Anda di halaman 1dari 17

BLOK 25

MAKALAH PEMICU 2
“MAYAT TAK DIKENAL”

Disusun Oleh:
Fatimah Dewi Dalimunthe
170600063
Kelas B

Narasumber:
Yendriwati, drg., M.Kes., Sp.OF
dr. Agustinus Sp.F
Hendry Rusdi, drg., Sp.BM(K), M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
PEMICU 2

Nama Pemicu : Mayat Tak Dikenal


Penyusun : Yendriwati, drg., M.Kes., Sp.OF; dr. Agustinus Sp.F, Hendry Rusdi,
drg., Sp.BM(K), M.Kes
Hari/Tgl : Senin / 09 November 2020
Jam : 08.00 – 10.00 WIB
Penyidik membawa sesosok mayat tidak dikenal ke RSUP Adam Malik
Medan untuk divisum. Diperkirakan tubuh mayat rusak akibat terjatuh ke dalam
sumur. Kondisi tubuh mayat telah terjadi proses pembusukkan dengan perut gembung
dan mulut kaku. Wajah mayat sulit untuk dikenali. Pemeriksaan ekstra oral diperoleh
indeks sefalik 78. Untuk melakukan pemeriksaan gigi (intra oral) dilakukan reseksi
rahang. Gigi-gigi yang akan/sedang erupsi adalah Kaninus dan Premolar 2 atas.
Pemeriksaan intra oral dijumpai: gigi insisivus sentralis atas berbentuk oval, gigi
molar satu atas dijumpai cusp carrabelli. Beberapa gigi belum erupsi dan masih dalam
tahap perkembangan (lihat gambar radiografi).

Pertanyaan:
1. Jelaskan prosedur yang harus dilakukan Tim Forensik untuk membuat visum kasus
pembunuhan diatas?
2. Sudah berapa lamakah mayat tersebut diperkirakan meninggal? Apa alasannya?
3. Jelaskan persyaratan untuk melakukan reseksi rahang dan bagaimana caranya?
4. Jelaskan cara-cara menentukan ras pada mayat dan tentukan perkiraan ras pada
mayat tersebut! Apa alasannya?
5. Jelaskan cara-cara/metode menentukan jenis kelamin dan metode apa yang
digunakan pada kasus di atas? tentukan perkiraan jenis kelamin mayat tersebut?
6. Jelaskan cara-cara/metode yang digunakan untuk menentukan umur dan metode
apa yang digunakan pada kasus di atas! tentukan perkiraan umur mayat tersebut?
7. Apakah diperlukan pemeriksaan DNA untuk kasus ini? Berikan alasannya?
Learning issue:
1. Visum et Repertum
2. Identifikasi Bite Mark
3. Identifikasi Ras
4. Identifikasi DNA
Jawaban:

1. Jelaskan prosedur yang harus dilakukan Tim Forensik untuk membuat


visum kasus pembunuhan diatas?
Langkah pertama dalam pembuatan visum adalah melakukan prosedur
medikolegal dan memastikan bahwa mayat yang akan diperiksa sesuai dengan
permintaan visum et repertum. Kumpulkan keterangan tentang kejadian dan hal-hal
yang terkait pada penyidik dan/atau keluarga. Selanjutnya lakukan pemeriksaan
sebagai berikut:
1. Tulis nama pemeriksa, tanggal dan jam dimulainya pemeriksaan
2. Catat nomor surat permintaan visum et repertum pada lembar rekam medis
3. Catatat identitas mayat sesuai dengan data pada surat permintaan visum et
repertum
4. Periksa ada atau tidaknya label mayat
5. Periksa tutup/ bungkus mayat
6. Periksa perhiasan yang ada pada mayat
7. Periksa pakaian mayat (sebutkan dengan lengkap, jenis pakaian, warna dasar,
corak, adanya robekan, bercak, dsb).
8. Periksa benda di samping mayat
9. Periksa kaku mayat dan lebam mayat
10. Terjadi kekakuan pada bagian mulut.
11. Periksa jenis kelamin, ras, perkiraan usia, tinggi badan, warna kulit
12. Periksa identitas khusus (cacat bawaan, tattoo, jaringan parut)
13. Periksa rambut, alis mata, bulu mata (wrana, tumbuhnya dan panjangnya)
kalau laki-laki periksa juga kumis dan jenggot
14. Periksa keadaan mata kanan maupun kiri : apakah terbuka atau tertutup,
kornea (selaput bening mata), pupil (teleng mata), warna iris (tirai mata),
selaput bola mata, selaput kelopak mata.
15. Periksa keadaan hidung, telinga, mulut dan lidah.
16. Periksa gigi geligi.
17. Pemeriksaan ekstra oral : indeks sefalik 78.
18. Gigi-gigi yang akan/sedang erupsi adalah Kaninus dan Premolar 2 atas.
19. Gigi insisivus sentralis atas berbentuk oval, gigi molar satu atas dijumpai cusp
carrabelli.
20. Beberapa gigi belum erupsi dan masih dalam tahap perkembangan (lihat
gambar radiografi).
21. Periksa ada tidaknya cairan / darah / materi yang keluar dari lubang mulut,
lubang hidung, kedua lubang telinga, lubang kemaluan dan lubang pelepasan.
22. Periksa luka-luka.
23. Periksa ada tidaknya patah tulang.
24. Periksa kondisi lain-lain seperti golongan darah, tanda-tanda pembusukan,
perubahan warna jaringan di bawah kuku.
25. Kondisi tubuh mayat telah terjadi proses pembusukkan dengan perut
gembung. Wajah mayat sulit untuk dikenali.1

2. Sudah berapa lamakah mayat tersebut diperkirakan meninggal? Apa


alasannya?
Penentuan waktu kematian mayat dapat diketahu dengan melihat perubahan
kondisi mayat seperti adanya rigor mortis (kekakuan), perubahan temperature, derajat
pembusukan.2 Pada kasus ini dijelaskan bahwa kondisi tubuh mayat telah terjadi
proses pembusukkan dengan perut gembung dan mulut kaku, serta wajah mayat sulit
untuk dikenali. Dari keterangan tersebut, kita dapat memperkirakan waktu kematian/
sudah berapa lama mayat meninggal.
Rigor mortis (kekakuan mayat) adalah pengerasan otot post mortem, yang
disebabkan oleh penurunan adenosine triphosphate (ATP) pada otot, yang mana
diperlukan dalam pemecahan filamen aktin-miosin di serat otot. Aktin dan miosin
adalah komponen pada serat otot dan membentuk ikatan kovalen selama kontraksi.
Berhentinya suplai oksigen menyebabkan terhentinya respirasi aerobik di dalam sel
dan menyebabkan berkurangnya produksi ATP. Rigor mortis akan mulai segera
setelah kematian. Otot yang lebih kecil disekitar wajah, termasuk otot di sekitar mulut
adalah otot yang pertama kali muncul rigor mortis, dan diikuti otot yang lebih besar.
Rigor mortis muncul 2 jam setelah kematian dan bertahan sampai 24 jam setelah
kematian.3
Proses pembusukan dimulai pada bloated stage. Bakteri anaerob pada usus
dan bagian tubuh lainnya mulai mencerna jaringan. Proses metabolism bakteri ini
menghasilkan produksi gas. Tanda ini pertama muncul pada bagian perut, dimana
perut akan terlihat gembung. Dalam kondisi iklim sedang, perubahan pembusukan
paling awal yang melibatkan dinding perut anterior terjadi antara 36 dan 72 jam
setelah kematian.2
Knigh mengatakan bahwa perkiraan saat kematian dengan rigor mortis hanya
mungkin digunakan sekitar dua hari, bila suhu tubuh sudah sama dengan suhu
lingkungan tetapi pembusukan belum terjadi.2 Karena pada kasus dikatakan mayat
telah mengalami pembusukan, maka waktu kematian hanya dapat ditentukan dari
derajat pembusukannya. Dengan demikian mayat tersebut telah meninggal 36-72 jam.

3. Jelaskan persyaratan untuk melakukan reseksi rahang dan bagaimana


caranya?
Dalam mendapatkan data-data postmortem terkadang tim forensik sulit
mengidentifikasi dikarenakan kondisi korban yang tidak dikenal dan anggota tubuh
yang tidak lengkap. Dalam situasi ini, otopsi oral sangat membantu untuk
mengidentifikasi korban.4 Akan tetapi banyak kasus memperlihatkan bahwa mulut si
korban tidak dapat dibuka, dikarenakan otot mastikasi (rigor mortis) menjadi kaku
ketika tubuh sudah mati. Sehingga akses dalam melihat rongga mulut akan terganggu
karena mulut tidak bisa dibuka . Contoh kasus yang dilakukan diseksi atau resksi
rahang adalah kasus Mayat yang tidak teridentifikasi dan terdistorsi karena
dekomposisi atau karena kebakaran (kasus bencana massal atau pembunuhan).5,6
Prosedur reseksi rahang dapat dilihat sebagai berikut:4
 Pemotretan diperlukan untuk catatan sebelum prosedur penyayatan
dilakukan.
 Sayatan dimulai dari sudut mulut sampai ke tragus pada kedua sisi wajah.
 Buka dan lipat ke arah luar jaringan bibir dan pipi dengan hati-hati
 Sayat bagian otot dengan caps ligament pada sendi temporomandibular
 Buka rongga mulut dengan traction sehingga gigi RA dan RB terlihat dengan
jelas.
 Catat data yang diperlukan untuk postmortem dan foto sebagai record.
 Lepas protesa, pesawat ortodontik, ortopedi maupun benda asing lainnya jika
ada di dalam mulut si korban.
 Deskripsikan data klinis yang terdapat dalam rongga mulut sepeti bentuk,
posisi, ukuran dll.
 Ambil foto yang jelas untuk dibandingkan dengan catatan antemortem.
 Setelah data sudah dapat diperoleh, terakhir dilakukan penjahitan dan
dikembalikan ke posisi semula.4

Gambar 1. Tahap-tahap prosedur reseksi rahang. (a) sebelum autopsi (b) insisi dari
sudut mulut-tragus (c) refleksi flap (d) setelah di jahit.5

4. Jelaskan cara-cara menentukan ras pada mayat dan tentukan perkiraan ras
pada mayat tersebut! Apa alasannya?
Tehnik menentukan ras pada mayat tersebut dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu secara metrik (pengukuran) atau dengan nonmetrik (tanpa pengukuran). Tehnik
dengan menggunakan pengkuran (metrik) diperlukan peralatan seperti sliding caliper,
spreading caliper, dan soft metric tape. 7
Pada tehnik metrik dilakukan dengan penghitungan indeks. Indeks yang
digunakan dalam menentukan ras pada mayat antara lain adalah sebagai berikut:7
a. Indeks Kranial/ Sefalikus
Merupakan indeks yang dipakai untuk menentukan bentuk kepala dari
arah atas. Rumus untuk menghitung indeks kranial adalah:
Indeks Kranial = panjang maksimal tengkorak (g – op) x 100 (dlm cm)
lebar maksimal tengkorak (eu-eu)

Ket: Panjang maksimal tengkorak : jarak dari glabella ke opistochranion


Lebar maksimal tengkorak : jarak dari eurion kiri dan kanan

Hasil pengukuran dari indeks tersebut dimasukkan dalam klasifikasi, yaitu:


- Dolichokran : (X – 74,99)  Sempit (tengkorak kepala panjang)
- Mesokran : (75,00 – 79,99)  Rata-rata (medium)
- Brachikran : (80,00 – 84,99)  Tengkorak kepala lebar (bundar)
- Hiperbrachikran : (85,00 – X)  Tengkorak kepala sangat lebar

Tabel 1. Perbedaan indeks kranial antara ras Kaukasoid, Negroid dan Mongoloid

Kaukasoid Negroid Mongoloid


Indeks 75 – 80 < 75 Dolichokranium >80
Kranial Mesokranium Brachykranium

Indeks Sefalikus = panjang maksimal kepala (g – op) x 100 (dlm cm pada


lebar maksimal kepala (eu-eu) jar. lunak)
b. Indeks Wajah Total/Genap
Merupakan indeks wajah yang digunakan untuk menentukan bentuk wajah
suatu individu. Rumus untuk menghitung indeks adalah:
Indeks wajah total/ = Tinggi wajah total/ genap (n –gn) x 100 (dlm cm)
genap lebar zygion ke zygion (zy – zy)

Ket: Tinggi Wajah Total/ Genap : Jarak dari Nasion Ke Gnation


Lebar Maksimal Tengkorak: Jarak Lurus Antara Kedua Zygion Kiri Dan
Kanan, Tegak Lurus dengan bidang median
sagital. Bila digunakan kaliper besi maka kedua
jarum/ ujung ditarik sepanjang lengkung pipi.

Tabel 2. Perbedaan indeks fassial antara ras Kaukasoid, Negroid dan Mongoloid

Kaukasoid Negroid Mongoloid


Indeks > 90 < 85 85 - 90

Fasial Panjang s/d sangat panjang Lebar s/d sangat Medium/ rata-rata
lebar

c. Indeks nasal
Merupakan indeks yang menentukan bentuk apertura nasal. Rumus
perhitungannya adalah sebagai berikut:
Indeks nasal = lebar hidung (apt – apt) x 100 (dlm cm)
Tinggi hidung (n – ns)

Ket: Lebar hidung : jarak lurus antara kedua apertion dan sejajar dengan
bidang median sagital
Tinggi hidung : jarak lurus antara nasion dan nasiopinale
Hasil pengukuran tersebut dimasukkan ke dalam klasifikasi yaitu :
- Lepthorrhin : (X – 47,99)  apertura nasal sempit
- Mesorrhin : (48,00 – 52,99)  rata-rata (medium)
- Platyrrhin : (53,00 – X)  apertura nasal lebar

Ukuran indeks fasial pada ras Kaukasoid, Negroid, dan Mongoloid


ditunjukkan pada tabel 3.

Tabel 3. Perbedaan indeks nasal antara ras Kaukasoid, Negroid, dan Mongoloid.7

Kaukasoid Negroid Mongoloid


Indeks < 48 < 53 48 - 53

Fasial Sempit (lepthorrin) Lebar (platyrrhin) Intermediat


(mesorrhin)

Kedua adalah tehnik non-metrik yang didasarkan atas pengamatan secara


visual. Stainley Rhinne merupakan ahli yang menyusun perbedaan dari ketiga ras
tersebut yang masih dipakai sampai sekarang. Rhinne mengemukakan suatu tabel
atau diagram yang menggambarkan karakteristik tulang tengkorak kepala untuk
membedakan dari ketiga ras tersebut.7
Gambar 2. Perbedaan secara umum antara ras Negroid, Kaukasoid, dan Mongoloid.7

Berdasarkan uraian diatas, mayat tersebut digolongkan kepada ras Kaukasoid


dilihat dari indeks sefalik nya 78 yang menjelaskan bahwa mayat tersebut tergolong
pada ras Kaukasoid. Pada kasus juga diketahui bahwa mayat tersebut memiliki gigi
insisivus sentralis berbentuk oval dan gigi molar satu atas dijumpai cusp carabelli,
yang merupakan ciri-ciri dari ras Kaukasoid.7

5. Jelaskan cara-cara/metode menentukan jenis kelamin dan metode apa


yang digunakan pada kasus di atas? tentukan perkiraan jenis kelamin mayat
tersebut?
Identifikasi jenis kelamin dalam ruang lingkup antropologi dan kedokteran
gigi forensik dapat dilakukan dengan berbagai metode. Metode yang
dapat dilakukan antara lain melalui metode karakteristik morfologi, metode
morfometrik (pengukuran), pemeriksaan histologis, serta pemeriksaan analisis DNA
baik dari tulang maupun gigi.Metode karakteristik morfologi maupun morfometrik
merupakan metode penentuan jenis kelamin yang paling sederhana, namun umumnya
lebih bersifat subjektif dan membutuhkan data berbasis populasi untuk dapat
diterapkan dalam identifikasi individual.8

Tabel 4. Metode Identifikasi Jenis Kelamin Melalui Gigi


Identifikasi jenis kelamin melalui gigi-geligi menurut Cotton (1982) antara
pria dan wanita dapat di buat table sebagai berikut: 8

Tabel 5. Identifikasi jenis kelamin melalui gigi-geligi menurut Cotton (1982).8


Gigi-geligi Wanita Pria
Outline Bentukgigi Relatif Lebih Kecil Relatif LebihBesar
Lapisan Email dan Relatif Letih Tipis Relatif LebihTebal
Dentin
Bentuk Lengkung gigi Cendrung Oval Tapered
UkuranCervicoincisal Lebih Kecil LebihBesar
distal caninusbawah
Outline incisive pertama LebihBulat Lebih persegi
atas
Lengkung gigi Relatif Lebih Kecil RelatifLebihBesar

Pada skenario gigi inssivus sentralis atas berbentuk ovaldimana pada tabel
menandakan bahwa jenis kelamin korban adalah perempuan.

6. Jelaskan cara-cara/metode yang digunakan untuk menentukan umur dan


metode apa yang digunakan pada kasus di atas! tentukan perkiraan umur
mayat tersebut?
1. Metode Demirjian
Metode ini didasarkan pada estimasi usia kronologis yang disederhanakan
dengan membatasi jumlah tahapan perkembangan gigi menjadi delapan tahapan dan
memberinya skor mulai dari “A” hingga “H”. Delapan tahapan tersebut mewakili
kalsifikasi masing-masing Gigi mulai dari kalsiñkasi mahkota dan akar hingga
penutupan apeks Gigi. Pemberian skor setiap gigi dan setiap tahap perkembangan
berasal dari metode Tanner yang menggambarkan maturasi tulang. Pemberian skor
terbatas pada tubuh gigi permanen pertama kuadran kiri bawah dan dibandingkan
dengan representasi grafis tahap perkembangan. Setiap tahap perkembangan memiliki
kriteria khusus dan satu dua atau tiga kriteria tertulis dan dikonversikan ke tabel usia.9

Gambar 3. Metode Demirjian

2. Metode Nolla
Metode Nolla ditemukan pada tahu 1960. Metode ini menggambarkan
mineralisasi gigi permanen dalam 10 tahap. Keuntungan dari metode ini adalah dapat
digunakan oleh individu dengan atau tanpa molar ketiga dan memisahkan antara laki-
laki maupun perempuan (Priyadarshini, 2015). Tahap perkembangan gigi pada
metode Nolla: 9

Gambar 4. Metode Nolla.9


3. Metode Gustafson
Merupakan metode penentuan usia berdasarkan perubahan makrostruktural
Gigi geligi. Skala nilai adalah 0 1 2 3. Gustafson membagi menjadi 6 tahapan yaitu: 9
a. Derajat atrisi
b. Jumlah dentin sekunder
c. Posisi perlekatan gingiva
d. Derajat resorpsi akar
e. Transparansi dentin akar
g. Ketebalan sementum.9

Gambar 5. Gambaran perubahan jaringan keras menurut Gustafson.9

4. Metode Schourand Massler


Metode Schour and Massler menggambarkan tahap perkembangan gigi
desidui dan permanen. Dalam metode ini terdapat 21 tahap kronologis dimulai dari
umur 4 bulan sampai 21 tahun dan disajikan dalam dalam bentuk diagram
perkembangan numerikal. Pada tahun 1982, American Dental Association (ADA)
memperbaharui diagram ini menjadi 20 tahap dan telah dipublikasikan secara resmi.
Diagram ini digunakan untuk membandingkan secara langsung tahapan kalsifikasi
gigi pada gambar radiografis (Panchbai, 2011). 9
Gambar 6. Metode Schourand Massler.9

Perhitungan Estimasi Usia:


Menggunakkan foto rontgen panoramik dengan teori Nolla dan teori erupsi
gigi. Hal ini dikarenakan korban masih dalam masa gigi campuran ditandai dengan
beberapa gigi belum erupsi dan masih dalam tahap perkembangan. Metode nolla juga
digunakan mengingat metode tidak berpatokan pada gambaran radiografis 1 gigi,
tetapi diambil sampel gigi permanen yang paling jelas dan membagi estimasi usia
antara lelaki dan perempuan. Metode nolla dikombinasikan dengan teori erupsi gigi
digunakan agar perkiraan estimasi usia lebih akurat.9

Tabel 6. Estimasi usia pada wanita.9


 Metode Nolla:
1. Gigi 31 dan 41, akar sudah tertutup sempurna: 10
2. Gigi 32 dan 42, akar sudah tertutup sempurna: 10
3. Gigi 33 dan 43, akar hampir sempurna, apeks belum tertutup: 9
4. Gigi 34 dan 44, akar hampir sempurna, apeks belum tertutup: 9,5
5. Gigi 35 dan 45, 2/3 akar sempurna: 8,7
6. Gigi 36 dan 46, akar sudah tertutup sempurna: 10
7. Gigi 37 dan 47, mahkota sempurna, 1/3 akar sempurna: 7,2

Total Skor: 64,4


Estimasi Usia: 10-11 tahun
 Metode Erupsi Gigi:
1. Gigi 36 dan 46, akar sudah tertutup sempurna, menandakan mayat sudah
berusia 10 tahun
2. Gigi 13, 23 (Kaninus Maksila) dan 15, 25 (Premolar 2 Maksila)
sedang/akan baru erupsi, menandakan mayat berusia 10-12 tahun.9
 Kesimpulan: Estimasi usia mayat 10-12 tahun

7. Apakah diperlukan pemeriksaan DNA untuk kasus ini? Berikan


alasannya?
Secara umum teknologi DNA dimanfaatkan untuk identifikasi personal,
pelacakan hubungan genetik dan pelacakan sumber biologis. Analisis DNA juga
digunakan untuk kepentingan antropologi serta pemetaan genetik. Molekul DNA
merupakan polimer stabil yang tersusun olehsubunit yang disebut nukleotida, dan
pada manusia membentuk 22 pasang kromosom autosomal dan satu pasang
kromosom seks, yaitu kromosom X dan kromosom Y. Molekul DNA merupakan
pilihan untuk analisis forensik sebab bersifat stabil dan sensitif. Salah satu teknik
biologi molekuler yang digunakan adalah penentuan jenis kelamin dengan
polymerase chain rections (PCR).8
DAFTAR PUSTAKA

1. Afandi D. VISUM ET REPERTUM Tata laksana dan Teknik Pembuatan ed 2.


FK Unri 2017; 36-40
2. Pounder DJ. Post mortem changes and time of death. University of Dundee
Forensic Medicine 1995.
3. 2.. Shrestha R, Kanchan T, Krishan K. Methods Of Estimation Of Time Since
Death. [Updated 2020 Apr 29]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK549867/
4. Gowda, C. V. Mohan, Hemavathi. Oral autopsy: A simple, faster procedure for
total visualization of oral cavity. J Forensic Dent Sci. 2016; 8(2): 103–107
5. Sharma D, Koshy G, Garg S, Sharma B, Grover S, Singh M. Oral Autopsy,
Facial Reconstruction and Virtopsy: an Update on Endeavors to Human
Identification. RUHS J Heal Sci. 2017;2(4):199.
6. Aka PS, Canturk N. Aka Canturk Oral Autopsy Method for the Dental
Identification of Fetus and Infant Cases. Forensic Med Anat Res.
2014;02(03):48–50.
7. Bahan ajar dokter gigi Rini Ocatavia Nasution Fakultas Kedokteran Gigi
Odontologi Forensik.
8. Syahfitri K, Uauerkari E, Suhartono W. Sex Determination Using Histological
and DNA Analysis in Forensic Odontology. Jurnal PDGI 2013; 62(1): 12.
9. Apriyono, DK, Metode Penentuan Usia Melalui Gigi dalam Proses Identifikasi
Korban, Universitas Jember CDK-236.2016: 43(1)

Anda mungkin juga menyukai