Anda di halaman 1dari 86

PERBEDAAN HASIL PEMERIKSAAN SEDIMEN URINE

YANG DIPERIKSA KURANG DARI 1 JAM DAN


LEBIH DARI 1 JAM PADA PASIEN SUSPEK
INFEKSI SALURAN KEMIH
DI RSUD KOTA KENDARI

KARYA TULIS ILMIAH

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan


Diploma III Analis Kesehatan Di Poltekkes Kemenkes Kendari

OLEH :

Wa Ode Asriyani
P00320013137

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2016
RIWAYAT HIDUP PENELITI

A. Identitas Diri
Nama : Wa Ode Asriyani
NIM : P00320013137
Tempat, Tanggal Lahir : Marobea, 27 Agustus 1995
Suku / Bangsa : Muna/ Indonesia
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam

B. Pendidikan
1. SD Negeri 08 Kendari, tamat tahun 2007
2. MTs Negeri 2 Kendari, tamat tahun 2010
3. SMA Negeri 3 Kendari, tamat tahun 2013
4. Sejak tahun 2013 melanjutkan pendidikan di Politeknik Kesehatan
Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan

v
MOTTO

“The best feeling in the world is to know that your parents are
smiling because of you”

Perasaan yang paling baik didunia adalah mengetahui bahwa


orang tuamu tersenyum karena kamu

Kupersembahkan untuk alamamaterku,

Ayahanda dan ibunda tersayang

Keluargaku tersayang

Doa dan nasehat untuk menunjang keberhasilanku

vi
ABSTRAK

Wa Ode Asriyani (P00320013137) Perbedaan Hasil Pemeriksaan


Sedimen Urine Yang Diperiksa Kurang Dari Satu Jam Dan Lebih Dari Satu Jam
Pada Pasien Suspek Infeksi Saluran Kemih (ISK) Di Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Kendari. Dibimbing oleh ibu Sitti Rachmi Misbah dan ibu Satya Darmayani
(xiv + 54 halaman + 9 lampiran + 5 tabel + 3 gambar).
Infeksi saluran kemih adalah suatu istilah yang dipakai untuk menyatakan
adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Untuk dapat mendiagnosa
seseorang pasien terkena ISK maka dilakukan pemeriksaan urinalisis.Pemeriksaan
urinalisis sebaiknya dilakukan < 1 jam setelah pengambilan sampel. Namun
seringkali dengan banyaknya sampel urine yang harus diperiksa dan kondisi lain
yang menyebabkan terjadinya penundaan pemeriksaan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil pemeriksaan
sedimen urine yang diperiksa kurang dari satu jam dan lebih dari satu jam pada
pasien suspek ISK di RSUD Kota Kendari. Jenis penelitian ini adalah observasi
analitik. Sampel dalam penelitian sebanyak 35 sampel dengan menggunakan urine
sewaktu yang diambil secara Sampling Purposive.
Pada perhitungan statistik menggunakan uji Wilcoxon menunjukkan pada
pemeriksaan leukosit nilai signifikan (P) 0,157, pada pemeriksaan eritrosit nilai
signifikan (P) 0,011 sedangkan pada pemeriksaan sel epitel nilai signifikan (P)
0,783. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan
yang signifikan terhadap hasil pemeriksaan sedimen urine yang diperiksa kurang
dari satu jam dan lebih dari satu jam pada pasien suspek ISK di RSUD Kota
Kendari.

Kata Kunci : Sedimen urine, ISK, kurang dari satu jam dan lebih dari
satu jam
Daftar Pustaka : 21 buah (2000 – 2015)

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan
judul “Perbedaan Hasil Pemeriksaan Sedimen Urine yang Diperiksa Kurang Dari
Satu Jam dan Lebih Dari Satu Jam Pada Pasien Suspek Infeksi Saluran Kemih
(ISK) di RSUD Kota Kendari”. Penelitian ini disusun dalam rangka melengkapi
salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program Diploma III (D III)
pada Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan.
Proses penulisan karya tulis ini telah melewati perjalanan panjang, dan
penulis banyak mendapatkan petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis juga menghanturkan rasa terimakasih
kepada ibu Sitti Rachmi Misbah, S.Kp.,M.Kes selaku pembimbing I dan ibu Satya
Darmayani,S.Si.,M.Eng selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan,
kesabaran dalam membimbing dan atas segala pengorbanan waktu dan pikiran
selama menyusun karya tulis ini. Ucapan terima kasih penulis juga tujukan
kepada:
1. Bapak Petrus, SKM., M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Kendari.
2. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sulawesi Tenggara
yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.
3. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari Dr.Hj.Asridah
Mukaddimah, M.Kes dan Kepala Laboratorium Tuty Dwiyana Amd.Anakes,
SKM atas kesediaan tempat penelitian.
4. Ibu Ruth Mongan, B.Sc.,S.Pd., M.Pd selaku Ketua Jurusan Analis Kesehatan.
5. Kepada bapak dan Ibu Dewan Penguji, Bapak Petrus, SKM., M.Kes, ibu
Askrening, SKM.,M.Kes dan ibu Reni Yunus, S.Si.,M.Si yang telah
memberikan arahan perbaikan demi kesempurnaan karyatulis ilmiah ini.
6. Bapak dan Ibu dosen Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan
serta seluruh staf dan karyawan atas segala fasilitas dan pelayanan akademik
yang diberikan selama penulis menuntut ilmu.

viii
7. Teristimewa dan tak terhingga penulis ucapkan terima kasih kepada keluarga,
kepada ibunda Wa Ode Anaridi dan ayahanda Kasim, S.Pd yang selama ini
telah banyak berkorban baik materi maupun non materi demi kesuksesan
penulis, terima kasih buat saudaraku Wa Ode Listiani, S.Pd.,M.Pd dan Ansar
Lubis yang telah membantu menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
8. Terima kasih penulis ucapkan kepada kakak Julianti Isma Sari Usman, S.ST
dan Rolly Iswanto,S.ST yang telah membantu dalam menyelesaikan
penyusunan karya tulis ilmiah ini.
9. Seluruh sahabat dan teman-teman seperjuanganku jurusan analis kesehatan
yang dari awal kita bersama hingga saat ini, Terimakasih atas motivasi dan
semangat kalian.
Penulis menyadari sepenuhnya dengan segala kekurangan dan keterbatasan
yang ada, sehingga bentuk dan isi Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih terdapat kekeliruan dan kekurangan. Oleh karena itu
dengan kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaan Karya Tulis ini.
Akhir kata, semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
khususnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.
Karya ini merupakan tugas akhir yang wajib dilewati dari masa studi yang telah
penulis tempuh, semoga menjadi awal yang baik bagi penulis. Aamiin.

Kendari, Agustus 2016

Peneliti

ix
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ......................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ...................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ iv
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... v
MOTTO ....................................................................................................... vi
ABSTRAK .................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ............................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang .................................................................. …1
B. RumusanMasalah ............................................................. …4
C. TujuanPenelitian .................................................................. 4
D. ManfaatPenelitian ................................................................ 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Tinjauan Umum Tentang Infeksi Saluran Kemih ............... 6
B. Tinjauan Umum Tentang Urine ......................................... 10
C. Tinjauan Umum Tentang Urinalisis ................................... 13

BAB III KERANGKA KONSEP


A. DasarPemikiran .................................................................. 27
B. KerangkaPikir .................................................................... 28
C. VariabelPenelitian .............................................................. 29
D. DefinisiOperasional Dan KriteriaObjektif ......................... 29
E. Hipotesis Penelitian ........................................................... 30

BAB IV METODE PENELITIAN


A. JenisPenelitian .................................................................... 31
B. Tempat Dan WaktuPenelitian ............................................ 31
C. Populasi Dan Sampel ......................................................... 31
D. ProsedurPengumpulan Data ............................................... 32

x
E. InstrumenPenelitian............................................................ 32
F. ProsedurKerja ..................................................................... 33
G. Kerangka Konsep .............................................................. 35
H. Jenis Data ........................................................................... 36
I. Pengolahan Data................................................................. 36
J. Analisis Data ...................................................................... 37
K. Penyajian Data ................................................................... 37
L. EtikaPenelitian ................................................................... 38

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................ 39
B. Hasil Penelitian ................................................................ 42
C. Pembahasan ...................................................................... 48

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................... 53
B. Saran ................................................................................. 54

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1 Distribusi Responden Pasien Berdasarkan Jenis
Kelamin di Laboratorium Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Kendari............................................................. 42
Tabel 2 Distribusi Responden Pasien Berdasarkan Umur
di Laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Kendari ......................................................................... 43
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Hasil Pemeriksaan Sedimen
Urine Kurang Dari Satu Jam Pada Pasien Suspek
ISK ........................................................................................ 43
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Hasil Pemeriksaan Sedimen
Urine Lebih Dari Satu Jam Pada Pasien Suspek
ISK ........................................................................................ 44
Tabel 5 Hasil Uji Alternatif Uji T Berpasangan (Uji
Wilcoxon) Pada Perbedaan Hasil Pemeriksaan
Sedimen Urine Yang Diperiksa Kurang Dari
Satu Jam Dan Lebih Dari Satu Jam Pada Pasien
Suspek ISK ............................................................................ 48

xii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1 Diagram Pemeriksaan Leukosit Kurang Dari
Satu Jam (segera) dan Lebih Dari Satu Jam (120
menit) .................................................................................... 45
Gambar 2 Diagram Pemeriksaan Eritrosit Kurang Dari
Satu Jam (segera) dan Lebih Dari Satu Jam (120
menit) .................................................................................... 46
Gambar 3 Diagram Pemeriksaan Sel Epitel Kurang Dari
Satu Jam (segera) dan Lebih Dari Satu Jam (120
menit) .................................................................................... 47

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar Hasil Penelitian


Lampiran 2 : Tabulasi Data
Lampiran 3 : Hasil Uji Alternatif Uji T berpasangan (Uji Wilcoxon) Pada
Perbedaan Hasil Pemerikisaan Sedimen Urine Yang
Diperiksa Kurang Dari Satu Jam Dan Lebih Dari Satu Jam
Lampiran 4 : Hasil Uji Normalitas Terhadap parameter Pemeriksaan
Lampiran 5 : Dokumentasi Penelitian
Lampiran 6 : Surat Izin Penelitian dari Poltekkes Kemenkes Kendari
Lampiran 7 : Surat Izin Penelitian dari Badan Penelitian dan
Pengembangan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara
Lampiran 8 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 9 : Surat Keterangan Bebas Pustaka

xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk
menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih.Prevalensi
ISK di masyarakat makin meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Pada
usia 40-60 tahun mempunyai angka prevalensi 3,2%, sedangkan pada usia
sama atau di atas 65 tahun kira-kira mempunyai angka prevalensi ISK sebesar
20%. Infeksi saluran kemih dapat terindikasi baik pada laki-laki maupun
wanita dari semua umur, baik anak-anak, remaja, dewasa maupun lanjut usia.
Akan tetapi dari kedua jenis kelamin, ternyata wanita lebih sering terinfeksi
dari pada pria dengan angka populasi umum kurang lebih 5-15% (Agus
Tessy, 2008).
Infeksi saluran kemih terjadi karena adanya invasi mikroorganisme
pada saluran kemih. Untuk menegakkan diagnosis ISK harus ditemukan
bakteri dalam urin melalui biakan atau kultur dengan jumlah signifikan.
Tingkat signifikan jumlah bakteri dalam urin lebih besar dari 100/ml urin.
Agen penginfeksi yang paling sering adalah Eschericia Coli, Proteus Sp,
Klebsiella Sp, Serratia, Pseudomonas Sp (Coyle & Prince, 2008).
Menurut WHO, Infeksi saluran kemih (ISK) adalah penyakit infeksi
yang kedua tersering pada tubuh sesudah infeksi saluran pernafasandan
sebanyak 8,3 juta kasus dilaporkan per tahun. Menurut perkiraan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, jumlah kasus penderita ISK di Indonesia
adalah 90 – 100 kasus per 100.000 penduduk pertahunnya atau sekitar
180.000 kasus baru pertahun. Berdasarkan data yang diperoleh di Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Kendari jumlah pasien yang melakukan
pemeriksaan urinalisis (sedimen urine) dari bulan Januari sampai dengan
Maret tahun 2016 sebanyak 233 orang dan jumlah pasien ISK pada tahun
2015 sebanyak 16 orang.

1
2

Diperkirakan hampir 10 juta penduduk yang datang ke dokter untuk


memeriksakankesehatannya adalah pasien suspek infeksi saluran kemih (ISK)
dan wanita 50 kalilebih banyak teridentifikasi dibandingkan laki-laki, yakni 1
dari 5 wanita mengalami ISK dibandingkan pria. Penyebabnya adalah
saluran-saluran uretra (saluran yang menghubungkan kantung kemih ke
lingkungan luar tubuh) perempuan lebih pendek (sekitar 3 – 5 cm), berbeda
dengan uretra pria yang panjang sepanjang penisnya, sehingga kuman lebih
sulit masuk (Toto Suharyanto, 2009).
Untuk mendiagnosis seorang pasien terkena infeksi saluran kemih
maka dilakukan pemeriksaan urinalisis yaitu dengan memeriksa sampel urine
dari pasien tersebut, karena pada urine terdapat cairan sisa yang diekskresikan
oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses
urinari. Ekskresi urine ini diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa
yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga hemostasis cairan tubuh.
Indikasi tes urin adalah untuk tes saring pada tes kesehatan, keadaan
patologik sebelum operasi, menentukan infeksi saluran kemih terutama yang
berbau busuk karena nitrit, leukosit atau bakteri, menentukan kemungkinan
gangguan metabolisme misalnya diabetes melitus atau komplikasi kehamilan,
menentukan berbagai jenis penyakit ginjal seperti glomerulonephritis,
sindroma nefrotik dan pyelonephritis (Hardjoeno dan Fitriani, 2007).
Tes urine rutin (urinalisis) bertujuan untuk menunjukan adanya zat-zat
yang dalam keadaan normal tidak terdapat dalam urin, atau menunjukan
perubahan kadar zat yang dalam keadaan normal terdapat dalam urin
(Rosalita, 2012).
Pemeriksaan urine tidak hanya dapat memberikan fakta-fakta tentang
ginjal dan saluran urine, tetapi juga mengenai faal berbagai organ dalam
tubuh seperti hati, saluran empedu, pancreas, cortex adrenal, dan lain-lain
(Gandosoebrata, 2007).
Urinalisis merupakan salah satu tes yang sering diminta oleh para
klinis. Tes ini lebih populer karena dapat membantu menegakkan diagnosis,
mendapatkan informasi mengenai fungsi organ dan metabolisme tubuh, juga
3

dapat mendeteksi kelainan asimptomatik, mengikuti perjalanan penyakit dan


pengobatan. Dengan demikian hasil tes urin haruslah teliti,tepat dan cepat.
Permintaan urinalisis diindikasikan pada pasien dengan evalusi kesehatan
secara umum, gangguan endokrin, gangguan pada ginjal atau traktus
urinarius, monitoring pasien dengan diabetes, kehamilan, kasus toksikologi
atau over dosis obat.Tes urin terdiri dari pemeriksaan makroskopik,
mikroskopik atau sedimen dan pemeriksaan kimia urin..
Pemeriksaan sedimen urine merupakan pemeriksaan mikroskopik.
Sedimen urin adalah unsur yang larut di dalam urin yang berasal dari darah,
ginjal dan saluran kemih. Sedimen urin dapat memberikan informasi penting
bagi klinis dalam membantu menegakkan diagnosis dan memantau perjalanan
penyakit penderita dengan kelainan ginjal dan saluran kemih (Hardjoeno dan
Fitriani, 2007).
Unsur sedimen dibagi atas dua golongan yaitu unsur organik dan
anorganik. Unsur organik berasal dari sesuatu organ atau jaringan antara lain
epitel, eritrosit, leukosit, silinder, potongan jaringan, sperma, bakteri, parasit
dan yang tak organik tidak berasal dari sesuatu organ atau jaringan. Seperti
urat amorf dan kristal.
Untuk tes sedimen urin diperlukan urine sewaktu dalam penampung
yang tertutup rapat dan tidak terkontaminasi. Tes harus di lakukan secepat
mungkin paling lambat 1 jam setelah penampungan. Seringkali sampel urine
datang ke laboratorium sudah tidak segar lagi dan telah dikeluarkan beberapa
jam sebelumnya. Klinisi sering mengalami kesulitan untuk tepat mengirim
sampel urine sehingga hasil yang diharapkan banyak tidak sesuai dengan
kondisi klinis pasien. Padahal tes urine dapat banyak memberikan informasi
tentang disfungsi ginjal.
Bahan tes yang terbaik adalah urine sewaktu atau urine segar kurang
dari 1 jam setelah dikeluarkan. Penundaan antara berkemih dan urinalisis
akan mengurangi validitas hasil, Urine yang dibiarkan dalam waktu lama
pada suhu kamar akan menyebabkan perubahan pada urine. Unsur-unsur yang
4

terbentuk didalam urine (sedimen) mulai mengalami kerusakan dalam 2 jam


(Hardjoeno dan Fitriani, 2007).
Froom. Et al (2000) menilai stabilitas urin saat penundaan waktu
terhadap hasil urinalisis sedimen urine 24 jam dengan metode strip yang
disimpan pada lemari pendingin memberikan hasil positif palsu pada
beberapa parameter kimiawi urinalisis, yaitu protein, dan hasil negatif palsu
pada leukosit dan eritrosit sedangkan menurut Sheila Savitri (2015)
memberikan hasil yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan jumlah
leukosit yang signifikan pada penundaan pemeriksaan spesimen urin sampai
180 menit menggunakan Sysmex UX 200.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Perbedaan Hasil Pemeriksaan Sedimen
Urine Yang Diperiksa Kurang Dari Satu Jam dan Lebih Dari Satu Jam Pada
Pasien Suspek ISK di RSUD Kota Kendari”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan
hasil pemeriksaan sedimen urine yang diperiksa kurang dari satu jam dan
lebih dari satu jam pada pasien suspek ISK di RSUD Kota Kendari ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui perbedaan hasil pemeriksaan sedimen urine
yang diperiksa kurang dari satu jam dan lebih dari satu jam pada pasien
suspek ISK di RSUD Kota Kendari.
2. Tujuan khusus
a. Memperoleh hasil pemeriksaan sedimen urine kurang dari satu jam
pada pasien suspek ISK.
b. Memperoleh hasil sedimen urine lebih dari satu jam pada pasien
suspek ISK.
c. Untuk menganalisis perbedaan hasil sedimen urine yang diperiksa
kurang dari satu jam dan lebih dari satu jam pada pasien suspek ISK
dengan metode mikroskopik.
5

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi institusi
Untuk memberikan sumbangsih ilmiah untuk almamater
berdasarkan hasil penelitian tentang perbedaan hasil pemeriksaan
sedimen urine yang diperiksa kurang dari satu jam dan lebih dari satu
jam pada pasien suspek ISK di RSUD Kota Kendari.
2. Bagi tenaga kesehatan
Sebagai bahan informasi kepada tenaga kesehatan khususnya di
laboratorium klinik mengenai adanya perbedaan hasil pemeriksaan
sedimen urine yang diperiksa kurang dari satu jam dan lebih dari satu
jam pada pasien suspek ISK
3. Bagi peneliti
menambah pengetahuan dan pengalaman penulis dalam
mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama pendidikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Infeksi Saluran Kemih
1. Pengertian Infeksi Saluran Kemih
a. Infeksi saluran kemih adalah infeksi akibat berkembangbiaknya
mikroorganisme di dalam saluran kemih, yang dalam keadaan
normal air kemih tidak mengandung bakteri, virus atau
mikroorganisme lain. ISK merupakan salah satu penyakit infeksi
yang sering di temukan di praktik umum. ISK dapat terjadi pada pria
dan maupun wanita dari semua umur, dan dari kedua jenis kelamin
ternyata wanita lebih sering menderita infeksi saluran kemih dari
pada pria (Sukandar,2007).
b. ISK adalah ditemukannya bakteri pada urine di kandung kemih,
yang umumnya steril. Istilah ini dipakai secara bergantian dengan
istilah infeksi urin. Termasuk pula berbagai infeksi di saluran kemih
yang tidak hanya mengenai kandung kemih (prostatitis, uretritis)
(Arief Mansjoer, 2008).
c. Infeksi saluran kemih adalah berkembangbiaknya mikroorganisme
didalam saluran kemih, yang dalam keadaan normal tidak
mengandung bakteri, virus atau mikroorganisme lain (Suharyanto
Toto, 2009).
d. Infeksi saluran kemih di diagnosis dengan membiak organisme
spesifik. Bakteri penyebab paling umum adalah Escheria Coli,
organisme aerobik yang banyak terdapat di daerah usus bagian
bawah (Tambayong, 2008).
Dari berbagai pengertian disimpulkan bahwa ISK atau Urinarius
Tractus Infection (UTI) adalah suatu keadaan adanya infasi
mikroorganisme pada saluran kemih.

6
7

2. Etiologi Infeksi Saluran Kemih


Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK antara lain:
a. Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple).
b. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella: penyebab ISK complicated.
c. Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan lain- lain.
Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut antara lain:
a. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan
kandung kemih yang kurang efektif.
b. Mobilitas menurun.
c. Nutrisi yang sering kurang baik.
d. Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral.
e. Adanya hambatan pada aliran urin.
f. Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prosta
3. Kriteria Diagnostik Infeksi Saluran Kemih
Gambaran klinis ISK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala
hingga menunjukkan gejala yang sangat berat akibat kerusakan pada
organ-organ lain. Keluhan dan gejala klinis ISK berbeda-beda, sesuai
dengan organ yang terkena. Presentasi klinis pada pyelonefritis akut
presentasi klinis yang didapat adalah demam tinggi disertai menggigil
dan sakit pinggang, sedangkan pada cystitis ditemukan gejala nyeri
suprapubik, polakisuria, dan nocturia (Purnomo, 2011).
Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk menegakkan diagnosis
ISK, terutama pada ISK asimtomatik. Pemeriksaan penunjang yang
mungkin diperlukan antara lain urinalisis, pemeriksaan mikrobiologi
urine, pemeriksaan darah dan teknik pencitraan. Hasil pemeriksaan
penunjang yang dapat menunjang diagnosis ISK (Purnomo, 2012).
8

a. Urinalisis
1) Carik celup
a) Leukosit esterase positif
Merupakan enzim yang terdapat di dalam neutrofil,
menggambarkan banyaknya leukosit dalam urine.
b) Nitrit positif
Tidak termasuk dalam komposisi urine normal, tetapi dapat
ditemukan bila nitrat menjadi nitrit oleh bakteri.
c) Darah positif
Hematuria terkadang bisa menyertai ISK tetapi tidak dipakai
sebagai indikator diagnostik.
d) Protein
Proteinuria dapat menyertai ISK tetapi tidak digunakan
sebagai indikator diagnostik.
2) Mikroskopis
Urinalisis dengan cara pengambilan sampel urine yang bersih
biasanya akan memperlihatkan piuria (sel-sel leukosite PMN
dalam urine), bakteriuria, leukosite esterase dan senyawa nitrit
(Tao dan Kendall, 2014).
a) Leukosituria
Dinyatakan positif apabila secara mikroskopis didapatkan
>10 leukosit per mm3 atau >5 per lapangan pandang bbesar
(LPB).
b) Hematuria
Dapat disebabkan oleh kerusakan glomerulus ataupun
urolithiasis, tumor ginjal, dan sebagainya. Oleh beberapa
penelitian digunakan sebagai petunjuk adanya ISK, yaitu bila
dijumpai 5 – 10 eritrosit/lapangan pandang besar.
b. Pemeriksaan mikrobiologi
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan biakan urine untuk
menentukan keberadaan bakteri, jenis bakteri, sekaligus antibiotik
9

yang cocok untuk membunuh kuman tersebut. Pada pemeriksaan ini


perlu diperhatikan cara pengambilan spesimen urine. Dikatakan
bakteriuria jika didapatkan >105colony forming unit (cfu) per ml pada
pengambilan spesimen urine porsi tengah. Pada pengambilan spesimen
urine melalui aspirasi suprapubik dikatakan bermakna jika didapatkan
bakteri tanpa memperhitungkan banyaknya cfu (purnomo, 2012).
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada pasien rawat inap, pasien yang
tidak berhasil diobati dengan terapi antibiotik atau pada kasus ISK
dengan komplikasi lain (Tao dan Kendall, 2014).
c. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah lengkap dapat mengungkap adanya proses
inflamasi meupun infeksi. Didapatkannya leukositosis, peningkatan
laju endap darah, atau didapatkannya sel-sel imatur shift to the left
pada sediaan hapusan darah menandakan adanya proses inflamasi akut.
d. Pencitraan
Pada ISK komplikasi (ISK dengan disertai kelainan struktur
anatomis saluran kemih atau disertai penyakit sistemik) terkadang
perlu dilakukan pemeriksaan pencitraan yang dapat digunakan untuk
mendukung diagnosis ISK antara lain foto polos abdomen, pyelografi
intra vena (PIV), ultrasonografi (USG), dan computerized
tomography scan (CT scan).
4. Penatalaksanaan Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih yang telah menimbulkan keluhan pada
pasien, harus segera mendaptkan antibiotik berdasarkan biakan kuman
dan uji resistensi antibiotik. Infeksi yang cukup berat memerlukan
perawatan di rumah sakit; tirai baring, pemberian cairan, pemberian
analgetik dan antibiotika secara intravena (Purnomo, 2012)
5. Komplikasi infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih dapat menimbulkan beberapa komplikasi
yang dapat mempersulitpenyembuhan paien, diantaranya:
10

a) Gagal ginjal akut


Gagal ginjal akut menyebabkan terjadinya edema akibat inflamasi
pada ginjal, sehingga dapat mendesak sistem pelvikalises dan
menyebabkan gangguan aliran urine.
b) Sepsis
Bakteri penyebab ISK dapat memasuki peredaran darah dan infeksi
menjadi sistemik.
c) Urolitiasis
Adanya papila ginjal yang terkelupas akibat ISK serta debris dari
bakteri dapat menjadi bahan-bahan pembentuk batu saluran kemih.
Selain itu, beberapa jenis bakteri pemecah urea mampu mengubah
suasana pH urine menjadi basa. Suasana basa ini memungkinkan
unsur pembentuk batu mengendap di dalam urine.
d) Supurasi
Infeksi saluran kemih yang mengenai ginjal dapat menyebabkan
abses pada ginjal yang selanjutnya dapat meluas ke rongga perirenal
dan bahkan ke pararenal. Dapat pula mengenai prostat dan testis
pada laki-laki, sehingga menimbulkan abses prostat dan abses testis
(Purnomo, 2012).
B. Tinjaun Umum Tentang Urine
1. Pengertian Urine
Urine merupakan hasil metabolisme tubuh yang dikeluarkan
melalui ginjal. Dari 1200 ml darah yang melalui glomeruli permenit akan
terbentuk filtrat 120 ml permenit. Filtrat tersebut akan mengalami
reabsopsi, difusi dan eksresi oleh tubulus ginjal yang akan terbentuk 1 ml
urine per menit. Dalam keadaan normal orang dewasa akan dibentuk
1200 – 1500 ml urine dalam satu hari. Secara fisiologis maupun patologis
volume urine dapat bervariasi. Volume urine yang diperlukan untuk
mengekskresi produk metabolisme tubuh adalah 50 ml (wirawan, dkk.
2011).
11

Pemeriksaan urine tidak hanya dapat memberikan fakta-fakta


tentang ginjal dan saluran urine, tetapi juga mengenai faal berbagai organ
dalam tubuh seperti hati, saluran empedu, pankreas, cortex adrenal, dan
lain-lain (Gandosoebrata, 2007).
2. Proses Perkemihan
Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria
(kandung kemih). Vesika urinaria dapat menimbulkan rangsangan saraf
bila urinaria berisi ± 250 – 450 cc (pada orang dewasa) dan 200 – 250 cc
(pada anak-anak).
Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine
yang dapat menimbulkan rangsangan pada saraf-saraf di dinding vesika
urinaria. Kemudian rangsangan tersebut diteruskan melalui medula
spinalis ke pusat pengontrol berkemih yang terdapat di korteks serebral.
Selanjutnya, otak memberikan implus/rangsangan melalui medula
spinalis ke neuromotoris di daerah sakral, kemudian terjadi koneksasi
otot detrusor, dan relaksasi otot sphincter internal.
Urine dilepaskan dari vesika urinaria, tetapi masih tertahan
sphincter eksternal. Jika waktu dan tepat memungkinkan, akan
menyebabkan relaksasi sphincter eksternal dan urine kemungkinan
dikeluarkan (Uliyah dan Hidayat, 2008).
3. Komposisi Urine
Jumlah dan komposisi urine sangat berubah-ubah dan tergantung
pemasukan bahan makanan, berat badan, usia, jenis kelamin dan
lingkungan hidup seperti temperatur, kelembaban, aktivitas tubuh dan
keadaan kesehatan. Karena eksresi urine menunjukan irama siang dan
malam yang jelas, maka jumlah urine dan komposisinya kebanyakan
dihubungkan dengan waktu 24 jam. Susunan urine tidak banyak berbeda
dari hari ke hari, tetapi pada pihak lain mungkin banyak berbeda dari
waktu ke waktu sepanjang hari, karena itu penting untuk mengambil
contoh urine menurut tujuan pemeriksaan (Wirawan, dkk. 2011).
12

Komposisi urine adalah sebagai berikut:


a. Air (96%)
b. Larutan (4%)
1. Larutan organik
Urea, amonia, kreatinin, dan asam urat.
2. Larutan anorganik
Natrium (sodium), klorida, kalium (potasium), sulfat, magnesium,
fosfor. Natrium klorida merupakan garam anorganik yang paling
banyak (Uliyah dan Hidayat, 2008).
4. Proses Pembentukan Urine
Proses pembentukan urine melalui tiga proses yaitu filtrasi,
reabsorbsi, dan sekresi yang berlangsung pada nefron.
a. Filtrasi
Kira-kira 25% dari jumlah keseluruhan darah yang dipompakan
dari ventrikel kiri pada setiap siklus jantung dialirkan ke ginjal
melalui arteri renalis untuk proses filtrasi. Proses filtrasi terjadi pada
glomerulus. Semua plasma darah dan komponen lainnya difiltrasi.
Kecuali molekul yang berukuran besar seperti protein dan sel darah.
b. Reabsorbsi
Cairan yang telah difiltrasi (filtrate glomerulus) kemudian
mengalir ke tubulus renalis. Bahan-bahan yang diperlukan oleh tubuh
akan diserap kembali, sehingga yang tersisa adalah bahan-bahan yang
tidak diperlukan oleh tubuh.
c. Sekresi
Sel-sel tubulus proksimal menyekresi urea, kreatinin, hidrogen,
dan amonia ke dalam urine (filtrat). Filtrat (urine) menjadi lebih tinggi
konsentrasinya. Selanjutnya, urine dibuang melalui uretra dengan
produksi urine sekitar 1 – 2 cc/kgBB/jam (Asmadi, 2008).
13

C. Tinjauan Umum Tentang Urinalisis


1. Pengertian Urinalisis
Urinalisis adalah pemeriksaan sampel urine secara fisik, kimia dan
mikroskopik. Urinalisis merupakan tes saring yang sering diminta oleh
dokter karena persiapannya tidak membebani pasien seperti pengambilan
darah, cairan otak atau puksi sumsum tulang. Secara umum pemeriksaan
urine selain untuk mengetahui kelainan ginjal dan salurannya juga
bertujuan mengetahui kelainan-kelainan diberbagai organ tubuh seperti
hati, saluran empedu, pankreas, dan lain-lain. Tes ini juga menjadi
populer karena dapat membantu menegakkan diagnosis, mendapatkan
informasi mengenai fungsi organ dan metabolisme tubuh.
Ada 2 macam pemeriksaan urine didalam laboratorium yaitu urine
rutin dan urine lengkap. Pemeriksaan urine rutin terdiri dari pemeriksaan
makroskopik, mikroskopik, dan kimia urine sedangkan pemeriksaan
urine lengkap meliputi pemeriksaan urine rutin yang dilengkapi dengan
pemeriksaan bilirubin, orobilinogen, keton, darah samar, nitrit dan
esterase leukosit (Hardjoeno dan Fitriani, 2007).
2. Macam-Macam Sampel Urine
a) urine sewaktu
Untuk bermacam-macam pemeriksaan dapat digunakan urine
sewaktu, yaitu urine yang dikeluarkan pada satu waktu yang tidak
ditentukan dengan khusus. Urine sewaktu ini biasanya cukup baik
untuk pemeriksaan rutin.
b) urine pagi
Yang dimaksud dengan urine pagi ialah urine yang pertama-
tama dikeluarkan pada pagi hari setelah bangun tidur. Urine ini lebih
pekat dari urine yang dikeluarkan siang hari, jadi baik untuk
pemeriksaan sediment, berat jenis, protein, dan lain-lain, dan baik
juga untuk tes kehamilan berdasarkan adanya HCG (human
chorionic gonadotrophin) dalam urine.
14

c) urine postprandial
Sampel urine ini berguna untuk pemeriksaan terhadap
glukosuria. Ia merupakan urine yang pertama kali dilepaskan 1 1/2 – 3
jam sehabis makan. Urine pagi tidak baik untuk penyaringan
terhadap adanya glukosuria.
d) urine 24 jam
Apabila diperlukan penetapan kuantitatif suatu zat dalam
urine, urine sewaktu sama sekali tidak bermakna dalam menafsirkan
proses-proses metabolik dalam badan. Hanya jika urine itu
dikumpulkan selama waktu yang diketahui, dapat diberikan suatu
kesimpulan. Agar angka analisa dapat diandali, biasanya dipakai
urine 24 jam.
Untuk mengumpulkan urine 24 jam diperlukan botol besar,
bervolume 11/2 liter atau lebih yang dapat ditutup dengan baik. Botol
itu harus bersih dan biasanya memerlukan suatu zat pengawet
(Gandosoebrata, 2007).
Prosedur pengumpulan urine 24 jam adalah sebagai berikut :
a. Anjurkan klien untuk buang air kecil atau mengosongkan
kandung kemih (seperti pukul 08.00 pagi), kemudian urine
dibuang.
b. Semua urine 24 jam berikutnya dikumpulkan dan disimpan
dalam wadah yang bersih.
c. Setelah pengumpulan kemudian disimpan selama 24 jam
(Suharyanto dan Madjid, 2013).
e) Urine 3 gelas dan urine 2 gelas pada orang laki-laki
Penampungan dengan cara ini dipakai pada pemeriksaan
urologik dan dimaksudkan untuk mendapat gambaran tentang
letaknya radang atau lesi lain yang mengakibatkan adanya nanah
atau darah dalam urine seorang laki-laki.
Cara menjalankan penampungan tiga gelas dimulai dengan
instruksi kepada penderita bahwa ia beberapa jam sebelum
15

pemeriksaan dilakukan tidak boleh berkemih. Sediakanlah tiga gelas,


sebaiknya gelas sediment (sedimenteerglas), yaitu gelas yang
dasarnya menyempit guna memudahkan mengendapnya sediment
dan agar sediment itu mudah terlihat dengan mata belaka.
Penderita harus berkemih langsung ke dalam gelas-gelas itu,
tanpa menghentikan aliran urinnya:
a. Kedalam gelas pertama ditampung 20 – 30 ml urine yang
mula-mula keluar. Urine ini terutama berisi sel-sel dari pars
anterior dan pars prostatica urethrae yang dihanyutkan oleh
arus urine, meskipun ada juga sejumlah kecil sel-sel dari
tempat-tempat yang lebih proximal.
b. Kedalam gelas kedua dimasukkan urine berikutnya, kecuali
beberapa ml yang terakhir dikeluarkan. Urine dalam gelas
kedua mengandung terutama unsur-unsur dari kantong
kencing.
c. Beberapa ml urine terakhir ditampung dalam gelas ketiga.
Urine ini diharapkan akan mengandung unsur-unsur khusus
dari pars prostatica urethrae serta getah prostat yang terperas
keluar pada akhirnya berkemih.
Untuk mendapat urine dua gelas, caranya serupa diterangkan
tadi, dengan perbedaan gelas ketiga di tiadakan dan ke dalam gelas
pertama ditampung 50 – 75 ml urine (Gandosoebrata, 2007).
3. Wadah Pengambilan Sampel Urine
Wadah sampel urine harus bersih dan kering. Adanya air dan
kotoran dalam wadah berarti adanya kuman-kuman yang kelak
berkembang biak dalam urine dan mengubah susunannya.
Wadah urine yang terbaik ialah yang berupa gelas bermulut lebar
yang dapat di tutup rapat. Sebaiknya pula urine dikeluarkan langsung
kedalam wadah itu. Sebuah wadah yang volumenya 300 ml, mencukupi
untuk urine sewaktu. Jika hendak mengumpulkan urine kumpulan,
pakailah wadah yang lebih besar. Jika hendak memindahkan urine dari
16

satu wadah ke wadah yang lain, kocoklah terlebih dahulu agar semua
endapan ikut serta pindah tempat. Jagalah jangan ada yang terbuang.
Hal pertama yang harus diperhatikan pada pengambilan sampel
urine adalah identitas penderita yaitu nama, nomor rekam medis, tanggal
dan jam pengambilan bahan. Identitas ini ditulis diwadah urine dan harus
sesuai dengan nomor permintaan. Pada formulir permintaan dicantumkan
nama, nomor rekam medis, dan tanggal. Sebelum mengerjakan tes,
diteliti kembalu jenis tes yang diminta untuk diperiksa. Hal ini akan
mengurangi kesalahan yang mungkin terjadi.
Bahan tes yang terbaik adalah urine segar kurang dari 1 jam
setelah dikeluarkan. Urine yang dibiarkan dalam waktu lama pada suhu
kamar akan menyebabkan perubahan pada urine. Apabila terpaksa
menunda pemeriksaan, urine harus disimpan dalam lemari es pada suhu 2
– 8oC dan penundaan tidak lebih dari 8 jam. Pada keadaan tertentu
sehingga urine harus dikirim pada tempat yang jauh dan atau tidak ada
lemari es, bisa menggunakan pengawet (Gandosoebrata, 2007).
4. Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan makroskopik meliputi :
1) Kejernihan dan warna
Secara normal urine berwarna kuning muda dan kejernihan jernih
atau sedikit keruh.
2) Derajat keasaman (pH)
Penetapan pH urine dilakukan dengan memakai indikator strip
3) Bau
Bau urine secara normal yang karakteristik disebabkan oleh asam
organik yang mudah menguap
4) Volume urin
Pada orang dewasa normal produksi urine ± 1500 ml / 24 jam,
berguna untuk menentukan adanya gangguan faal ginjal serta
kelainan keseimbangan cairan tubuh.
17

5) Berat jenis
Berat jenis memberikan kesan tentang kepekatan urine. Urine pekat
dengan berat jenis > 1,030 mengindikasikan kemungkinan adanya
glukosuria. Batas normal berat jenis urine berkisar antara 1,003 –
1,030 (Hardjoeno dan Fitriani, 2007).
5. Pemeriksaan Kimia
Pemeriksaan kimia urine cukup banyak diminta oleh para klinisi.
Pemeriksaan kimia urine yang dilakukan di rumah sakit dengan
menggunakan carik celup. Tes carik celup menggunakan reagen strip
dimana reagen telah tersedia dalam bentuk kering siap pakai, reagen
relatif stabil, murah, volume urine yang dibutuhkan sedikit, bersifat siap
pakai serta tidak memerlukan persiapan reagen. Prosedurnya sederhana
dan mudah. Penilaian secara semikuantitatif dilakukan dengan melihat
skala warna pada area tes yang kemudian dibaca dengan alat
semiotomatik atau urine analyzer seperti uriscan untuk penilaian secara
kuantitatif.
Parameter dapat diketahui dengan memakai reagen strip, salah satu
contoh reagen strip yang digunakan di rumah sakit adalah uriscan 11 strip
yang dapat menentukan 11 parameter tes urine yaitu:
1) Glukosa
Pemeriksaan glukosa dalam urine berdasarkan pada glukosa
oksidase yang akan menguraikan glukosa menjadi asam glukonat
dan hidrogen peroksida. Kemudian hidrogen peroksida ini dengan
adanya peroksida akan mengkatalisis reaksi antara potassium iodida
dengan hidrogen menghasilkan H2O dan O n. O nascens akan
mengoksidasi zat warna potassium iodide dalam waktu 60 detik
membentuk warna biru muda, hijau sampai coklat. Sensitivitas
pemeriksaan ini adalah 50 mg/dl. Dan pemeriksaan ini spesifik untuk
glukosa. Hasil negatif palsu pada pemeriksaan glukosa dapat
disebabkan oleh bahan reduktor seperti vitamin C, keton, asam
18

homogentisat, aspirin, dan obat – obat seperti dipyrone. Nilai


rujukan : < 30 mg/dl.
2) Bilirubin
Pemeriksaan bilirubin dalam urine berdasarkan reaksi antara
garam diazonium dengan bilirubin dalam suasana asam kuat yang
menimbulkan suatu kompleks yang berwarna coklat muda hingga
merah coklat dalam waktu 60 detik. Sensitivitas pemeriksaan ini
adalah 0,5 mg/dl. Beberapa zat yang menimbulkan warna pada urine
dapat mengganggu pemeriksaan bilirubin urine yaitu rifampicin,
piridum. Clorpromazine dalam jumlah banyak memberikan reaksi
positif palsi, vitamin C dan asam salisilat dapat memberikan hasil
negatif palsu. Nilai rujukan : negatif.
3) Urobilinogen
Pemeriksaan urobilinogen dalam urine berdasarkan reaksi
antara orobilinogen dengan reagen Ehrlich. Intensitas warna yang
terjadi dari jingga samapi merah tua, dibaca dalam 60 detik warna
yang timbul sesuai dengan peningkatan kadar urobilinoen dalam
urine. Hasilnya dilaporkan dalam Erlich Units (EU). Sensitivitas
adalah Trace – 1 EU/dl. Kadar nitrit yang tinggi juga menyebabkan
hasil negatif palsu. Nilai rujukan : laki-laki 0,3 – 2,1 mg/2 jam,
perempuan 0,1 – 1,1 mg/2 jam.
4) Keton
Pemeriksaan ini berdasarkan reaksi antara asam asetoasetat
dengan senyawa nitroprusida. Warna yang dihasilkan adalah coklat
muda bila tidak terjadi reaksi dan ungu untuk hasil yang positif.
Positif palsu terjadi apabila urine banyak mengandung pigmen atau
metabolit levodopa serta phenylketones. Sensitivitas asam
asetoasetat adala 5 mg/dl. Nilai rujukan : negatif.
5) Protein
Pemeriksaan protein berdasarkan pada prinsip kesalahan
penetapan pH oleh adanya protein. Sebagai indikator digunakan
19

tetrabromphenol blue yang dalam suatu sistem buffer akan


menyebabkan pH tetap konstan. Akibat kesalahan penetapan pH oleh
adanya protein, urine yang mengandung albumin akan bereaksi
dengan indikator menyebabkan perubahan warna hijau muda
menjadi hijau. Indikator tersebut sangat spesifik dan sensitif terhadap
albumin. Sensitivitasnya dalah 10 mg/dl. Nilai rujukan : < 20 mg.dl.
6) Nitrit
Tes nitrit urine adalah tes yang dapat digunakan untuk
mengetahui ada tidaknya bakteri urine. Prinsip tes ini adalah nitrit
yang terbentuk bereaksi dengan parsanilic acid menjadi senyawa
diazonium yang akan berkaitan dengan 1,2,3,4
tetrahydrobenzoquinolin -3-1, dalam suasana asam membentuk
warna merah muda, negatif bila tidak terdapat nitrit maka warna
tidak berubah. Sensitivitasnya adalah 0,05 mg (105 bakteri/ml). Nilai
rujukan adalah negatif.
7) Leukosit
Pemeriksaan esterase leukosit didasarkan adanya reaksi
esterase yang merupakan enzim pada granula azudofil. Esterase akan
menghidrolisis derivate aster naftil. Naftil yang dihasilkan bersama
dengan garam diazonium akan menyebabkan perubahan warna dari
coklat muda menjadi warna ungu. Sensitifitasnya adalah 10 leukosit
/ µl atau 3 – 5 leukosit/LPB. Nilai rujukan adalah negatif.
8) Derajat keasaman (pH)
Pemeriksaan pH urine berdasarkan adanya indikator ganda
(methyl red dan bromthymol blue), dimana akan terjadi perubahan
warna sesuai pH yang berkisar dari jingga hingga kuning kehijauan
dan hijau kebiruan. Nilai rujukan adalah pH 5 – 8.
9) Blood (darah)
Pemeriksaan darah samar dalam urine berdasarkan
hemoglobin dan mioglobin akan mengkatalisa oksidasi dari indikator
3.3, 5.5 – tetramethylbenzidine menghasilkan warna berkisar dari
20

kuning kehijau – hijauan hingga hijau kebiru –biruan dan biru tua.
Protein kadar tinggi dan vitamin C dapat menghasilkan negatif paslu.
Positif palsu kadang dijumpai apabila urine terdapat bakteri.
Sensitivitasnya adalah 5 RBC/ µl atau 3 – 5 RBC/LPB. Nilai rujukan
adalah negatif.
10) Berat jenis
Pemeriksaan berat jenis dalam urine berdasarkan pada
perubahan pKa dari polielektrolit. Polielektrolit yang terdapat pada
carik celup akan mengalami ionisasi menghasilkan ion hidrogen. Ion
hidrogen yang dihasilkan tergantung jumlah ion yang terdapat dalam
urine. Perubahan pH yang terdeteksi oleh indikator bromthymol
blue. Bromthymol blue akan berwarna biru tua hingga hijau pada
urine dengan berat jenis rendah dan berwarna hijau kekuning –
kuningan jika berat jenis urine tinggi. Nilai rujukan asalah 1,003 –
1,029, anak dengan intake cairan yang normal Bj 1,016 – 1,022.
11) Asorbacid acid
Jika kadar asorbacid acid lebih dari 25 mg/dl akan menunjukan
warna ungu. Glukosa, nitrat, darah samar akan mempengaruhi hasil.
Snsitivitasnya adalah 10 mg/dl (Hardjoeno dan Fitriani, 2007).
6. Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik ialah pemeriksaan sedimen urine yang
termasuk pemeriksaan rutin, urine yang dipakai adalah urine sewaktu.
Untuk mendapatkan sedimen yang baik diperlukan urine pekat yaitu
urine yang diperoleh pada pagi hari dengan berat jenis e”1,023 atau
osmolalitas >300 mosm/kg dengan pH yang asam (Hardjoeno dan
Fitriani, 2007).
Gandosoebrata (2007) menyatakan bahwa Pemeriksaan sedimen
urine ini penting untuk mengetahui adanya kelainan pada ginjal dan
saluran kemih serta berat ringannya penyakit. Urine yang dipakai ialah
urine sewaktu yang segar atau urine yang dikumpulkan dengan pengawet
formalin. Pemeriksaan sedimen dilakukan dengan memakai lensa
21

objektif kecil (10X) yang dinamakan lapangan pandang penglihatan kecil


atau LPK, selain itu dipakai lensa objektif besar (40X) yang dinamakan
lapangan pandang penglihatan besar atau LPB. Pada pemeriksaan ini
diusahakan menyebut hasil pemeiksaan secara semikuantitatif dengan
menyebut jumlah unsur sedimen yang bermakna perlapangan penglihatan
(Wirawan, dkk. 2011).
Lazimnya unsur-unsur sedimen dibagi atas 2 golongan yaitu
organik (organized), yaitu yang berasal dari sesuatu organ atau jaringan,
dan anorganik (unorganized) yaitu bukan berasal dari sesuatu jaringan
(Gandasoebrata, 2007).
Hasil yang mungkin ditemukan pada tes sedimen urine dapat
dibedakan atas :
1. Elemen organik, dapat berupa :
a. Sel :
1) Erirosit, nilai rujukannya < 4/LPB. Hematuria mikroskopik
menunjukan adanya perdarahan pada saluran kemih
2) Leukosit, nilai rujukannya < 4/LPB. Glitter cells adalah
leukosit yang berukuran lebih besar berasal dari ginjal,
dapat dikenali dengan mneteskan 2 – 3 tetes pewarna
Sternheimer-Malbin. Piuria menunjukan adanya infeksi
pada saluran kemih.
3) Epitel adalah sel berinti satu dengan ukurannya lebih besar
dari leukosit. Macam-macam sel epitel adalah sebagai
berikut :
a. Sel epitel gepeng / skuamous dari uretra bagian distal
yang normal ditemukan dalam urine.
b. Sel epitel transisional dari kandung kemih
c. Sel epitel bulat dari pelvis dan tubuli ginjal, ukurannya
lebih kecil dari epitel skuamous.
22

b. Silinder / Torak / Cast


Silinder terbentuk pada tubulus ginjal dengan matriks
glikoprotein yang berasal dari sel epitel ginjal. Silinder pada
urine menunjukkan adanya keadaan abnormal pada parenkim
ginjal yang biasanya berhubungan dengan proteinuria. Tetapi
pada urine yang abnormal mungkin saja ditemui sejumlah kecil
silinder hialin. Macam-macam silinder yang dapat dijumpai
adalah:
1) Silinder hialin / Hyaline Cast
a) Tidak berwarna, homogen dan transparan dengan ujung
membulat.
b) Meningkat pada setelah latihan fisik dan keadaan
dehidrasi.
2) Silinder sel / cellullar cast, yang dapat berupa :
a) Silinder eritrosit / erythrocyte cast
Ditemukan pada glomerulonefritis akut (GNA), lupus
nefritis, goodpasture’s sindrome, subakut bakterial
endokarditis, trauma ginjal, infark ginjal, pielonefritis,
gagal jantung kongestif, trombosis renalis dan
periarteritis nodosa.
b) Silinder leukosit / leukocyte cast
Menunjukkan adanya infeksi saluran kemih,
pielonefritis akut, nefritis interstisial, lupus nefritis dan
pada penyakit glomerolus.
c) Silinder epitel / epithelial cast
Menunjukkan adanya infeksi akut tubulus ginjal.
3) Silinder berbutir / granular cast, bisa berbutir halus atau
kasar
a) Berisi sel-sel yang mengalami degenerasi, mula-mula
terbentuk granula kasar kemudian menjadi halus.
23

b) Ditemukan pada nefritis kronik, dapat juga pada


inflamasi akut
4) Silinder lemak / fatty cast
Berhubungan dengan proses yang kronik misalnya pada
sindroma nefrotik, glomerulonefritis kronik (GNK) silinder
hialin / waxy cast :
a) Merupakan degenerasi yang lebih lanjut dari silinder
granular.
b) Terbentuk karena adanya stasis urine yang lama.
c) Menggambarkan kondisi patologi yang serius pada
ginjal dan saluran kemih misalnya pada gagal ginjal
kronik, hipertensi maligna, renal amiloidosis, dan
nefropati diabetika.
c. Oval fat bodies
Adalah sel epitel tubulus berbentuk bulat yang mengalami
degenerasi lemak. Seringkali disertai dengan proteinuria. Dapat
dijumpai pada sindroma nefrotik.
d. Spermatozoa
e. Mikroorganisme
yang dapat dijumpai adalah bakteri, sel yeast dan kandida, dan
parasit (Hardjoeno dan Fitriani, 2007).
2. Elemen anorganik, dapat berupa :
a. Bahan amorf:
Urat-urat dalam urine asam dan fosfat-fosfat dalam urine akali.
b. Kristal :
1) Pada urine normal yang asam (pH < 7,0) dapat dijumpai
kristal seperti asam urat (berwarna kuning), natrium urat,
kalsium sulfat (jarang).
2) Pada urine normal yang asam, netral, atau sedikit akali dapat
dijumpai kristal kalsium oksalat, asam hipurat (kadang-
kadang)
24

3) Pada urine normal yang netral dan alkali dapat dijumpai


kristal tripel fosfat (amonium magnesium fosfat) dan
dikalsium fosfat (jarang)
4) Pada urine normal yang alkali dapat dijumpai kristal kalsium
karbonat, amonium biurat dan kalsium fosfat.
5) Pada keadaan abnormal, dalam urine yang asam dapat
dijumpai kristal sistin, leusin, tirosin, dan kolesterol.
6) Kristal yang berasal dari obat seperti sulfonamida juga dapat
dijumpai pada urine yang asam. Dapat diidentifikasi dengan
tes lignin terhadap sedimen
c. Zat lemak
Pada lipiduria dapat ditemukan butir-butir lemak bebas yang
dapat berupa trigliserida atau kolesterol. Butir lemak ini
diidentifikasi dengan pewarnaan sudan III atau IV pada sedimen
atau memakai mikroskop polarisasi (Hardjoeno dan Fitriani,
2007).
7. Akibat Penundaan Pemeriksaan Spesimen Urine
Penundaan pemeriksaan urine dapat menurunkan kualitas hasil
pemeriksaan akibat perubahan komposisi urine, terutama apabila urine
disimpan dari 2 jam di suhu kamar tanpa penambahan zat pengawet
(Delanghe dan Speeckaert, 2014). Dianjurkan oleh CLSI bahwa
pemeriksaan urine dilakukan paling lambat 2 jam dari waktu urine
dikemihkan. Berikut adalah beberapa akibat dari penundaan pemeriksaan
spesimen urine pada pemeriksaan urine carik celup dan mikroskopis.
a. Carik celup
Pemeriksaa carik celup adalah pemeriksaan kimiawi urine
menggunakan suatu strip plastik yang mengandung beberapa reagen
kimia. Masing-masing reagen dapat mendeteksi zat yang spesifik
(Chakraborty, 2012). Penundaan pemeriksaan urine dapat mengubah
beberapa hasil pemeriksaan carik celup, seperti darah, urobilinogen,
nitrit, dan deteksi bakteri.
25

Penundaan pemeriksaan urine dengan metode carik celup dapat


menimbulkan hasil negatif palsu. Pada pemeriksaan bilirubin dan
urobilinogen dapat ditemukan hasil negatif palsu apabila spesimen
terpapar sinar matahari sehingga bilirubin dan urobilinogen
teroksidasi atau pada keadaan dimana ditemukan kontaminasi
formaldehyde pada urine. Pemeriksaan nitrit dapat menunjukkan hasil
positif palsu apabila spesimen dibiarkan terlalu lama dalam suhu
kamar karena peningkatan pertumbuhan bakteri in vitro. Pertumbuhan
bakteri in vitro ini juga menyebabkan hasil positif palsu pada deteksi
bakteri (Delanghe dan Speeckaert, 2014).
b. Mikroskopis
Penundaan pemeriksaan urine mikroskopis dapat menyebabkan
perubahan hasil pemeriksaan, terutama disebabkan oleh lisisnya sel-
sel dan pertumbuhan bakteri. European Confederation of Laboratory
Medicine European Urinalysis Guidelines (2000) menganjurkan
pemeriksaan urine maksimal dilakukan 4 jam setelah urine
dikemihkan. Untuk penyimpanan di lemari pendingin (2-80C) untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya lisis pada komponen urine
(Delanghe dan Speeckaert, 2014).
Pemeriksaan leukosit urine mikroskopis dapat menunjukkan
hasil negatif palsu apabila pemeriksaan ditunda. Hasil negatif palsu ini
disebabkan oleh lisisnya leukosit sebelum pemeriksaan (Delanghe dan
Speeckaert, 2014). Kecepatan lisis komponen urine berbanding lurus
dengan kenaikan Ph urine akibat jarak waktu antara urine dikemihkan
dan pemeriksaan yang terlalu panjang. Leukosit lebih rentan lisis pada
urine dengan pH yang sangat alkali (pH >8), seperti pada pasien
dengan infeksi proteus.
Berat jenis juga berpengaruh dalam lisisnya komponen urine.
Pada urine dengan berat jenis kurang dari 1.007 konsentrasi unsur
pada urine menurun secara signifikan. Pada lingkunga hipotonis dapat
ditemukan lisisnya eritrosit (Gillenwater, dkk. 2002).
26

8. Prinsip Pemeriksaan
Urine mengandung elemen-elemen sisa hasil metabolisme
didalam tubuh, elemen tersebut ada yang secara normal dikeluarkan
bersama urine tetapi ada pula yang dikeluarkan pada keadaan tertentu.
Elemen-elemen dapat dipisahkan dari urine dengan sentrifugasi, elemen
akan mengendap, dan endapan tersebut dilihat dengan mikroskop.
BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran
Infeksi organ urogenitalia atau infeksi saluran kemih merupakan
penyakit yang sering dijumpai pada praktik dokter sehari-hari mulai dari
infeksi ringan yang hanya terdeteksi lewat pemeriksaan urin, hingga infeksi
berat yang dapat mengancam jiwa. Infeksi yang terjadi pada saluran kemih
merupakan infeksi akibat berkembang biaknya mikroorganisme di dalam
saluran kemih, sehingga menimbulkan reaksi inflamasi urotelium yang
melapisi saluran kemih.
Urine merupakan hasil metabolisme tubuh yang dikeluarkan melalui
ginjal. Pemeriksaan mikroskopik urine yaitu pemeriksaan sedimen urine yang
meliputi pemeriksaan leukosit, eritrosit dan sel epitel yang didapatkan setelah
urine disentrifugasi. Pada pemeriksaan ini urine yang dipakai adalah urin
sewaktu. Pemeriksaan ini penting untuk megetahui adanya kelainan pada
ginjal dan saluran kemih serta berat ringannya penyakit.
Pemeriksaan sedimen dilakukan dengan memakai lensa objektif kecil
(10 X) yang dinamakan lapangan pandang kecil atau LPK , selain itu dipakai
lensa objektif besar (40 X) yang dinamakan lapangan pandang besar atau
LPB. Jumlah unsur sedimen bermakna dilaporkan secara semi kuantitatif,
yaitu jumlah rata – rata per LPK untuk silinder dan LPB untuk eritrosit dan
leukosit. Unsur sedimen yang kurang bermakna seperti epitel atau kristal
cukup dilaporkan dengan + (ada), ++ (banyak), +++ (banyak sekali).

27
28

B. Kerangka pikir

Pasien rawat inap dan


rawat jalan(suspek ISK)

Pengambilan sampel urine

Diperiksa kurang dari Diperiksa lebih dari


satu jam satu jam

Urine disentrifus Urine disentrifus

Endapan urine Endapan urine


(sedimen) (sedimen)

Diamati menggunakan Diamati menggunakan


mikroskop mikroskop

Hasil pemeriksaan unsur- Hasil pemeriksaan


unsur sedimen unsur-unsur sedimen

Perbedaan hasil
pemeriksaan
29

C. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas (independent variabel): waktu yaitu kurang dari satu jam
dan lebih dari satu jam.
2. Variabel terikat (dependent variabel): Sedimen urine.
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Waktu adalah rangkaian proses kegiatan yang diperlukan untuk
pemeriksaan sedimen urine terdiri dari 0 menit (segera) dan 120 menit.
Kriteria objektif:
a. Kurang dari satu jam merupakan waktu pada saat diterimanya sampel
urine oleh Ruanga Penerimaan Urine Laboratorium RSUD Kota
Kendari. Waktu pemeriksaan yang ditentukan oleh peneliti antara 0 –
59 menit.
b. Lebih dari satu jam merupakanpenundaan waktu yang ditentukan
oleh peneliti untuk melihat perbedaan hasil pemeriksaan sedimen
urine. Waktu pemeriksaan yang ditentukan peneliti adalah 120 menit.
2. Urine adalah hasil metabolisme tubuh yang dikeluarkan melalui ginjal.
3. Sedimen urine adalah pemeriksaan mikroskopik urine yang meliputi
leukosit, eritrosit dan sel epitel yang didapatkan melalui proses
sentrifugasi kemudian diperiksa dibawah mikroskop.
Kriteria objektif :
Elemen-elemen yang mengendap setelah disentrifus selama 5 menit pada
2000 rpm yaitu leukosit, eritrosit, dan epitel.
Cara pelaporan unsur sedimen menurut JCCLS :
Sel darah dan epitel dilaporkan:
- : 0 – 2 sel/Lapangan pandang besar (LPB)
1+ : <4 sel/Lapangan pandang besar (LPB)
2+: 5 – 9 sel/Lapangan pandang besar (LPB)
3+: 10 – 29 sel/Lapangan pandang besar (LPB)
4+ : > 30 sel – ½ Lapangan pandang besar (LPB)
5+ : > ½ Lapangan pandang besar (LPB)
30

4. Metode mikroskopik merupakan metode untuk pemeriksaan sedimen


urine dengan menggunakan suatu alat yang disebut mikroskop.
5. Infeksi saluran kemih merupakan keadaan infeksi yang biasanya
disebabkan oleh bakteri pada saluran kemih bagian bawah.
E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan hasil pemeriksaan
sedimen urine yang diperiksa kurang dari satu jam dan lebih dari satu jam
pada pasien suspek infeksi saluran kemih di RSUD Kota Kendari.
BAB IV

METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasi analitik untuk
melihat perbedaan hasil pemeriksaan sedimen urine yang diperiksa kurang
dari satu jam dan lebih dari satu jam pada pasien suspek ISK.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni – Juli 2016 di Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Kendari.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam suatu
penelitian (Saryono.2013: 169). Populasi dalam penelitian ini adalah
semua pasien suspek infeksi saluran kemih yang melakukan pemeriksaan
urine di RSUD Kota Kendari mulai Januari sampai Maret sebanyak 233
populasi.
2. Sampel
Teknik pengambilan sampel yang dipilih adalah dengan menggunakan
teknik Sampling Purposive dimana penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu (sugiyono, 2011:84).
a. Kriteria Sampel
1) Kriteria inklusi:
a. Spesimen urine dengan suspek ISK yang masuk ke
Laboratorium RSUD Kota Kendari.
2) Kriteria ekslusi :
a. pasien yang memiliki penyakit yang dapat mengganggu
pengukuran maupun interpretasi hasil.
b. Pasien yang menolak pemeriksaan.

31
32

b. Besar Sampel
Jika populasi > 100 maka diambil sampel 15 – 30 % dan jika
populasi < 100 maka diambil sampel 25 – 50 % (Notoatmodjo.
2005).
Besar sampel dalam penelitian ini adalah 35 sampel ditentukan
dengan cara sebagai berikut :

D. Prosedur Pengumpulan Data


Data dalam penelitian ini dikumpulkan dari awal penelitian yaitu
pengumpulan jurnal, buku atau literatur-literatur yang mendukung penelitian.
Pengambilan sampel pada pasien yang melakukan pemeriksaan urinalisis di
RSUD Kota Kendari, kemudian di lakukan pemeriksaan sedimen urine yang
di periksa kurang dari satu jam dan lebih dari satu jam. Hasil pemeriksaan
kemudian diolah dan dilaporkan sebagai data hasil penelitian.
E. Instrumen Penelitian
Adapun alat ukur yang digunakandalam penelitian ini adalah:
1. Alat yang digunakan yaitu:
a) Mikroskop
b) Sentrifuge
c) Tabung sentrifuge
d) Objek glas (kaca objek)
e) Deg glas (kaca penutup)
f) Mikropipet
g) Tips kuning
2. Bahan yang digunakan yaitu:
a) Urine sewaktu
33

F. Prosedur kerja
1. Pra Analitik
a. Prinsip pemeriksaan: Urine mengandung elemen-elemen sisa hasil
metabolisme didalam tubuh, elemen tersebut ada yang secara normal
dikeluarkan bersama urine tetapi ada pula yang dikeluarkan pada
keadaan tertentu. Elemen-elemen dapat dipisahkan dari urine dengan
sentrifugasi, elemen akan mengendap, dan endapan tersebut dilihat
dengan mikroskop
b. Persiapan pasien
Pasien diberi wadah penampung urine. Penampung urine terdiri dari
berbagai macam tipe dan bahan, saat ini yang lazim digunakan adalah
wadah yang terbuat dari plastik. Wadah harus bermulut lebar, bersih,
kering dan bertutup (Hardjoeno dan Fitriani, 2007).
c. Persiapan sampel
Hal pertama yang harus diperhatikan pada pengambilan sampel urine
adalah identitas penderita yaitu nama, nomor rekam medis, tanggal dan
jam pengambilan bahan. Identitas ini ditulis diwadah urine dan harus
sesuai dengan nomor permintaan. Pada formulir permintaan
dicantumkan nama, nomor rekam medis, dan tanggal (Hardjoeno dan
Fitriani, 2007).
d. Jenis sampel
Sampel urine yang dipakai dalam pemeriksaan urinalisis adalah urine
sewaktu.
2. Analitik
a) Homogenkan terlebih dahulu sampel urine.
b) Masukkan 10 mL urine kedalam tabung sentrifus lalu urine tersebut
disentrifuge selama 5 menit pada 1500 – 2000 rpm
c) Buanglah supernatan (cairan bagian atas) dengan cepat, lalu tabung
ditegakkan kembali sehingga didapatkan sedimen urine.
d) Kocok tabung untuk mensuspensikan sedimen.
34

e) Ambil 1 – 2 tetes dengan mikropipet ke atas kaca objek dan tutup


dengan kaca penutup.
f) Periksa sedimen dibawah mikroskop dengan lensa objektif 10 X untuk
lapangan pandang kecil (LPK) dilaporkan jumlah silinder, serta lensa
objektif 40 X untuk lapangan pandang besar (LPB) dilaporkan jumlah
unsur luekosit, eritrosit, epitel, bakteri, ragi, kristal dan protozoa.
3. Pasca Analitik
Cara pelaporan unsur sedimen menurut JCCLS
Sel darah dan epitel dilaporkan :
1+ : < 4 sel/Lapangan pandang besar (LPB)
2+ : 5 – 9 sel/Lapangan pandang besar (LPB)
3+ : 10 – 29 sel/Lapangan pandang besar (LPB)
4+ : > 30 sel – Lapangan pandang besar (LPB)

5+ : > Lapangan pandang besar (LPB)


35

G. Kerangka Konsep

pasien

urinalisis

Pemeriksaan Pemeriksaan Pemeriksaan


Mikroskopik makroskopik Kimia

sedimen

Leukosit

Eritrosite

Sel epitel

Bakteri

kristal

protozoa

ragi

Keterangan:
= Variabel yang diteliti

= Variabel yang tidak diteliti


36

H. Jenis Data
1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung pada saat
penelitian, meliputi hasil pemeriksaan sedimen urine yang diperiksa
kurang dari satu jam dan lebih dari satu jam di Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Kendari.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang berasal dari literatur yang mendukung
dalam penelitian yang meliputi jurnal dan penelitian terdahulu.
I. Pengolahan Data
Pengolahan data dalam penelitian ini adalah menggunakan program
SPSS for windows versi 20.
1. Memeriksa Data (Editing)
Editing adalah langkah atau kegiatan yang dilakukan dengan maksud
memeriksa data, menghindari kesalahan yang salah dari data yang telah
dikumpulkan, serta memperjelas data yang diperoleh.
2. Memberi Kode (koding)
Koding adalah kegiatan mengklasifikasikan data menurut kategori
dan jenisnya masing-masing untuk memudahkan dalam pengolahan data
maka setiap kategori diberi kode.
3. Memasukan Data (Entry Data)
Entry Data adalah kegiatan memasukan data sesuai dengan
variable-variabel yang telah ada.
4. Menyusun Data (Tabulating)
Tabulating adalah kegiatan untuk meringkas data yang diperoleh
kedalam tabel-tabel yang telah dipersiapkan. Data yang diperoleh
kemudian dikelompokkan dan diproses dengan menggunakan tabel
tertentu menurut sifat dan kategorinya.
37

J. Analisi Data
1. Analisis univariat
Analisis univariat dilakukan secara deskritif dari masing-masing
variabel dengan tabel distribusi frekuensi disertai penjelasan.
2. Analisis bivariat
Analisi bivariat dilakukan untuk menguji hipotesis yaitu ada
perbedaan hasil pemeriksaan sedimen urine yang diperiksa kurang dari
satu jam dan lebih dari satu jam pada pasien infeksi saluran kencing di
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari. Untuk menguji hipotesis
tersebut dilakukan uji-t dengan rumus:

Dengan:
t : Nilai t hitung
D = X1 – X2
Sd : Standar Deviasi dari D
Karena perhitungan uji ini dibantu dengan program SPSS, maka
pengambiulan keputusan adalah dengan melihat nilai t atau probabilitas
(sig.) untuk equal variance assumed maupun equal variance not
assumed, yaitu:
Jika thitung ttabel atau probabilitas (sign.) 0,05, maka hipotesis di tolak
Jika thitung ttabel atau probabilitas (sign.) 0,05, maka hipotesis diterima
dengan nilai ttabel = t(α,n1+n2-2)
K. Penyajian Data
Data yang telah diolah disajikan secara deskriptif dalam bentuk narasi
dan tabel.
38

L. Etika Penelitian
Etika penelitian bertujuan untuk melindungi hak-hak subyek. Adapun
etika penelitian yaitu :
1. Informedconsent
Lembar persetujuan diberikan kepada responden yaitu pasien
ataupun keluarga dari pasien yang ditemui peneliti saat pengambilan data
pada pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Bila subyek menolak, maka
peneliti tidak akan memaksakan dan tetap menghormati hak-hak pasien
maupun responden.
2. Anomity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan
nama responden tetapi lembaran tersebut diberikan inisial atau kode.
3. Confidentially
Kerahasian informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya
kelompok data tertentu akan dilaporkan sebagai hasil penelitian. Data
yang telah dikumpulkan dalam disk dan hanya bisa diakses oleh peneliti
dan pembimbing.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Letak Geografis
RSUD kota kendari awalnya terletak di Kota Kendari, tepatnya di
Kelurahan Kandai Kecamatan Kendari dengan luas lahan 3.527 M2 dan
luas bangunan 1.800 M2. Pada tahun 2008 pemerintahan Kota Kendari
telah memperluas 13.000 ha untuk relokasi Rumah Sakit yang dibangun
secara bertahap dengan menggunakan dana APBD, TP, DAK dan
DPPIPD.
2. Sejarah Berdirinya RSUD Kota Kendari
RSUD Kota Kendari merupakan bangunan atau gedung tinggalan
pemerintah Belanda yang didirikan pada tahun 1927 dan telah mengalami
beberapa kali perubahan yaitu: dibangun oleh pemerintah Belanda pada
tahun 1927, dilakukan rehabilitas oleh pemerintah Jepang pada tahun 1942
– 1945, Menjadi Rumah Sakit Tentara pada tahun 1945 – 1960, menjadi
Rumah Sakit Umum Kabupaten Kendari pada tahun 1960 – 1989, menjadi
Rumah Sakit Gunung Jati pada tahun 1989 – 2001, menjadi Rumah Sakit
Umum Kota Kendari pada tahun 2001 berdasarkan Perda Kota Kendari
No.17 Tahun 2001.
Diresmikan penggunaannya sebagai Rumah Sakit Umum Daerah
Abunawas Kota Kendari oleh bapak Walikota Kendari pada tanggal 23
Januari 2003. Pada tanggal 9 Desember 2011 Rumah Sakit Umum Daerah
Abunawas Kota Kendari resmi menempati gedung baru yang terletak di Jl.
Brigjen Z.A Sugiono No: 39 kelurahan Kambu Kecamatan Kambu Kota
Kendari. Pada tanggal 12 – 14 Desember 2012 telah divisitasi oleh TIM
Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS), dan berhasil terakreditasi penuh
sebanyak 5 pelayanan (Administrasi & Manajemen, Rekam Medik,
Pelaanan Keperawatan, Pelayanan Medik dan IGD). Berdasarkan SK
Walikota Kendari No.16 Tahun 2015 tanggal 13 mei 2015 dikembalikan

39
40

namanya menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari sesuai perda
Kota Kendari No.17 tahun 2001.
3. Tenaga Kerja
Jumlah tenaga kerja yang ada di RSUD Kota Kendari pada tahun
2015 sebanyak 451 (207 PNS dan 244 Non PNS) yang terdiri dari:
a. Tenaga medis
b. Tenaga paramedis perawatan
c. Tenaga paramedis non perawatan
d. Tenaga administrasi
4. Sarana Gedung
Dilokasi baru RSUD Kota Kendari saat ini memiliki sarana gedung
sebagai berikut:
a. Gedung Anthurium (Kantor)
b. Gedung Bougenville (Poliklinik)
c. Gedung Instalasi Gawat Darurat (IGD)
d. Gedung Matahari (Radiologi)
e. Gedung Crysant (Ruang O.K)
f. Gedung Asoka (ICU)
g. Gedung Teratai (Ponek)
h. Gedung Lavender (Rawat inap penyakit dalam)
i. Gedung Mawar (Rawat inap anak)
j. Gedung Melati (Rawat inap bedah)
k. Gedung Anggrek (Rawat inap VIP, kelas 1 dan kelas 2)
l. Gedung Instalasi Gizi
m. Gedung Loundry
n. Gedung Laboratorium
o. Gedung Kamar Jenazah
p. Gedung VIP
q. Gedung PMCC
41

Dalam menunjang pelaksanaan kegiatan, RSUD Kota Kendari


dilengkapi dengan 4 unit mobil ambulance, 1 buah mobil direktur, 10 buah
mobil operasional dokter dan 10 buah sepeda motor.
5. Sarana dan Prasarana Laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Kendari
Laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari terbagi
atas beberapa bagian ruang , yaitu:
a. Ruang Administrasi;
b. Ruang Tunggu Pasien;
c. Ruang Sampling;
d. Ruang Pengolahan Sampel, terbagi atas:
1) Ruang Kimia;
2) Ruang Hematologi, Serologi dan Urinalisa;
3) Ruang Bakteri dan Parasit.
e. Toilet, terbagi atas :
1) Toilet Pasien;
2) Toilet Petugas Laboratorium.
f. Ruang Istirahat;
g. Ruang Ganti;
h. Ruang Penyimpanan Alat Gelas dan Reagen.
Dalam menunjang pelayanan kesehatan, laboratorium rumah sakit
umum daerah kota kendari dilengkapi dengan pemeriksaan laboratorium
yang terdiri dari pemeriksaan hematologi (darah rutin menggunakan alat
Hematologi Analyzer yang pemeriksaannya meliputi Hemoglobin (Hb),
Leukosit, Eritrosit, Hematokrit, MCV, MCH, MCHC, Trombosit, Laju
Endap Darah (LED) (meliputi pemeriksaan CT, BT, Hitung Jenis)
pemeriksaan Kimia Darah (Glukosa : GDS, GDP, GD 2 Jam PP. SGOT,
SGPT, Protein Total, Albumin, Globulin, Bilirubin Total, Bilirubin Direct,
Ureum, Creatinin, Asam Urat, Chol Total, Chol HDL, Chol LDL,
Trigliserida. Pemeriksaan Urinalisa (Kimia Urin (Carik Celup/Strip),
Sedimen Urin). Pemeriksaan Bakteriologi (Basil Tahan Asam (BTA)).
42

Pemeriksaan Parasitologi (DDR Malaria, Feaces, Jamur). Pemeriksaan


Immunologi/Serologi (Plano Test (tes kehamilan), Widal Test, Test
Narkoba, Golongan Darah, HbsAg, Anti Hbs, HIV).
B. Hasil Penelitian
Telah dilakukan penelitian perbedaan hasil pemeriksaan sedime urine
yang diperiksa kurang dari satu jam dan lebih dari satu jam pada pasien
suspek infeksi saluran kemih (ISK) pada tanggal 23 Juni – 11 juli 2016 di
Laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari.
1. Karakteristik Responden
a. Jenis kelamin
Pada saat penelitian berlangsung diperoleh jumlah responden
yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan jumlah
responden laki-laki. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
Tabel 1 Distribusi Responden Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin
di Laboratorium RSUD Kota Kendari

No Jenis Kelamin N %
1 Laki-laki 16 45,71
2 Perempuan 19 54,29
Total 35 100

(Sumber: Data Primer 2016)


Berdasarkan tabel 1 di atas, maka dapat diketahui bahwa pasien
dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak jumlahnya dibandingkan
dengan laki-laki, yaitu dari 35 orang pasien yang diperiksa sedimen
urine terdapat 19 orang perempuan (54,29%) dan 16 orang laki-laki
(45,71%).
b. Umur
Pada saat penelitian berlangsung diperoleh hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa karakteristik responden banyak yang berumur 17
– 26 tahun lebih banyak dibandingkan 57 – 66 tahun. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
43

Tabel 2 Distribusi Responden Pasien Berdasarkan Umur di


Laboratorium RSUD Kota Kendari
No Umur N %
1 17 – 25 16 45,71
2 26 – 35 11 31,42
3 36 – 45 2 5,71
4 46 – 55 5 14,28
5 56 – 65 1 2,85
Total 35 100

(Sumber: Data Primer 2016)


Dari tabel 2 diatas, maka dapat diketahui bahwa dari total
frekuensi 35 responden selama penelitian, jumlah responden
terbanyak yaitu yang berumur 17 – 25 tahun yaitu sebanyak 16 orang
(45,71 %) dan jumlah responden terendah yaitu yang berumur 56 – 65
tahun yaitu sebanyak 1 orang (2,85%).
2. Hasil Pemeriksaan Sedimen Urine Kurang Dari Satu Jam Pada
Pasien Suspek ISK di RSUD Kota Kendari

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Hasil Pemeriksaan Sedimen Urine


Kurang Dari Satu Jam Pada Pasien Suspek ISK

Hasil Leukosit Eritrosit Sel Epitel


Pengamatan N % N % N %
Negatif (-) 3 8,57 13 37,14 11 31,43
Positif(+) 32 91,43 22 62,86 24 68,57
Total 35 100 35 100 35 100
(Sumber: Data Primer 2016)
Berdasarkan table 3 menunjukkan distribusi frekuensi hasil
pemeriksaan sedimen urine, pada pemeriksaan leukosit dari 35 sampel
urine yang diperiksa kurang dari satu jam (segera) ditemukan 3 sampel
yang memperoleh hasil negatif dengan persentasi (8,57%) sedangkan
untuk hasil positif diperoleh 32 sampel dengan persentasi (91,43%). Pada
44

pemeriksaan eritrosit ditemukan 13 sampel yang memperoleh hasil negatif


dengan persentasi (37,14%) dan hasil positif diperoleh 22 sampel dengan
persentasi (62,86%). Sedangkan pada pemeriksaan sel epitel ditemukan 11
sampel yang memperoleh hasil negatif dengan persentasi (31,43%) dan
hasil positif sebanyak 24 sampel dengan persentasi (68,57%).
3. Hasil Pemeriksaan Sedimen Urine Lebih Dari Satu Jam Pada Pasien
Suspek ISK di RSUD Kota Kendari

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Hasil Pemeriksaan Sedimen Urine


Lebih Dari Satu Jam Pada Pasien Suspek ISK
Hasil Leukosit Eritrosit Sel Epitel
Pengamatan N % N % N %
Negatif (-) 3 8,57 10 28,57 9 25,71
Positif (+) 32 91,43 25 71,43 26 74,29
Total 35 100 35 100 35 100
(Sumber: Data Primer 2016)
Dari tabel 4 yang menunjukkan distribusi frekuensi hasil
pemeriksaan sedimen urine pada pemeriksaan leukosit dari 35 sampel
urine yang diperiksa lebih dari satu jam (120 menit) ditemukan 3 sampel
yang memperoleh hasil negatif dengan persentasi (8,57%) sedangkan
untuk hasil positif diperoleh 32 sampel dengan persentasi (91,43%). Pada
pemeriksaan eritrosit ditemukan 10 sampel yang memperoleh hasil negatif
dengan persentasi (28,57%) dan hasil positif diperoleh 25 sampel dengan
persentasi (71,43%). Sedangkan pada pemeriksaan sel epitel ditemukan 9
sampel yang memperoleh hasil negatif dengan persentasi (25,71%) dan
hasil positif sebanyak 26 sampel dengan persentasi (74,29%).
4. Perbedaan Hasil Pemeriksaan Sedimen Urine Yang Diperiksa Kurang
Dari Satu Jam Dan Lebih Dari Satu Jam Pada Pasien Suspek Infeksi
Saluran Kemih (ISK) Dengan Metode Mikroskopik.
Dari hasil penelitian pembacaan leukosit pada sedimen urine pasien
yang diperiksa kurang dari satu jam (segera) terhadap 35 sampel urine
didapatkan 3 sampel negatif (8,57%) dan positif sebanyak 32 (91,43%)
sedangkan pada urine dengan sampel yang sama yakni sampel yang di
45

periksa lebih dari satu jam (120 menit) didapatkan hasil leukosit yang
negatif sebanyak 3 sampel (8,57%) dan positif sebanyak 32 (91,43%).
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1:

Pemeriksaan Leukosit
35
30
91,43% 91,43%
25
20
15
10
5 8,57% 8,57%
0
0 menit 120 menit

Negatif positif

Gambar 1. Diagram pemeriksaan leukosit kurang dari satu jam


(segera) dan lebih dari satu jam (120 menit)
Berdasarkan gambar 1 menunjukkan tidak ada perbedaan pada
hasil pemeriksaan leukosit baik kurang dari satu jam (segera) maupun
yang lebih dari satu jam (120 menit). Leukosit atau sel darah putih
mempunyai batas normal jika ditemukan dalam urine berkisar 0-
5/lapangan pandang kecil. Adanya leukosit dalam urine sering ditemukan
pada kasus infeksi saluran kemih atau kontaminasi dengan sekret vagina
pada penderita flour albus.
Dari hasil Pemeriksaan eritrosit didapatkan bahwa dari 35 sampel
urine yang diperiksa kurang dari satu jam (segera) diperoleh hasil yang
negatif sebanyak 13 sampel (37,14%) dan positif sebanyak 22 (62,86%)
sedangkan pada urine yang diperiksa lebih dari satu jam (120 menit)
diperoleh hasil negatif sebanyak 10 sampel (28,57%) dan 25 sampel
positif (71,43%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2:
46

Pemeriksaan Eritrosit
30

25
71,43%
20 62,86%

15

10
37,14%
5 28,57%

0
0 menit 120 menit

Negatif positif

Gambar 2. Diagram pemeriksaan eritrosit kurang dari satu jam (segera)


dan lebih dari satu jam (120 menit)
Dari gambar diatas menunjukkan perbedaan dalam hasil pemeriksaan
eritrosit yang diperiksa kurang dari satu jam (segera) dan lebih dari satu jam
(120 menit) dimana kepekatan dari urin yang diperiksa kurang dari satu jam
(segera) memberikan hasil yang akurat sehingga dalam penegakan diagnosa
dari hasil pemeriksaan lebih terarah dalam memberikan pengobatan pada
pasien. Dalam keadaan normal tidak dijumpai eritrosit dalam sedimen urine,
adanya eritrosit dalam urine disebut hematuria. Hematuria dapat disebabkan
oleh pendarahan dalam saluran kemih, seperti infark ginjal, nephrolithiasis,
infeksi saluran kemih dan pada penyakit dengan diatesa hemoragik.

Pemeriksaan sel epitel pada sedimen urine yang diperiksa kurang dari
satu jam (segera) mendapatkan hasil yang negatif 11 sampel (31,43%) dan
positif 24 sampel (68,57%) sedangkan yang diperiksa lebih dari satu jam (120
menit) yang negatif sebanyak 9 sampel (25,71%) dan positif sebanyak 26
sampel (74,29%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3:
47

Pemeriksaan Sel Epitel


30

25
74,29%
20 68,57%

15

10
31,43%
5 25,71%

0
0 menit 120 menit

Negatif positif

Gambar 3. Diagram pemeriksaan sel epitel kurang dari satu jam


(segera) dan lebih dari satu jam (120 menit)
Berdasarkan gambar 3, sedimen yang diperiksa kurang dari satu jam
(segera) lebih jelas bentuk, ukuran dan jumlahnya dibandingkan dengan
sedimen urine yang diperiksa lebih dari satu jam (120 menit) dan dalam
keadaan patologik jumlah sel epitel dapat meningkat, seperti pada infeksi
saluran kemih.
Sebelum di lakukan uji statistik untuk melihat perbedaan hasil
pemeriksaan sedimen urine yang diperiksa kurang dari satu jam dan lebih dari
satu jam pada pasien suspek ISK terlebih dahulu dilakukan uji normalitas
untuk mengetahui apakah data yang diperoleh terdistribusi normal atau tidak.
Setelah dilakukan uji normalitas terhadap sampel berpasangan didapatkan
data tidak terdistribusi normal, dikarenakan data tidak bervariasi artinya
hanya beberapa parameter pemeriksaan yang berbeda. Maka dari itu untuk
melihat perbedaan hasil pemeriksaan sedimen urine yang diperiksa kurang
dari satu jam dan lebih dari satu jam pada pasien suspek ISK digunakanlah uji
t alternatif (uji wilcoxon) yaitu uji hipotesis komparatif numerik dua
kelompok berpasangan distribusi tidak normal dengan tingkat kepercayaan
95% dengan bantuan SPSS for windows versi 20, yang hasil pengujiannya
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
48

Tabel 5 Hasil Uji Alternatif Uji T Berpasangan (Uji Wilcoxon) Pada


Perbedaan Hasil Pemeriksaan Sedimen Urine Yang
Diperiksa Kurang Dari Satu Jam Dan Lebih Dari Satu Jam
Pada Pasien Suspek ISK

No Sedimen Urine Signifikan (P)


1 Leukosit 0,157
2 Eritrosit 0,011
3 Epitel 0,783
(Sumber: Data Primer 2016)
Berdasarkan tabel 5, pada pembacaan hasil statistik menggunakan uji
wilcoxon diperoleh nilai P > 0,05 yang berarti hipotesis ditolak artinya
tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari hasil pemeriksaan sedimen
urine baik diperiksa kurang dari satu jam dan lebih dari satu jam pada
pasien suspek ISK di RSUD Kota Kendari.
C. Pembahasan
Penelitian ini dilakukan dengan cara observasi analitik dengan teknik
pengambilan sampel secara Sampling Purposive, dimana penetuan sampel
dengan pertimbangan tertentu yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
hingga jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi. Penelitian ini dilakukan di
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari, dimana dalam penelitian ini yang
menjadi kriteria pemilihan sampel adalah spesimen urine dengan suspek atau
diagnosa kerja ISK dengan waktu pemeriksaan kurang dari satu jam (segera)
dan lebih dari satu jam (120 menit) dengan jumlah sampel sebanyak 35
sampel.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap perbedaan hasil pemeriksaan
sedimen urine yang diperiksa kurang dari satu jam dan lebih dari satu jam
pada pasien suspek ISK bahwa dari 35 subjek penelitian yang di periksa di
Laboratorium RSUD Kota Kendari yakni terdapat 16 orang laki-laki
(45,71%) dan 19 orang perempuan (54,29%). Data ini dapat dilihat pada tabel
1, dari data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ISK merupakan penyakit
yang lebih sering menyerang perempuan. Hasil ini didukung oleh Purnomo
49

(2011) yang menyatakan bahwa insiden ISK lebih tinggi pada wanita karena
uretra wanita yang lebih pendek dari pada uretra pria, sehingga memudahkan
masuknya bakteri dari anus dan daerah sekitar genitalia kedalam saluran
kemih.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, jumlah responden
terbanyak berumur 17-25 tahun yaitu sebanyak 16 orang (45,71%) dan
jumlah responden terendah berumur 56-65 tahun yaitu sebanyak 1 0rang
(2,85%). Dari data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa semakin rendah
tingkat umur seseorang maka semakin rendah tingkat pengetahuan terhadap
hygiene organ reproduksi begitupun sebaliknya semakin tinggi tingkatan
umur seseorang maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuan yang
dimilikinya mengenai hygiene organ reproduksinya.
Untuk dapat mendeteksi penyakit ISK maka perlu dilakukan
pemeriksaan sedimen urine. Tes sedimen urine digunakan untuk
mengidentifikasi jenis atau unsur sedimen urine yaitu leukosit, eritrosit dan
sel epitel. Selain itu Tes ini juga digunakan untuk memantau perjalanan
penyakit pada kelainan ginjal dan saluran kemih.
Secara teori dalam pemeriksaan sedimen urine dibutuhkan urine
sewaktu yang masih segar dalam penampungan yang tertutup rapat dan tidak
terkontaminasi. Pemeriksaan harus dilakukan secepat mungkin paling lambat
1 jam setelah urine ditampung. Melakukan penundaan pemeriksaan dapat
menjadi sumber kesalahan, sehingga hasil yang diharapkan tidak sesuai
dengan kondisi klinis pasien. Unsur-unsur berbentuk (sedimen) dalam urine
mulai rusak dalam waktu 2 jam dan bila dibiarkan lama dalam suhu kamar
akan terjadi lisis sel serta torak dan urine akan berubah menjadi alkalis
(Hardjoeno dan Fitriani, 2007).
Dari hasil penelitian pembacaan leukosit pada sedimen urine pasien
yang diperiksa kurang dari satu jam (segera) terhadap 35 sampel urine
didapatkan 3 sampel negatif (8,57%) dan positif sebanyak 32 (91,43%)
sedangkan pada urine dengan sampel yang sama yakni sampel yang di periksa
50

lebih dari satu jam (120 menit) didapatkan hasil leukosit yang negatif
sebanyak 3 sampel (8,57%) dan positif sebanyak 32 (91,43%).
Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan tidak ada perbedaan pada
hasil pemeriksaan leukosit baik kurang dari satu jam (segera) maupun yang
lebih dari satu jam (120 menit). Hasil yang diperoleh tidak sejalan dengan
teori yang menjelaskan bahwa hasil pemeriksaan leukosit mulai diragukan
apabila pemeriksaan dilakukan lebih dari 2 jam setelah urine dikemihkan
(Delanghe dan Speeckaert, 2014). Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Vejkovic et al (2012) yang melaporkan bahwa
urine dapat disimpan disuhu ruang sampai 4 jam tanpa penambahan bahan
pengawet dan tidak terjadi perubahan yang signifikan terhadap hasil
pemeriksaan urine mikroskopis. Leukosit atau sel darah putih mempunyai
batas normal jika ditemukan dalam urine berkisar 0-5/lapangan pandang
kecil. Adanya leukosit dalam urine sering ditemukan pada kasus infeksi
saluran kemih atau kontaminasi dengan sekret vagina pada penderita flour
albus.
Dari hasil Pemeriksaan eritrosit didapatkan bahwa dari 35 sampel
urine yang diperiksa kurang dari satu jam (segera) diperoleh hasil yang
negatif sebanyak 13 sampel (37,14%) dan positif sebanyak 22 (62,86%)
sedangkan pada urine yang diperiksa lebih dari satu jam (120 menit)
diperoleh hasil negatif sebanyak 10 sampel (28,57%) dan 25 sampel positif
(71,43%).
Berdasarkan hasil pemeriksaan eritrosit, menunjukkan perbedaan
dalam hasil pemeriksaan eritrosit yang diperiksa kurang dari satu jam (segera)
dan lebih dari satu jam (120 menit) dimana kepekatan dari urin yang
diperiksa kurang dari satu jam (segera) memberikan hasil yang akurat
sehingga dalam penegakan diagnosa dari hasil pemeriksaan lebih terarah
dalam memberikan pengobatan pada pasien. Dalam keadaan normal tidak
dijumpai eritrosit dalam sedimen urine, adanya eritrosit dalam urine disebut
hematuria. Hematuria dapat disebabkan oleh pendarahan dalam saluran
51

kemih, seperti infark ginjal, nephrolithiasis, infeksi saluran kemih dan pada
penyakit dengan diatesa hemoragik.
Pemeriksaan sel epitel pada sedimen urine yang diperiksa kurang dari
satu jam (segera) mendapatkan hasil yang negatif 11 sampel (31,43%) dan
positif 24 sampel (68,57%) sedangkan yang diperiksa lebih dari satu jam (120
menit) yang negatif sebanyak 9 sampel (25,71%) dan positif sebanyak 26
sampel (74,29%).
Berdasarkan hasil pemeriksaan sel epitel, sedimen yang diperiksa
kurang dari satu jam (segera) lebih jelas bentuk, ukuran dan jumlahnya
dibandingkan dengan sedimen urine yang diperiksa lebih dari satu jam (120
menit) dan dalam keadaan patologik jumlah sel epitel dapat meningkat,
seperti pada infeksi saluran kemih.
Data yang diperoleh dari penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel
dan dianalisis dengan program SPSS for windows versi 20. Analisis data
dengan program SPSS terlebih dahulu dilakukan uji normalitas untuk
mengetahui apakah distribusi data yang diperoleh normal atau tidak. Setelah
dilakukakn uji normalitas terhadap sampel berpasangan didapatkan data tidak
terdistribusi normal disebabkan karena data tidak bervariasi artinya hanya
beberapa parameter pemeriksaan yang berbeda maka digunakan uji alternatif t
berpasangan yakni uji wilcoxon terhadap variasi waktu pemeriksaan urine
pada suspek ISK.
Perlakuan pemeriksaan terhadap urine yang diperiksa kurang dari satu
jam (segera) dan lebih dari satu jam (120 menit) menunjukkan hasil
pemeriksaan sedimen urine leukosit dengan nilaisignifikan (P) 0,157 > 0.05,
maka hipotesis ditolak. Sedangkan pada pemeriksaan eritrosit didapatkan
nilai signifikan (P) 0,011 > 0,05 maka hipotesis ditolak. Begitu pula pada
pemeriksaan sel epitel, didapatkan nilai signifikan (P) 0,783 > 0,05 maka
hipotesis di tolak yakni tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap
hasil pemeriksaan sedimen urine yang diperiksa kurang dari satu jam dan
lebih dari satu jam pada suspek ISK. Hasil penelitian ini berbeda dengan
referensi dari Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI) (2009)
52

yang menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan urine paling lambat 2 jam


dari waktu urine dikemihkan. Hal ini dapat memberikan hasil negatif palsu
apabila pemeriksaan ditunda yang disebabkan oleh lisisnya leukosit sebelum
pemeriksaan. Kecepatan lisis komponen urine berbanding lurus dengan
kenaikan pH urine yakni leukosit lebih rentan lisis pada pH yang sangat alkali
(pH >8) dan berat jenis yang kurang dari 1.007 konsentrasi unsur pada urine
menurun secara signifikan. Terjadinya lisis pada pHurine akan berbanding
lurus dengan penurunan Berat jenis urine dimana secara teori berat jenis urine
normal 1,003 – 1,030. Penurunan konsentrasi urine secara signifikan ini dapat
mempengaruhi kepekatan urine yakni semakin tinggi pH urine berat jenis
urine semakin berkurang dan kepekatan urine pun akan semakin berkurang.
Meskipun berbeda dengan saran dari CLSI, hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Almahdaly (2012) yang melakukan
penundaan pemeriksaan 2 jam dan 3 jam masih dalam batas normal adanya
leukosit, eritrosit dan sel epitel dalam urine, dan tidak terdapat pengaruh yang
signifikan terhadap hasil pemeriksaan sedimen urine leukosit, eritrosit dan sel
epitel pada pemeriksaan segera, 2 jam dan 3 jam.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 23 juni-
11 juli 2016 di RSUD Kota Kendari pada pasien suspek ISK, dari 35 subjek
penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada pemeriksaan sedimen urine kurang dari satu jam (segera) diperoleh
hasil pemeriksaan leukosit sebanyak 3 sampel yang memperoleh hasil
negatif dengan persentasi 8,57% sedangkan untuk hasil positif diperoleh
32 sampel dengan persentasi 91,43%. Pada pemeriksaan eritrosit
ditemukan 13 sampel yang memperoleh hasil negatif dengan persentasi
37,14% dan positif sebanyak 22 sampel dengan persentasi 62,86%.
Sedangkann pada pemeriksaan sel epitel ditemukan 11 sampel dengan
persentasi 31,43% dan untuk hasil positif diperoleh sebanyak 24 sampel
dengan persentasi 68,57%.
2. Pada pemeriksaan sedimen urine lebih dari satu jam (120 menit) diperoleh
hasil pemeriksaan leukosit sebanyak 3 sampel yang memperoleh hasil
negatif dengan persentasi 8,57% sedangkan untuk hasil positif diperoleh
32 sampel dengan persentasi 91,43%. Pada pemeriksaan eritrosit
ditemukan 10 sampel yang memperoleh hasil negatif dengan persentasi
28,57% dan positif sebanyak 25 sampel dengan persentasi 71,43%.
Sedangkann pada pemeriksaan sel epitel ditemukan 11 sampel dengan
persentasi 31,43% dan untuk hasil positif diperoleh sebanyak 24 sampel
dengan persentasi 68,57%.
3. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap hasil pemeriksaan
sedimen urine leukosit, eritrosit dan sel epitel yang diperiksa kurang dari
satu jam(segera) dan lebih dari satu jam (120 menit) pada pasien suspek
ISK di RSUD Kota Kendari.

53
54

B. Saran
1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan bacaan atau
tambahan kepustakaan bagi pembaca.
2. Apabila ingin melakukan penundaan pemeriksaan sedimen urine lebih
dari 2 jam dapat dilakukan dengan syarat urine disentrifus terlebih dahulu
sebelum dilakukan penundaan tes
3. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat meneliti elemen-elemen yang
lain terhadap sedimen urine.
DAFTAR PUSTAKA

Almahdaly.,H. 2012. Pengaruh Penundaan Waktu Terhadap Hasil Urinalisis


Sedimen Urin. Skripsi. Makassar: Program Konsentrasi Teknologi
Laboratorium Kesehatan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin..
Arief Mansjoer. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Pertama.
Penerbit Media Aesculapius FKUI.
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.
Jakarta: Salemba Medika.
Clinical And Laboratory standards Institute (CLSI), 2009. Urinalysis; Approved
Guideline-Third Edition. Vol 29 (4). ISBN 1-56238-687-5.
Froom, P dkk. 2000. Stability Of Common Analytes in Urine Refrigerated for24 h
Before Automated Analysis by Test Strip. Clinical chemistry.
Gandosoebrata, R. 2007. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat.

Hardjoeno, H., & Fitriani. 2007. Substansi dan Cairan Tubuh. Makassar:
Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin (LEPHAS).
Naid., T. Mangerangi. F dan Almahdaly. H. 2014. Pengaruh Penundaan Waktu
Terhadap Hasil Urinalisis Sedimen Urin. As-Syifaa. 06.(02):212-219.
Notoadmojo,S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Capita.

Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Rosalita, L. 2012. Pengaruh Penundaan Waktu Terhadap Hasil Urinalisis.
Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Indonesia Yogyakarta.
Saryono, & Anggraeni,M.D. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif dan
Kuantitatif dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Sheila Savitri. 2015. Pengaruh Penundaan Pemeriksaan Sedimen Urine Terhadap
Hasil Pemeriksaan Leukosit Urine. Skripsi. Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Sopiyudin., D. 2013. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Kelapa
Dua Wetan Ciracas
Sugiyono. 2011. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Suharyanto, Toto., & Madjid, Abdul. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Klien
dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: CV. Trans Info
Media.
Tambayong dr.Jan. 2008. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

Tao,L & Kendall,K. 2014. Sinopsis Organ System Ginjal Pendekatan dengan
Sistem Terpadu dan disertai Kumpulan Kasus Klinik. Tanggerang
Selatan: Karisma Publishing Group.
Uliyah, Musrifatul., & Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Keterampilan Dasar
Praktik Klinik untuk Kebidanan. Ed. 2. Jakarta: Salemba Medika.
Wirawan R,dkk. Penilaian Hasil Pemeriksaan Urine(Cermin Dunia Kedokteran)
No.30. Jakarta. 2011.
Zahrin, I., Wande. N dan Purwaningsih. V. N. 2015. Pengaruh Penundaan
Pemeriksaan Serta Suhu Penyimpanan Terhadap pH dan Eritrosit
Urin. Klinika Laboratory. 2.(01):32-36.
LAMPIRAN
Lampiran 1

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA KENDARI


LABORATORIUM
Jl.Z.A.Sugianto No.39 Kota Kendari Tlp.(0401)33359171

LEMBAR HASIL PENELITIAN

NAMA PENELITI : WA ODE ASRIYANI

NIM : P00320013137

JUDUL PENELITIAN : PERBEDAAN HASIL PEMERIKSAAN SEDIMEN URINE YANG


DIPERIKSA KURANG DARI SATU JAM DAN LEBIH DARI SATU
JAM PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) DI RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH KOTA KENDARI

Hasil Pengamatan Pada Mikroskop


KODE SEDIMEN < 1 jam > 1 jam
UMUR/SEX
SAMPEL URINE Rata- Rata-
Positif/Negatif Positif/Negatif
rata/LPB rata/LPB
Leukosit +1 2–3 +1 2–4
Sampel.
47/P Eritrosit - 0-1 - 0-1
A1
Epitel - 0-1 - 0-1
Leukosit +1 3-2 +1 3-5
Sampel.
23/P Eritrosit - 0-2 - 1-2
A2
Epitel +3 6 - 10 +3 6 - 12
Leukosit +1 2-3 +1 3-5
Sampel.
26/L Eritrosit - 0-1 - 1-2
A3
Epitel - 0-1 - 1-2
Leukosit +2 7-8 +2 8-9
Sampel.
18/P Eritrosit - 0–1 +1 1-2
A4
Epitel +4 >30 +4 >30
Leukosit +1 1–2 +1 2-4
Sampel.
53/L Eritrosit - 0-1 - 0-1
A5
Epitel +1 2–3 +1 2-3
Sampel. Leukosit +1 3-4 +1 4-6
50/L
A6 Eritrosit +1 1-2 +1 2-3
Epitel +2 5-9 +2 6 - 10
Leukosit +3 10 - 15 +4 >30
Sampel.
61/L Eritrosit +1 2-4 +1 4-6
A7
Epitel +1 1-2 +1 1-2
Leukosit +1 2-4 +1 2-4
Sampel.
20/P Eritrosit +2 4-9 +2 5-9
A8
Epitel +1 2-4 +3 10 - 12
Leukosit +1 2-4 +1 4-6
Sampel.
26/L Eritrosit +2 4-6 +2 6-8
A9
Epitel +3 10 - 12 +2 10 - 15
Leukosit +1 2-4 +1 2-4
Sampel.
21/P Eritrosit +2 4-6 +2 6-8
A10
Epitel +3 9 - 10 +3 10 - 13
Leukosit +2 5-9 +2 9 - 10
Sampel.
29/P Eritrosit +3 10 - 13 +3 10 - 13
A11
Epitel - 0-1 - 1-2
Leukosit +2 6-7 +2 6-8
Sampel.
32/P Eritrosit +2 5-9 +2 5-9
A12
Epitel +2 4-6 +2 6-8
Leukosit +1 2-6 +1 2-6
Sampel.
37/L Eritrosit - 0-1 - 0-1
A13
Epitel - 0-1 - 0-1
Leukosit +2 4-8 +2 8-9
Sampel.
26/P Eritrosit +2 8 - 10 +2 9 - 10
A14
Epitel +2 5–9 +2 5-9
Leukosit +2 4–8 +2 5-8
Sampel.
18/P Eritrosit +1 1-3 +1 2-6
A15
Epitel +2 5–9 +2 5 - 10
Leukosit +2 4–8 +2 5-8
Sampel.
21/P Eritrosit +1 2–3 +1 3-4
A16
Epitel +2 5–9 +2 5-8
Sampel. Leukosit +1 4 -6 +1 4-6
28/L
A17 Eritrosit +2 5-8 +2 5-9
Epitel +2 4-8 +2 5-9
Leukosit +2 4-8 +2 5-9
Sampel.
40/L Eritrosit +2 6-9 +2 6-9
A18
Epitel +3 9 10 +1 2-4
Leukosit +3 20 – 26 +3 20 - 26
Sampel.
20/L Eritrosit +3 10 - 15 +3 10 - 15
A19
Epitel - 0-1 - 1-2
Leukosit +1 3-5 +1 3-5
Sampel.
22/L Eritrosit +2 2-7 +2 2-7
A20
Epitel +2 4-6 +2 4-6
Leukosit - 1-2 - 1–2
Sampel.
28/L Eritrosit - 0-1 - 0-1
A21
Epitel - 1-2 - 1-2
Leukosit +2 4-6 +2 4-6
Sampel.
28/P Eritrosit +1 2-3 +2 4-5
A22
Epitel +1 2-4 +1 3-4
Leukosit +1 2-4 +2 4-5
Sampel.
53/L Eritrosit - 0-1 - 0–1
A23
Epitel - 0-1 - 0-1
Leukosit +1 3-4 +1 3–4
Sampel.
21/P Eritrosit - 0-1 - 0–1
A24
Epitel +3 10 - 29 +3 10 - 29
Leukosit - 0-1 - 1-2
Sampel.
25/P Eritrosit +1 1-3 +1 1–3
A25
Epitel - 0-1 - 0-1
Leukosit +1 2-3 +1 2–3
Sampel.
48/P Eritrosit +1 2-4 +2 2–4
A26
Epitel +2 4-6 +2 5–6
Leukosit +1 2-4 +1 2 -4
Sampel.
35/P Eritrosit +2 4-8 +3 9 – 10
A27
Epitel +1 2-4 +1 2–4
Leukosit +3 20 - 30 +3 20 – 26
Sampel.
21/P Eritrosit +3 10 - 20 +3 10 – 14
A28
Epitel +2 5-7 +2 5–7
Leukosit +2 3-5 +2 4–5
Sampel.
23/P Eritrosit +2 5-8 +2 5–7
A29
Epitel +1 2-4 +1 2–4
Sampel. Leukosit +2 5 - 10 +2 5 – 10
17/P
A30 Eritrosit +1 2-4 +1 3–4
Epitel +2 4-6 +2 4–6
Leukosit +1 2-4 +1 3–6
Sampel.
27/L Eritrosit +1 1-2 +1 2–3
A31
Epitel - 0-1 +1 2–3
Leukosit - 1-2 - 1–2
Sampel.
24/P Eritrosit - 0-1 - 0–1
A32
Epitel - 0-1 +1 2–4
Leukosit +1 2 -4 +1 3–4
Sampel.
25/L Eritrosit - 1-2 +1 2–4
A33
Epitel +1 2-4 +1 2-4
Leukosit +1 2-3 +1 2-4
Sampel.
23/L Eritrosit - 0-1 - 0-1
A34
Epitel - 0-1 - 0-1
Leukosit +1 1-2 +1 2-4
Sampel.
30/L Eritrosit - 0-1 +1 3-4
A35
Epitel +1 2-3 +1 2-3
Lampiran 2
TABULASI DATA
PERBEDAAN HASIL PEMERIKSAAN SEDIMEN URINE
YANG DIPERIKSA KURANG DARI SATU JAM DAN
LEBIH DARI SATU JAM PADA PASIEN SUSPEK
INFEKSI SALURAN KEMIH
DI RSUD KOTA KENDARI
TAHUN 2016

HASIL PENGAMATAN PADA MIKROSKOP


KODE SEDIMEN
UMUR/SEX < 1 JAM > 1 JAM
SAMPEL URINE
NILAI + - NILAI + -
Leukosit +1 1 +1 1
Sampel. A1 47/P Eritrosit - 0 - 0
Epitel - 0 - 0
Leukosit +1 1 +1 1
Sampel. A2 23/P Eritrosit - 0 - 0
Epitel +3 1 +3 1
Leukosit +1 1 +1 1
Sampel. A3 26/L Eritrosit - 0 - 0
Epitel - 0 - 0
Leukosit +2 1 +2 1
Sampel. A4 18/P Eritrosit - 0 +1 1
Epitel +4 1 +4 1
Leukosit +1 1 +1 1
Sampel. A5 53/L Eritrosit - 0 - 0
Epitel +1 1 +1 1
Leukosit +1 1 +1 1
Sampel. A6 50/L Eritrosit +1 1 +1 1
Epitel +2 1 +2 1
Leukosit +3 1 +4 1
Sampel. A7 61/L Eritrosit +1 1 +1 1
Epitel +1 1 +1 1
Leukosit +1 1 +1 1
Sampel. A8 20/P Eritrosit +2 1 +2 1
Epitel +1 1 +3 1
Leukosit +1 1 +1 1
Sampel. A9 26/L Eritrosit +2 1 +2 1
Epitel +3 1 +2 1
Leukosit +1 +1 1
Sampel. A10 21/P Eritrosit +2 1 +2 1
Epitel +3 1 +3 1
Leukosit +2 1 +2 1
Sampel. A11 29/P Eritrosit +3 1 +3 1
Epitel - 0 - 0
Leukosit +2 1 +2 1
Sampel. A12 32/P Eritrosit +2 1 +2 1
Epitel +2 1 +2 1
Leukosit +1 1 +1 1
Sampel. A13 22/L Eritrosit - 0 - 0
Epitel - 0 - 0
Leukosit +2 1 +2 1
Sampel. A14 26/P Eritrosit +2 1 +2 1
Epitel +2 1 +2 1
Leukosit +2 1 +2 1
Sampel. A15 18/P Eritrosit +1 1 +1 1
Epitel +2 1 +2 1
Leukosit +2 1 +2 1
Sampel. A16 21/P Eritrosit +1 1 +1 1
Epitel +2 1 +2 1
Leukosit +1 1 +1 1
Sampel. A17 28/L Eritrosit +2 1 +2 1
Epitel +2 1 +2 1
Leukosit +2 1 +2 1
Sampel. A18 24/L Eritrosit +2 1 +2 1
Epitel +3 1 +1 1
Leukosit +3 1 +3 1
Sampel. A19 20/L Eritrosit +3 1 +3 1
Epitel - 0 - 0
Leukosit +1 1 +1 1
Sampel. A20 22/L Eritrosit +2 1 +2 1
Epitel +2 1 +2 1
Leukosit - 0 - 0
Sampel. A21 28/L Eritrosit - 0 - 0
Epitel - 0 - 0
Leukosit +2 1 +2 1
Sampel. A22 28/P
Eritrosit +1 1 +2 1
Epitel +1 1 +1 1
Leukosit +1 1 +2 1
Sampel. A23 53/L Eritrosit - 0 - 0
Epitel - 0 - 0
Leukosit +1 1 +1 1
Sampel. A24 21/P Eritrosit - 0 - 0
Epitel +3 1 +3 1
Leukosit - 0 - 0
Sampel. A25 25/P Eritrosit +1 1 +1 1
Epitel - 0 - 0
Leukosit +1 1 +1 1
Sampel. A26 48/P Eritrosit +1 1 +2 1
Epitel +2 1 +2 1
Leukosit +1 1 +1 1
Sampel. A27 35/P Eritrosit +2 1 +3 1
Epitel +1 1 +1 1
Leukosit +3 1 +3 1
Sampel. A28 21/P Eritrosit +3 1 +3 1
Epitel +2 1 +2 1
Leukosit +2 1 +2 1
Sampel. A29 23/P Eritrosit +2 1 +2 1
Epitel +1 1 +1 1
Leukosit +2 1 +2 1
Sampel. A30 17/P Eritrosit +1 1 +1 1
Epitel +2 1 +2 1
Leukosit +1 1 +1 1
Sampel. A31 27/L Eritrosit +1 1 +1 1
Epitel - 0 +1 1
Leukosit - 0 - 0
Sampel. A32 24/P Eritrosit - 0 - 0
Epitel - 0 +1 1
Leukosit +1 1 +1 1
Sampel. A33 25/L Eritrosit - 0 +1 1
Epitel +1 1 +1 1
Leukosit +1 1 +1 1
Sampel. A34 23/L Eritrosit - 0 - 0
Epitel - 0 - 0
Sampel. A35 30/L Leukosit +1 1 +1 1
Eritrosit - 0 +1 1
Epitel +1 1 +1 1

Kendari, Juli 2016

Peneliti
Lampiran 3 : Hasil Uji Alternatif Uji T berpasangan (Uji Wilcoxon) Pada
Perbedaan Hasil Pemerikisaan Sedimen Urine Yang Diperiksa
Kurang Dari Satu Jam Dan Lebih Dari Satu Jam
1. Pemeriksaan Leukost
Test Statisticsa
Hasilhasilleu2 - Hasilleu1

Z -1,414b
Asymp. Sig. (2-tailed) ,157
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on negative ranks.
2. Pemeriksaan Eritrosit

Test Statisticsa
Hasilerit2 -
Hasilerit1
Z -2,530b

Asymp. Sig. (2-tailed) ,011

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on negative ranks.
3. Pemeriksaan Epitel
Test Statisticsa
hasilepi2 - Hasilepi1

Z -,276b

Asymp. Sig. (2-tailed) ,783

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on negative ranks.
Lampiran 4 : Hasil Uji Normalitas Terhadap parameter Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Leukosit

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Hasilleu1 ,314 35 ,000 ,835 35 ,000

Hasilhasilleu2 ,293 35 ,000 ,842 35 ,000

a. Lilliefors Significance Correction

2. Pemeriksaan Eritrosit

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Hasilerit1 ,202 70 ,000 ,857 70 ,000

a. Lilliefors Significance Correction

3. Pemeriksaan Sel P Epitel


Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Hasilepi1 ,175 70 ,000 ,885 70 ,000

a. Lilliefors Significance Correction


Lampiran 5 : Dokumentasi Penelitian

Sampel Urine Pasien Proses Mengsentrifus Urine

Proses Saat Pengamatan Sedimen Urine Alat Mengsentrifus Urine

Proses Penuangan Urine ke tabung sentrifus

Anda mungkin juga menyukai