Anda di halaman 1dari 74

GAMBARAN PERILAKU PENDERITA TUBERCOLOSIS PARU

TERKAIT KEJADIAN TUBERCOLOSIS PARU DI RSU


BAHTERAMAS PROVINSI SULAWESI TENGGARA
TAHUN 2017

KARYA TULIS ILMIAH


Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan
Diploma III Politeknik Kesehatan Kendari
Jurusan Keperawatan
OLEH :

VIKI NOVIANA
P00320014098

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN KEPERAWATAN
2017
Motto
Tak ada yang tak mungkin di dunia ini

Tanpa di landasi dengan semangat

Dan tujuan yang pasti

Bersyukurlah semampumu

Untuk menggapai cita-citamu

Jangan pernah kau patahkan semangatmu

yang ada dalam dadamu

Untuk menjadikan dirimu kebanggan orang

tuamu
RIWAYAT HIDUP PENULIS

A. Identitas Diri
1. Nama Lengkap : Viki Noviana
2. NIM : P00320014098
3. Tempat/Tanggal Lahir : Wabula, 10 November 1996
4. Jenis Kelamin : Perempuan
5. Agama : Islam
6. Suku/Bangsa : Buton/Indonesia
7. Alamat : Baruga
B. Pendidikan
1. SDN 1 Wabula tamat tahun 2008
2. SMP Negeri 1 Wabula tamat tahun 2011
3. SMA Negeri 1 pasarwajo tamat tahun 2014
4. Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Keperawatan Angkatan 2014
hingga saat ini
ABSTRAK

Viki Noviana (P00320014098) Gambaran Perilaku Penderita Tubercolosis Paru


Terkait Kejadian Tubercolosis Paru Di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi
Tenggara Tahun 2017. Di bimbing oleh Ibu Hj. Sitti Rachmi Misbah
S.Kp.,M.Kes dan Ibu Lena Atoy,SST.,MPH. Rumusan masalahnya yaitu
bagaimana perilaku penderita tubercolosis paru terkait kejadian Tubercolosis Paru Di
RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara?. Penelitian ini bertujuan untuk untuk
mengetahui faktor penegtahuan penderita, sikap dan tindakan penderita dengan
kejadian Tubercolosis Paru Di RSU Bahtermas Provinsi Sulawesi Tenggara.
Tubercolosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang ditularkan melalui udara. Indonesia belum terbebas 100% dari
infeksi tersebut, walaupun banyak upaya pencegahan dan penetalaksanaan
dikarenakan penyakit ini sangat mudah menyebar. Angka kejadian kasus TB Paru
juga meningkat setiap tahunya. Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif.
Jumlah populasi dalam penelian ini adalah 93 orang, sampel 32. Sampel pada
penelitian ini diambil secara aksidental sampling, data dikumpulkan dengan cara
menyebarkan kuosioner pada setiap penderita yang terdiagnosis menderita
Tubercolosis Paru kemudian disajiakan dalam bentuk distribusi tabel dan kemudian
dinarasikan. Dari hasil penelitian dan kesimpulan dari peneliti ini menunjukan bahwa
tingkat pegetahuan penderita tentang Tubercolosis Paru memperoleh kategori baik
sebanyak 23 responden (72%) dan pengetahuan kurang sebanyak 9 orang (28%),
untuk sikap penderita Tubercolosis Paru memperoleh bahwa seluruh responden
memperoleh kategori baik yaitu sebanyak 32 ressponden (100%) ,dan untuk pada
tindakan penderita Tubercolosi Paru memperoleh kategori baik sebanyak 24
responden (75%) dan kategori kurang sebanyak 8 responden (25%). Dalam penelitian
ini peneliti menyarankan kepada para penderita untuk tetap mempertahankan
perilakuyang baik dan merubah perilaku yang buruk untuk mengurang angka
penularan Penyakit Tubercolosis Paru.

Daftar Pustaka : 17 literatur


Kata kunci :Tubercolosis-perilaku-pengetahuan-tindakan-sikap
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena

atas rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

karya tulis ilmiah ini dengan judul “Gambaran Perilaku Penderita

Tubercolosis Paru Terkait Kejadian Tubercolosis Paru Di RSU

Bahteramas Provinsi Sulawessi Tenggara”.

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak mendapat

bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak sehingga msalah yang

penulis alami selama proses penulisan ini dapat teratasi. Karya tulis ilmiah ini

penulis persembahkan untuk kedua orang tua yang telah membesarkan dan

mendidik penulis dengan penuh kasih sayang, pengorbanan tiada tara, doa,

dan perhatian

Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih

kepada yang terhormat :

1. Bapak Petrus, SKM, M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes

Kendari.

2. Bapak Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi

Sulawessi Tenggara yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk

melakukan penelitian.

3. Bapak Muslimin L.A. Kep.,S.Pd.,Msi selaku ketua jurusan Keperawatan

Poltekkes Kemenkes Kendari.


4. Ibu Hj Sitti Rachmi Misbah, S.Kp M.Kes sebagai pembimbing I dalam

penelitian ini yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan karya

tulis ilmiah ini

5. Ibu Lena Atoy SST.,MPH sebagai pembimbing II dalam penelitian ini

yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah

ini

6. Kepada Para Dewan Penguji, Muslimin L.A. Kep.,S.Pd.,Msi,

Asminarsih Z P, M.Kep,Sp.Kom, Anita Rosanty SST.M.Kes yang

telah memberikan arahan dan perbaikan demi kesempurnaannya karya

tulis ilmiah ini.

7. Para dosen serta seluruh staf pengajar di Poltekkes Kemenkes

Kendari Jurusan Keperawatan atas segala ilmunya, bimbingannya,

arahannya, selama penulis dalam peruses hingga akhir perkuliahan.

8. Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Kendari

Jurusan Keperawatan angkatan 2014 khusunya Nervus Cran14l,

Halaqah Tarbiyah dan untuk sahabat-sahabatku : Adelia Apriana,

Harmalena, Mercy Emmelia Bella Stasya, Rahmawati Habsa, Reski

Putri Namira, Trivita Putri Solo, Desi Saputri, Sri Wulan Sartika,

Mardillah, Musdalifah, Ratna Sari Dewi, Revi Kartika, Kiki Risky

Yolanda, Wawan adi saputra, Iskandar Harun Pratama. Kebersamaan

± 3 tahun lamanya buat kita saling mengerti, memahami satu sama lain,

kompak, dan seru meskipun terkadang ada perbedaan dan kesalahpahaman


namun itu tidak membuat kita jauh justru karena itulah yang buat kita

sadar kalau kita saling membutuhkan

Akhir kata penulis menyadari bahwa karya tulis ini tidak luput dari

kesalahan dan kekurangan, karena itu dengan kerendahan hati penulis

menerima segala bentuk saran, kritik dan tanggapan yang bersifat

konstruktif dari kalangan pembaca demi kesempurnaan karya tulis ilmiah

ini. Semoga karya tulis ini bermanfaat. Amin

Kendari, Juli 2017

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................
A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................................................................ 5

C. Tujuan Penelitian ................................................................................................................. 5

D. Manfaat Penelitian ............................................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN TEORI............................................................................................................


A. Tinjauan Tentang Tubercolosis paru ................................................................................... 7

B. Tinjauan umum Tentang perilaku ..................................................................................... 21

BAB II KERANGKA KONSEP .....................................................................................................


A. Dasar Pemikiran................................................................................................................. 27

B. Kerangka Konsep............................................................................................................... 28

C. Variabel Penelitian............................................................................................................. 29

D. Definisi Operasional .......................................................................................................... 29

BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................................................


A. Jenis Penelitian................................................................................................................... 31

B. Tempat dan Waktu penelitian ............................................................................................ 31

C. Populasi dan Sampel .......................................................................................................... 31

D.Jenis dan Cara Pengumpulan Data ........................................................................................ 32

E. Instrumen Penelitan ........................................................................................................... 32

F. Pengolahan Data ................................................................................................................ 33

G. Analisa Data…...………………………………………………………………………....33
H. Penyajian Data……...…………………………………………………………………….34

xi
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………………….......
A. Hasil Penelitian…………………………………………………………………………..35
B. Pembahasan……………………………………………………………………………...41
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………………………….
A. Kesimpulan………………………………………………………………………………45
B. Saran……………………………………………………………………………………..46
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

No Hlm

Tabel 1 : Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Berdasarkan Depkes RI


Tahun 2009……………………………………………………...........18

Tabel 2 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur………….............41

Tabel 3 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan……………42

Tabel 4 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan……………..42

Tabel 5 : Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Tentang Jenis-jenis


Imunisasi Dasar…………………………………………………….....43

Tabel 6 : Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Tentang Manfaat


Imunisasi Dasar…………………………………………………….....43

Tabel 7 : Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Tentang Jadwal Pemberian


Imunisasi Dasar……………………………………………………….44

Tabel 8 : Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dasar……..44

xii
DAFTAR LAMPIRAN

No Teks

Lampiran 1 : Surat Permintaan Menjadi Responden

Lampiran 2 : Surat Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 3 : Lembar Kuesiones

Lampiran 4 : Surat Izin Penelitian Dari Poltekkes Kemenkes Kendari

Lampiran 5 : Surat Izin Penelitian Dari Badan Riset

Lampiran 6 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

Lampiran 7 : Master tabel penelitian

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tubercolosis (TB) merupakan infeksi penyakit yang disebabkan oleh

mycobacterium tubercolosis, suatu basil aerobik tahan asam yang ditularkan melalui

udara. TB lebih serig menyerang paru-paru, namun juga dapat menyerang bagian tubuh

lain seperti selaput otak,kulit,tulang,kelenjar getah bening dan bagian tubuh lainya.

(Asih,2008).

Menurut World health organization (2014), menyatakan bahwa penyakit

tuberkulosis paru (TB) saat ini telah menjadi ancaman global, hampir sepertiga

penduduk dunia telah terinfeksi TB. Kematian akibat TB didunia sebanyak 95% dan

98% terjadi pada Negara-negara berkembang (Kemenkes, 2011). TB masih menjadi

masalah kesehatan global utama. Hal ini menyebabkan kesehatan yang buruk diantara

jutaan orang setiap tahun dan peringkat kedua penyebab utama kematian dari penyakit

menular diseluruh dunia setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV). Pada tahun

2013 didunia telah ditemukan 9 juta penderita kasus TB baru dan 1,5 juta orang

meninggal karena TB (WHO, 2014).

Prevalensi nasional TB (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan keluhan

responden) adalah 0,99%. Sebanyak 17 provinsi mempunyai prevalensi TB paru di atas

prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau, DKI

Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara

Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,

xii
Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat, dan Papua. Walaupun diagnosis pasti

Tuberkulosis berdasarkan pemeriksaan sputum Basil tahan asam (BTA) positif,

diagnosis klinis sangat menunjang untuk diagnosis dini terutama pada penderita TB

paru anak. Dimana dilaporkan setiap tahunnya diperkirakan ditemukan sebanyak

539.000 kasus baru dengan kematian sekitar 101.000 (Riskesdas, 2013).

Data kasus TB paru di Provinsi Sulawesi Tenggara dari tahun 2010-2014

menunjukkan, pada tahun 2010 ditemukan sebanyak 2.230 orang penderita TB paru

BTA positif dari 2.232.686 penduduk dengan prevalensi sebesar 999 per 1.000.000

penduduk. Pada tahun 2011 yaitu sebanyak 3.493 penderita dari 2.277.864 penduduk

dengan prevalensi sebesar 1.533 per 1.000.000 penduduk. Pada tahun 2012 sebanyak

3.284 penderita TB paru BTA positif dari 2.307.618 penduduk dengan prevalensi

sebesar 1.423 per 1.000.000 penduduk, pada tahun 2013 yaitu terdapat sebanyak 4.200

penderita BTA positif dari 2.360.611 penduduk dengan prevalensi sebesar 1.779 per

1.000.000 penduduk dan pada tahun 2014 ditemukan sebanyak 3.743 pendetita BTA

positif dari 2.412.525 penduduk dengan prevalensi sebesar 1.551 per 1.000.000

penduduk (Dinkes Provinsi Sultra, 2011-2014).

Profil kesehatan Kabupaten/kota dan program Pemberantasan Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinkes Sulawesi Tenggara (Sultra) tahun 2014,

mencatat bahwa dari 10 penyakit terbesar di Provinsi Sultra salah satunya adalah TB

paru yang menduduki urutan ke 5 dengan jumlah kasus tersangka TB paru sebayak

7.514 kasus. Jumlah kasus baru BTA positif tertinggi rata-rata terjadi di Kabupaten/kota

yang berpendudukan besar, tidak merujuk pada karakteristik wilayah tertentu melainkan

xii
besar kecilnya jumlah penduduk, proporsi kasus BTA positif di masyarakat relatif

konstan disemua Kabupaten/kota (Rohayu dkk,2016).

Penderita TB Paru untuk pasien rawat jalan di RSU Bahteramas provinsi sulawesii

tenggara pada tahun 2015 ditemukan 345 kasus baru dengan penderita laki-laki

sebanyak 181 orang dan perempuan 164 orang dengan jumlah kunjungan sebanyak

2488 kali, kemudian pada tahun 2016 ditemukan 319 kasus baru dengan penderita

laki-laki sebanyak 183 orang dan perempuan sebanyak 136 orang dengan jumlah

kunjungan sebanyak 2117 kali. dan pada tahun 2017 periode januari-maret ditemukan

93 kasus baru dengan laki-laki sebanyak 60 orang dan perempuan 33 orang dengan

jumlah kunjungan sebanyak 413 kali (RSU Bahteramas 2014-2016).

Ada 3 faktor yang menjadi penyebab tingginya kasus TB di Indonesia yaitu: waktu

pengobatan yang memakan waktu panjang (6-8 bulan), menyebabkan penderita sulit

sembuh karena pasien putus obat setelah merasa sehat walaupun proses pengobatan

belum selesai. Selain itu, kasus TB diperberat oleh adanya pemingkatan infeksi

HIV/AIDS yang berkembang secara pesat dan muncul permasalahan baru yaitu TB-

MDR. Masalah lain adalah penderita TB laten yaitu dimana penderita tidak sakit namun

ketika daya tahan tubuhnya menurun maka penyakit TB tersebut akan muncul. Dan

masalah yang paling penting terkait pengetahuan masyarakat tentang apa sebenarnya

penyakit TB dan bagaimana cara penularan dan pencegaahan penyakit tersebut. (Yoga

dalam bpps.depkes, 2012).

Survey preevelensi TB tahun 2004 terhadap pengetahuan sikap dan perilaku

penderita TB hanya 26% yang dapat menyebutkan gejala dan tanda Tubercolosis dan

xii
51% keluarga memahami cara penularan TB( Depkes,2011). Penelitian yang dilakukan

oleh beberapa peneliti mengenai perilau pencegahan TB, maka diperoleh hasil bahwa

pengetahuan,sikap dan pelayanan dapat mempengaruhi perilaku pencegahan penularan

TB.(Djanah,2009). Hasil penelitian sebelumnya belum dapat dipastikan secara pasti

faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan penularan TB

Paru.penelitian terkait dengan pengetahuan penderita TB penderita TB paru terhadap

perilaku pencegahan penularan TB, maka diperoleh hasil bahwa semakin tinggi

pengetahuan seseorang, maka semakin baik perilaku pencegahan penularan TB

tersebut. (Gaster,2008).

Studi pendahuluan yang dilakukan oleh penulis terhadap 5 penderita TB dan

keluarga penderita TB ketika praktik dilapangan mengenai cara penularan dan

pencegahan TB terhadap oang lain. Ketika dilakukan wawancara dan observasi terkait

penularan dan pencegahan TB ,kebanyakan dari mereka kurang mengetahui perilaku

pencegahan penularan TB seperti makan dengan keluarga dalam satu wadah, tidak

menggunakan masker,etika batuk tidak menutup mulut. (Gaster,2008).

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka perlu dilakukan penelitian

mengenai. “gambaran perilaku penderita TB paru terkait kejadian Tubercolosis

paru di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2017.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang diatas, maka rumusan

masalah dalam kasus ini adalaht: "Bagaimana gambaran perilaku penderita TB

xii
Paru terkait kejadianTubercolosis Paru RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi

Tenggara Tahun 2017?”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian di Kota Kendari ini dilakukan dengan tujuan umum dan khusus sebagai

berikut :

1. Tujuan Umum

a. Mendapatkan gambaran perilaku penderita TB paru terkait kejadian Tubercolosi

Paru di RSU Bahtermas provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2017.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya kejadian TB Paru berdasarkan faktor pengetahuan penderita TB

Paru di RSU Bahteramas provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2017.

b. Diketahuinya kejadian TB paruberdasarkan faktor sikap penderita TB Paru di

RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2017.

c. Diketahuinya kejadian penyakit TB Paru berdasarkan faktor tindakan penderita

TB paru di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2017.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi RS

Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara dalam rangka menurunkan angka kejadian

penyakit menular khususnya penyakit tuberculosis paru.

2. Manfaat praktis

xii
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi instansi

terkait untuk penanggulangan penyakit menular tuberculosis paru

3. Manfaat bagi peneliti

Merupakan pengalaman berharga dan tambahan wawasan bagi peneliti terkait

faktor risiko kejadian penyakit t menular tuberculosis paru

xii
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Tubercolosis Paru

1. Pengertian

Tubercolosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh

mycobacterium tuberculosi yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh organ

tubuh lainya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran pernapasan dan saluran

pencernaan (GI) dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling banyak melalui

inhalasi droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi bakteri tersebut.

(Arias,2010).

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 0,5-4

mikron dan tebal 0,3-0,6 mikron. Bakteri ini mempunyai sifat istimewa, yaitu

dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga

sering disebut basil tahan asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik.

Kuman teberkulosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman

dan aerob (Asih,2004).

2. Klasifikasi penyakit Tubercolosis

Penentuan klasifikasi dan tipe penderita tuberkulosis memerlukan suatu

definisi kasus yang memberikan batasan baku dimana perlu diperhatikan dalam

menentukan definisi kasus yaitu organ tubuh yang sakit (paru atau ekstra paru),

hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung (BTA positif atau BTA

negatif), riwayat pengobatan sebelumnya (baru atau sudah pernah diobati) dan

xii
tingkat keparahan penyakit (ringan atau berat). Pentingnya penentuan klasifikasi

penyakit dan tipe penderita dilakukan untuk menetapkan paduan OAT yang

sesuai.

1.1 Klasifikasi Penyakit TB Paru berdasarkan Organ yang Terkena

1.1.1 Tuberkulosis paru (TB Paru)

Klasifikasi TB paru berdasarkan organ tubuh yang terkena adalah

tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura dan

kelenjar pada hilus.

1.1.2 Tuberkulosis ekstra paru

Tuberkulosis ekstra paru adalah TB yang menyerang organ tubuh

lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung, kelenjar

lymfe, tulang persendian, kulit, usus, ginjal, alat kelamin, dan lain-lain.

1.2 Klasifikasi berdasarkan Pemeriksaan Dahak Mikroskopis

1.2.1 TB paru BTA positif, yaitu sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen

dahak SPS hasilnya positif atau satu spesimen dahak hasilnya BTA

positif dan foto thoraks menunjukkan gambaran tuberculosis serta

satu spesimen dahak SPS (sewaktu, pagi, sewaktu) hasilnya positif

dan biakan kuman positif, demikian pula jika ada satu atau lebih

spesimen dahak positif setelah tiga spesimen dahak SPS pada

pemeriksaan sebelumnya negatif.

1.2.2 TB paru BTA negatif, yaitu 3 spesimen dahak SPS hasilnya negatif,

foto thoraks abnormal menunjukkan gambaran TB, tidak ada

xii
perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT (obat anti

tuberculosis).

1.3 Klasifikasi berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya .

1.3.1 Baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau

sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.

1.3.2 Kambuh (Relaps) adalah pasien yang sebelumnya pernah mendapat

pengobatan dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,

didiagnosis kembali dengan BTA positif.

1.3.3 Pengobatan setelah putus berobat (Default) adalah pasien yang telah

berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

1.3.4 Gagal (Failure) yaitu pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap

positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

1.3.5 Pindahan adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki

register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.

1.3.6 Lain-lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan

diatas. Misalnya kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan

masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan (Depkes,

2008).

3. Etiologi Penyakit Tuberkolosis Paru.

Penyebab tubercolosis adalah mycobacterium tuberculosa. Basil ini tidak

berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari dan sinar

xii
ultraviolet. Ada dua macam micobacterium tubercolosis yaitu tipe human dan tipe

bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tubercolosis

usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah (droplet) dan di udara yang

berasal dari penderita TBC, dan orang yang terkena rentan terinfeksi bila

menghirupnya. (Wim de jong)

Setelah organisme terinhalasi, dan masuk paru-paru bakteri dapat bertahan

hidup dan menyebar kenodus limfatikul lokal. Penyebaran melalui aliran darah ini

dapat menyebabkan TB pada orang lain, dimana infeksi laten dapat bertahan sampai

bertahun-tahun.(patrick Davey).

Dalam perjalanan penyakitnya terdapat 3 fase: (Wim De Jong).

a. Fase 1 (fase tubercolosis primer)

Masuk ke dalam paru dan berkembang biak tanpa menimbulkan reaksi

pertahan tubuh.

b. Fase 2 (fase laten): fase dengan kuman yang tidur ( bertahun-tahun/seumur

hidup ) dan reaktifitas jika terjadi perubahan keseimbangan daya tahan tubuh,

dan bisa terdapat di tulang panjang, vertebra, tuba fallopi, otak, kelenjar limf

hilus, leher dan ginjal.

c. Fase 3 : dapat sembuh tanpa cacat atau sebaliknya, juga dapat menyebar ke

organ yang lain dan yang kedua ke ginjal setelah paru.

4. Faktor Risiko Terjadinya Tubecolosis Paru.

4.1 Umur

xii
Umur sebagai salah satu sifat karaketristik tentang orang yang dalam studi

epidemiologi merupakan variabel yang cukup penting karena cukup banyak

penyakit ditemukan dengan berbagai variasi frekuensi yang disebabkan oleh umur.

Peranan variabel umur menjadi cukup penting antara lain karena studi tentang

hubungan variasi suatu penyakit dengan umur dapat memberikan gambaran tentang

faktor penyebab penyakit tersebut dan umur juga dapat merupakan faktor sekunder

yang harus diperhitungkan dalam mengamati atau meneliti perbedaan frekuensi

penyakit terhadap variabel lainnya (Noor, 2008).

Variabel umur berperan dalam kejadian TB paru, dimana risiko untuk terkena

TB paru dikatakan seperti kurva normal terbalik, yang dimaksudkan bahwa

semakin tinggi ketika awal dan semakin menurun diatas 2 tahun hingga tingkat

dewasa, dimana setiap kelompok umur tertentu mempunyai faktor risiko penyakit

yang berbeda-beda. Pada kelompok umur kurang dari 15 tahun atau lebih tepatnya

adalah anak-anak, lebih rentan terkena TB karena faktor daya tahan tubuh yang

menurun, seringnya terpapar dengan lingkungan yang kurang sehat dan masih

kurangnya penerapan pola hidup sehat. Kelompok umur yang berada pada usia tua

memiliki daya tahan tubuh yang mulai menurun dibandingkan kelompok umur

muda karena semakin tua umur seseorang maka semakin rentan terkena penyakit

TB Paru (WHO, 2004 dalam Arsyad, 2014).

4.2 Jenis Kelamin

Selain umur, jenis kelamin merupakan determinan perbedaan kedua yang

paling signifikan di dalam peristiwa kesehatan atau dalam faktor risiko suatu

xii
penyakit. Di seluruh dunia, pada umumnya kasus TB paru dialami oleh laki-

laki daripada perempuan. Perbedaan ini mulai terlihat pada kelompok umur

10–16 tahun, ditandai dengan kasus pada remaja pria yang jauh lebih

banyak. Sedangkan anak perempuan justru lebih rentan TB paru pada masa

kanak-kanak.

Perbedaan ini mungkin dipengaruhi oleh sistem biologis, perbedaan

peran gender di lingkungan sosial masyarakat, perbedan risiko terpapar

dan perbedaan akses ke fasilitas pelayan kesehatan. Pada beberapa negara

adanya perbedaan notifikasi TB paru antara pria dan wanita dikarenakan

stigma penyakit tersebut. Sebagai contoh, di Bangladesh, Vietnam dan

Thailand, kaum wanita yang memiliki gejala TB paru tidak berobat ke

pelayanan kesehatan karena khawatir dengan penilaian keliru dari

masyarakat sekitarnya (Ardiansyah,2012).

Pada laki-laki penyakit TB paru lebih tinggi dibandingkan pada

perempun karena kebiasaan laki-laki yang sering merokok dan mengkonsumsi

minuman beralkohol yang dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh.

Sehingga wajar bila perokok dan peminum alkohol sering disebut sebagai

agen dari penyakit TB paru. Perbedaan insiden penyakit menurut jenis

kelamin seperti yang dikemukakan oleh Noor (2008) dapat timbul karena

bentuk anatomis, bentuk fisiologis dan sistem hormonal yang berbeda

(sarafino,2004).

xii
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kolifarhood, et al., di Iran

tahun 2012, rasio tingkat kejadian berdasarkan jenis kelamin, ada tiga fase tren.

Tahap pertama adalah terkait dengan kelompok usia muda (0-14, 15-24) bahwa

perempuan dibandingkan dengan laki-laki memiliki risiko lebih tinggi untuk TB

(P <0,05). Pada fase kedua yang terkait dengan kelompok menengah usia (25-

54), rasio tingkat kejadian untuk laki-laki lebih besar dari perempuan (P <0,05)

dan dalam fase ketiga yang termasuk usia yang lebih tua kelompok (55 ke atas),

perempuan memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan laki-laki dengan statistik

signifikan (P> 0,05), mirip dengan tahap pertama dan laki-laki memiliki risiko

lebih rendah untuk TB paru (P <0,05).

4.3 Pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam pendidikan

itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau kearah yang lebih dewasa,

lebih baik dan lebih matang pada diri individu, keluarga atau masyarakat.

Dengan rendahnya pendidikan maka pengetahuan akan penyakit, terutama

tentang penyakit TB paru juga kurang (Budiarto,2003)

Tingkat pendidikan memungkinkan menjadi salah satu faktor yang

berpengaruh pada tingkat pengetahuan responden terhadap segala sesuatu

yang berhubungan dengan TB paru. Beberapa penelitian mengemukakan

semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin besar kemampuan

untuk menyerap, menerima, atau mengadopsi informasi. Notoatmojo dalam

bukunya menyimpulkan bahwa pengetahuan seseorang mempengaruhi

xii
perilaku individu, dengan kata lain semakin tinggi pengetahuan seseorang

tentang kesehatan maka akan semakin tinggi pula kesadarannya untuk

berperan serta dalam kegiatan kesehatan.

Menurut pendapat Green bahwa tingkat kesehatan seseorang dapat

ditentukan oleh tingkat pengetahuan atau pendidikan dari orang tersebut,

sehingga semakin baik tingkat pengetahuan seseorang maka tingkat

kesehatan orang tersebut juga akan semakin baik. Tingkat pendidikan

akan mempengaruhi pengetahuan seseorang diantaranya mengenai rumah

yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit TB paru,

sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba

untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat. Selain itu tingkat

pedidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis pekerjaannya

(Asih,2004 ).

4.4 Pekerjaan

Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi

setiap individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan

partikel debu di daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan

pada saluran pernafasan. Paparan kronis udara yang tercemar dapat

meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran

pernafasan dan umumnya TB paru. Dengan tingkat pekerjaan yang baik,

maka seseorang akan berusaha untuk mendapatkan pelayanan kesehatan

yang lebih baik, berbeda dengan orang yang memiliki tingkat pekerjaan

xii
rendah yang lebih memikirkan bagaimana cara untuk memenuhi

kebutuhan sehari-harinya (Sari, et al., 2012).

4.5 Status Gizi.

Secara umum kekurangan gizi akan berpengaruh terhadap kekuatan daya

tahan dan respons imunologis terhadap penyakit. Faktor ini sangat penting pada

masayarkat miskin, baik pada orang dewasa maupun pada anak. Menurut

Misnardiarli dalam Toyalis menyebutkan bahwa faktor kurang gizi atau gizi

buruk akan meningkatkan angka kesakitan/kejadian penyakit TB paru,

terutama TB paru pertama sakit (Maulana, 2009).

Hasil penelitian dari Ruswanto tahun 2010, menunjukkan hubungan status

gizi dengan kejadian tuberkulosis paru pada Odds ratio (OR) adalah 14,654

dengan CI 95% = 2,912<OR<73,755 dengan nilai ρ-value = 0,001, karena

ρ-value < 0,05 secara statistik ada hubungan yang bermakna antara status

gizi dengan kejadian tuberkulosis paru. Artinya status gizi dengan IMT yang

kurang dari 18,5 mempunyai risiko meningkatkan kejadian tuberkulosis paru

sebanyak 14,654 kali lebih besar dibandingkan dengan status gizi dengan IMT

yang lebih dari atau sama dengan 18,5.

4.6 Kelembaban Udara

Pada waktu bersin atau batuk pasien TB paru BTA positif menyebarkan

kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Penularan terjadi

dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama dan

percikan ini dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan gelap dan

xii
lembab. Suhu udara dan kelembaban udara sangat mempengaruhi siklus hidup

mycobacterium tuberculosis yang merupakan penyebab dari penyakit TB paru

(Depkes, 2008)

Cahaya alami seperti matahari sangat penting karena dapat membunuh

bakteri-bakteri patogen dalam rumah, misalnya bakteri tuberkulosis. Bakteri

Mycobacterium tuberculosis tahan selama 1-2 jam di udara terutama di tempat

yang lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan). Kelembaban yang tinggi dapat

meningkatkan berkembangnya bakteri penyebab penyakit. Salah satunya adalah

bakteri Mycobacterium tuberculosis. Kelembaban yang nyaman dan baik

adalah 40-70 % (Adriansyah, 2012).

4.7 Kepadatan Hunian

Luas bangunan rumah mempunyai luas lantai yang cukup bagi penghuni

di dalamnya, artinya luas lantai bangunan tersebut harus disesuaikan

dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak seimbang dengan

jumlah penghuninya akan menyebabkan perjubelan atau Overcrowded yang

akan menyebabkan kurangnya konsumsi O2 juga bila salah satu anggota

keluarga terkena penyakit infeksi maka akan mudah menular kepada anggota

keluarga yang lain ()

Kepadatan merupakan prerequisite untuk proses penularan penyakit,

khususnya melalui udara (akan semakin mudah dan cepat). Luas rumah

yang tidak sebanding dengan jumlah penghuni akan menyebabkan kurangnya

konsumsi oksigen dan bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit seperti

xii
infeksi TB paru maka akan mudah menularkan kepada anggota keluarga yang

lain (Deny, Salam, & Novianry, 2014).

5. Cara Penularan Tubecolosis Paru

Cara penularan TB paru melalui percikan dahak (droplet) sumber penularan

adalah penderita TB paru BTA (+), pada waktu penderita tuberkulosis paru batuk

atau bersin. Droplet yang mengandung kuman TB dapat bertahan di udara pada

suhu kamar selama beberapa jam, sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3.000

percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak

berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,

sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman, percikan dapat

bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Orang dapat

terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah

kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TB tersebut

dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah,

sistem saluran limfe, saluran nafas atau penyebaran langsung ke bagian tubuh

lainnya (Ruswanto, 2010).

Risiko terinfeksi berhubungan dengan lama dan kualitas paparan dengan sumber

infeksi dan tidak berhubungan dengan faktor genetik dan faktor pejamu lainnya.

Risiko tertinggi berkembangnya penyakit yaitu pada anak berusia dibawah 3 tahun,

risiko rendah pada masa kanak-kanak, dan meningkat lagi pada masa remaja,

dewasa muda dan usia lanjut. Setiap satu BTA positif akan menularkan kepada 10-

15 orang lainnya. Sehingga kemungkinan setiap kontak untuk tertular TB adalah

xii
17%. Hasil studi lainnya melaporkan bahwa kontak terdekat misalnya keluarga

serumah akan dua kali lebih berisiko dibandingkan kontak biasa yaitu yang tidak

serumah. Seorang penderita dengan BTA positif yang derajat positifnya tinggi

berpotensi menularkan penyakit ini (Widoyono, 2011).

6. Gejala Tubercolosis Paru .

Tanda dan gejala TB paru biasanya adalah sebagai berikut :

a. Gejala utama: batuk terus menerus dan berdahak selama tiga minggu atau lebih.

b. Gejala tambahan, yang sering dijumpai:

1. Dahak bercampur darah

2. Batuk darah

3. Sesak nafas dan rasa nyeri dada

4. Badan lemah dan nafsu makan menurun

5. Malaise atau rasa kurang enak badan

6. Berat badan menurun

7. Berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan

8. Demam meriang lebih dari satu bulan

Gejala-gejala tersebut dijumpai pula pada penyakit paru selain

tuberkulosis. Oleh karena itu setiap orang yang datang ke Unit Pelayanan

Kesehatan (UPK) dengan gejala tersebut, harus dianggap sebagai seorang

suspek tuberkulosis paru atau tersangka penderita tuberkulosis paru dan

perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

7. Gambaran Klinik

xii
1. Gejala Sistemik

Secara sistemik pada umumnya penderita akan mengalami demam.

demam tersebut berlangsung pada waktu sore dan malam hari, disertai

dengan keluar keringat dingin meskipun tanpa kegiatan, kemudian kadang

hilang. Gejala ini akan timbul lagi beberapa bulan seperti demam influenza

biasa dan kemudian juga seolah-olah sembuh (tidak demam lagi). Gejala

lain yaitu malaise seperti perasaan lesu yang bersifat berkepanjangan kronik,

disertai rasa tidak enak badan, lemah dan lesu, pegal-pegal, nafsu makan

berkurang, badan semakin kurus, pusing, serta mudah lelah. Gejala sistemik

ini terdapat baik pada TB paru maupun tuberkulosis yang menyerang organ

lain.

2. Gejala Respiratorik

Gejala respiratorik atau gejala saluran pernapasan adalah batuk.

Batuk bisa berlangsung terus menerus selama 3 minggu atau lebih, hal ini

terjadi apabila sudah melibatkan bronchus. Gejala respiratorik lainnya yaitu

batuk produktif sebagai upaya untuk membuang ekskresi peradangan berupa

dahak atau sputum, dahak ini kadang bersifat mukoid atau purulent. Kadang

gejala respiratorik ini ditandai dengan batuk darah, hal ini disebabkan karena

pembuluh darah pecah akibat luka dalam alveoli yang sudah lanjut. Batuk

darah inilah yang sering membawa penderita ke dokter. Apabila kerusakan

sudah meluas, timbul sesak napas dan apabila pleura sudah terkena maka

disertai pula rasa nyeri dada (Bastbable, 2002).

xii
B. Tinjauan Umum Tentang Perilaku

1. Defenisi Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang yang merupakan

tanggapan terhadap adanya rangsangan dari luar. Perilaku kesehatan adalah perilaku

seseorang yang berorientasi pada kesehatan seperti pencegahan terhadap penyakit

dan pengobatan untuk kesehatan dirinya. Menurut Notoatmodjo (2010), perilaku

kesehatan (health behavior) adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek

yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi

sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan

kesehatan.

Sementara itu, menurut Supiyati dan Ambarwati (2012), perilaku merupakan

seperangkat perbuatan/ tindakan seseorang dalam melakukan responterhadap

sesuatu dan kemudian dijadikan kebiasaan karena adanya nilai yang diyakini.

Dengan kata lain, perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan

xii
seseorang, baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati

(unobservable), yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.

Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit

dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan, dan mencari penyembuhan

apabila sakit atau terkena masalah kesehatan.

Ada banyak jenis perilaku kesehatan, yang meliputi perilaku pemeliharaan

kesehatan, perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan

kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan, dan perilaku

kesehatan lingkungan (Notoatmodjo, 2012)

Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang

untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk

penyembuhan bilamana sakit, misanya adalah tidak merokok, membawa anak

imunisasi BCG (Bacillus CalmetteGuerin), istirahat yang cukup dan tidak meludah

sembarangan.

Perilaku pencarian pengobatan adalah perilaku yang menyangkut dengan upaya

atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit yang dimulai dari mengobati

diri sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke fasilitas kesehatan

misalnya memeriksakan sputum ke puskesmas dan menjalankan pengobatan

tuberkulosis selama 6 bulan. Selanjutnya, perilaku kesehatan lingkungan adalah

tindakan seseorang dalam menjaga, merawat, dan mengelola lingkungannya agar

tidak mengganggu kesehatan dirinya dan keluarganya, misalnya membuka jendela

setiap hari agar cahaya matahari masuk ke dalam rumah.

xii
Perilaku kesehatan sangat penting kita ketahui karena dengan mengetahui

perilaku individu atau kelompok kita bisa mengetahui apakah perilaku tersebut

berpengaruh terhadap kondisi kesehatannya atau tidak terutama yang berhubungan

dengan kejadian TB paru ini. Ada beberapa kebiasaan masyarakat yang menjadi

perilaku kesehatan masyarakat yang dapat menjadi faktor penyebab TB paru seperti

menutup jendela rumah pada saat pagi dan siang hari dengan alasan keamanan,

membuang ludah sembarangan, tidak menutup mulut ketika batuk atau bersin,

menggunakan peralatan makan dan minum yang sama dengan penderita, dan

kebiasaan merokok (Media,2011).

Selain itu, mengisolasi atau memisahkan segala bentuk peralatan makan

penderita juga perlu dilakukan untuk mencegah penularan tuberkulosis di keluarga.

Berdasarkan hasil penelitian Elfemi (2003), memisahkan peralatan makan dan

minum penderita perlu dilakukan sebagai upaya pencegahan penularan karena

perilaku masyarakat yang menggunakan peralatan makan dan minum yang sama

dengan penderita merupakan perilaku yang sangat berisiko.

a. Tipe Pasien Tubercolosis Paru

Penderita TB paru adalah seseorang yang terdiagnosis infeksi TB baik

dengan BTA positif ataupun BTA negatif dan sebagainya. Lama seseorang

menderita TB tergantung diagnosa dari dokter dan berbagai pemeriksaan.

Penderita yang telah melakukan pengobatan belum tentu sembuh total dengan

infeksi tersebut. Kemungkinan bisa saja BTA tetap positif aai kambuh kembali

xii
ketika daya tahan tubuh menurun, sehingga akan tetap dapat menularkan infeksi

kepada orang lain. (Smwltzer,2002 dan Sudoyo,2007).

Departemen kesehatan RI 2007 membagi penderita TB berdasarkan riwayat

pengobatan sebelumnya yaitu:

b. Kasus baru: adalah pasien yang belum pernah diberi OAT atau sudah pernah

menelan OAT kurang dari satu bulan.

c. Kasus kambuh: yaitu pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan

TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosa kembali

dengan BTA positif.

d. Kasus pindahan: yaitu pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki

register TB lain untuk melanjutkan pengobatanya

2. Pengetahuan pasien Tubercolosis Paru

Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa pengetahuan adalah hasil dari tahu

yang terjadi proses sensoritas khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku

terbuka (overt behavior). Perilaku yang umumnya didasari pengetahuan umunya

bertahan lama.

Pengetahuan seseorang akan mempengaruhi kesehatan seseorang,sehingga

dengan pengetahuan yang cukup maka sesorang tersebut akan berusaha berperilaku

hidup bersih dan sehat. Begitu juga dengan penderita TB paru setelah mengetahui

penyakitnya, mereka akan mengetahui tujuan dari pengobatan, penularan,

pencegahan dan sebagainya.pengetahuan penderita TB Paru yang kurang akan cara

xii
penularan,bahaya dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan

perilaku sebagai seorag yang sakit dan akhirnya berakibat menjadi sumber penular

bagi orang disekelilingnya.(Suryo,2010).

Penderita TB Paru kebanyakan dari kalangan berpendidikan rendah,

akibatnya mereka sering kali tidak menyadari bahwa penyembuhan penyakit dan

kesehatan merupakan hal yang sangat penting. Pendidikan yang rendah sering kali

menyebabkan seseorang meningkatkan kemampuan untuk mencapai taraf hidup

yang baik. Padahal, tingakatan hidup yang baik amat dibutuhkan untk penjagaan

kesehatan pada umumnya dan dalam menghadapi infeksi dan pencegahan penularan

pada umumnya. (Muttaqin,2007).

3. Sikap dan tindakan Penderita Tubercolosis Paru

Pasien TB yang patuh terhadap pengobatan dengan OAT yang tepat dapat

mencegah penularan terhadap orang lain. Pada umumnya dalam 2 minggu

pengobatan penderita TB BTA positif tidak dapat menularkan infeksi tersebut

kepada orang lain, namun bakteri TB tersebut masih dalam tubuh penderita. Seperti

penderita TB paru dengan BTA positif akan sangat mudah menyebarkan infesi

tersebut. Pada wakti batuk, bersin atau membuang ludah,penderita tersebut

menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet ( percikan dahak). (Nisa,2007).

Menurut dinas kesehatanDKI jakarta (2002) perilaku pencegahan agar tidak

tertular kepada orang lain:

a. Penderita tubercolosis paru:

1. Menutup mulut waktu bersin atau batuk

xii
2. Minum obat secara teratur sampai selesai

3. Tidak meludah disembarang tempat

4. Meludah di tempat yang terkena sinar matahari atau ditempat yang diisi

sabun atau karbo/lisol

b. Untuk keluarga:

1. Jemur tempat tidur penderita secara teratur

2. Buka jendela udara segar dan sinar matahari dapat masuk, kuman TB akan

mati bila terkena sinar matahari

3. Pencegahan yang lain:

a. Imunisasi BCG pada bayi

b. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan bergizi

Tubercolosis adalah penyakit yang menular,dengan menghabiskan

semua obat yang diinstrusikan adalah cara yang paling efektif dalam

pencegahan penularan. Pasien TB sangat penting menjaga higienis ,

termasuk perawatan mulut, menuup nukut dan hidung ketika bersin,

membuang tisu basah yang telah digunakan ketempatnya dan juga

mencuci tangan serta menggunakan alat pelindung pernapasan.

(Asih,2004).

xii
BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

A. Dasar Pemikiran Variabel

Penyakit TB (Tuberculosi) paru merupakan salah satu penyakit sistem pernafasan

yang menular, ditularkan dari orang ke orang melalui transmisi udara yang sumber

penularanya adalah penderita yang dahaknya mengandung kuman TBC. Penderita

yang terinfeksi mycrobacterium tuberculosa ini mengakibatkan daya tahan

tubuhnya kan melemah, nafsu makanya menurun, sesak nafas dan nyeri dada, dahak

bercampur darah, dan pada stadium lanjut akan mengakibatkan batuk darah dan

akhirnya dapat mengakibatkan kematian.

Salah satu faktor penyebab terjadinya Tubercolosis paru adalah karena

perilaku masyarakat yang sebenarnya tanpa ia sadari dapat menyebabkna suatu

penyakit seperti tidak menutup mulut ketika batuk atau bersin,tidak menggunakan

masker,berhenti minum obat. Perilaku yang kurang baik bisa disebabkan karena

kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit tersebut tentang apa itu TB

Paru,bagaimana prosesnya,tanda dan gejala serta bagaimana cara penularan serta

pengobatan dari TB paru tersebut.

Kerangka Konsep

xii
Kerangka konsep atau kerangka fikir sebagai pedoman mempermudah

melakukan penelitian. Adapun kerangka konsep yang dibuat adalah sebagai berikut

PENGETAHUAN

PENGETAHUAN
Kejadian
SIKAP Tuberkulos
is Paru BTA
(+)

TINDAKAN

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

: Variabel independen

: Variabel dependent

B. Variabel
Penelitian

xii
1. Variabel

Independen

Variabel independen/variabel bebas adalah variabel yang diduga sebagai faktor

perilaku penderita TB paru sehingga menyebabkan penyakit TB paru yaitu

faktor pengetahuan,sikap dan tindakan penderita

2. Variabel

Dependen

Variabel dependen/variabel terikat dalam penelitian ini adalah penderita TB

paru

C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Kejadian TB paru yaitu apabila pada pemeriksaan klinik diperoleh gejala-gejala

sebagai sebagai suspek tubercolosis paru dan hasil pemeriksaan sputum BTA,

dinyatakan positif yang dlakukan oleh petugas laboratorium puskesmas atau

rumah sakit.

2. Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah melihat bagaimana

pengetahuan penderita tentang defenisi,etiologi,gejala,penularan,cara

pencegahan dan pengobatan dari tubercolosis paru. Dengan kriteria objektif

yaitu:

a. Dikatakan baik,apabila responden menjawab 60-100


b. Dikatakan kurang ,apabila responden menjawab < 60%
3. Sikap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap penderita TB terhadap

TB Paru yang di deritanya.seperti menutup mulut saat bersin atau batuk,

xii
membuang ludah tidak disembarang tempat, menggunakan masker,dll. Dengan

kriteria objektif:

a. Dikatakan baik apabila jawaban benar responden >60-100%

b. Dikatakan kurang apabila jawaban benar responden < 60%

4. Tindakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hal-hal yang dilakukan

oleh penderita untuk menyembuhkan penyakitnya, seperti minum obat secara

teratur,mengkonsumsi makanan yang bergizi,mengikitu sosialisasi tentang

penyakit TB dll. Dengan kriteria objektif yaitu:

a. Dikatakan baik,apabila jawaban responden > 60-100%

b. Dikatakan kurang,apabila jawaban responden <60%

xii
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei deskriptif yang bertujuan untuk

memperoleh suatu gambaran atau informasi secara obyektif mengenai faktor-faktor

penyebab penyakit TB Paru pada pasien rawat inap d lingkup kerja RSU Bahtramas

Sulawesi Tenggara.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poli paru RSU Bahtramas Provinsi Sulawesi Tenggara

dan dilaksakan pada tanggal 17-22 juli 2017.

C. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang telah didiagnosa

menderita TB Paru oleh dokter d RSU Bahtramas Provinsi Sulawesi Tenggara.

Adapun untuk periode tahun 2017bulan januari sampai dengan maret sebanyak 93

orang, berdasarkan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan laboratorium dan

rotgen.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari pasien yang

terdiagnosis oleh dokter menderita TB paru di RSU Bahtramas Provinsi Sulawesi

Tenggara, dengan mengambil 25% dari jumlah populasi yaitu 35/100 X 93sama

xii
dengan 32,55 atau 32 pasien. Hal ini berdasarkan pendapat Arikunto (1998 :98)

bahwa apabila populasi >100, maka sampel diambil 25-30% dan apabila jumlah

populasi diambil 30-50% dari jumlah populasi yang ada. Kemudian untuk

menentukan sampel dalam penelitian ini digunakan teknik accidental sampling yaitu

suatu teknik pengambilan sampel dimana sampel dipilih pada saat penelitian sedang

berlangsung, dengan kriteria sampel:

a. Bersedia untuk diteliti

b. Sampel adalah pasien yang didiagnosa menderita penyakit TB Paru oleh

dokter berdasarkan pemeriksaan laratorium dan rotgen

c. Sampel mampu membaca dan menulis dengan baik

D. Jenis Dan Cara Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang

diperoleh langsung dari responden, dengan menggunakan angket yang berisi daftar

pertanyaan. Pengumpulan data dilakukan dengan membagikan selebaran daftar

pertanyaan untuk diisi oleh responden yang menjadi sampel dalam penelitian.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari pasien

TB Paru menggunakan angket kuosioner yang berisi daftar pertanyaan yang dibuat

oleh peneliti dengan mengacu pada definisi operasional dan kriteria objektif yang

telah dibuat.

xii
F. Teknik Pengolahan Data

Adapun teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini :

a. Coding, yaitu memberikan kode pada setiap kata untuk memudahkan

mengolah data

b. Editing, yaitu untuk memeriksa setiap halaman atau nomor dari tabel

surveier, apakah semua terisi dan apakah telah sesuai dengan cara pengisian

c. Scoring, yaitu memberikan skor pada setiap hasil pengisian kuesioner dari

responden

d. Tabulating, yaitu menyusun data-data kedalam table sesuai kategorinya

untuk melanjutkan di analisis

G. Analisa Data

Proses analisa data dimulai dengan pengolahan sejumlah data yang

telah terkumpul. Analisa deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan hasil

penelitian yang disajikan dalam bentuk tabel-tabel persentasi dari jawaban

responden untuk setiap pertanyaan bagi masing-masing variabel penelitian.

Adapun rumus yang digunakan adalah:

Keterangan:

x : presentase dari variabel yang diteliti

f :jumlah responden berdasarkan variabel

xii
n : jumlah sampel penelitian

K : Konstanta (100%) (Budiarta, 2001 :59)

Dari perhitungan tersebut diperoleh presentase jumlah responden

berdasarkan variabel yang diteliti, sehingga dapat disimpulkan mengenai

faktor yang dominan terhadap TB Paru.

H. Penyajian Data

Data hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel distribusi

frekuensi presentase disertai penjelasan-penjelasan tabel.

xii
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

a. Keadaan Geografis

Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara sejak tanggal 21 november

2012 pindah lokasi dari jalan Dr. Ratulangi No. 151 Kelurahan Kemaraya

Kecamatan Mandonga ke jalan Kapt. Piere Tandean No 40 Baruga dan bernama

Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinis Sultra. Di lokasi yang baru ini mudah

dijangkau dengan kendaraan umum dengan batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Kantor pengadilan agama

b. Sebelah Timur : Kantor Polsek Baruga

c. Sebelah Selatan : Permahan Penduduk

d. Sebelah Barat : Balai Pertanian Provinsi Sultra

2. Lingkungan Fisik

RSU Bahtermas berdiri di atas tanah seluas 17,5 Ha. Luas seluruh bangunan

adalah 53,269 m2, luas bangunan yang terealisasi sampai dengan akhir tahun 2012

adalah 35,410 m2.Bangunan yang ada mempunyai tingkat aktivitas yang sangat

tinggi. Pengelompokan ruangan berdasarkan fungsinya sehingga menjadi empat

kelompok yaitu kelompok kegiatan pelayanan rumah sakit, kegiatan penunjang

medis,kegitan penunjang non medis dan kelompok kegiatan administrasi.

xii
2. Status Rumah Sakit

Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara yang dibangun secara bertahap

pada tahun anggaran 1969/1970 dengan sebutan “perluasan Rumah Sakit Kendari”

adalah milik pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dengan klasifikasi Tipe C

berdasarkan SK Menkes No 51/Menkes/II/1979 tanggal 22 februari 1979. Susunan

struktur organisasi berdasarkan SK Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara No 77

tahun 1983 tanggan 28 maret 1983.

Pada tanggal 21 Desember 1998,RSU Provinsi Sulawesi Tenggara meningkat

menjadi Type B (non pendidikan) sesuai dengan SK Menkes No

1482/Menkes/SK/XII/1998, dan ditetapkan dengan perda No 3 tahun 1999 tanggal 8

mei 1999. Kedudukan rumah sakit secara teknis berada dibawah dinas kesehatan

Provinsi Sulawesi Tenggara, dan secara taktis operasional berada dibawah dan

bertanggung jawab kepada Gubernur.

Sejak tanggal 18 januari 2005, RSU Provinsi Sulawesi Tenggara telah

terakreditasi untuk 5 pelayanan yaitu administrasi manajemen, pelayanan medic,

pelayanan gawat darurat, pelayanan keperawatan, pelayanan rekam medis,

pelayanan radiologi, pelayanan farmasi, pelayanan laboratorium, pelayanan peristi,

pelayanan kamar operasi, pelayanan pencegahan infeksi, pelayanan kesehatan dan

keselamatan kerja sesuai dengan SK Dirjen Yanmed No. HK.00.06.3.5.139.tanggal

31 Desember 2010.

Sesuai dengan undang-undang rumah sakit No 44 Tahun 2009 dan untuk

meningkatkan mutu pelayanan, maka RSU Prov Sultra telah menjadi Badan

xii
Layanan Umum Daerah yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Gubernur Sulaesi

Tenggara Nomor : 653 Tahun 2010 tanggal 15 Oktober 2010.

Di akhir tahun 2012, tepatnya tanggal 21 november 2012 RSU Prov Sultra

pindah lokasi dan berubah nama menjadi Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi

Sulawesi Tenggara ( RSU Bahteramas Prov Sultra), yang diresmikan penggunanya

oleh Menteri Kordinator Bidang Ekonomi dan Keuangan RI, Ir. H. Hata Rajasa dan

Gubernur Sulawesi Tenggara, H.Nur Alam SE.

3. Ruang Rawat Inap Laika Waraka

RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara dengan luas 17 Ha, memiliki 17

bangunan fisik, yang sampai saat ini masih terus menerus ditambah sesuai drngan

master plan pembangunan rumah sakit. Luas seluruh bangunan adalah 22.577.38 m

dan halamn parker seluas +1.500 m. semua bangunan mempunyai tingkat aktivitas

yang tinggi.Pengelompokan ruangan berdasarkan fungsinya sehingga menjadi

empat kelompok, yaitu kelompok kegiatan pelayanan rumah sakit, kelompok

kegiatan penunjang medis, kelompok kegiatan penunjang pelayanan non medis dan

kelompok kegiatan administrasi.

Kelanjutan pembangunan tersebut terlihat pada pembuatan gedung baru, salah

satunya adalah gedung Laika Waraka.Gedung Laika waraka merupakan ruang rawat

inap kelas III dengan kapasitas tempat tidur sebanyak 149 dengan jumlah perawat

66 orang.Ruang perawatan Laika Waraka terdiri atas 3 bagian yaitu ruang

perawatan untuk pasien bedah, ruang perawata untuk pasien interna, dan ruang

perawatan untuk pasien obgyn.

xii
Gedung perawatan Laika Waraka diresmikan oleh bapak Gubernur Sulawesi

tenggara Dr.H. Nur Alam, SE pada tanggal 1 Februari 2017.

2. Karasteristik responden

Penelitian yang penulis lakukan mengenai “Gambaran Perilaku Penderita

Tubercolosis Paru Terkait Kejadian Tubercolosis paru Di RSU Bahteramas Provinsi

Sulawesi Tenggara” yang dilaksanakan pada tanggal 17 sampai 22 juni 2017,

dengan cara mengumpulkan data melalui lembar observasi dengan teknik accidental

sampling dari 32 responden, dan didapatkan hasil sebagai berikut

a. Kelompok Umur

Tabel 5.1 Distribusi Kelompok Umur Penderita Tubercolosis Paru Di RSU


Bahteramas
No Kelompok Umur Frekuensi (f) Presentase (%)

1 16-25 8 25

2 26-35 5 15,7

3 36-45 2 6,3

4 46-55 9 28

5 56-65 5 15,7

6 >65 3 9,3

Total (n) 32 100%

Sumber : Data primer diolah Juli 2017

Tabel 5.1 diatas menunjukan bahwa dari 32 responden yang tertinggi yaitu pada

kelompok umur 46-55 tahun sebanyak 9 orang (28%),kemudian kelompok umur

16-25 tahun sebanyak 8 orang (25%), kelompok umur 26-35 sebanyak 5 orang

xii
(15,7%),kelompok umur 56-65 sebanyak 5 orang (15,7%), kelompok umur .65

tahun sebanyak 3 orang (9,%), dan kelompok umur 36-45 sebanyak 2 orang (6,3%).

b. Jenis Kelamin

Tabel 5.2 Distribusi Kelompok Jenis Kelamin Penderita Tubercolosis Paru


Di RSU Bahtermas Provinsi Sulawesi Tenggara
No Jenis Kelamin Frekuensi (f) Presentase (%)

1 Laki-laki 16 50,00

2 Perempuan 16 50,00

Total (n) 32 100,00

Sumber : Data primer Diolah Juli 2017

Tabel 5.2 diatas menunjukan bahwa dari 32 responden, jumlah frekuensi

laki-laki sebanyak 16 orang (50%), dan untuk frekuensi perempuan sebanyak 16

orang (50%).

c. Pendidikan Penderita

Tabel 5.3 Distribusi pendidikan Penderita Tubercolosis Paru Di RSU


Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
No Tingkat Pendidikan Frekuensi (f) Presentase (%)

1 Tidak Sekolah 1 3,1

2 SD 3 9,3

3 SMP 7 21,8

4 SMA 19 59

5 S1 2 6,3

Total (n) 32 100%

xii
Sumber : Data primer diolah juli 2017

Tabel 5.3 diatas menunjukan bahwa dari 32 responden, frekuensi

tertinggi yaitu tingkat pendidikan SMA sebanyak 19 orang (59%), kemudian

tingkat pendidikan SMP sebanyak 7 orang (21,8%),tingkat pendidikan SD

sebanyak 3 orang (9,3%), tingkat pendidikan S1 sebanyak 2 orang (6,3%),dan

tidak sekolah sebanyak 1 orang (3,1%).

3. Variabel Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 17-22 juni 2017 Di RSU

Bahtermas Provinsi Sulawesi Tenggara, dengan jumlah sampel sebanyak 32

orang dan untuk lebih jelasnya dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Pengetahuan Penderita

Tabel 5.4 Distribusi Pengetahuan Penderita Tubercolosis Paru Di


RSU Bahtermas Provinsi Sulawesi Tenggara
No Pengetahuan Frekuensi (f) Presentase (%)

1 Baik 23 82

2 Kurang 9 28

Total (n) 32 100,00

Sumber : Data Primer diolah juni 2017

Berdasarkan table diatas menunjukan bahwa dari 32 responden diperoleh

frekuensi tertinggi adalah pengetahuan baik sebanyak 23 orang (82%), dan

tingkat terendah adalah tingkat pengetahuan kurang sebanyak 9 orang

(28%).

xii
2. Tindakan Penderita

Tabel 5.5 Distribusi Tindakan Penderita Tubercolosis Paru Di RSU


Bahtermas Provinsi Sulawesi Tenggara
No Tindakan Frekuensi (f) Presentase (%)

1 Baik 24 75

2 Kurang 8 25

Total (n) 32 100,00

Sumber ; Data primer diolah Juni 2017

Berdasarkan table diatas menunjukan bahwa dari 32 responden diperoleh

frekuensi tertinggi adalah tindakan baik sebnyak 24 orang (75%) dan

terendah adalah tindakan kurang sebanyak 8 orang (25%).

3. Sikap Penderita

Tabel 5.6 Distribusi Sikap Penderita Tubercolosis Paru Di RSU


Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
No Sikap Frekuensi (f) Presentase (%)

1 Baik 32 100,00

2 Kurang 0 0

Total 32 100,00

Sumber : Data primer diolah Juli 2017

Berdasarkan data di atas menunjukan bahwa dari 32 responden diperoleh

frekuensi tertinggi adalah sikap baik sebanyak 32 orang (100,00) dan

terendah adalah sikap tidak baik sebanyak 0 orang.

xii
B. Pembahasan

1. Gambaran Pengetahuan Penderita Tubercolosis Paru Di RSU Bahteramas

Provisi Sulaewesi Tenggara

Pengetahuan adalah sejumlah informasi yang dikumpulkan yang dipahami dan

pengenalan sesuatu hal atau benda-benda secara objektif. Pengetahuan juga berasal

dari pengalaman tertentu yang pernah dialami dan yang diperoleh dari hasil belajar

secara formal,informal dan non formal (Mangidaan, 1996) dalam (Azwar & 2006).

Berdasrkan hasil penelitian pada 32 responden, frekuensi tertinggi adalah

pengetahuan baik yaitu 27 orang (84,37%), dan terendah tingkat pengetahuan tidak

baik sebanyak 5 orang (15,62%).

Tingginya tingkat pengetahuan penderita baik sebanyak 27 orang (84,37%), hal

ini terjadi karena para penderita telah banyak mendapatkan informasi mengenai

penyakit Tubercolosis Paru, dimana pengetahuan biasa diperoleh dari berbagai

macam sumber, misalnya dari para perawat atau dokter d tempat pelayanan

kesehatan, bisa juga melalui media elektronik ataupun bisa melalui orang lain.

Selain itu,tingginya minat penderita untuk sembuh juga mempengaruhi pengetahuan

seseorang karena dengan ada minat yang tinggi maka penderita akan mencari tahu

tentang apa itu penyakit yang ia derita mulai dari pengertian,penyebab, pencegahan

serta cara pengobatan dari penyakit tersebut.

Hal tersebut diatas sejalan dengan Notoatmodjo (2005) Pengetahuan

(Knowledge) adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

xii
pancaindra manusia yakni indra penglihatan,pendengaran,penciuman,perasa dan

peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan

telinga.Intonasi yang diperoleh dari berbagai sumber mempengaruhi tingkat

pengetahuan seseorang. Jika seseorang mendapat banyak pengetahuan informasi

akan cenderung memiliki pengetahuan yang lebih luas.

Frekuesi terendah pada tingkat pengetahuan kurang sebanyak 5 0rang

(15,62%), hal ini dikarenakan penderita jarang memeriksakan kesehatanya di

tempat pelayanan kesehatan sehingga ia kurang informasi tentang

penyakitnya,misalnya ia datang kerumah sakit apabila sakitnya sudah parah seperti

demam terus-menerus atau batuk darah yang tanpa ia sadari itu adalah merupakan

gejala dari penyakit yang dideritanya.

Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan Safitri (2011)

pengetahuan yang kurang dikarenakan tidak adanya minat dari penderita untuk

mengecek kondisi kesehatanya sehingga penderita akan kurang informasi tentang

penyakit yang di deritanya.

2. Gambaran Tindakan Penderita Tubercolosis Paru Di RSU Bahtermas Provinsi

Sulawesi Tenggara

Tindakan merupakan hasil akhir dari perilaku, sehingga tindakan sangat

dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan sikap pasien.

Berdasarkan hasil penelitian pada 32 responden, frekuensi tertinggi adalah

tindakan baik sebanyak 24 orang (75%) dan terendah tindakan tidak baik sebanyak

8 orang (25%).

xii
Tingginya tingkat tindakan baik sebanyak 24 orang (75%), hal ini terjadi karena

adanya pengetahuan penderita tentang penyakit Tubercolosis Paru sehingga

penderita dapat melakukan tindakan sesuai yang diketahuinya.

Frekuensi terendah pada tingkat tindakan tidak baik sebanyak 8 orang (25%),

hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan penderita tentang penyakit yang

dideritanya sehingga penderita tidak tau tindakan apa yang harus dilakukan terhadap

penyakitnya, selain itu tindakan tidak baik juga dapat dilihat dari kesadaran

penderita sendiri tentang bagaimana seharusnya ia melakukan tindakan tentang

penyakitnya.

Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan Safitri (2011)

pengetahuan yang kurang dikarenakan tidak adanya minat dari penderita untuk

mengecek kondisi kesehatanya sehingga penderita akan kurang informasi tentang

penyakit yang di deritanya.

3. Gambaran Sikap Penderita Tubercolosis Paru Di RSU Bahtermas

Provinsi Sulawesi Tenggara

Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan terhadap suatu objek

adalah perasaan mendukung atau memihak (Favorable) maupun perasaan tidak

mendukung atau tidak memihak (Unforable) pada objek tersebut. Sikap merupakan

kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu,kesiapan

dimaksud merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengaan cara tertentu

apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon

(Azwar A, 2005:87)

xii
Berdasarkan hasil penelitian pada 32 responden didapatkan hasil bahwa semua

respoden sudah mempunyak sikap yang baik yaitu sebanyak 32 orang (100%), hal

ini terjadi karena adanya pengetahuan dan kesadaran diri dari penderita tentang

penyakit yang dideritanya sehingga penderita tahu bagaimana cara bersikap tentang

penyakitnya.

xii
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada tanggal 17-22 juli 2017 tentang gambaran

perilaku penderita Tubercolosis Paru di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi

Tenggara tahun 2017, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengetahuan,tindakan

dan sikap penderita Tubercolosis Paru dikatakan baik , dan lebih jelasnya dapat

diuraikan sebagai berikut :

1. Pengetahuan penderita Tubercolosis Paru d RSU bahteramas Provinsi Sulawesi

Tenggara Tahun 2017, frekuensi tertinggi adalah pengetahuan baik sebanyak

23 orang (72%), dan terendah pengetahuan tidak baik sebanyak 9 orang (28%)

2. Sikap pederita Tubercolosis Paru Di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi

Tenggara Tahun 2017 yaitu semua penderita mempunyai sikap yang baik yaitu

sebanyak 32 orang (100%)

3. Tindakan penderita Tubercolosis Paru Di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi

Tenggara Tahun 2017, frekuensi tertinggi adalah tindakan baik sebanyak 24

orang (75), dan terendah adalah tindakan tidak baik sebanyak 8 orang (25%)

B. Saran

1. Bagi RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara, agar mempertahankan sikap

penderita Tubercolosis Paru dan lebih meningkatkan tindakan serta pengetahuan

xii
penderita terkait penyakitnya untuk mengurangi jumlah penderita Tubercolosis

Paru setiap tahunya.

2. Bagi institusi pendidikan Poltekes Kemenkes Kendari dapat menjadi referensi

tambahan mengenai salah satu faktor penyebab terjadinya Tubercolosis Paru

yaitu karena faktor perilaku,mulai dari pengetahuan,tindakan dan sikap

penderita.

3. Bagi peneliti, agar hasil penelitian ini menjadi suatu aplikasi tridharma

perguruan tinggi yaitu pengabdian kepada masyarakat dalam menempuh

pendidikan di Politeknik Kesehatan Jurusan Keperawatan Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia.

xii
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, Muhamad. 2012 Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Yogyakarta : DIVA Press,
Arias, Kathleen Meeha. 2010 . Investigasi Dan Pengendalian Wabah di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan. Jakarta : EGC
Arikunto, Suharsini. 2006 Prosedure dan Penelitian Suattu Pendejatan Praktek. Jakarta :
Rineka Cipta
Asih, Niliuh G.Y dan Efenndi C .Keperawatan Medikal Bedah :Klien Dengan Gangguan Sis
Sistem Pernapasan. Jakarta :EGC, 2002
Bastable, Susan B. Perawat sebagai Pendidik :Prisip-Prinsip Pembelajaran dan
Pengajaran. Jakarta : EGC
Budiarto, Eko. 2004. Metodologi penelitian Kedokteran. Jakarta : EGC
Depkes. 2008. Laporan Nasional Riskesdas Tahun 2013. Jakarta : Pusat Penelitian
Pengembangan Kesehatan,
Dinkes Provinsi Sulawesi Tenggara . 2014. Profil Kesehatan Sulawesi Tenggara. Kendari :
Dinkes Sultra
Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulungan Tubercolosis.
Gaster. 2008. Determinan Perilaku Masyarakat dalam pencegahan dan penularan penyakit
TBC. VOL 4 No 1
Maulana, Heri D. J. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat dan ilmu perilaku. Jakarta : Rineka
Cipta
RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara. 2015-2017. Laporan jumlah pasien rawat
jalan TB Paru.
Smeltzer, Suzane C dan Bare, Brenda G. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
WHO. 2013. Tubercolosis And Gende
Yoga, Tjandra. 2012. Masalah Kesehatan Dunia Terkait TB.

xii
LAMPIRAN 1

LEMBAR PERMOHONAN UNTUK MENJADI REPONDEN

Kepada Yth

Bapak/ibu/saudara calon responden

Di –

Tempat

Sebagai persyaratan tugas akhir mahasiswa Kementrian Kesehatan


Poltekkes Jurusan Keperawatan Kendari yang bernama :

Nama : Viki Noviana

NIM : P00320014098

Judul Proposal : GAMBARAN PERILAKU PENDERITA


TUBERCOLOSIS PARU TERKAIT KEJADIAN TUBERCOLOSIS PARU DI
RSU BAHTERAMAS PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Guna keperluan tersebut saya mohon kesediaan ibu untuk menjadi


responden dalam penelitian ini, dan bersedia untuk mengisi kuesioner yang telah
kami siapkan.

Demikian permohonan kami, atas bantuan dan partisipasinya di ucapkan


terima kasih.

Kendari,…………….2017

Peneliti

VIKI NOVIANA
P00320014098

xii
LAMPIRAN 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia untuk

menjadi responden dalam penelitian yang telah dilakukan oleh mahasiswa

Kementrian Kesehatan Poltekkes Jurusan Keperawatan Kendari yang berjudul :

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DASAR PADA

BAYI USIA 0-9 BULAN DI POSYANDU KELURAHAN RAHANDOUNA

WILAYAH KERJA PUSKESMAS POASIA.

Tanda tangan saya ini menunjukkan bukti bahwa saya bersedia dan di beri

informasi serta memutuskan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

Kendari, 2017

Responden

(………………………)

xii
KUOSIONER PENELITIAN
“GAMBARAN PERILAKU PENDERITA TUBERCOLOSIS PARU
TERKAIT KEJADIAN TUBERCOLOSIS PARU DI RSU BAHTERMAS
PROVINSI SULAWESI TENGGARA”
I. Identitas Responden
1. Nama :
2. Umur :
3. Suku :
4. Jenis Kekamin:
5. Pendidikan :
II. Variabel Penelitian
A. petunjuk
Jawablah pertanyaan berikut dengan memberi tanda (√) sesuai yang
dilakukan oleh penderita
1.Pengetahuan Penderita

NO Pernyataan Benar Salah

1 Tubercolosis adalah penyakit menular

2 Penyebab penyakit TB Paru sama dengan


kuman flu/pilek

3 Sinar matahari dapat membunuh keman


TB

4 Batuk lebih dari 2 minggu dapat dicurigai


terinfeksi TB

5 Batuk berdahak atau berdarah adalah


gejala TB Paru

6 Tanda dari TB adalah berkeringat pada


malam hari dan berat badan menurun

7 Rontgen dada adalah salah satu


pemeriksaan untuk menentukan TB Paru

8 Pemeriksaan dahak dilakukan untuk


menentukan infeksi TB

xii
9 Dahak penderita TB Paru dapat menjadi
sumber infeksi bagi orang lain

10 Meludah sembarang tempat dapat


menyebabkan TB Paru

11 Pasien TB dinyatakan sembuh apabila


sudah menyelesaikan pengobatan lengkap
dan pemeriksaan ulang dengan hasil
negatif

12 Pengobatan TB Paru dilakukan seumur


hidup

2. Tindakan Penderita

NO Pertanyaan YA TIDAK

1 Apakah anda menutup mulut ketika batuk


atau bersin?

2 Apakah anda memeriksa kondisi secara


teratur ke pelayanan kesehatan?

3 Apakah anda membuang ludah di


sembarang tempat?

4 Apakah anda membuang atau meletakan


masker yang telah digunakan dimana saja?

5 Apakah anda meminum obat TBC jika ada


yang mengawasi?

6 Apakah anda mengkonsumsi makanan


yang bergizi?

7 Apakah anda mengkonsumsi rokok?

8 Apakah anda mencuci tangan setelah


menutup mulut saat bersin atau batuk

xii
3. Sikap Penderita

NO Pernyataan Sangat setuju Kurang Tidak


setuju setuju setuju

1 Saya membuka jendela


rumah setiap hari umtuk
mencegah terjadinya
penularan kuman infeksi TB

2 Saya tidak menutup mulut


ketika batuk atau bersin agar
tidak menularkan kuman TB
kepada orang lain

3 Saya meludah disembarang


tempat untuk mencegah
terjadinya infeksi TB

4 Saya harus rajin


mengkonsumsi kesehatan
saya di tempat pelayanan
kesehatan agar cepat sembuh

5 Saya harus rajin


mengkonsumsi obat TB agar
cepat sembuh

6 Saya harus mengkonsumsi


makanan tinggi protein
untuk membantu proses
penyembuhan penyakit saya

xii
xii
xii
xii
xii
xii
xii
xii
DOKUMENTASI PENELITIAN

Mengisi Biodata Responden


Mengajarkan Cara Mengisi
Kuosiner Kepada Responden

Memantau Responden Dalam Mengisisi Lembar Kuosioner

xii
©

Melakukan pemeriksaan TTV Kepada Pasien

Mengisi Lembar Kuosioner Sesuai Jawaban Yang Diberikan Responden

xii

Anda mungkin juga menyukai