKASI ISTILAH
No Istilah Klarifikasi
1 Mati Ketiadaan nyawa dalam organisme biologi
2 Visum Keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter forensik
atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai
pemeriksaan medik pada manusia hidup atau mati atau
bagian tubuh manusia berdasarkan keilmuannya
3 Mayat Badan atau tubuh orang yang sudah mati
4 Luka iris Teriris oleh benda yang tajam dengan suatu tekanan
ringan atau goresan pada permukaan tubuh
5 Wajah menggembung Wajah yang membesar
6 Keriput Lipatan garis atau kerutan yang muncul pada kulit
5
II. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Seorang laki-laki tidak dikenal ditemukan mati di sungai Musi. Masyarakat
melapor ke polisi terdekat, lalu polisi membawa mayat ke rumah sakit untuk
dilakukan visum.
2. Dokter yang memeriksa menemukan jenazah dengan kondisi memakai baju kaos
oblong warna hitam merk adidas ukuran XL, celana jeans panjang warna hitam
ukuran 36 merk levis, celana dalam warna hitam merk crocodile ukuran XL,
kemudian kaos kaki warna cokelat tanpa merk dan ukuran. Ditemukan tattoo di
dada kanan bergambar burung Garuda, jam tangan merk casio, cincin pada jari
manis kanan bermata batu akik warna biru. Berdasarkan informasi dari kepolisian
jenazah ini diduga korban begal di atas jembatan Musi IV.
3. Panjang badan 160 cm, gigi geraham belakang semua sudah tumbuh. Satu gigi
depan atas kanan patah sebagian, wajah menggembung, kedua tangan
menggenggam, tangan dan kaki tampak keriput dengan posisi mayat terlentang.
Pada mayat juga ditemukan keluar buih besar dan mudah pecah yang keluar dari
mulut dan hidung, serta pada korban ditemukan luka iris lengan bawah kanan
sepanjang 2 cm dengan dalam 0,5 cm.
7
Pengertian : Visum et Repertum adalah suatu keterangan medis tentang
kondisi seorang yang dapat digunakan sebagai alat bukti dalam kasus hukum.
Tujuan : Sebagai acuan bagi dokter dalam pembuatanVisum et
Repertum .
Kebijakan : pembuatan Visum et Repertum dibuat berdasarkan surat
permintaan dari kepolisian (penyidik)
Korban datang ke RS tampa disertai surat permintaan Visum hasil di catat di
Rekam Medik Rumah sakit.
Prosedur : Pelaksanaan otopsi di lengkapi dengan persetujuan
keluarga korban.
1. Korban datang ke Rumah sakit yang diantar oleh penyidik kepolisian
dan membawa permintaan Visum et Repertum dan lembar
persetujuan dari pihak penyidik yang ditangani oleh keluarga korban.
2. Dikoordinasikan dengan pimpinan Kepala Rumah Sakit atau Kepala
Bidang Dokter Kesehatan Kepolisian .
3. Petugas menyiapkan peralatan medis untuk otopsi.
4. Sebelum melaksanakan otopsi petugas yang bertugas melaksanakan
doa untuk menghormati jenazah.
5. Bila ada organ tubuh yang diambil akan dijadikan sampel, organ di
letakkan diwadah/botol yang dilengkapi dengan ukuran panjang,
berat, nama organ, jam, dan tanggal pengambilan sampel .
6. Setelah pemeriksaan otopsi dilakukan korban atau jenazah di
Rekonstruksi (perbaikan tubuh korban seperti semula).
7. Hasil atau data yang didapatkan dari korban dicatat di buku visum
yang telah disiapkan.
c. Apa saja jenis jenis visum?
Jawab :
8
- Visum et repertum keracunan
10
f. Bagaimana alur pelaporan ketika ditemukan jenazah?
Jawab :
11
b. Kepolisian Daerah (Polda) untuk wilayah provinsi
c. Kepolisian Resort (Polres) untuk wilayah kabupaten/kota
d. Kepolisan Sektor (Polsek) untuk wilayah kecamatan
Terkait hal di atas, warga dapat melaporkan tindak pidana atau kriminal
kepada kepolisian tingkat sektor di mana tindak pidana tersebut terjadi.
2. Berdasarkan Pasal 106 Ayat (2) Peraturan Kepala Kepolisian Negara
Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja pada
Tingkat Kepolisian Resor dan Kepolisian Sektor, SPKT (Sentra
Pelayanan Kepolisian Terpadu) bertugas untuk memberikan pelayanan
kepolisian secara terpadu terhadap laporan atau pengaduan masyarakat,
memberikan bantuan dan pertolongan, serta memberikan pelayanan
informasi. Maka dari itu setelah mendatangi kantor polisi, bisa langsung
ke bagian SPKT untuk memberi laporan atau pengaduan. Selanjutnya
penyidik akan memberikan surat tanda penerimaan laporan atau
pengaduan kepada yang bersangkutan.
3. Setelah itu, penyidikan terhadap suatu tindak pidana dilaksanakan
berdasarkan laporan polisi dan surat perintah penyidikan. Setelah laporan
polisi dibuat, terhadap pelapor akan dilakukan pemeriksaan yang
dituangkan dalam “Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Saksi Pelapor”.
g. Apa saja tanda-tanda seseorang telah meninggal?
Jawab :
Tanda kematian tidak pasti:
a. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit
b. Terhentinya sirkulasi yang dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak
teraba
c. Kulit pucat
d. Tonus otot menghilang dan relaksasi
e. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah
kematian
f. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit
yang masih dapat dihilangkan dengan meneteskan air mata
12
Tanda kematian pasti:
13
d. Pembusukan
Pembusukan mayat adalah proses degradasi jaringan terutama protein
akibat autolisis dan kerja bakteri pembusuk terutama Clostridium
welchii. Syarat terjadinya degradasi jaringan yaitu adanya
mikroorganisme dan enzim proteolitik. Tanda-tanda pembusukan akan
mulai tampak setelah kira-kira 24 jam pasca kematian. Tanda-tanda
pembusukan antara lain:
1. Wajah dan bibir membengkak
2. Mata menonjol
3. Lidah terjulur
4. Lubang hidung dan mulut mengeluarkan darah
5. Lubang lainnya keluar isinya seperti feses (usus), isi lambung,
dan partus (gravid)
6. Badan menggembung
7. Bulla atau kulit ari terlepas
8. Aborescent pattern/marbling vena superfisialis kulit berwarna
kehijauan
9. Pembuluh darah bawah kulit melebar
10. Dinding perut pecah
11. Skrotum atau vulva membengkak
12. Kuku terlepas
13. Rambut terlepas
14. Organ dalam membusuk
15. Ditemukannya larva lalat (36-48 jam pasca kematian)
e. Adipocere (lilin mayat)
Adipocere adalah keadaan dimana tubuh mayat mengalami hidrolisis dan
hidrogenasi pada jaringan lemaknya. Hidrolisis dapat terjadi akibat
terbentuknya lestinase, suatu enzim yang dihasilkan oleh Klostridium
welchii, yang berpengaruh terhadap jaringan lemak. Pembentukan
adipocere membutuhkan waktu yang lama yaitu beberapa minggu
sampai beberapa bulan.
f. Mummifikasi
Mummifikasi dapat terjadi bila keadaan lingkungan menyebabkan
pengeringan dengan cepat sehingga dapat menghentikan proses
14
pembusukan. Jaringan akan menjadi gelap, keras, dan kering.
Pengeringan akan menyebabkan menyusutnya alat-alat dalam tubuh,
sehingga tubuh akan menjadi lebih kecil dan ringan.
2. Dokter yang memeriksa menemukan jenazah dengan kondisi memakai baju kaos
oblong warna hitam merk adidas ukuran XL, celana jeans panjang warna hitam
ukuran 36 merk levis, celana dalam warna hitam merk crocodile ukuran XL,
kemudian kaos kaki warna cokelat tanpa merk dan ukuran. Ditemukan tattoo di
dada kanan bergambar burung Garuda, jam tangan merk casio, cincin pada jari
manis kanan bermata batu akik warna biru. Berdasarkan informasi dari kepolisian
jenazah ini diduga korban begal di atas jembatan musi IV.
a. Bagaimana makna klinis dari kalimat diatas?
Jawab :
Jika dilihat dari ukuran pakaian dan tinggi badan korban, korban
memiliki IMT overweight-obese sehingga luas permukaan tubuhnya lebih
luas membuat tubuhnya mudah mengapung di sungai. Dilihat dari merk
pakaian yang dikenakan, maka korban berada di tingkat ekonomi di atas rata-
rata sehingga membuat korban menjadi target pembegalan. Pelaku
kemungkinan ada dua orang karena dengan maksud mengambil motor
korban. Satu pelaku membawa motor sendiri untuk jaga-jaga jika ingin
kabur/lari dari TKP, satu rekannya memukul korban dan mengambil motor
korban.
b. Bagaimana pemeriksaan untuk mengidentifikasi jenazah yang tidak dikenal?
Jawab :
Umumnya identifikasi forensik bertujuan untuk membantu penyidik
dalam menentukan identitas seseorang yang berkaitan dengan suatu kasus
pidana maupun perdata.
Terdapat beberapa metode identifikasi yang dapat digunakan dalam
menentukan identitas seseorang. Metode identifikasi ini dapat dibagi menjadi
identifikasi primer dan identifikasi sekunder. Identifikasi primer antara lain
sidik jari, DNA dan data gigi geligi. Identifikasi sekunder seperti deformitas,
tanda lahir atau bekas luka, sinar X dan pakaian/perhiasan pribadi. Identitas
seseorang tersebut dapat dipastikan apabila didapatkan paling sedikit dua
hasil positif dari metode berbeda.
Beberapa metode yang dapat digunakan adalah :
15
1. Pemeriksaan Sidik Jari
Metode ini membandingkan data sidik jari jenazah dengan data sidik jari
antemortem. Merode ini diakui memiliki ketepatan yang tinggi.
2. Pemeriksaan DNA
Gambaran DNA tiap individu sangat spesifik dan dapat dijadikan
patokan dalam identifikasi. Keungkinan dua individu yang tidak
memiliki hubungan darah untuk memiliki sekuens DNA yang sama
sangat kecil yaitu 1 : 1.000.000.000.
3. Pemeriksaan Gigi
Pemeriksaan ini membandingkan data gigi dan rahang jenazah dengan
data antemortem. Seperti sidik jari, data gigi setiap individu juga berbeda
satu sama lainnya. Pencatatan data gigi dan rahang (odontogram).
dilakukan secara manual, sinar-X, dan pencetakan gigi dan rahang. Data
ini berisi tentang jumlah gigi, susunan, bentuk, tambalan, gigi palsu dan
sebagainya.
4. Metode Visual
Metode ini dilakukan dengan memperlihatkan jenazah kepada orang-
orang yang merasa kehilangan kerabatnya. Jenazah sebaiknya dalam
keadaan yang belum membusuk sehingga wajah dan bentuk tubuh masih
dapat dikenali oleh lebih dari satu orang. Metode ini juga harus
memperhatikan faktor emosi kerabat dalam mebenarkan atau
menyangkal identitas jenazah tersebut.
5. Pemeriksaan Dokumen
Metode ini dapat dilakukan apabila ditemukan dokumen yang berisikan
identitas seperti kartu identitas pribadi, surat izin mengemudi dan
sebagainya di dalam saku pakaian yang dikenakan jenazah. Dokumen
yang berada didekat jenazah belum tentu merupakan milik jenazah yang
bersangkutan, terutama pada kasus seperti kecelakaan masal.
6. Pemeriksaan Pakaian dan Perhiasan
Pada pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah kemungkinan dapat
diperoleh data berupa merk pakaian, ukuran, inisial nama, lencana dan
sebagainya yang dapat membantu, walaupun telah terjadi proses
pembusukan pada jenazah tersebut.
7. Identifikasi Medik
16
Metode ini menggunakan data tinggi badan, berat badan, warna rambut,
warna mata, kelainan khusus, tato dan sebagainya. Ketepatan metode ini
cukup tinggi karena dilakukan seorang ahli dengan menggunakan
beberapa cara.
8. Pemeriksaan Serologik
Pemeriksan ini bertujuan untuk menetukan golongan darah jenazah. Pada
jenazah yang sudah membusuk dapat diperiksa dari rambut, kuku dan
tulang.
9. Metode Ekslusi
Metode ini digunakan pada kecelakaan massal yang melibatkan sejumlah
korban yang data identitasnya dapat diketahui, seperti penumpang
pesawat dan kapal laut. Metode ini dilakukan terhadap sisa koban yang
tidak dapat diidentifikasi dengan metode lain.
10. Identifikasi Potongan Tubuh Manusia
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan apakah potongan tubuh
yang ditemukan merupakan potongan tubuh manusia dan apakah berasal
dari satu tubuh atau tidak. Penentuan potongan tubuh manusia dilakukan
dengan pemeriksaan jaringan makroskopik, mikroskopik dan serologik.
Selain itu dari pemeriksaan juga ditentukan jenis kelamin, ras, perkiraan
umur, tinggi badan dan keterangan lain.
11. Identifikasi Kerangka
Identifikasi ini bertujuan untuk menetukan apakah itu kerangka manusia,
jenis kelamin, ras, perkiraan umur, tinggi badan, deformitas, tanda
kekerasan dan perkiraan saat kematian.
3. Panjang badan 160 cm, gigi geraham belakang semua sudah tumbuh. Satu gigi
depan atas kanan patah sebagian, wajah menggembung, kedua tangan
menggenggam, tangan dan kaki tampak keriput dengan posisi mayat terlentang.
Pada mayat juga ditemukan keluar buih besar dan mudah pecah yang keluar dari
mulut dan hidung, serta pada korban ditemukan luka iris lengan bawah kanan
sepanjang 2 cm dengan dalam 0,5 cm.
a. Bagaimana cara menentukan sebab kematian?
Jawab :
17
Periksa tanda-tanda kematian (livor mortis, rigor mortis, perubahan pada
mata, algor mortis, pembusukan)
Pemeriksaan fisik umum (kepala, mata, hidung, telinga, mulut, leher,
dada, perut, alat kelamin, lubang pernapasan, lengan, dan tungkai
Pemeriksaan tanda-tanda kekerasan
Pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan darah, urin, dan pemeriksaan
penunjang lain)
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan luar dan dalam.
b. Bagaimana cara menentukan berapa lama waktu kematian? Biagi adel
Jawab :
Setelah terjadi kematian maka akan terdapat beberapa perubahan pada
tubuh. Perubahan tersebut dapat timbul dini pada saat meninggal atau
beberapa saat setelah meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya
kerja jantung dan peredaran darah berhenti, pernafasan berhenti, refleks
cahaya dan kornea mata hilang, kulit pucat dan relaksasi otot. Setelah
beberapa waktu timbul perubahan pasca mati yang jelas dan dapat digunakan
untuk mendiagnosis kematian lebih pasti (termasuk lama waktu kematian).
Tanda-tanda tersebut antara lain :
1) Rigor mortis (kaku mayat)
Berasal dari bahasa latin Rigor berarti “stiff” atau kaku, dan
mortis yang berarti tanda kematian (sign of death). Rigor mortis
merupakan tanda kematian yang disebabkan oleh perubahan kimia
pada otot setelah terjadinya kematian, dimana tanda ini susah
digerakkan dan dimanipulasi. Awalnya ketika rigor mortis terjadi otot
berkontraksi secara acak dan tidak jelas bahkan setelah kematian
somatis.
Kaku mayat dapat dipergunakan untuk menunjukan tanda
pasti kematian. Faktor yang mempengaruhi rigor mortis antara lain :
1. Suhu lingkungan
2. Derajat aktifitas otot sebelum mati
3. Umur
4. Kelembapan
Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin
18
bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam postmortem.
Kemudian berangsur-angsur akan menghilang sesuai dengan
kemunculannya. Pada 12 jam setelah kekakuan maksimal (24 jam
postmortem) rigor mortis menghilang.
Memperkirakan waktu kematian dengan menggunakan rigor
mortis akan memberikan petunjuk yang kasar, akan tetapi lebih baik
daripada lebam mayat oleh karena progresifitasnya dapat ditentukan.
Knigh mengatakan bahwa perkiraan saat kematian dengan rigor
mortis hanya mungkin digunakan sekitar dua hari, bila suhu tubuh
sudah sama dengan suhu lingkungan tetapi pembusukan belum
terjadi. Selain itu penentuan kematian dengan rigor mortis sangat
berpengaruh dengan kondisi lingkungannya.
2) Livor mortis (lebam mayat)
Lebam mayat adalah perubahan warna kulit berupa warna
biru kemerahan akibat terkumpulnya darah di dalam vena kapiler
yang dipengaruhioleh gaya gravitasi di bagian tubuh yang lebih
rendah di sepanjang penghentian sirkulasi.
Lebam mayat mulai terbentuk 30 menit sampai 1 jam setelah
kematian somatis dan intensitas maksimal setelah 8-12 jam
postmortem. Sebelum waktu ini, lebam mayat masih dapat
berpindah-pindah jika posisi mayat diubah. Setelah 8-12 jam
postmortem lebam mayat tidak akan menghilang dan dalam waktu 3-
4 hari lebam masih dapat berubah.
Secara medikolegal yang terpenting dari lebam mayat ini
adalah letak dari warna lebam itu sendiri dan distribusinya.
Perkembangan dari lebam mayat ini terlalu besar variasinya untuk
digunakan sebagai indikator penentu saat kematian. sehingga lebih
banyak digunakan untuk menentukan apakah sudah terjadi
manipulasi pada posisi mayat.
3) Algor mortis (penurunan suhu)
Manusia memiliki panas badan yang tetap sepanjang ia dalam
keadaan sehat dan tidak dipengaruhi oleh iklim sekitarnya, hal ini
disebabkan oleh karena mekanisme isologi alat-alat tubuh manusia
melalui proses oksidasi memproduksi panas tubuh. Panas tersebut
19
diatur dan dikendalikan oleh kulit. Jika seseorang mengalami
kematian, maka produksi panas serta pengaturan panas di dalam
tubuhnya tidak berhenti. Dengan demikian sejak saat kematiannya
manusia tidak lagi memiliki suhuh tubuh tetap, oleh karena suhu
badannya mengalami penurunan (decreasing proses).
Penurunan suhu mayat akan terjadi setelah kematian dan
berlanjut sampai tercapainya suatu keadaan di mana suhu mayat sama
dengan suhu lingkungan. Panas yang dilepaskan melalui permukaan
tubuh, dalam hal ini kulit, adalah secara radiasi dan oleh karena tubuh
terdiri dari berbagai lapisan yang tidak homogen, maka lapisan yang
berada di bawah kulit akan menyalurkan panasnya ke arah kulit,
sedangkan lapisan tersebur juga menerima panas dari lapisan
dibawahnya. Keadaan tersebut yaitu dimana terjadi pelepasan atau
penyaluran panas secara bertingkat dengan sendirinya membutuhkan
waktu.
Metode ini tidak dianjurkan karena kesalahan sering terjadi
apabila orang yang melakukan tidak ahli dalam bidangnya.
Pemeriksaan suhu sering tidak akurat karena banyak faktor yang
mempengaruhi seperti suhu lingkungan
4) Pembusukan
Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi
akibat autolisis dan kerja bakteri. Proses autolisis terjadi sebagai
akibat dari pengaruh enzim yang dilepaskan oleh sel-sel yang sudah
mati. Mula-mula yang terkena ialah nucleoprotein yang terdapat pada
kromatin dan sesudah itu sitoplasmanya. Seterusnya dinding sel akan
mengalami kehancuran dan akibatnya jaringan akan menjadi lunak
atau mencair.
Banyak variasi dari laju dan onset pembusukan. Media mayat
memiliki peranan penting dalam kecepatan pembusukan mayat.
Menurut Casper mayat yang dikubur ditanah umunya membusuk 8x
lebih lama dari pada mayat yang terdapat di udara terbuka. Hal ini
disebabkan suhu didalam tanah yang lebih rendah terutama dikubur
ditempat yang lebih dalam, terlindung dari binatang dan insekta, dan
rendahnya oksigen menghambat berkembang biaknya organisme
20
aerobik.
5) Hal-hal lain yang ditemukan baik pada pemeriksaan di tempat kejadian
maupun pada waktu melakukan otopsi, seperti:
Larva lalat
Cara ini dipakai untuk memperkirakan saat kematian dengan jalan
menentukan umur larva dalam siklus hidupnya. Dimana tidak
boleh ada kepompong dan yang dicari larva lalat yang paling besar.
Bila sudah ada kepompong, maka penentuan saat kematian
berdasarkan umur larva tidak dapat dipakai.
Proses pencernaan makanan di lambung
Apabila lambung ditemukan berisi makanan kasar berarti korban
meninggal dalam waktu ±6 jam setelah makan terakhir. Bila
ditemukan lambung tak berisi makanan, duodenum dan ujung atas
usus halus berisi makanan yang telah tercerna, berarti korban
meninggal dalam waktu lebih dari 6 jam setelah makan terakhir.
Namun hal ini dapat dipengaruhi juga oleh motilitas lambung dan
aktivitas getah lambung, jumlah makanan dalam lambung dan isi
lambung, sifat makanan, emosi, dan keadaan fisik korban
Keadaan kuku
Kuku terlepas setelah 14 hari
Pemeriksaan cairan serebrospinal
Kadar asam laktat meningkat 15 mg% (normal) menjadi lebih dari
200 mg% dalam waktu sekitar 15 jam. Kadar asam amino juga
meningkat dari 1 mg% menjadi 15 mg% dalam waktu 15 jam.
21
c. Bagaimana interpretasi hasil temuan jenazah di atas?
Jawab :
22
8. Mulut dan hidung Keluar buih besar dan Abnormal, salah satu
mudah pecah tanda pembusukan
9. Lengan bawah Luka iris sepanjang 2 cm Kemungkinan luka
kanan dengan kedalaman 0,5 cm iris didapatkan saat
korban menangkis
benda tajam
Wajah menggembung
- Proses pembusukan
Terjadi karena tekanan osmolaritas jaringan tangan dan kaki lebih rendah
dari tekanan osmolaritas air.
Keluar buih besar dan mudah pecah dari mulut dan hidung
23
Terjadi pelepasan gas dari saluran intestinal yang bercampur dengan
cairan. Meningkat tekanan gas di intestinal membuat gas dan cairan tadi
keluar lewat mulut dan hidung, mengeluarkan buih besar dan mudah
pecah. Proses ini biasa terjadi pada fase dekomposisi
24
kehakiman atau dokter danatau ahli lainnya.” Dan ayat 2 berbunyi
“Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk
pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah
mayat”.
IV. SINTESIS MASALAH
a. VISUM
Prosedur permintaan visum et repertum korban mati telah diatur dalam
pasal 133 dan 134 KUHAP yaitu dimintakan secara tertulis, mayatnya harus
diperlakukan dengan baik, disebutkan dengan jelas pemeriksaan yang diminta,
dan mayat diberi label yang memuat identitas yang diberi cap jabatan dan
dilekatkan ke bagian tubuh mayat tersebut. Pemeriksaan terhadap mayat harus
dilakukan selengkap mungkin dan hasil pemeriksaan tersebut dituangkan
dalam bentuk visum et repertum yang harus dapat dianggap sebagai salinan
dari mayat tersebut. Pemeriksaan kedokteran forensik terhadap mayat
sebenarnya bersifat obligatory atau keharusan dan tidak boleh dicegah.
Pemberian informasi yang jelas tentang maksud, tujuan dan cara pemeriksaan
mayat serta manfaatnya kepada keluarga korban diharapkan akan dapat
menghindari kesalahpahaman antara pihak penyidik dengan pihak keluarga
korban. Namun apabila jalan damai ini tidak dapat ditempuh, maka
pemeriksaan mayat tetap dapat dilaksanakan secara paksa dan dapat dengan
menerapkan pasal 222 KUHP. Berbeda dengan prosedur pemeriksaan korban
mati, prosedur permintaan visum et repertum korban hidup tidak diatur secara
rinci di dalam KUHAP. Tidak ada ketentuan yang mengatur tentang
pemeriksaan apa saja yang harus dan boleh dilakukan oleh dokter. Hal ini
berarti bahwa pemilihan jenis pemeriksaan yang dilakukan diserahkan
sepenuhnya kepada dokter dengan mengandalkan tanggung jawab profesi
kedokteran. KUHAP juga tidak memuat ketentuan tentang bagaimana
menjamin keabsahan korban sebagai barang bukti. Yang merupakan barang
bukti pada tubuh korban hidup adalah perlukaannya beserta akibatnya dan
segala sesuatu yang berkaitan dengan perkara pidananya. Sedangkan orangnya
sebagai manusia tetap diakui sebagai subyek hukum dengan segala hak dan
kewajibannya. Dengan demikian, oleh karena barang bukti tersebut tidak
dapat dipisahkan dari orangnya maka tidak dapat disegel maupun disita. Yang
25
dapat dilakukan adalah menyalin barang bukti tersebut ke dalam bentuk visum
et repertum. KUHAP tidak mengatur prosedur rinci apakah korban harus
diantar oleh petugas kepolisian atau tidak. Padahal petugas pengantar tersebut
sebenarnya dimaksudkan untuk memastikan kesesuaian antara identitas orang
yang akan diperiksa dengan identitas korban yang dimintakan visum et
repertumnya seperti yang tertulis di dalam surat permintaan visum et
repertum. Situasi tersebut membawa dokter turut bertanggung jawab atas
pemastian kesesuaian antara identitas yang tertera di dalam surat permintaan
visum et repertum dengan identitas korban yang diperiksa. Dalam praktek
sehari-hari, korban perlukaan akan langsung ke dokter baru kemudian
dilaporkan ke penyidik. Hal ini membawa kemungkinan bahwa surat
permintaan visum et repertum korban luka akan datang terlambat
dibandingkan dengan pemeriksaan korbannya. Sepanjang keterlambatan ini
masih cukup beralasan dan dapat diterima maka keterlambatan ini tidak boleh
dianggap sebagai hambatan pembuatan visum et repertum. Sebagai contoh,
adanya kesulitan komunikasi dan sarana perhubungan, overmacht (berat
lawan) dan noodtoestand (darurat). Hal penting yang harus diingat adalah
bahwa surat permintaan visum et repertum harus mengacu kepada perlukaan
akibat tindak pidana tertentu yang terjadi pada waktu dan tempat tertentu.
Surat permintaan visum et repertum pada korban hidup bukanlah surat
yang meminta pemeriksaan, melainkan surat yang meminta keterangan ahli
tentang hasil pemeriksaan medis. Adanya keharusan membuat visum et
repertum pada korban hidup tidak berarti bahwa korban tersebut, dalam hal ini
adalah pasien, untuk tidak dapat menolak sesuatu pemeriksaan. Korban hidup
adalah juga pasien sehingga mempunyai hak sebagai pasien. Apabila
pemeriksaan ini sebenarnya perlu menurut dokter pemeriksa sedangkan pasien
menolaknya, maka hendaknya dokter meminta pernyataan tertulis singkat
penolakan tersebut dari pasien disertai alasannya atau bila hal itu tidak
mungkin dilakukan, agar mencatatnya di dalam catatan medis.
b. ASFIKSIA FORENSIK
Tenggelam telah didefinisikan sebagai kematian sebelumnya
sekunder untuk sesak napas sementara terbenam dalam suatu cairan, biasanya
air, atau dalam waktu 24 jam perendaman. Pada Kongres Dunia 2002 yang
diadakan di Amsterdam, sekelompok ahli menyarankan sebuah definisi
konsensus baru untuk tenggelam dalam rangka mengurangi kebingungan atas
jumlah istilah dan definisi (> 20) merujuk kepada proses ini yang telah muncul
dalam literatur. Grup yang percaya bahwa definisi yang seragam akan
memungkinkan analisa lebih akurat dan perbandingan studi, memungkinkan
peneliti untuk menarik kesimpulan lebih bermakna dari mengumpulkan data,
dan meningkatkan kemudahan kegiatan surveilans dan pencegahan (Shepherd,
2009).
30
Definisi Tenggelam
Secara definisi tenggelam diartikan sebagai suatu keadaan tercekik
dan mati yang disebabkan oleh terisinya paru dengan air atau bahan lain atau
cairan sehingga pertukaran gas menjadi tidak mungkin. Sederhananya,
tenggelam adalah merupakan akibat dari terbenamnya seluruh atau sebagian
tubuh ke dalam cairan (Idries, 1997)
Jenis Tenggelam
Tenggelam dibagi menjadi beberapa jenis antara lain (A) wet
drowning, (B) dry drowning, (C) secondary drowning, dan (D) the immersion
syndrome (cold water drowning) (Modi, 1988). Wet drowning adalah
kematian tenggelam akibat terlalu banyaknya air yang terinhalasi. Pada kasus
wet drowning ada tiga penyebab kematian yang Universitas Sumatera Utara
terjadi, yaitu akibat asfiksia, fibrilasi ventrikel pada kasus tenggelam di air
tawar, dan edema paru pada kasus tenggelam di air asin. Dry drowning adalah
suatu kematian tenggelam dimana air yang terinhalasi sedikit. Penyebab
kematian pada kasus ini sendiri dikarenakan terjadinya spasme laring yang
menimbulkan asfiksia dan terjadinya refleks vagal, cardiac arrest, atau kolaps
sirkulasi (Modi, 1988). Secondary drowning adalah suatu keadaan dimana
terjadi gejala beberapa hari setelah korban tenggelam (dan diangkat dari dalam
air) dan korban meninggal akibat komplikasi. Immersion drowning adalah
suatu keadaan dimana korban tiba-tiba meninggal setelah tenggelam dalam air
dingin akibat refleks vagal. Pada umumnya alkohol dan makan terlalu banyak
merupakan faktor pencetus pada kejadian ini (Modi, 1988).
38
mungkin sulit bagi ahli patologi forensik untuk memberi label keadaan
mayat dengan satu tahap.
Tahap segar adalah periode segera setelah kematian di mana
autolisis terjadi. Algor mortis, livor mortis, dan rigor mortis terlihat jelas
pada tahap ini.
Tanda eksternal awal pembusukan adalah perubahan warna
kehijauan dari kulit dinding perut anterior di daerah iliaka fossa kanan. Di
daerah perut ini, sekum, sarat dengan isi usus semi-padat dan bakteri usus
komensal terletak sangat dangkal. Perubahan warna kehijauan pada kulit
ini disebabkan oleh pembentukan sulfhemoglobin yang difasilitasi oleh
bakteri usus komensal yang menyerang jaringan setelah kematian.
Perubahan warna kulit di daerah fossa iliaka kanan ini muncul dalam
waktu sekitar 18 jam setelah kematian. Di daerah beriklim sedang,
penghijauan ini mungkin pertama kali muncul 2 hingga 3 hari setelah
kematian. Suhu sekitar memengaruhi kecepatan onset pembusukan dan
laju progresinya.
Lalat (Calliphoridae) dan lalat daging (Sarcophagidae) seringkali
merupakan serangga pertama yang tertarik pada mayat. Singkatnya, invasi
tubuh oleh lalat dan siklus hidup lalat (oviposition, penetasan telur,
aktivitas makan larva atau belatung, transformasi belatung menjadi lalat
dewasa) bertepatan terutama dengan tahap pembusukan dan pembusukan
yang membusuk. Lalat-lalat itu bahkan mungkin tertarik ke mayat
sebelum akhir fase segar.
Pada tahap kembung, bagian tubuh, termasuk organ dan jaringan
lunak membengkak karena akumulasi gas pembusuk atau produk
dekomposisi lainnya dari proses pembusukan. Biasanya dimulai di perut
dan kemudian perlahan mempengaruhi bagian lain termasuk wajah,
payudara, dan alat kelamin. Juga selama tahap ini, perubahan kulit terjadi
seperti lepuh dan selip. Selipan kulit pada ekstremitas dikenal sebagai
degloving. Selain itu, fenomena pemudaran warna kulit juga hadir selama
tahap ini, di mana pembuluh darah terlihat pada kulit sebagai garis-garis
kehitaman-hitam dan akhirnya menghasilkan perubahan warna kulit mulai
dari hijau ke hitam. Perubahan postmortem ini tampak jelas dalam waktu
sekitar 24 hingga 48 jam setelah kematian.
39
Peluruhan aktif adalah tahap di mana pembusukan meningkat
setelah kembung. Pembersihan postmortem di mana cairan tubuh yang
membusuk dipaksa keluar dari lubang tubuh diamati selama tahap
pembusukan ini. Pelepasan rambut atau peluruhan rambut dan perubahan
warna hitam pada kulit yang pecah diamati.
Peluruhan lanjut, juga disebut pembusukan hitam atau peluruhan
lambat adalah tahap di mana tulang mulai terkena, dan tubuh
mengasumsikan penampilan "menyerah". Jaringan yang tahan degradasi
seperti rambut (meskipun sudah mengelupas) dan tulang rawan terhindar
hingga tahap ini.
Tahap kerangka, juga disebut tahap sisa-sisa kering atau
skeletonisasi, dimulai ketika paparan tulang luas, tetapi tulang belum
rusak. Kulit kering, tulang rawan, dan tendon yang tersisa minimal pada
tahap ini. Dekomposisi secara signifikan melambat pada tahap ini, dan
butuh bertahun-tahun atau puluhan tahun agar kerangka tetap hancur.
Literatur juga melaporkan dekomposisi diferensial yang
melibatkan mumifikasi atau pembentukan adipocere.
Mumifikasi
Mumi hasil dari pengeringan jaringan dan merupakan fenomena
yang terjadi ketika mayat berada di lingkungan yang panas dan kering.
Kulit mayat menjadi gelap, kering dan tampak kasar dalam penampilan.
Secara keseluruhan tubuh tampak kering; ini melindungi mayat untuk
periode yang lebih lama. Hal ini dapat terjadi pada mayat secara
keseluruhan, atau di daerah terlokalisasi seperti ekstremitas atau lidah.
Formasi Adipocere
Adipocere berwarna kekuningan sampai abu-abu seperti zat lilin berwarna
yang dapat mengawetkan mayat secara keseluruhan atau sebagian.
Pembentukan adipocere pada buccal pad lemak akan mempertahankan
garis pipi. Tidak seperti mumifikasi, proses pembentukan adipocere
terjadi pada mayat di lingkungan yang kelembabannya tinggi. Kondisi
anaerob, seperti penguburan banjir atau perendaman dalam air
memfasilitasi pembentukan adipocere. Proses ini terutama melibatkan
hidrolisis dan hidrogenasi lemak tubuh menjadi asam lemak dan sabun
serta pembentukan adipocere. Meskipun pembentukan adipocere
40
dilaporkan telah terjadi sedini mungkin sekitar 3 minggu setelah
kematian, dalam banyak kasus, itu menjadi jelas hanya beberapa bulan
setelah kematian.
41
Dokumen yang berada didekat jenazah belum tentu merupakan milik
jenazah yang bersangkutan, terutama pada kasus seperti kecelakaan
masal. (Budiyanto, 1997)
6. Pemeriksaan Pakaian dan Perhiasan
Pada pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah
kemungkinan dapat diperoleh data berupa merk pakaian, ukuran,
inisial nama, lencana dan sebagainya yang dapat membantu, walaupun
telah terjadi proses pembusukan pada jenazah tersebut. (Budiyanto,
1997)
7. Identifikasi Medik
Metode ini menggunakan data tinggi badan, berat badan, warna
rambut, warna mata, kelainan khusus, tato dan sebagainya. Ketepatan
metode ini cukup tinggi karena dilakukan seorang ahli dengan
menggunakan beberapa cara. (Budiyanto, 1997)
8. Pemeriksaan Serologik
Pemeriksan ini bertujuan untuk menetukan golongan darah
jenazah. Pada jenazah yang sudah membusuk dapat diperiksa dari
rambut, kuku dan tulang. (Budiyanto, 1997)
9. Metode Ekslusi
Metode ini digunakan pada kecelakaan massal yang melibatkan
sejumlah korban yang data identitasnya dapat diketahui, seperti
penumpang pesawat dan kapal laut. Metode ini dilakukan terhadap sisa
koban yang tidak dapat diidentifikasi dengan metode lain. (Budiyanto,
1997)
10. Identifikasi Potongan Tubuh Manusia
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan apakah potongan
tubuh yang ditemukan merupakan potongan tubuh manusia dan apakah
berasal dari satu tubuh atau tidak. Penentuan potongan tubuh manusia
dilakukan dengan pemeriksaan jaringan makroskopik, mikroskopik
dan serologik. Selain itu dari pemeriksaan juga ditentukan jenis
kelamin, ras, perkiraan umur, tinggi badan dan keterangan lain.
(Budiyanto, 1997)
11. IdentifikasiKerangka
Identifikasi ini bertujuan untuk menetukan apakah itu kerangka
42
manusia, jenis kelamin, ras, perkiraan umur, tinggi badan, deformitas,
tanda kekerasan dan perkiraan saat kematian. (Budiyanto, 1997)
43
VI. KERANGKA KONSEP
Kekerasan fisik
Tenggelam
Asfiksia
Meninggal
Tangan
menggenggam
Wajah Keluar buih
menggembung besar mudah
pecah dari mulut
VII. KESIMPULAN
Korban meninggal karena tenggelam, dibuang ke sungai dalam kondisi masih hidup.
44
DAFTAR PUSTAKA
Njowito Hamdani, Ilmu Kedokteran Kehakiman, (jakarta: Gramedia Pustaka
Tama, 1992), 26 as cited at http://eprints.umm.ac.id/36217/3/jiptummpp-gdl-
elganelova-47629-3-babii.pdf
Afandi, D. (2017) Tata Laksana dan Teknik Pembuatan Visum et Repertum.
University of Riau Press. 2nd edn. Edited by I. Putra. Fakultas Kedokteran
Universitas Riau.
Almulhim AM, Menezes RG. 2019. Postmortem Changes. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2019 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539741/.
Universitas Indonesia. 1997; James JP, Jones R, Karch SB, Manlove J.
Principles of Forensic Science. In: Simpson’s Forensic Medicine. 13th Ed. London:
Hodder & Stoughton. 2011.
Bardale, R. 2011. Principles of Forensic Medicine and Toxicology. New
Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers.
Budiyanto, A., Widiatmaka, W., Sudiono, S., Winardi, T., Idries, A.M., Sidhi.
1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama, Cetakan Kedua. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Eng, V dan Oktavinda S. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius.
Sampurna, Budi, et al. 2003. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Universitas
Indonesia.
Idries AM. Pedoman ilmu kedokteran forensik edisi pertama. Jakarta:
Binarupa aksara. 1997. Hal 169-190
45