Anda di halaman 1dari 47

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

UJI EFEKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMI EKSTRAK


BUAH DEWANDARU (Eugenia uniflora L.)TERHADAP
MENCIT PUTIH JANTAN YANG DIINDUKSI
GLUKOSA

I GUSTI AGUNG AYU INTAN SUCI PRATIWI

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2023
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

UJI EFEKTIVITAS ANTI HIPERGLIKEMI EKSTRAK


BUAH DEWANDARU (Eugenia Uniflora L.)
TERHADAP MENCIT PUTIH JANTAN YANG
DIINDUKSI GLUKOSA

I GUSTI AGUNG AYU INTAN SUCI PRATIWI


NPM : 2109484010052

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2024

ii
iii

LEMBAR PERSETUJUAN
DRAF PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Judul : Uji Efektivitas Anti Hiperglikemi Ekstrak Buah


Dewandaru (Eugenia uniflora L.) Terhadap Mencit
Putih Jantan Yang Diinduksi Glukosa

Penyusun : I Gusti Agung Ayu Intan Suci Pratiwi

NIM : 2109484010052

Pembimbing Utama : Dr. apt. Puguh Santoso, S.Si., M.Biomed

Pembimbim Pendamping : Dr. apt. I Made Agus Sunadi Putra, S.Si., M.Biomed.

Denpasar,..............................

Disetujui oleh:

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. apt. Puguh Santoso, S.Si., Dr. apt. I Made Agus Sunadi Putra, S.Si.,
M.Biomed M.Biomed.
NIDN. 0809026701 NIDN. 0812047702

iii
iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian
ini tepat pada waktunya. Adapun judul proposal penelitian ini yakni mengenai
“Uji Efektivitas Antihiperglikemi Ekstrak Buah Dewandaru (Eugenia uniflora)
pada Mencit Putih Jantan yang Diinduksi Glukosa”.

Banyak sekali hambatan yang dihadapi dalam menyelesaikan Proposal


Karya Tulis Ilmiah ini, namun berkat doa, dorongan, serta bantuan dari berbagai
pihak, akhirnya Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan. Dalam kesempatan ini,
penulis ingin menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Dr. apt. I Made Agus Sunadi Putra, S.Si., M.Biomed. selaku Dekan
Fakultas Farmasi Universitas Mahasaraswati Denpasar dan selaku dosen
pembimbing pendamping yang dengan tulus dan penuh kesabaran telah
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran dan petunjuk
serta dorongan dan semangat dalam penyusunan Proposal Karya Tulis
Ilmiah ini.
2. Bapak apt. I Gede Made Suradnyana, S.Si., M.Farm. selaku Ketua
Program Studi Diploma Tiga Farmasi Fakultas Farmasi Universitas
Mahasaraswati Denpasar.
3. Bapak Dr. apt. Puguh Santoso, S.Si., M.Biomed. selaku dosen
pembimbing I yang dengan tulus dan penuh kesabaran telah meluangkan
waktunya untuk memberikan bimbingan, saran dan petunjuk untuk
pembuatan proposal.
4. Seluruh dosen Fakultas Farmasi Universitas Mahasaraswati Denpasar
yang telah mendidik, membimbing, dan membantu selama masa studi.
5. Seluruh staf dan laboran Fakultas Farmasi Universitas Mahasaraswati
Denpasar yang telah banyak membantu dalam penelitian.
6. Orang tua, adik, dan keluarga atas kasih sayang, dukungan baik materi,
moral motivasi, serta doa di setiap waktu.

iv
v

7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah
membantu dalam penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa proposal penelitian ini jauh dari kata sempurna,
sehingga dengan kerendahan hati penulis mohon maaf sebesar-besarnya jika
terdapat kesalahan dalam proposal penelitian ini dan penulis juga mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca untuk lebih
menyempurnakan proposal penelitian ini. Semoga proposal penelitian ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak. Akhir kata penulis sampaikan terima kasih.

Denpasar,...........................2023

Penulis

v
vi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH...................................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN...................................................................................iii
KATA PENGANTAR.............................................................................................iv
DAFTAR ISI...........................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................viii
DAFTAR TABEL.................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian....................................................................................5
1.4 Manfaat Penelitian..................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................7
2.1 Diabetes Mellitus....................................................................................7
2.1.1. Pengertian Diabetes Melitus.......................................................7
2.1.2. Prevalensi Diabetes Melitus........................................................7
2.1.4. Faktor Risiko dari Diabetes Melitus...........................................8
2.1.5. Pencegahan dan Penatalaksanaan Diabetes................................9
2.2 Hiperglikemia.......................................................................................11
2.3 Glukosa Darah......................................................................................11
2.3.1 Definisi Glukosa Darah..............................................................11
2.3.2 Pengaturan Kadar Glukosa Darah..............................................14
2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Pengaturan Glukosa Darah...........15
2.4 Dewandaru (Eugenia Uniflora L.)........................................................18
2.4.1 Taksonomi Tanaman...................................................................18
2.4.2 Morfologi Tanaman....................................................................19
2.5 Mencit (Mus musculus)........................................................................20
2.6 Kerangka Teori.....................................................................................25
2.7 Kerangka Konsep.................................................................................25
2.8 Hipotesis...............................................................................................26
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................27
3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian..............................................................27
3.2 Alat dan Bahan penelitian....................................................................27
3.3 Rancangan penelitian...........................................................................27
3.4 Cara Kerja.............................................................................................29

vi
vii

3.5 Skrining Fitokimia................................................................................33


3.5 Analisis Data........................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................35

vii
viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Buah Dewandaru (Eugenia uniflora L).............................................23


Gambar 2. 2 Mencit (Mus musculus).....................................................................24
Gambar 2. 3 Kerangka Teori..................................................................................27
Gambar 2. 4 Kerangka konsep...............................................................................27

viii
ix

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes mellitus menjadi masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya di


Indonesia tetapi juga di dunia. Hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya jumlah
kasus diabetes mellitus di Indonesia yang berada di urutan ke-4 setelah Negara
India, Cina dan Amerika dengan jumlah penderita sebanyak 8,4 juta jiwa dan
diperkirakan akan terus meningkat sampai 21,3 juta orang pada tahun 2030
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2020).

Diabetes Mellitus adalah penyakit saat tubuh tidak dapat memproduksi


insulin atau jumlah insulin cukup tetapi kerjanya kurang baik ditandai dengan
tingginya kadar gula dalam darah (Kariadi, 2019). Penyakit ini dilatarbelakangi
oleh lingkungan dan usia, perokok, riwayat keluarga yang terkena diabetes
mellitus (turunan), kegemukan dan kerusakan kelenjar pankreas (tidak lagi
memproduksi hormon insulin atau sedikit memproduksi hormon tersebut) (Mistra,
2020). Langkah-langkah pengobatan diabetes mellitus meliputi diet, olahraga dan
obat antidiabetik. Obat antidiabetes tersedia dalam bentuk antidiabetes oral dan
dalam bentuk injeksi insulin. Penggunaan obat yang berlangsung lama terlebih
injeksi insulin akan menyebabkan beberapa hal antara lain sangat mengganggu,
tidak disukai penderita, adanya efek samping obat dan bahaya ketoksikan obat.
Sedangkan obat antidiabetes oral mungkin berguna untuk penderita yang alergi
terhadap insulin atau yang tidak menggunakan suntikan insulin. Sementara
penggunaannya harus dipahami, agar ada kesesuaian dosis dengan indikasinya
tanpa menimbulkan hipoglikemia. Karena obat antidiabetes oral maupun bentuk
injeksi insulin memberikan efek samping yang tidak diinginkan, maka para ahli
mengembangkan sistem pengobatan tradisional untuk diabetes melitus yang relatif
aman (Agoes, 2021).

ix
x

Riskesdas melaporkan di 2018, Indonesia berada diperingkat ke 3 di Asia


Tenggara dalam jumlah penderita diabetes dengan nilai prevalensi 11,3%. Selain
itu pada penderita diabetes dengan umur ≥ 15 tahun didapatkan nilai prevalensi
sebesar 2%. Dalam laporan tersebut juga memperlihatkan kenaikan prevalensi
DM menurut uji gula darah gula darah, di 2013 dari 6,9% mengalami lonjakan
8,5% di 2018. Penderita DM yang tahui jika dirinya adalah penderita DM melalui
pemeriksaan dengan kemauan sendiri hanya berjumlah 25%. Pada pasien DM tipe
2 mempunyai risiko tinggi terkena penyakit jantung dan pembuluh darah
dibanding orang tanpa mengidap diabetes melitus. Kelainan pembuluh darah
sebelum terdiagnosis diabetes melitus disebabkan oleh adanya resistensi insulin
(Eva D, 2019).

Diabetes mellitus (DM) ialah penyakit dengan banyak faktor sebagai


penyebabnya. Diabetes melitus sendiri merupakan kondisi dimana adanya
defisiensi insulin maupun gangguan fungsi insulin. Klasifikasi diabetes melitus
sendiri ada 4 jenis yaitu, tipe 1, tipe 2, tipe lain serta gestasional. Selain itu DM
juga dapat diartikan sebagai kumpulan gangguan pada metabolik dengan tanda
hiperglikemia sebagai akibat dari sekresi insulin yang terganggu, mekanisme kerja
dari insulin dan/atau keduanya (Eva D, 2019).

Hiperglikemia ialah kondisi glukosa darah sewaktu lebih dari normalnya


yaitu 200mg/dL. Hiperglikemia sendiri adalah salah satu gejala awal dari diabetes
melitus dikarenakan ketidakmampuan pankreas untuk mensekresi atau produksi
insulin atau pada saat tubuh tidak mampu menggunakan insulin (Kementrian
Kesehatan RI, 2019). Hiperglikemia pada diabetes melitus khususnya pada tipe 2
dapat disebabkan kerusakan pada sel beta pankreas yang berujung pada kegagalan
dari fungsi pankreas untuk mensekresi insulin. Selain dari hal tersebut, DM tipe 2
dikarenakan adanya gangguan dalam penyerapan glukosa dalam tubuh (Eva D,
2019).

Insulin merupakan hormon yang berupa protein dengan fungsi untuk


mengatur kadar glukosa darah agar tidak terjadi hiperglikemia (Kementrian

x
xi

Kesehatan RI, 2019). Insulin adalah regulator pokok dari perantara metabolisme
dimana hepar ialah berfungsi sebagai organ kunci transport glukosa serta
berfungsi sebagai penyimpanan glikogen lalu disekresikan pada jaringan perifer
yang membutuhkan (Lennicke, 2019).

Kadar glukosa darah sewaktu yang mencapai ≥ 200mg/dL merupakan salah


satu tanda glukosa darah diatas normal (Silva, 2021). Tatalaksana pada diabetes
dapat dilakukan secara farmakologi dan non-farmakologi. Tatalaksana secara non
farmakologi ialah seperti modifikasi pola hidup seperti memperbaiki diet,
aktifitas, serta mengurangi konsumsi alkohol dan merokok Pada tatalaksana
farmakologis, golongan obat oral antidiabetik paling umum dipakai terapi DM
yaitu seperti meglitinid, biguanid, sulfonilurea, penghambat α-glikosidase,
tiazolidinedion, inhibitor dipeptil peptidase4, dan sekuestran asam empedu
(Kementrian Kesehatan RI, 2019).

Tumbuhan sebagai bahan obat tradisional telah banyak digunakan untuk


pemeliharaan kesehatan, pengobatan maupun kecantikan. Dunia kedokteran juga
banyak mengkaji obat tradisional dan hasil-hasilnya yang mendukung bahwa
tumbuhan obat memiliki kandungan zat-zat yang secara klinis yang bermanfaat
bagi kesehatan. Salah satu tanaman tradisional yang digunakan sebagai obat
adalah buah Dewandaru (eugenia uniflora). Ekstrak buah Dewandaru (eugenia
uniflora) dilaporkan mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah
disebabkan adanya kandungan polifenol didalamnya, dengan demikian diharapkan
buah Dewandaru (eugenia uniflora) dapat menambah perbendaharaan obat-obat
tradisional sebagai penurun kadar glukosa darah (Thomas, 2021).

Famili Myrtaceae merupakan salah satu famili utama pohon buah-buahan


komersial di dunia yang terdiri dari kurang lebih 121 marga (de Paulo Farias et
al., 2020 ). Genus Eugenia dianggap sebagai genus terpenting keempat dari
keluarga Myrtaceae, diperkirakan 350 spesies berasal dari Brasil ( de Souza
Cardoso dkk., 2018 ), selain kepentingan ekologis, spesies perwakilan dari

xi
xii

keluarga Myrtaceae adalah tanaman aromatik dengan potensi agroindustri yang


besar (Sardi et al., 2017 ).

Dewandaru adalah nama populer buah dari pitangaeira. Namun tanaman ini
juga dikenal dengan nama cherry Brazil atau cherry Suriname. Umumnya buah
Dewandaru berbentuk berry dan memiliki 8–10 alur memanjang pada kulitnya.
Mereka terdiri dari 77% daging buah dan 23% biji serta memiliki rasa asam manis
yang unik dengan aroma yang kuat. Buah pitanga dapat dikonsumsi mentah atau
digunakan dalam jus, es krim, manisan, minuman keras, dan jeli. Dewandaru
memiliki buah beri yang berbeda-beda menurut tahap pematangan dan
varietasnya. Keanekaragaman genetik yang luas terutama terlihat pada warna
buah yang matang. Oleh karena itu, buah-buahan mengalami perubahan tidak
hanya pada warnanya tetapi juga pada kandungan fitokimianya (Bezerra dkk.,
2018 ).

Beberapa penelitian telah mengevaluasi kemanjuran terapeutik ekstrak yang


berasal dari tanaman ini melalui metode ekstraksi yang berbeda dalam beberapa
model eksperimental, namun data dari varietas yang berbeda ini tidak pernah
dianalisis secara keseluruhan (Falcao et al., 2018 , Tambara et al., 2018). Tinjauan
naratif ini dilakukan sebagai tinjauan literatur pada tahun 2021 dan mencakup
artikel yang diterbitkan dari tahun 1976 hingga 2021. Basis data khusus (Web of
Science, Scielo, Pubmed, Science Direct, Scopus, dan artikel pilihan dari Google
Cendekia), digunakan dan menyertakan E. uniflora, E. uniflora ungu, E.
uniflora merah, E. uniflora kuning sebagai kata kunci pencarian literatur. Dalam
ulasan ini, karakteristik fitokimia E. uniflora akan dibahas beserta potensi
toksiknya. Selain itu, sifat farmakologi daun dan buah dari berbagai varietas E.
uniflora akan dijelaskan.

Daun E. uniflora telah terbukti mengandung konstituen seperti antrakuinon ,


steroid, triterpen , flavonoid , saponin heterosida, dan tanin. Selain itu, buah ini
mengandung sejumlah besar senyawa bioaktif, seperti
katekin, flavonol , proanthocyanidins ,dan karotenoid. Daging buahnya rendah

xii
xiii

kalori dan mengandung kalsium, fosfor, zat besi, serta vitamin B1, B2, dan C Di
antara berbagai jenis pitanga, varietas merah lebih kaya akan senyawa karotenoid,
seperti beta-karoten likopen serta flavonol myricetin , kaempferol dan quercetin
dalam jumlah yang lebih kecil, senyawa bioaktif tersebut juga ditemukan pada
pitanga kuning ( Helt et al., 2018 ).

Penelitian terhadap aktivitas antioksidan daun dewandaru pada tahap fraksi


diketahui bahwa secara umum fraksi-fraksi daun dewandaru memiliki aktivitas
penangkap radikal yang besar. Uji aktivitas penangkap radikal daun dewandaru
dengan metode DPPH menunjukan terdapat aktivitas antioksidan pada fraksi polar
dan non polar ekstrak etanol dengan nilai IC50 4,57 µg/ml dan 5,00 µg/ml (Utami
et al, 2018). Uji aktivitas antioksidan ekstrak etil asetat daun dewansaru dengan
metode DPPH juga menunjukan terdapat aktivitas antioksidan pada fraksi polar
dengan nilai IC50 9,43 µg/ml dan fraksi non polar dengan nilai IC50 13,02 µg/ml
(Utami et al, 2018).

Sebuah studi terhadap buah-buahan matang dari 12 bibit daun dewandaru


ungu yang dipilih secara acak menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara
kandungan myricetin, quercetin, dan lutein dalam sampel yang berbeda, yang
menunjukkan variabilitas dalam konstituen buah-buahan yang berasal dari
tanaman yang sama. Pematangan buah berhubungan dengan keberadaan dan
kuantitas pigmen, seperti karotenoid, yang mungkin mengalami peningkatan
sintesis sesuai dengan tahap pematangan dan terutama disebabkan oleh iklim
hangat. Varietas Dewandaru ungu memiliki enam tahap pematangan, lebih banyak
dibandingkan jenis Dewandaru merah yang memiliki lima tahap (Dos Santos et
al., 2018 ).

Salah satu obat yang dapat digunakan untuk penderita diabetes mellitus
adalah daun salam (Eugenia polyantha) dan buah dewandaru (Eugenia uniflora
L.) . Kandungan kimia daun salam (Eugenia polyantha) adalah minyak atsiri yang
mengandung sitral dan eugenol, tanin dan flavonoid sedangkan buah dewandaru
(Eugenia uniflora L.) memiliki kandungan kimia yaitu flavonoid dan fenolik.

xiii
xiv

Flavonoid yang terkandung dalam kedua tanaman ini merupakan salah satu
golongan senyawa yang dapat menurunkan kadar glukosa darah. Golongan
flavonoid, fenolik, alkaloid dan terpenoid merupakan golongan senyawa yang
berpotensi menurunkan kadar glukosa darah. Mekanisme hipoglikemik diduga
disebabkan oleh flavonoid yang dapat menghambat reabsorbsi glukosa dari ginjal
dan dapat meningkatkan kelarutan glukosa darah sehingga mudah diekskresikan
melalui urin (Nublah, 2021).

Faktor-faktor antara lain lama penyimpanan yang dapat mempengaruhi


karakteristik daging buah sehingga menyebabkan berkurangnya jumlah
karotenoid, pemilihan bagian tanaman (misalnya daun, buah utuh, daging buah
atau kulit buah), langkah pra-ekstraksi (pengeringan, penggilingan, pengepresan,
dll.), dan metode ekstraksi harus dipertimbangkan dengan baik karena
mempengaruhi kuantitas dan stabilitas fitokimia (Kumar dan Sharma 2018 ).

Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi Anti
Diabetes dari buah Dewandaru (Eugenia Uniflora L.) itu sendiri dalam
menurunkan kadar glukosa darah jika di bandingkan obat glibenklamid, serta
dosis minimum ekstrak yang nantinya dapat digunakan sebagai dasar penggunaan
Buah tanaman Dewandaru (Eugenia Uniflora L.) sebagai obat tradisional
sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat antidiabetes.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan, rumusan masalah pada


penelitian ini adalah sebagai berikut. “Apakah ekstrak buah Dewandaru (Eugenia
uniflora L.) memiliki pengaruh signifikan terhadap penurunan kadar glukosa
darah pada tikus putih jantan yang diinduksi glukosa?”

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui apakah pemberian ekstrak buah Dewandaru (Eugenia


uniflora L.) dapat menghasilkan penurunan yang signifikan dalam kadar glukosa
darah mencit yang telah diinduksi glukosa.

xiv
xv

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini yaitu untuk menambah wawasan
dan pengetahuan terkait efektivitas antihiperglikemi ekstrak buah dewandaru
(Eugenia uniflora) pada mencit putih jantan yang diinduksi glukosa.

1.4.2 Manfaat praktis

Manfaat praktis dari hasil penelitian ini yaitu dapat memberikan informasi
kepada masyarakat terkait manfaat buah dewandaru yang dapat digunakan untuk
menurunkan kadar gula darah.

xv
xvi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Mellitus

2.1.1. Pengertian diabetes melitus

Diabetes Melitus (DM) merupakan sebuah penyakit dengan jangka waktu


yang panjang dan merupakan kondisi yang serius yang dengan tanda
meningkatnya glukosa darah dikarenakan ketidakmampuan tubuh untuk
menggunakan insulin yang disekresikan secara efektif maupun gangguan pada
sekresi insulin itu sendiri (IDF, 2019).

DM ialah sindrom dengan tanda oleh hiperglikemia sebagai efek dari


adanya defisiensi insulin absolut maupun relatif. Hal ini dikarenakan gangguan
insulin dimana terdapat gangguan pada sel β pankreas yang mempengaruhi
metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat dalam tubuh. Insulin juga
merupakan regulator utama pengatur kadar glukosa darah dan hati yang
merupakan organ kunci transpor glukosa, perannya untuk menyimpan glikogen
lalu dirilis ke jaringan perifer (IDF, 2019).

2.1.2. Prevalensi diabetes melitus

Menurut laporan dari International Diabetes Federation (IDF) di 2019,


memprediksi bahwa ada 351,7 juta penduduk pada usia yang produktif dengan
rentang umur 20 – 64 tahun terkena diabetes melitus, data ini mencakup penderita
yang terdiagnosis maupun yang tidak. Seiring waktu, penderita diabetes diprediksi
akan meningkat sebesar 417.3 juta jiwa di 2030 dan 486.1 juta jiwa di 2045.
Peningkatan penderita ini juga diprediksi berasal dari masyarakat yang
berpenghasilan menengah sampai rendah. Lain juga halnya dengan data menurut
World Health Organization (WHO) dimana menyebutkan bahwa terdapat 422 juta
penduduk didunia yang terkena diabetes melitus yang dalam hal ini meningkat

xvi
xvii

mencapai angka 8,5% di kelompok dewasa. Diprediksi juga bahwa ada 2.2 juta
angka kematian yang disebabkan karena DM yang terjadi direntang umur dari
rusaknya sel β pankreas. Akibatnya, pankreas tidak bisa menghasilkan insulin
hingga timbul DM tipe 1 (Ada,2018). Pada tahun 2016 WHO melaporkan bahwa
jumlah penderita DM meningkat hingga empat kali lipat sejak tahun 1980 sampai
422 juta orang dewasa. Sedangkan berdasarkan Badan Kesehatan Dunia
memprediksi kenaikan kasus penderita DM di negara Indonesia dari jumlah kasus
8,4 juta pada tahun 2000 diperkirakan akan meningkat hingga sekitar 21,3 juta
pada tahu 2030 (Agoes, 2021).

Pada DM tipe 2, ditandai dengan adanya hiperinsulinemia pada pemeriksaan


gula darah sewaku. Tetapi pada kondisi hiperinsulinemia ini insulin tidak dapat
membawa glukosa untuk masuk ke jaringan dikarenakan adanya resistensi insulin
atau sebuah kondisi dimana insulin dalam merangsang penyerapan glukosa oleh
jaringan serta berkurangnya kemampuan dalam menghambat produksi glukosa
oleh hepar. Resistensi insulin yang berkelanjutan ini akan menyebabkan defisiensi
relatif insulin. Defisiensi relatif insulin ini akan berdampak pada kurangnya
sekresi insulin saat keadaan kadar glukosa yang tinggi bersama dengan bahan
sekresi insulin yang lain yang mengakibatkan desentisiasi sel β pankreas terhadap
glukosa. Gejala yang ditimbulkan pada DM tipe 2 berangsur – angsur bahkan
tanpa gejala (Ada, 2018).

Selanjutnya terdapat DM tipe lain, sebagai akibat dari gangguan metabolik


yang berefek ke naiknya kadar glukosa darah dimana terdapat gangguan pada
faktor genetik fungsi sel β pankreas, penyakit metabolik yang lain, virus,
iatrogenik serta gangguan genetik lain yang berhubungan dengan DM. Selain itu,
tipe ini bisa dipengaruhi obat dan bahan kimia dan biasanya diketahui pada
pengecekan glukosa darah sewaktu yang diatas normal dan yang terakhir terdapat
diabetes gestasional, kondisi tersebut hanya ada pada saat hamil yang diakibatkan
oleh intoleransi glukosa darah pertama pada trimester dua atau tiga. Diabetes
gestasional memiliki kaitan dengan komplikasi kehamilan dan mempunyai risiko

xvii
xviii

yang tinggi dalam menderita diabets menetap 5 – 10 tahun pasca persalinan (Ada,
2018).

2.1.4. Faktor risiko dari diabetes melitus


Faktor risiko DM dibagi jadi dua faktor yang meliputi faktor yang tidak bisa
dimodifikasi serta faktor yang bisa dimodifikasi. Umur, kelamin, dan faktor gen
adalah beberapa yang tidak dapat dimodifikasi (Ujani, 2016). Selanjutnya untuk
faktor risiko yang dapat dimodifikasi meliputi pola makan, merokok, kelebihan
berat badan atau obesitas, konsumsi alkohol berlebih, kurangnya aktivitas fisik,
dan lain lain. Selain itu pada orang dengan skor pengukuran IMT > 23 juga
meningkatkan faktor risiko dari diabetes melitus itu sendiri (Tandra, 2017).

Faktor risiko diabetes melitus, biasanya ditemukan pada pasien dengan


rentang umur lebih dari 45 tahun. Studi Rini & Halim di 2018, di Talang Bakung
Jambi menunjukkan terdapat hubungan antara usia dan faktor genetik dari
keluarga yang menderita diabetes melitus tipe 2. Dari data yang didapatkan pada
pasien dengan rentang umur ≥ 45 lebih banyak terdiagnosis diabetes melitus
pertama kali jika dibandig dengan rentang umur ≤ 45. Pada penelitian tersebut
juga menyatakan bahwa pasien yang memiliki faktor risiko genetik pada riwayat
keluarga yang sebelumnya menderita diabetes melitus mengalami 4 kali lebih
beresiko dalam terkena diabetes melitus tipe 2. Kurangnya aktivitas fisik seperti
olahraga merupakan faktor risiko yang paling umum ditemukan pada masyarakat.
Kurangnya aktivitas fisik juga dapat meningkatkan faktor risiko lain seperti
obesitas. Obesitas adalah salah satu faktor risiko yang menyebabkan resistensi
insulin sehingga penderita mengalami diabets melitus dan diabetes melitus juga
umum ditemukan pada penderita yang mengalami obesitas (Sudargo, Freitag,
Kusmayanti, 2018).

Pola hidup yang buruk seperti mengkonsumsi alkohol berlebih juga


merupakan faktor risiko yang umum dalam pengidap diabetes melitus. Konsumsi
alkohol berlebih menyebabkan inflamasi kronis di pankreas sehingga terjadi

xviii
xix

pankreatitis yang dapat menimbulkan adanya gangguan produksi insulin


(Ada,2018).

2.1.5. Pencegahan dan penatalaksanaan diabetes


Terdapat empat pilar utama dalam penatalaksanaan diabetes diabetes
meliputi penyuluhan atau edukasi, latihan jasmani, terapi gizi, dan intervensi
farmakolgis. Penatalaksanaan edukasi atau penyuluhan bertujuan untuk
menginfokan kepada penderita serta memberi dukungan untuk pasien tentang
penyakit yang dialaminya, cara pengelolaan penyakit yang dialaminya, serta
gejala dan komplikasi yang mungkin akan timbul dikemudian hari. Edukasi ini
juga bertujuan agar pasien memahami dan merubah kebiasaan buruk yang biasa
dilakukannya sehari – hari (Perkeni, 2015).

Selanjutnya pada penatalaksanaan diabetes, diperlukan juga diet. Diet ini


adalah cara paling penting pada tatalaksana DM. Pada penderita DM tipe 2, diet
harus memenuhi komposisi gizi yang seimbang dengan kadar karbohidrat
sebanyak 45-65 % dari total energi, kadar protein 10 – 20 % dari total energi, serta
kadar lemak sebesar 20 – 25 % dari total kebutuhan kalori. Kebutuhan total kalori
ini disesuaikan dengan kondisi tubuh penderita seperti status gizi, umur, kondisi
stres pasien, pertumbuhan, serta kebugaran jasmani pasien untuk memperoleh
berat badan yang ideal penderita tersebut dengan tolak ukur sebesar 30
Kkal/kgBB pada laki – laki dan sebesar 25 Kkal/kgBB pada wanita (PERKENI,
2015).

Pada penatalaksanaan farmakologis, terdapat 7 golongan antidiabetik oral


yang umum digunakan pada penyakit diabetes melitus. Golongan obat tersebut
antara lain golongan sulfonilurea, meglitinid, penghambat α – glikosidase,
tiazolidinedion, biguanid, inhibitor dipeptil pertidase – 4, serta insulin . Golongan
sulfonilurea merangsang sekresi insulin pada pankreas dan biasanya digunakan
bila metformin tidak cukup dalam mengontrol kadar glukosa darah, (PERKENI,
2015). Golongan meglitinid digunakan apabila penderita mengalami alergi atau

xix
xx

tidak dapat menggunakan obat golongan sulfonilurea dan obat ini bekerja dengan
mekanisme yang sama dengan golongan sulfonilurea (Katzung, 2014).

Pada golongan penghambat α - glikosidase, bekerja di usus halus dan


bekerja sama dengan enzim α-amilase untuk menghidrolisis polisakarida
kompleks, trisakarida, disakarida, dan oligosakarida. Salah satu contoh dari
penghambat α-glikosidase ini adalah akarbose yang bekerja menurunkan
kecepatan digesti karbohidrat lalu mempengaruhi absorpsi glukosa dan efektif
pada kondisi hiperglikemk postprandial (Katzung, 2014). Golongan
tiazolidinedion memiliki kaitan dengan PPAR (peroxisome proliferator activated
receptory) pada otot, lemak, dan hati dengan cara meningkatkan sesitivitas insulin
dan menurunkan resistensi insulin (Kementrian Kesehatan RI, 2019).

Golongan biguanid berfungsi dengan cara menurunkan glukoneogenesis dan


meningkatkan absorpsi glukosa di jaringan. Obat dengan golongan biguaind ini
hanya efektif jiga masih terdapat fungsi dari sel islet pankreas dan yang terakhir
ada insulin itu sendiri dimana merupakan obat yang utama bagi penderita DM tipe
1 dan 2. Pada penderita tipe 1, memerlukan injeksi insulin dikarenakan ketidak
aktifannya sel β pankreas. Selain itu pasien dengan kondisi ketoasidosis,
gangguan fungsi hati, dan gangguan fungsi ginjal sangat memerlukan injeksi
insulin segera (Katzung, 2014).

2.2 Hiperglikemia

Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah melonjak atau


berlebihan, yang akhirnya akan menjadi penyakit yang disebut diabetes melitus
(DM) yaitu suatu kelainan yang terjadi akibat tubuh kekurangan hormon insulin,
akibatnya glukosa tetap beredar di dalam aliran darah dan sukar menembus
dinding sel. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh stress, infeksi dan konsumsi
obat-obatan tertentu. Hiperglikemia ditandai dengan poliuria, polidipsi, dan
poliphagia, serta kelelahan yang parah dan pandangan yang kabur (Nabyl, 2019).

xx
xxi

Hiperglikemia merupakan suatu keadaan meningkatkan kadar glukosa darah


dalam tubuh seseorang yang melebihi kadar normal. Penyebabnya belum pasti
tetapi sering dihubungkan dengan kurangnya insulin dan faktor predisposisi yaitu
genetik, umur, dan obesitas. Hiperglikemia yang tidak dikontrol secara terus
menerus akan berkembang menjadi penyakit diabetes melitus dan merupakan
faktor risiko untuk penyakit metabolik lainnya. Sebagian besar orang dengan
rentang dewasa muda usia 20-30 tahun dengan IMT ≥ 23 kg/m mempunyai kadar
glukosa darah sesaat normal (Kasangke et al., 2015).

2.3 Glukosa Darah

2.3.1 Definisi glukosa darah

Glukosa atau gula darah adalah bahan bakar karbohidrat utama yang
ditemukan dalam darah, dan bagi banyak organ tubuh, glukosa merupakan bahan
bakar primer. Glukosa di angkut dalam plasma menuju seluruh bagian tubuh. Pada
beberapa daerah di tubuh, glukosa ditarik menyeberangi bantalan kapiler dan
langsung digunakan sebagai sumber energi. Berbagai hormon bekerja bersama-
sama untuk menjaga agar kadar gula darah tetap stabil. Tetapi yang paling penting
adalah insulin. Insulin merupakan suatu peptida. Insulin adalah hormon pelindung
homeostatis karbohidrat. Kegagalan menghasilkan insulin, kurangnya suplai
insulin yang mencukupi atau ketidak tahanan terhadap efek-efek insulin
menyebabkan kelainan yang disebut diabetes mellitus (Fried et al., 2015).

Kadar glukosa darah merupakan faktor yang sangat penting untuk


kelancaran kerja tubuh. Karena pengaruh berbagai faktor dan hormon insulin yang
dihasilkan kelenjar pankreas, sehingga hati dapat mengatur kadar glukosa dalam
darah (Ekawati, 2018). Insulin menjaga keseimbangan glukosa dalam darah dan
bertindak meningkatkan pengambilan glukosa oleh sel badan. Kegagalan badan
untuk menghasilkan insulin, atau jumlah insulin yang tidak mencukupi akan
menyebabkan glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel untuk proses metabolisme.
Sehingga glukosa di dalam darah meningkat dan menyebabkan hipeglikemia
(Guyton, 2017).

xxi
xxii

Hiperglikemia merupakan penyakit yang melibatkan hormon endrokin


pankreas, antara lain insulin dan glukagon. Manifestasi utamanya mencakup
gangguan metabolisme lipid, karbohidrat, dan protein yang pada akhirnya
merangsang terjadinya penyakit diabetes mellitus, kondisi hiperglikemia ini
tersebut akan berkembang menjadi diabetes melitus dengan berbagai macam
bentuk komplikasi (Nugroho, 2016).

Hiperglikemia dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan


kerusakan pada pembuluh darah yaitu pembuluh darah menjadi menyempit
sehingga terjadi kerusakan organ seperti gagal ginjal, retinopati diabetik dan kaki
diabetes yang merupakan akibat dari jelas pembuluh darah dan saraf, penyakit
jantung koroner, hingga serangan stroke (Parkeni, 2015).

Kadar glukosa yang tinggi merangsang pembentukan glikogen dari glukosa,


sintesis asam lemak dan kolesterol dari glukosa. Kadar glukosa darah yang tinggi
dapat mempercepat pembentukan trigliserida dalam hati. Trigliserida merupakan
salah satu bagian komposisi lemak yang ada dalam tubuh. Dimana jika kadar
trigliserida dalam batas normal mempunyai fungsi yang normal dalam tubuh,
semisal sebagai sumber energi (Ekawati, 2018).

Stress dapat meningkatkan kandungan glukosa darah karena stress


menstimulus organ endokrin untuk mengeluarkan ephinefrin, ephinefrin
mempunyai efek yang sangat kuat dalam menyebabkan timbulnya proses
glikoneogenesis di dalam hati sehingga akan melepaskan sejumlah besar glukosa
ke dalam darah dalam beberapa menit (Guyton & Hall, 2017).

Pada keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan tubuh


normal oleh sel β pankreas. Sekresi insulin normal akan terjadi setelah adanya
rangsangan seperti glukosa yang berasal dari makanan atau minuman. Insulin
yang dihasilkan berfungsi mengatur regulasi glukosa darah agar selalu dalam
batas fisiologis, baik saat puasa maupun setelah mendapat beban. Sekresi insulin
berfungsi untuk menjaga kadar glukosa darah selalu dalam batas normal, sebagai
cerminan metabolisme glukosa yang fisiologis (Hassan, 2016).

xxii
xxiii

Pada keadaan setelah penyerapan makanan, kadar glukosa darah pada


manusia dan mamalia berkisar antara 4,5 – 5,5 mmol/L. Setelah ingesti makanan
yang mengandung karbohidrat, kadar tersebut naik hingga 6,5 – 7,2 mmol/L. Saat
puasa kadar glukosa darah akan turun menjadi sekitar 3,3 – 3,9 mmol/L.
Penurunan mendadak kadar glukosa darah akan menyebabkan konvulsi, seperti
terlihat pada keadaan overdosis insulin, karena pengaturan otak secara langsung
pada pasokan glukosa. Namun, kadar yang jauh lebih rendah dapat ditoleransi
asalkan terdapat adaptasi yang progressif. Glukosa dibentuk dari senyawa –
senyawa glukogenik yang mengalami glukoneogenesis (Strayer, 2020).

Senyawa ini dapat digolongkan menjadi dua kategori yaitu: senyawa yang
melibatkan konversi neto langsung menjadi glukosa tanpa daur ulang yang
bermakna, seperti beberapa asam amino serta propionat dan senyawa yang
merupakan produk metabolisme parsial glukosa pada jaringan tertentu dan yang
diangkut ke hati serta ginjal untuk disintesis kembali menjadi glukosa. Alanin
merupakan asam amino yang paling dominan ditranspor dari otot ke hati selama
masa kelaparan. Proses ini kemudian menghasilkan postulasi siklus glukosa
alanin, yang berefek pendauran glukosa dari hati ke otot dengan pembentukan
piruvat yang diikuti dengan transaminasi menjadi alanin, lalu transpor alanin ke
hati, dan kemudian diikuti oleh glukoneogenesis kembali menjadi
glukosa.Glukosa juga dibentuk dari glikogen hati melalui glikogenolisis (Strayer,
2020).

Mekanisme kerja homon insulin dalam mengatur keseimbangan kadar gula


dalam darah adalah dengan mengubah gugusan gula tunggal menjadi gugusan
gula majemuk yang sebagian besar disimpan dalam hati dan dan sebagian kecil
disimpan dalam otak sebagai cadangan pertama. Namun, jika kadar gula dalam
darah masih berlebihan, maka hormon insulin akan mengubah kelebihan gula
tersebut menjadi lemak dan protein melalui suatu proses kimia dan kemudian
menyimpannya sebagai cadangan kedua ( Arjadi et al., 2020).

xxiii
xxiv

2.3.2 Pengaturan kadar glukosa darah

Glukosa merupakan analit yang diukur pada sampel darah. Kadar glukosa
darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di dalam darah.
Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat di dalam
tubuh. Keadaan normal kadar glukosa darah pada manusia berkisar antara 70–110
mg/dl, setelah makan kadar glukosa darah dapat meningkat 120-140 mg/dl dan
akan menjadi normal dengan cepat. Kelebihan glukosa dalam darah disimpan
sebagai glikogen dalam hati dan sel-sel otot (glikogenesis) yang diatur oleh
hormon insulin yang bersifat anabolik. Kadar glukosa darah normal dipertahankan
selama keadaan puasa karena glukosa dilepaskan dari cadangan-cadangan tubuh
(glukogenolisis) oleh hormon glukagon yang bersifat katabolik (Goldberg, 2016).

Pada kondisi normal, pankreas mempunyai kemampuan untuk


menyesuaikan jumlah insulin yang dihasilkan dengan intake karbohidrat.
Pengaturan fisiologis kadar glukosa darah sebagian besar tergantung dari:
ekstraksi glukosa, sintesis glikogen dan glikogenesis dari metabolisme di dalam
konsentrasi gula darah yang konstan perlu dipertahankan karena glukosa
merupakan satu-satunya zat gizi yang dapat digunakan oleh otak, retina dan epitel
germaninativum dalam jumlah cukup untuk menyuplai energi sesuai dengan yang
dibutuhkannya. Oleh karena itu, perlu mempertahankan konsentrasi glukosa darah
pada kadar yang seimbang (Goldberg, 2016).

2.3.3 Faktor yang mempengaruhi pengaturan glukosa darah


1. Pankreas
Pankreas adalah suatu kelenjar majemuk terdiri atas jaringan
eksokrin dan endokrin, strukturnya sangat mirip dengan kelenjar air
ludah panjangnya kira- kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari duodenum
sampai ke limpa dan beratnya ratarata 60-90 gram, terbentang pada
vertebral lumbalis I dan II dibelakang lambung (Setiadi, 2020).
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
1. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.

xxiv
xxv

2. Pulau Langerhans tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi


menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah Ada empat
jenis sel penghasil hormon yang teridentifikasi dalam pulau-pulau
langerhans, yaitu: (Hassan, 2016).
1. Sel alfa (α). Mensekresi glukagon, sel ini merupakan 15%
dari sel-sel endokrin pulau Langerhans dan terletak sepanjang
bagian perifer pulau Langerhans, sel α mempunyai inti yang
bentuknya tidak teratur dan granula sekretori yang
mengandung glukagon.
2. Sel beta (β). Mensekresi insulin 70% dari sel-sel endokrin
pulau Langerhans dan terletak ditengah pulau Langerhans sel
β mempunyai inti besar dan bulat.
3. Sel delta (δ). Merupakan 10% dari sel endokrin pulau
langerhas, dekat dengan sel-sel α. Sel δ mensekresi hormon
somatostatin.
4. Sel F. Mensekresi polipeptida pankreas, sejenis hormon
pencernaan yang dilepaskan setelah makan.
2. Insulin
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam
amino, dihasilkan sel β kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila
ada rangsangan pada sel β, insulin disintesis kemudian disekresikan ke
dalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa
darah (Hassan, 2016).
Insulin juga adalah hormon yang bersifat anabolik yang
mendorong penyimpanan glukosa sebagai glikogen di hati dan otot,
perubahan glukosa menjadi triasilgliserol di hati dan penyimpanannya
di jaringan adiposa, serta penyerapan asam amino dan sintesis protein
di otot rangka. Insulin meningkatkan sintesis albumin dan protein
darah lainnya oleh hati dan meningkatkan penggunaan glukosa sebagai
bahan bakar dengan merangsang transpor glukosa ke dalam otot dan
jaringan adipose. Insulin juga bekerja menghambat mobilisasi bahan

xxv
xxvi

bakar. Pelepasan insulin ditentukan terutama oleh kadar glukosa darah,


terjadi dalam beberapa menit setelah pankreas terpajang oleh kadar
glukosa yang tinggi. Ambang untuk pelepasan insulin adalah sekitar 80
mg/dl. Kadar tertinggi insulin terjadi sekitar 30-45 menit setelah
makan makanan tinggi karbohidrat. Kadar insulin kembali ke tingkat
basal seiring dengan penurunan kadar glukosa darah, sekitar 120 menit
selepas makan (Hassan, 2016).
Sekresi insulin diatur tidak hanya oleh kadar glukosa darah
tetapi juga oleh hormon lain dan mediator autonomik. Sekresi insulin
dipacu oleh glukosa darah yang tinggi dan difosforilasi dalam sel β
pankreas. Kadar adenosin trifosfat (ATP) meningkatkan dan
menghambat saluran K+, menyebabkan membran sel depolarisasi dan
influx Ca++ yang menyebabkan pulsasi eksositosis insulin. Hasil kerja
insulin adalah insulin melawan fosforilasi yang dirangsang oleh
glukagon, insulin bekerja melalui jenjang fosforilasi yang merangsang
fosforilasi beberapa enzim, insulin menginduksi dan menekan sintesis
enzim spesifik, insulin bekerja sebagai faktor pertumbuhan dan
memiliki efek perangsangan umum terhadap sintesis protein, dan
insulin merangsang transpor glukosa dan asam amino ke dalam sel.
Mekanisme yang dipakai oleh insulin untuk menyebabkan
timbulnya pemasukan glukosa dan penyimpanan dalam hati meliputi
beberapa langkah (Goldberg, 2016):
1. Insulin menghambat fosforilasi hati, yang merupakan enzim utama
yang menyebabkan tepecahnya glikogen dalam hati menjadi
glukosa.
2. Insulin meningkatkan pemasukan glukosa dari darah oleh sel-sel
hati. Keadaan ini terjadi dengan meningkatkan aktivitas enzim
glukonase, yang merupakan salah satu enzim yang menyebabkan
fosforilasi.
3. Insulin juga meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang
meningkatkan sintesis glikogen termasuk enzim glikogen sintetase

xxvi
xxvii

yang bertanggung jawab untuk polimerisasi dari unit monosakarida


untuk membentuk molekul glikogen.
3. Glukagon
Glukagon berfungsi untuk mempertahankan ketersediaan bahan
bakar apabila tidak tersedia glukosa makanan dengan merangsang
pelepasan glukosa dari glikogen hati. Glukagon merangsang
glukoneogenesis dari laktat, gliserol, dan asam amino, dan bersama
dengan penurunan insulin. Glukagon memobilisasi asam lemak dari
triasilgliserol adiposa sebagai sumber bahan bakar alternatif. Bekerja
terutama di hati dan jaringan adiposa dan hormon ini tidak memiliki
pengaruh terhadap metabolisme otot rangka (Hassan, 2016). Ketika
konsentrasi glukosa darah turun di bawah titik batas, maka pankreas
akan merespon dengan cara mensekresikan glukagon yang
mempengaruhi hati untuk menaikan kadar glukosa darah (Goldberg,
2016).
Umumnya terdapat hubungan timbal balik antara laju sekresi
insulin dan glukagon dari pulau pankreas, hubungan timbal balik ini
mencerminkan pengaruh insulin terhadap sel α serta kadar glukosa
darah dan substrat lainnya. Glukagon menstimulasi pelepasan
somatostatin dan somatostatin mensupresi sekresi insulin tetapi hal ini
bukan pengaruh fisiologinya yang utama, karena suplai darah di dalam
pulau mengalir dari inti sel β ke sel α dan sel δ, insulin mampu
bertindak sebagai hormon parakrin penghambat pelepasan-glukagon,
tetapi somatostatin harus melewati sirkulasi untuk mencapai sel α dan
sel β (Katzung, 2017).
Pelepasan glukagon dikontrol terutama melalui supresi oleh glukosa
dan insulin. Kadar terendah glukagon terjadi setelah makan makanan
tinggi karbohidrat. Karena semua efek glukagon dilawan oleh insulin,
perangsangan pelepasan insulin yang disertai tekanan sekresi glukagon
oleh makanan tinggi karbohidrat, lemak, dan protein yang terintegrasi.
Glukagon disintesis oleh sel α pada pankreas endokrin yang terdiri dari

xxvii
xxviii

kelompok mikroskopis kelenjar kecil, atau pulau Langerhans, tersebar


di seluruh pankreas eksokrin. Hormon tertentu merangsang glukagon
seperti katekolamin, kortisol, dan hormon saluran cerna tertentu
(Katzung, 2017).

2.4 Dewandaru (Eugenia uniflora L.)


2.4.1 Taksonomi tanaman
Menurut kutipan (Faizi, 2022) menyebutkan bahwa tanaman dewandaru
(Eugenia uniflora L.) memiliki sistematika tumbuhan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Myrtales

Famili : Myrtaceae

Genus : Eugenia

Spesies : Eugenia uniflora L.

Tanaman dewandaru (Eugenia uniflora L.) memiliki nama daerah yang


berbeda yaitu asam selong, cerme asam, belimbing londo.

2.4.2 Morfologi tanaman


Tanaman dewandaru (Eugenia uniflora L.) berbentuk perdu yang tumbuh
secara tahunan dan memiliki ketinggian bisa lebih dari 5 m. Tumbuhan ini
tersebar luas di negara – negara amerika selatan terutama pada brasil, argentina,
uruguay, dan paraguay. Tanaman ini tumbuh pada indonesia pada daerah jawa dan
sumatera (Faizi, 2022). Genus eugenia digunakan dalam pengobatan tradisional

xxviii
xxix

untuk mengobati luka, flu, demam, batuk, asam urat, hipertensi, penyakit
pencernaan dan liver, rematik, radang amandel, sakit tenggorokan, wasir dan
diare. Spesies Eugenia yang paling banyak diteliti adalah E. uniflora L. ,
penghasil Dewandaru ( E. uniflora L. ). Dewandaru ( E. uniflora L .) merupakan
pohon dengan tajuk lebat, berukuran tinggi antara 2 sampai 9 m, bercabang,
berbentuk bulat, dedaunan persisten dan sistem perakaran. Daun E.
uniflora diidentifikasikan sebagai kebalikan sederhana, dengan tangkai daun
berukuran sekitar 2 mm. Daun yang masih baru berwarna hijau kecoklatan dan
konsistensi membran, sedangkan daun dewasa berwarna hijau tua karena
kompleksitas yang mencakup variabilitas, biotipe, faktor lingkungan, dan wilayah
lokasinya, maka sulit untuk melengkapi profil fenolik dan mengkarakterisasi
komponen daun E. Uniflora ((Araujo dkk., 2021 ).

Tanaman dewandaru (Eugenia uniflora L.) memiliki batang, daun, bunga,


buah, biji, dan akar, yaitu : (Faizi, 2022).

1. Batang
Batang pada tanaman dewandaru (Eugenia uniflora L.) memiliki
batang yang tegak berkayu, berbentuk bulat, serta batangnya memiliki
warna coklat.
2. Daun
Daun dewandaru (Eugenia uniflora L.) memiliki jenis daun
tunggal, tersebar berbentuk lonjong dengan ujung yang runcing serta
pangkalnya yang meruncing. Tepi daun rata, pada tulang daun menyirip
yang memiliki panajang lebih dari 5 cm dan lebar kurang dari 4 cm,
daun dewandaru (Eugenia uniflora L.) berwarna hijau.
3. Bunga
Bunga pada tanaman dewandaru (Eugenia uniflora L.) ini
berbentuk tunggal, berkelamin ganda dengan memiliki daun pelindung
yang kecil berwarna hijau. Kelopak bunga bertaju 3-5, serta memiliki
benangsari berwarna putih. Mahkota yang dimiliki pada bunga

xxix
xxx

dewandaru (Eugenia uniflora L.) berbentuk kuku dan berwarna kuning,


serta putiknya berbentuk silindris.
4. Buah dan Biji
Tanaman ini memiliki buah yang berbentuk buni bulat dengan
memiliki diameter kurang lebih 1,5 cm serta buahnya berwarna merah.
Sedangkan untuk bijinya berwarna coklat, kecil dan keras.
5. Akar
Akar yang dimiliki oleh tanaman ini merupakan akar tunggang
dan warna yang dimiliki adalah coklat.

Gambar 2. 1 Buah Dewandaru (Eugenia uniflora L)

2.5 Mencit (Mus musculus)

Mencit (Mus musculus) termasuk mamalia pengerat yang cepat berkembang


biak. Mencit memiliki ciri-ciri berupa bentuk tubuh kecil, berwarna putih,
memiliki siklus estrus teratur yaitu 4-5 hari. Mencit telah banyak dipergunakan
sebagai hewan percobaan dalam penelitian ilmiah karena siklus hidupnya yang
relatife pendek, jumlah anak per kelahirannya banyak, variasi sifat-sifatnya tinggi,
mudah ditangani, dan sifat anatomis dan fisiologisnya terdeteksi dengan baik
Mencit dapat hidup diberbagai daerah mulai dari iklim dingin, sedang maupun
panas dan dapat hidup di kandang maupun bebas sebagai hewan liar. Mencit liar
lebih suka dengan suhu lingkungan yang tinggi dan maupun pada suhu yang
rendah mencit dapat beradaptasi dengan baik Mencit dipilih sebagai hewan uji
karena memiliki beberapa keuntungan yaitu daur estrusnya teratur, mudah

xxx
xxxi

dideteksi, periode kebuntingan yang singkat dan mempunyai anak yang banyak
serta memiliki keselarasan pertumbuhan dengan kondisi manusia. Proses dan
metabolisme dalam tubuhnya berlangsung cepat sehingga cocok untuk dijadikan
sebagai objek penelitian (Nugroho, 2018).

1. Klasifikasi Mencit (Mus musculus)


Berikut ini klasifikasi pada mencit (Mus musculus) adalah sebagai
berikut: (Legorreta-Herrera dkk., 2018).
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus

Gambar 2. 2 Mencit (Mus musculus)

2. Anatomi dan Fisiologi


Mencit memiliki luas permukaan tubuh sekitar 36 cm² dengan berat
badan 20 gram. Pada umur 70 hari atau 2 bulan memiliki bobot pada
waktu lahir sekitar 0,5-1,5 gram yang dapat meningkat sekitar 40 gram.
Pada mencit betina dewas memili berat badan berkisar 25-40 gram
sedangkan mencit jantan dewasa memiliki berat badan berkisar antara 20-

xxxi
xxxii

40 gram. Mencit jika diperlakukan dengan baik akan mudah


penanganannya, sebaliknya jika mencit perlakuannya yang kasar dapat
menimbulkan sifat yang agresif dan dapat menggigit pada kondisi tertentu
(Herrmann et al., 2019).
Mencit memiliki ciri khas dari mencit jantan dan betina, mencit
betina memiliki 5 pasang kelenjar ambing, 3 pasang yang terdapat di
bagian ventral thoraks dan 2 pasang lainnya di bagian inguinal, mencit
memiliki susunan gigi yang lengkap seperti incisivus ½, caninus 0/0,
premotor 0/0 dan molar 3/3. Gigi mencit tidak terganti hingga dewasa dan
mencit menggunakan giginya untuk memperoleh makanan (Herrmann et
al., 2019).
3. Nutrisi, Rasum, dan Minum
Rasum makanan yang diberikan pada mencit harus memiliki unsur-
unsur penunjang atau tambahan, unsur utama tersebut seperti karbohidrat,
lemak, dan protein, sedangkan unsur tambahannya seperti vitamin,
mineral dan air. Mencit dewasa setiap harinya mengonsumsi makanan
hingga 3-5 g, pada mencit yang sedang bunting maupun menyusui
memerlukan makanan yang lebih banyak. Pada air minum mencit sendiri
memerlukan pergantian, karena mencit lebih menyukai air yang bening
dan bersih (Herrmann et al., 2019).
4. Sistem Reproduksi Mencit Jantan
Sistem reproduksi mencit jantan terdiri dari beberapa bagian
seperti: (Herrmann et al., 2019).
a. Testis
Testis berjumlah dua buah, terdapat didalam kantong luar
disebut skrotum. Pada semua spesies testis berkembang di dekat
ginjal, yakni didaerah krista genitalis primitif. Testis merupakan
kelenjar campuran, yakni kelenjar eksokrin juga sekaligus sebagai
kelenjar endrokin. Sebagai kelenjar eksokrin testi berfungsi
menghasilkan sel sperma.
b. Kelenjar Asesoris

xxxii
xxxiii

Kelenjar asesoris rodentia dan mamalia terdiri atas epididimis,


vas deferens, prostat, sepasang glandula cowper dan sepasang
vasikula seminalis. Kelenjar ini berfungsi membuat cairan semen yang
dapat memungkinkan sperma bergerak aktif dan hidup untuk waktu
tertentu.
c. Alat Kelamin atau Organ Kopulatoris
Organ kopulatoris pada mencit jantan yaitu penis yang memiliki
tugas ganda seperti untuk alat pengeluaran urin dan penyaluran semen
ke dalam saluran reproduksi mencit betina.
5. Spermatogenesis
Spermatogenesis merupakan proses pembentukan spermatozoa
yang terjadi dalam tubulus seminiferus testis. Spermatogenesis dibagi
menjadi 3 fase yaitu spermatositogenesis, meiosis dan spermiogenesis:
(Herrmann et al., 2019).
a. Spermatositogenesis
Di dalam tubulus seminiferus terdapat sel spermatogonium yang
hidupnya aktif membelah secara mitosis. Populasi spermatogonia
memiliki 2 tipe yaitu tipe A dan tipe B. Pada tipe A spermatogonia
bersifat stem sel dan merupakan tergolong sel gelap (dark cell) yang
tidak aktif membelah. Sedangkan pada tipe B spermatogonia berasal
dari tipe A yang membelah untuk menyelesaikan proses
spermatogenesis.
b. Meiosis
Pada fase ini pembelahan sekunder terjadi di meiosis dari
spermatosit primer menjadi spermatosit sekunder yang diikuti
terjadinya reduksi jumlah kromosom. Setiap spermatosit primer akan
membelah menjadi 2 sel yang disebut spermatosit sekunder pada saat
proses meiosis 1. Kemudian spermatosit sekunder akan membelah lagi
menjadi meiosis 2 yang menghasilkan 4 spermatid.
c. Spermiogenesis

xxxiii
xxxiv

Terjadi perubahan morfologi yaitu dari spermatid menjadi


spermatozoa pada fase spermiogenesis. Spermiogenesis meliputi fase
cap (fase tutup),fase golgi, fase akrosom, dan fase muturasi (fase
pematangan). Pada fase cap akan terjadi granula akrosom semakin
membesar, bertambah pipih, dan menuju bagian depan inti, sehingga
akan membentuk semacam tutup (cap) sementara. Pada fase golgi
akan terbentuk butiran proakrosom yang akan membentuk granula
akrosom. Pada fase akrosom akan terjadi redistribusi bahan akrososm.
Sedangkan pada fase pematangan (maturasi) bentuk spermatid akan
hampir sama dengan spermatozoa dewasa. Spermatid yang berubah
menjadi spermatozoa akan berhubungan langsung dengan sel sertoli
yang mengadung banyak glikogen yang merupakan makanan dari
spermatozoa.
6. Spermatozoa
Setiap hewan memiliki bentuk sel sperma yang bervariasi, seperti
dapat dibedakan menjadi bagian kepala, bagian tengah, dan bagian ekor.
Pada bagian kepala memiliki panjang kurang lebih 0,008, bagian ekor dan
bagian tengah sangat panjang rata-rata 0,1226 mm. Pada bagian kepala
terdapat akrosom yang mengadung enzim hialurodinase yang berfungsi
pada saat fertilitas. Setelah spermatozoa dipancarkan spermatozoa akan
maju ke depan. Spermatozoa memiliki panjang keseluruhan 0-60 mikro
(kira-kira seperduapuluh milimeter). Sperma yang dikeluarkan 3-5
mililiter dan sperma yang terkandung banyaknya 100-180 juta tiap
mililiter setiap kali kopulasi (Herrmann et al., 2019).

xxxiv
35

2.6 Kerangka Teori

Ekstrak buah Glukosa


Dewandaru
(Eugenia uniflora
L.) Sel β-pankreas

ROS Intrasel

Nekrosis sel β pankreas

Sekresi insulin

Glikogenesis
Glikogenolisis
Glukoneogenesis
Absorbsi glukosa darah
ke sel

Glukosa darah

Gambar 2. 3 Kerangka Teori


2.7 Kerangka Konsep

Ekstrak buah Dewandaru Efek anti hiperglikemi


(Eugenia Uniflora L.) pada mencit yang
diinduksi glukosa

Gambar 2. 4 Kerangka konsep


36

2.8 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini sebagai berikut.

Ho : Ekstrak buah Dewandaru (Eugenia Uniflora L.) tidak memiliki efek anti
hiperglikemi pada mencit putih jantan (Mus musculus) yang diinduksi
glukosa.

Ha : Ekstrak buah Dewandaru (Eugenia Uniflora L.) memiliki efek anti


hiperglikemi pada mencit putih jantan (Mus musculus) yang diinduksi
glukosa.
37

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian


Tempat penelitian dilakukan di laboratorium Fakultas Farmasi Universitas
Mahasarwati Denpasar dan waktu penelitian dilakukan selama 1 bulan 2 minggu.

3.2 Alat dan Bahan penelitian


1. Alat penelitian
Alat yang diperlukan untuk penelitian ini diantaranya yaitu: kandang
pemeliharaan hewan, sarung tangan, tempat air minum, makanan hewan,
alat – alat gelas (phyrex), timbangan analitik, oven, rotary evaporator,
blender, ayakan, cawan petri, jarum suntik disposable syringe 5 ml 3 ml,
masker, pipet volumetrik, sonde alat, blood glucose stick meter, gunting.
2. Bahan penelitian
Bahan – bahan yang diperlukan dalam penelitian ini diantaranya adalah:
glukosa, pakan standart AD II , etanol 96%, buah Dewandaru (Eugenia
uniflora L.), dan aquadest, aquabidest steril, alkohol 70%.

3.3 Rancangan penelitian


1. Variabel penelitian
variabel bebas : kosentrasi ekstrak buah Dewandaru (Eugenia uniflora L.)
variabel terikat : kadar glukosa darah
variabel terkendali : berat badan, pengaturan pencahayaan, suhu, pakan,
umur tikus
2. Desain penelitian
Pada penelitian ini desain yang digunakan adalah desain penelitian
eksperimental.
38

3. Teknik pengumpulan dan pengolahan data


Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah pengukuran.
Hasil pengukuran dalam bentuk tabel kemudian dilakukan uji
perbandingan dengan menggunkan software statistik SPPS versi 26 untuk
mengetahui perbandingan dari kelompok yang akan dibandingkan, setelah
itu dideskrptifkan dengan hasil pengujian yang didapatkan
4. Cara sampling
Pengambilan sampel dilakukan secara sampling. Penentuan besar sampel
menurut ketentuan rumus dari federer yakni untuk penelitian eksperimen
dengan jumlah keseluruhan kelompok ≥ 15 sampel. Cara penentuan
pengulangan dengan perhitungan:
keterangan:
t = jumlah perlakuan
n = jumlah sampel
penelitian ini terdiri 4 kelompok masing masing terdiri dari:
1. kelompok I : ekstrak buah Dewandaru (Eugenia uniflora L.)
kosentrasi 100%
2. Kelompok II : ekstrak buah Dewandaru (Eugenia uniflora L.)
kosentrasi 75%
3. Kelompok III : ekstrak buah Dewandaru (Eugenia uniflora L.)
kosentrasi 50%
4. Kelompok VI : ekstrak buah Dewandaru (Eugenia uniflora L.)
kosentrasi 25%
5. Kelompok V : tanpa penambahan ekstrak buah Dewandaru
(Eugenia uniflora L.)
6. Kelompok VI : penambahan glukosa
Jadi perlakuannya (t) adalah 6
(t – 1) ( n -1) = 15
(6 – 1) (n- 1) = 15
5n -5 = 15
5n = 20
39

n=4
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka jumlah sampel yang
diperlukan adalah 6 kelompok tikus dalam tiap kelompok percobaan.
Sehingga sampel yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu 30 mencit
untuk 6 kelompok mencit perlakuan.

3.4 Cara Kerja


1. Persiapan hewan uji
Adapun hewan yang akan digunakan dilakukan pemilihan sesuai
dengan kriteria inklusi dan eksklusi, adapun kriteria inklusi yang
diinginkan adalah:
1. Mencit sehat
2. Kelamin jantan
3. Umur 3 – 4 bulan
4. Berat badan 250 – 350 gram
Sedangkan kriteria eksklusi adalah:
1. Mencit tampak sakit
2. Terdapat abnormalitas
3. Mencit obesitas
2. Adaptasi hewan
Hewan coba diaklimasi selama kurang lebih 1 minggu sebelum
perlakuan, dilakukan adaptasi (Animal house) pada hari pertama sampai
hari ketujuh. Sampel diadaptasikan dengan tempat tinggal barunya, dengan
pemberian makanan dan minuman. Perlakuan ini disamakan pada semua
mencit Adaptasi cukup dilakukan selama 7 hari. Adaptasi ini bertujuan
untuk semua objek penelitian supaya hewan coba dalam kondisi tidak
stress dan dalam keadaan yang sama saat dimulai penelitian.
3. Persiapan bahan uji
a. Perhitungan dosis ekstrak buah Dewandaru (Eugenia uniflora L.)
Manusia mengkonsumsi buah Dewandaru (Eugenia uniflora L.)
perhari yaitu sebanyak 25 gram. kusumawati (2004) menggunakan
40

faktor konversi manusia ke mencit dengan berat badan untuk manusia


adalah 70 kg dan untuk berat badan mencit rata – rata 200 gram adalah
0,0028, jadi 25 x 0,0028 = 0,07gram. Penelitian ini menggunakan
konsentrasi yang berbeda yaitu konsentrasi 25%, konsentrasi 50%,
konsentrasi 75%, konsentrasi 100%.
b. Perhitungan dosis Glukosa
Mencit diinduksian antidiabetaogenik melalui interperitonial
dengan dosis 150 mg/kg BB dengan perhitungan dosis seperti berikut :
dosis pada mencit 150 mg/kg BB pada mencit 200 gram = (200 g/
1000 g) x 150 mg / kg BB = 30 mg/ mencit 200 g.
c. Pembuatan ekstrak buah Dewandaru (Eugenia uniflora L.)
Buah Dewandaru (Eugenia uniflora L.)yang digunakan pada
penelitian ini adalah buah Dewandaru (Eugenia uniflora L.). Buah
Dewandaru (Eugenia uniflora L.) ini dipilih karena memiliki manfaat
yang jarang diketahui oleh khalayak ramai. Cara pembuatan buah
Dewandaru (Eugenia uniflora L.)adalah sebagai berikut: Ekstrak buah
Dewandaru (Eugenia uniflora L.)dibuat dengan metode maserasi,
sebanyak ± 5 kg buah Dewandaru (Eugenia uniflora L.) di cuci bersih
kemudian ditiriskan dan dipotong tipis – tipis. Potongan buah
Dewandaru (Eugenia uniflora L.) yang sudah dipotong tipis – tipis
kemudian dikeringkan di dalam oven dengan suhu 40 – 60 ◦c selama
1x 24 jam. Potongan buah Dewandaru (Eugenia uniflora L.) yang telah
kering dan diblender hingga menjadi serbuk. Serbuk yang telah
diblender kemudian dimaserasi dengan menggunakan pelarut etanol
96% sampai sampel direndam seluruhnya dalam waktu ± 24 jam,
kemudian hasil rendaman disaring menggunakan kertas penyaring.
Kemudian dilakukan maserasi ulang dan dengan cara yang sama,
sampai tiga kali. Hasil dari ekstrak atau filtrat dari maserasi di
tampung menjadi satu kemudian dalam satu wadah untuk memisahkan
dengan pelarutnya. Penguapan dilakukan untuk menghilangkan etanol
didalam pelarut dengan alat rotary evaporator dengan suhu 45–50 ◦C,
41

hingga pelarut habis menguap, kemudian didapatkan ekstrak kental


buah Dewandaru (Eugenia uniflora L.).
d. Pembuatan kosentrasi ekstrak buah Dewandaru (Eugenia uniflora L.)
Ekstrak pekat buah Dewandaru (Eugenia Uniflora L.)dibuat dengan
kosentrasi 25%, 50%, 75%, 100%. Dengan menggunakan etanol.
1. Konsentraasi 25% : 25 gram ekstrak buah Dewandaru (Eugenia
uniflora L.) dicampur dengan aquades sampai volume 100 ml
2. Konsentrasi 50% : 50 gram ekstrak buah Dewandaru (Eugenia
uniflora L.) dicampur dengan aquades sampai volume 100 ml
3. Konsentrasi 75% : 75 gram ekstrak buah Dewandaru (Eugenia
uniflora L.)dicampur dengan aquades sampai volume 100 ml
4. Konsentrasi 100% : 100 gram ekstrak buah Dewandaru (Eugenia
uniflora L.)dicampur dengan aquades sampai volume 100 ml
e. Pembuatan diabetes pada mencit
Pembuatan diabetes pada mencit dilakukan dengan menginjeksi
menggunkan glukosa 150mg/kgBB secara intraperitonial pada mencit.
Serbuk glukosa dilarutkan dengan cara melarutkan glukosa monohidrat
diencerkan menggunakan aquabidest steril of injection. Hari pertama
dilakukan pengukuran kadar glukosa darah dimana hasil digunakan
sebagai pengukuran kadar glukosa awal, kemudian diinjeksikan
glukosa secara interperitoneal, kemudian setelah 2 minggu setelah
diinjeksi glukosa, kadar gukosa dilakukan pengukuran kembali untuk
membandingkan dengan kadar glukosa awal, yaitu sebelum dilakukan
injeksi glukosa. Bila terjadi kenaikan kadar glukosa darah mencit
melebihi ± 200 mg/dl. Maka mencit tersebut sudah dianggap diabetes.
f. Uji aktivitas antidiabetes
Hewan percobaan yang digunakan adalah 30 ekor mencit. Cara
pengambilan sampel darah dapat didasarkan pada penelitian yang
sudah dilakukan. Langkah awal yaitu dengan mengukur kadar glukosa
darah mencit hari ke -0 (glukosa darah pre-glukosa), yang sebelumnya
mencit telah dipuasakan 12 jam. Pengambilan darah di vena lateralis
42

yang berada pada bagian ekor mencit yang sebelumnya dibersihkan


dengan alkohol. Selanjutnya 30 ekor mencit diberi perlakuan glukosa
dengan dosis 150 mg/kgBB dengan intraperitoneal, setelah 2 minggu
kemudian, dilakukan pengukuran lagi kadar glukosa darahnya (glukosa
darah post glukosa ), kemudian dari hasil puasa dan setelah pemberian
glukosa dibandingkan terjadi kenaikan pada kadar glukosa darah
mencit yaitu darah menjadi lebih ± 200 mg/dl maka mencit sudah
dianggap diabetes. Kemudian mencit 30 ekor ini dibagi menjadi 6
kelompok, pemberian ekstrak buah Dewandaru (Eugenia Uniflora
L.)menggunakan sonde oral pada 30 ekor mencit dengan perlakuan
sebagai berikut:
a. Kelompok I : Kontrol negatif hanya diberi aquadest selama 14
hari
b. Kelompok II : Kontrol positif hanya diberi glukosa
c. Kelompok III : Diberi ekstrak buah Dewandaru (Eugenia
uniflora L.) dengan konsentrasi 25% dengan dosis selama 14
hari
d. Kelompok IV : Diberi ekstrak buah Dewandaru (Eugenia
uniflora L.) dengan konsentrasi 50% dengan dosis selama 14
hari
e. Kelompok V : Diberi ekstrak buah Dewandaru (Eugenia
uniflora L.) dengan kosentrasi 75% dengan dosis selam 14 hari
f. Kelompok VI : Diberi ekstrak buah Dewandaru (Eugenia
uniflora L.) dengan kosentrasi 100% dengan dosis selama 14
hari setelah 14 hari setelah pemberian perlakuan, dilakukan
pengukuran kadar glukosa darah mencit kembali untuk
membandingkan hasil kadar glukosa darah setelah pemberian
glukosa selama 2 minggu dan dengan pemberian ekstrak buah
Dewandaru (Eugenia uniflora L.).
g. Pengambilan darah hewan uji
43

Sebelum dilakukan pengambilan darah mencit, bagian ekor


mencit dibersihkan terlebih dahulu dibersihkan menggunakan alkohol
70%. Selanjutnya darah diambil pada bagian ekor menggunakan
autokilk sehingga keluar darah dan diukur kadar gula darah dengan
alat glukometer accu-check. Caranya dengan meneteskan darah yang
berasal dari ekor mencit yang diteteskan pada strip glukosa yang telah
dimasukkan kedalam glukometer, setelah darah diteteskan pada strip,
kemudian ditunggu selama 10 detik untuk hasil dari pembacaan
kosentrasi glukosa darah pada glukometer. Hasil yang tertera pada
glukometer merupakan hasil dari nilai kosentrasi glukosa darah dalam
satuan mg/dl.

3.5 Skrining Fitokimia


Pembuatan larutan uji fitokimia: dilakukan dengan cara melarutkan ekstrak
buah dewandaru sebanyak 500 mg ke dalam 50 ml pelarut etanol. Pemeriksaan
alkaloid: sebanyak 2 ml larutan uji diuapkan diatas cawan porselin hingga
diperoleh residu. Residu kemudian dilarutkan dengan 5 ml HCl 2N. Larutan yang
didapat kemudian dibagi ke dalam 2 tabung reaksi. Tabung pertama berfungsi
sebagai blanko. Tabung kedua ditambahkan 3 tetes pereaksi Dragendroff, reaksi
positif terbentuk endapan jingga pada tabung.

Pemeriksaan flavonoid: sebanyak 1 ml larutan uji ditambahkan ditambahkan


serbuk magnesium 0,5gram dan 3 tetes HCL pekat. Terbentuknya warna oranye
sampai merah menunjukan adanya flavon, merah sampai merah padam
menunjukan flavanol, merah padam sampai merah keunguan menunjukan
flavanon.

Pemeriksaan saponin: sebanyak 10 ml larutan uji dalam tabung reaksi


dikocok vertikal selama 10 detik, kemudian dibiarkan selama 10 detik.
Terbentuknya busa yang stabil menunjukkan adanya saponin. Pada penambahan 1
tetes HCl 2N, busa tidak hilang.
44

Pemeriksaan tanin: sebanyak 2 ml larutan uji ditambahkan beberapa tetes


larutan FeCl3 10%, warna biru tua atau hitam kehijauan menunjukkan adanya
tanin dan polifenol.

Pemeriksaan steroid/ triterpenoid: sebanyak 2 ml larutan uji ditambahkan 1


ml kloroform ditambahkan1 ml asam asetat anhidrat dan 4 ml larutan H2SO4.

Pembentukan cincin warna kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan


menunjukan positif terpenoid, dan jika timbul cincin biru kehijauan menunjukan
positif steroid.

3.5 Analisis Data


Data yang diperoleh dianalisa dalam statistik dengan menggunkan program
statistik versi 26 kemudian dilihat dan didistribusi data normal dan tidak dengan
menggunakan uji saphiro - wilk, selanjutnya di uji homogenitas dengan uji leven
test of variance. Dari hasil uji data berdistribusi tidak normal, atau varians data
tidak sama, maka dilakukan uji alternatif dengan menggunakan statistik
nonparametrik kruskal – wallis. Jika p<0,05 = maka ada perbedaan makna dimana
( Ho = ditolak).
45

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. 2018. Diagnosis And Classification Of Diabetes


Mellitus. Diabetes Care. 35.
Abu Hassan Shaari, N. S., Manaf, Z. A., Ali, N. M., Shahar, S., & Mohamed
Ismail, N. A. (2016). Usage Of Mobile Applications In Diabetes
Management: A Review. Malaysian Journal Of Health Sciences/Jurnal
Sains Kesihatan Malaysia, 14(2).
Amir, S.M.J., Wungouw, H. & Pangemanan, D., 2015. Kadar Glukosa Darah
Sewaktu Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas Bahu Kota
Manado. Jurnal E-Biomedik, 3.
Arjadi, F & P. Susatyo. 2020. Regenerasi Sel Pulau Langerhans Pada Tikus Putih
(Rattus Novergicus) Diabetes Yang Diberi Rebusan Daging Mahkota Dewa
(Phaleria Macrocarp (Scheff.) Boerl.). Vol. 2, No. 2
Araujo, N. M. P., H. S. Arruda, D. de Paulo Farias, et al., 2021. Plants from the
genus Eugenia as promising therapeutic agents for the management of
diabetes mellitus: A review. 142, 110182.
Bezerra, I. C., R. T. d. M. Ramos, M. R. Ferreira, et al., 2018. Chromatographic
profiles of extractives from leaves of Eugenia uniflora. 28, 92–101.
Bonds, J.A., 2016. Type 2 Diabetes Mellitus As A Risk Factor For Alzheimer’s
Disease. Genes, Environment And Alzheimer’s Disease, 4(2), Pp.387–413.
Dabla P.K. 2020 Rental Function In Diabetic Nephropathy. World J Diabetes; 1
(2): Hlm 48-56. Dean, P.M. Dan E.K. Matthews. The Bioelectrical
Properties Of Pancreatic Islet Cells: Effecr Of Diabetogenic Agents.
Diabetologia. 8: 173-178.
Depkes RI. 2017. Keputusan Menteri Kesehatan Ri No.381/Menkes/Sk/Iii/2017
Tentang Kebijakan Obat Tradisional. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
Deshpande, A.D. 2018. Schootman M. Epidemiology Of Diabetes And Diabetes-
Related Complications. Physical Therapy. 88 (11): Hlm 1254-64.
Dyahnugra, A. Ayu, Widjarnako, S. Bambang . 2015. Pemberian Ekstrak Bubuk
Simplisia Kulit Manggis (Garcinia Mangostana L.) Menurunkan Kadar
Glukosa Darah Pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Strain Wistar Jantan
Kondisi Hiperglikemik. Jurnal Pangan Dan Agroindustri, Vol 3(1): 113- 122.
de Paulo Farias, D., I. A. Neri–Numa, F. F. de Araujo, et al., 2020. A critical
review of some fruit trees from the Myrtaceae family as promising sources
for food applications with functional claims. 306, 125630.
de Souza Cardoso, J., Oliveira, P. S., Bona, N. P., Vasconcellos, F. A.,
Baldissarelli, J., Vizzotto, M., ... & Stefanello, F. M. (2018). Antioxidant,
antihyperglycemic, and antidyslipidemic effects of Brazilian-native fruit
46

extracts in an animal model of insulin resistance. Redox report, 23(1), 41-


46.
Dos Santos, J. F. S., Rocha, J. E., Bezerra, C. F., do Nascimento Silva, M. K., de
Matos, Y. M. L. S., de Freitas, T. S., ... & Morais-Braga, M. F. B. (2018).
Chemical composition, antifungal activity and potential anti-virulence
evaluation of the Eugenia uniflora essential oil against Candida spp. Food
Chemistry, 261, 233-239.
Ekawati E, 2018. Hubungan Kadar Glukosa Darah Terhadap Hypertriglyceridemia
Pada Penderita Diabetes Mellitus., Pp.978–979.
Eva D. 2019. Diabetes Melitus Tipe 2. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fk Unand.
Padang
Faizi, M. N., & Marhayuni, Y. (2022). Buah Dewandaru Sebagai Antioksidan
Dalam Perspektif Islam Dan Sains. Konferensi Integrasi Interkoneksi Islam
dan Sains, 4(1), 124-127.
Falcão, T. R., de Araújo, A. A., Soares, L. A. L., de Moraes Ramos, R. T., Bezerra,
I. C. F., Ferreira, M. R. A., ... & Guerra, G. C. B. (2018). Crude extract and
fractions from Eugenia uniflora Linn leaves showed anti-inflammatory,
antioxidant, and antibacterial activities. BMC complementary and
alternative medicine, 18, 1-12.
Guyton, A.C. Hall, J.E. 2016. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Terjemahan K.A.
Tengadi. Egc. Jakarta.
Goldberg, R. B., Bittner, V. A., Dunbar, R. L., Fleg, J. L., Grunberger, G., Guyton,
J. R., ... & Boden, W. E. (2016). Effects of extended-release niacin added to
simvastatin/ezetimibe on glucose and insulin values in AIM-HIGH. The
American journal of medicine, 129(7), 753-e13.
Helt, K. M. P., R. Navas and E. M. J. R. d. C. A. Gonçalves, 2018. Características
físico–químicas e compostos antioxidantes de frutos de pitanga da região de
Capão Bonito–SP. 16, 96–102.
Herrmann, K., Stephens, M., & Pistollato, F. (2019). Beyond the 3Rs: Expanding
the use of human-relevant replacement methods in biomedical research.
ALTEX: Alternativen Zu Tierexperimenten, 36, 343–352.
https://doi.org/10.14573/altex.1907031
International Diabetes Federation, I. 2019. Diabetes Atlas 9th Edition 2019.
www.diabetesatlas.org.
Kumar, V., & Sharma, Y. (2018). Effects of environment on the chemical
constituents and biological characteristics of some medicinal plants.
In Phytochemistry (pp. 279-292). Apple Academic Press.
Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ. 2017. Farmakologi Dasar & Klinik. Vol.2,
Edisi 12, Editor Bahasa Indonesia Ricky Soeharsono et al. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
47

Kementrian Kesehatan RI. 2019. Laporan Nasional Riskesdas 2018. Lembaga


Penerbit Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan.
Legorreta-Herrera, M. et al. 2018. ‘Sex-Associated differential mRNA expression
of cytokines and its regulation by sex steroids in different brain regions in a
plasmodium berghei ANKA model of Cerebral Malaria’, Mediators of
Inflammation.
Nugroho, R. A., Noprianti, D., & Sudiastuti, S. (2018). Pengaruh ekstrak air daun
sembukan (paederia foetida linn.) terhadap morfometri dan kelulushidupan
fetus mencit (mus musculus l.). Jurnal Biota, 4(2), 49-53.
Fried, George H., George J. Hademenos. 2015. Schaum’s Out Lines Biologi.
Jakarta: Erlangga. Filipponi P, Gregorio F, Cristallini S, Ferrandina C,
Nicoletti I, Santeusanio F. Selective Impairment Of Pancreatic A Cell
Suppreession By Glucose Duringacute Alloxan – Induced Insulinopenia: In
Vitro Study On Isolated Perfused Rat Pancreas.
Perkeni. 2015. Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2
Di Indonesia.
Setiadi, E., Peniati, E., & Susanti, R. S. R. (2020). Pengaruh Ekstrak Kulit Lidah
Buaya Terhadap Kadar Gula Darah Dan Gambaran Histopatologi Pankreas
Tikus Yang Diinduksi Aloksan. Life science, 9(2), 171-185
Senduk, W. A., Silva, M., & Ratuliu, G. (2021). Efektifitas Pendidikan Kesehatan
Perawatan Diri Terhadap Perawatan Diri Dan Kualitas Hidup Penderita
Diabetes Mellitus Di Kelurahan Pangolombian Kota Tomohon (Doctoral
Dissertation, Universitas Katolik De La Salle Manado).
Sardi, J. d. C. O., I. A. Freires, J. G. Lazarini, et al., 2017. Unexplored endemic
fruit species from Brazil: Antibiofilm properties, insights into mode of
action, and systemic toxicity of four Eugenia spp. 105, 280–287
Tambara, A. L., Moraes, L. D. L. S., Dal Forno, A. H., Boldori, J. R., Soares, A. T.
G., de Freitas Rodrigues, C., ... & Denardin, C. C. (2018). Purple pitanga
fruit (Eugenia uniflora L.) protects against oxidative stress and increase the
lifespan in Caenorhabditis elegans via the DAF-16/FOXO pathway. Food
and chemical toxicology, 120, 639-650.

Anda mungkin juga menyukai