Anda di halaman 1dari 35

BLOK DASAR DIAGNOSTIK PENYAKIT LAPORAN PBL

Senin, 3 Desember 2018

“Jantungku Sehat?”

Disusun Oleh :

KELOMPOK 3

Tutor:

Josepina Mainase, S.Pd.,M.Kes

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran

Universitas Pattimura

Ambon

2018
KELOMPOK PENYUSUN : KELOMPOK 5

NAMA KETUA : FADILAH AMALIA RAHMAN 2017-83-031

SEKRETARIS 1 : FIFIAN LIE 2017-83-028

SEKRETARIS 2 : VIRALDA J.MASPAITELLA 2017-83-022

ANGGOTA : JIHAN KHAIRUNISA ASRIYATI 2017-83-021

EMMANUELA F CORPUTTY 2017-83-023

TRISKA EREH 2017-83-024

YANE SENTIA WERLUKA 2017-83-025

ANTHON JANNES I.S TIMISELA 2017-83-026

SIGRIT ETFIN LOUHENAPESSY 2017-83-027

GIOVITA NATHAZA P LAMBO 2017-83-029

DELSONY GERSON LEUNUPUN 2017-83-030

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat
dan rahmatnya, laporan ini dapat kami selesaikan dengan tepat waktu. Laporan ini
berisi hasil diskusi kami mengenai skenario “Jantungku Sehat?” yang telah di bahas
pada PBL tutorial 1 dan 2.

Dalam penyelesaian laporan ini, banyak pihak-pihak yang turut terlibat. Oleh
sebab itu, pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan Terima kasih kepada :

1. Josepina Mainase, S.Pd.,M.Kes selaku tutor yang telah mendampingi kami


selama diskusi PBL berlangsung.
2. Semua pihak yang telah membantu yang tak dapat kami sebutkan satu per satu.

Akhir kata, kami menyadari sungguh, bahwa pembuatan laporan ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami
perlukan untuk perbaikan laporan kami selanjutnya.

Ambon,30 November 2018

KELOMPOK 3

ii
DAFTAR ISI

NAMA KELOMPOK......................................................................................................i

KATA PENGANTAR..................................................................................…...…...…ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR......................................................................................................v

DAFTAR TABEL…………………………………………………………………..…vi

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................

1.1 Skenario………………………………......................................................................1
1.2 Step I. Identifikasi Kata Sukar dan Kalimat Kunci………………………….……...1
1.3 Step II. Identifikasi Masalah……………………………………………...…….…...1
1.4 Step III. Hipotesis Sementara……………………………………………….............2
1.5 Step IV. Klarifikasi Masalah dan Mind Mapping.......................................................4
1.6 Step V. Learning Objective……………………………………………………........5
1.7 Step VI. Belajar Mandiri………………………………………………………........5
1.8 Step VII. Pembahasan Learning objective………………………………………….5
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................
2.1 Menjelaskan anamnesis penyakit kardiovaskular………………………………….6
2.2 Menjelaskan pemeriksaan fisik jantung ………………….....................................12
2.3 Menjelaskan pemeriksaan penunjang jantung……………………………………19
2.4 Menjelaskan faktor resiko penyakit terkait skenario……………………………..22
2.5 Menjelaskan pencegahan terkait skenario …………………..................................25

iii
BAB III PENUTUP .........................................................................................................

3.1 Kesimpulan……………………………………………………….........………...27

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................vii

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.2.1 Pemeriksaan palpasi iktus kordis……………………….........................13

Gambar 2.2.2 Lokasi implus apeks………...….............................................................14

Gambar 2.2.3 Teknik auskultasi pada posisi left lateral decubitus…………………….17

Gambar 2.2.4 Teknik auskultasi posisi duduk dengan sedikit membungkuk…………17

Gambar 2.3.1 Perbedaan khas gelombang EKG infrak miokardium PJK……………..19

Gambar 2.3.2 Spektrum ACS berdasarkan EKG dan biomarker jantung……………..20

v
DAFTAR TABEL

Tabel 2.2.1 Bunyi jantung pada auskultasi…………………………………………….18

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Skenario
“Jantungku sehat?”

Seorang calon walikota melakukan pemeriksaan kesehatan karena pernah


mengalami serangan jantung. Tetapi sudah dalam kondisi baik karena ditangani
dengan baik dahulu. Untuk memastikan kondisi calon walikota dalam kondisi baik,
anda akan melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang jantung. Untuk itu anda
menjelaskan tentang seluruh pemeriksaan jantung yang akan anda lakukan. Hasil
pemeriksaan dalam kondisi normal

1.2 Step I. Identifikasi Kata Sukar dan Kalimat Kunci


a. Kata Sukar -
b. Kalimat Kunci
1. Seorang calon walikota melakukan pemeriksaan kesehatan karena pernah
mengalami serangan jantung
2. Melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang jantung
3. Anda menjelaskan tentang seluruh pemeriksaan jantung yang akan anda
lakukan
4. Hasil pemeriksaan dalam kondisi normal

1.3 Step II. Identifikasi Masalah


1. Bagaimana anamnesis terkait skenario?
2. Apa pemeriksaan penunjang terkait skenario?
1
3. Apa faktor penyebab serangan jantung?
4. Bagaimana pemeriksaan fisik terkait skenario?
5. Bagaimana keadaan umum terkait skenario?
6. Apakah ada kemungkinan mengalami serangan jantung lagi?
7. Apa saja bunyi jantung tambahan?
8. Apakah serangan jantung akan memeri efek jika tidak ditangani?
9. Apa hal yang dapat menyebabkan serangan jantung berulang?

1.4 Step III. Hipotesis Sementara


1. Tanyakan identitas pasien, keluhan utama (seperti, nyeri dada, nyeri
punggung kemudian lokalisasinya dan sesak nafas), keluhan tambahan,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit keluarga, riwayat sosial (seperti,
pekerjaan), riwayat penyakit terdahulu (hipertensi), riwayat kebiasaan
(seperti, merokok, minum minuman beralkohol), dan riwayat pengobatan.
2. Pemeriksaan penunjang seperti foto polos thorax, EKG, angiografi, analisa
tes darah, tes enzim jantung dan fungsi ventrikel kiri.
3. Penyebab serangan jantung adalah penyempitan dan penyumbatan pada
jantung, gangguan irama jantung atau aritmia, penyakit jantung bawaan,
merokok (karena didalamnya mengandung zat kimia yang dapat
menyebabkan infrak miokrad), kardiomiopati, infeksi jantung, penyakit
katup jantung dan kebiasaan sehari-hari.
4. Pemeriksaannya meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi
- Inspeksi, melihat kesimetrisan lapang dada, melihat bentuk perikordium
dan bentuk apex jantung. Melihat lokalisasi ictus cordis (biasanya
terletak pada ICS V sinistra)
- Palpasi daerah ictus cordis (menilai kuat angkat, frekuensi dan
kualitasnya)

2
- Perkusi untuk mengetahui batas-batas jantung. Batas kiri ( redup ke
sonor) ke kanan (sonor ke redup). Batas atas jantung di ICS II, dan batas
bawahnya di ICS IV-V
- Auskultasi untuk mendengar bunyi jantung normal maupun bunyi
jantung tambahan. Bunyi jantung I adalah permulaan sistol akibat
penutupan katup trikuspidalis dan katup bikuspidalis. Bunyi jantung II
adalah akhir sitol akibat penutupan katub pulmonal dan katup aorta.
Bunyi jantung III adalah permulaann diastole dimana darah masuk ke
ventrikel dan peningkatan volume residu. Bunyi jantung IV adalah darah
masuk ke ventrikel. Biasanya yang terdengar adalah bunyi jantung I dan
II.
5. Keadaan umum pasien mencangkup usia, kesadaran, emosi, pasien Nampak
sakit atau tidaknya, pasien dalam kondisi distress atau tidak, bagaimana sikap
dan tingkah lakunya.
6. Serangan jantung adalah kondisi ketika aliran darah yang kaya oksigen tiba-
tiba tidak bisa dilewati pembuluh darah di otot jantung. Biasanya karena
sumbatan pada pembuluh darah yang berasal dari lemak yang akan
membentuk plak yang disebut aterosklerosis. Sehingga jika kadar lemak
terlalu tinggi maka kondisi serangan jantung dapat terjadi kembali
Keadaan ini juga akan dapat terjadi dikarenakan perilalu sehari-hari, cara
hidup, dan juga kondisi emosi.
7. Bunyi murmur merupakan suara tambahan pada jantung akibat adanya
turbulensi aliran darah. Dan bunyi pericardial friction rub yang memiliki
intensitas tinggi dikarenakan gesekan biasanya terdengar saat inspirasi.
8. Jika serangan jantung tidak ditangani dengan baik maka akan dengan cepat
menyebabkan komplikasi (seperti gagal jantung dan syok kardiogenik)
9. Dikarenakan perilalu sehari-hari, cara hidup, dan juga kondisi emosi.

3
1.5 Step IV. Klarifikasi Masalah dan Mind Mapping

Calon walikota Melalui


memeriksa : Anamnesis
kesehatan

Pemeriksaan fisik

-Inspeksi
Pernah mengalami - Palpasi
Jika tidak ditangani serangan jantung
- Perkusi

- Auskultasi

- Perilaku sehari-hari
Komplikasi dan Sehat/Normal
- Cara hidup
kematian
- Emosi

Dikarenakan:
Pemeriksaan - Penyempitan dan
Penunjang penyumbatan jantung
- Penyakit jantung
bawaan
- Zat kimia
- Kebiasaan sehari-hari

- EKG
- Foto polos dada

4
1.6 Step V. Learning Objective
Mahasiswa/i mampu :
1. Menjelaskan Anamnesis Penyakit Kardiovaskular
2. Menjelaskan Pemeriksaan Fisik Jantung
3. Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang Jantung
4. Menjelaskan Faktor Resiko Terkait Skenario
5. Menjelaskan Pencegahan Terkait Skenario

1.7 Step VI. Belajar Mandiri


Hasil belajar pada step 7

1.8 Step VII. Pembahasan Learning objective


Diskusi dan Presentasi Hasil Belajar Mandiri

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Menjelaskan Anamnesis Penyakit Kardiovaskular

Anamnesis adalah pemeriksaan tahap awal yang dilakukan dengan cara


wawancara dan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran kesehatan pasien
secara umum dan memperoleh gambaran lebih lengkap tentang penyakit pasien.1,2,3

Data anamnesis berupa: 1,2,3

1. Anamnesis identitas1,2,3
a. Nama lengkap
b. Umur
c. Jenis kelamin
d. Alamat
e. Pekerjaan
f. Status pernikahan
g. Suku, agama, dan ras

2. Anamnesis penyakit1,2,3
a. Keluhan utama (yang berkaitan dengan system kardiovaskuler)
i. Nyeri dada
Tanyakanlah pertanyaan-pertanyaan berikut ini kepada pasien
dengan nyeri dada:
“di mana nyerinya?”
“sudah berapa lama mengalami nyeri itu?”
“berapa sering terkena nyeri itu?”
6
“apakah nyerinya berulang?”

“bagaimana deskripsi nyerinya?”

“apa nyerinya timbul pada waktu beraktivitas atau beristirahat?”

“apa yang anda lakukan untuk membuatnya menjadi lebih baikan?”

ii.Palpitasi

Palpitasi adalah sensasi tidak nyaman di dada yang berkaitan dengan berbagai
macam aritmia. Pasien mungkin melukiskan palpitasi sebagai “berdebar-debar”. Bila
seorang pasien mengeluh palpitasi, penting untuk menanyakan pertanyaan berikut:

“berapa lama sudah mengalami palpitasi?”

“apakah palpitasinya berulang?”

“kapan serangannya dimulai?”

“bagaimana rasanya?”

“apakah tindakan atau posisi tertentu dapat menghentikannya?”

“apakah berhenti secara tiba-tiba?”

“apakah anda mengalami palpitasi setelah latihan fisik berat?”

“berapa banyak teh, kopi, atau soda cola yang anda minum sehari?”

“apakah anda merokok?”

“apakah anda mengonsumsi minuman beralkohol?”

7
iii. Dispnea

Pasien akan melukiskan bahwa ia “sesak napas”. Bila seorang pasien mengeluh
dispnea, penting untuk menanyakan pertanyaan berikut:

“sudah berapa lama anda menderita sesak napas?”

“apakah terjadi secara tiba-tiba?”

“apakah terjadi terus-menerus?”

“apa yang membuat sesak napasnya memburuk?”

“apakah anda merokok?”

“apa yang meredakan sesak napasnya?”

iv. Sinkop

Pingsan atau sinkop adalah hilangnya kesadaran untuk sementara yang


disebabkan oleh perfusi serebral yang inadekuat. Penting untuk menanyakan
kepada pasien apa yang dimaksudkannya adalah pingsan atau pusing. Bila pasien
menyebut pingsan, maka perlu ditanya pertanyaan sebagai berikut:

“apa yang anda lakukan tepat sebelum anda pingsan?”

“apakah anda pernah pingsan sebelumnya?”

“apakah pingsangnya timbul secara tiba-tiba?”

“anda berada dalam posisi apa ketika pingsan?”

“apakah pingsan didahului oleh gejala lain?”

8
v. Kelelahan

Kelelahan adalah gejala umun berkurangnya curah jantung. Tanyakanlah


pertanyaan-pertanyaan berikut:

“sudah berapa lama anda merasa lelah?”

“apakah timbul secara tiba-tiba?”

“apakah anda merasa lelah sepanjang hari?”

“apakah lelahnya hilang dengan beristirahat?”

iv. Edema

vii. Hemoptisis dan sianosis

b. Keluhan tambahan

c. Riwayat penyakit sekarang


Hal ini meliputi keluhan utama dan anamnesis lanjutan. Keluhan utama adalah
keluhan yang membuat seseorang datang ke tempat pelayanan kesehatan untuk mencari
pertolongan, misalnya: demam, sesak nafas, nyeri pinggang, dll. Keluhan utama ini
sebaiknya tidak lebih dari satu keluhan. Kemudian setelah keluhan utama, dilanjutkan
anamnesis secara sistematis dengan menggunakan tujuh butir mutiara anamnesis, yaitu:
1. Lokasi (dimana? menyebar atau tidak?)
2. Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?)
Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi?)
9
Bagaimana rasa sakit yang dialami penderita harus ditanyakan, misalnya rasa
sakit yang tajam (jelas) seperti rasa panas, terbakar, pedih, diiris, tertusuk,
menunjukkan inflamasi organ. Rasa sakit yang tumpul (dull) seperti diremas,
kramp, kolik, sesuatu yang bergerak biasanya menunjukkan proses pada organ
yang berongga (saluran cerna, empedu). Rasa sakit yang tidak khas menunjukkan
organ padat (hati, pankreas).
3.Kualitas keluhan (rasa seperti apa?)
Dapat ditanyakan apakah sakitnya ringan, sedang atau berat. Apakah sakitnya
mengganggu kegiatan sehari-hari, pekerjaan penderita atau aktifitas fisik
lainnya.
4.Faktor-faktor yang memperberat keluhan
5.Faktor-faktor yang meringankan keluhan
6.Analisis sistem yang menyertai keluhan utama

d. Riwayat penyakit dahulu


Ditanyakan adakah penderita pernah sakit serupa sebelumnya, bila dan kapan
terjadinya dan sudah berapa kali dan telah diberi obat apa saja, serta mencari
penyakit yang relevan dengan keadaan sekarang dan penyakit kronik (hipertensi,
diabetes mellitus, dll), perawatan lama, rawat inap, imunisasi, riwayat pengobatan
dan riwayat menstruasi (untuk wanita).

e. Riwayat keluarga
Anamnesis ini digunakan untuk mencari ada tidaknya penyakit keturunan dari
pihak keluarga (diabetes mellitus, hipertensi, tumor, dll) atau riwayat penyakit yang
menular.

10
f. Riwayat sosial ekonomi

Hal ini untuk mengetahui status sosial pasien, yang meliputi pendidikan,
pekerjaan pernikahan, kebiasaan yang sering dilakukan (pola tidur, minum alkohol
atau merokok, obatobatan, aktivitas seksual, sumber keuangan, asuransi kesehatan
dan kepercayaan).

11
2.2 Menjelaskan Pemeriksaan Fisik Jantung

a. Inspeksi

Inspeksi dada terutama untuk mencari adanya asimetri bentuk dada. Adanya
asimetri bentuk rongga dada dapat menyebabkan timbulnya hipertensi pulmonal
dalam jangka panjang. Asimetri dada dapat diakibatkan oleh penyebab yang sama
dengan penyebab kelainan jantung (misalnya prolaps katup mitral, gangguan katup
aorta pada sindroma Marfan dan sebagainya) atau menjadi akibat dari adanya
kelainan jantung akibat aktifitas jantung yang mencolok semasa pertumbuhan.4

Inspeksi juga berguna untuk mencari iktus kordis (punctum maximum). Pada
sebagian besar orang normal (20-25%) dapat dilihat pulsus gerakan apeks
menyentuh dinding dada saat sistolik pada sela iga 5 di sebelah medial linea
midklavikularis sinistra.5

b. Palpasi

Dengan palpasi kita mencari iktus kordis (bila tidak terlihat pada inspeksi) dan
mengkonfirmasi karakteristik iktus kordis. Palpasi dilakukan dengan cara :
meletakkan permukaan palmar telapak tangan atau bagian 1/3 distal jari II, II dan
IV atau dengan meletakkan sisi medial tangan, terutama pada palpasi untuk meraba
thrill. Identifikasi BJ1 dan BJ2 pada iktus kordis dilakukan dengan memberikan
tekanan ringan pada iktus. Bila iktus tidak teraba pada posisi terlentang, mintalah
pasien untuk berbaring sedikit miring ke kiri (posisi left lateral decubitus) dan
kembali lakukan palpasi. Jika iktus tetap belum teraba, mintalah pasien untuk
inspirasi dan ekspirasi maksimal kemudian menahan nafas sebentar.4

12
Gambar 2.2.1 Pemeriksaan Palpasi Iktus Kordis

Sumber: Bickley LS. Bates buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan. Edisi 8.
Jakarta: EGC; 2009.

Setelah iktus ditemukan, karakteristik iktus dinilai dengan menggunakan ujung-


ujung jari dan kemudian dengan 1 ujung jari.4

Pada beberapa keadaan fisiologis tertentu, iktus dapat tidak teraba, misalnya
pada obesitas, otot dinding dada tebal, diameter anteroposterior kavum thorax lebar
atau bila iktus tersembunyi di belakang kosta. Pada keadaan normal hanya impuls dari
apeks yang dapat diraba. Pada keadaan hiperaktif denyutan apeks lebih mencolok.
Apeks dan ventrikel kiri biasanya bergeser ke lateral karena adanya pembesaran
jantung atau dorongan dari paru (misalnya pada pneumotorak sinistra). Pada kondisi
patologis tertentu, impuls yang paling nyata bukan berasal dari apeks, seperti misalnya
pada hipertrofi ventrikel kanan, dilatasi arteri pulmonalis dan aneurisma aorta. Setelah
iktus teraba, lakukan penilaian lokasi, diameter, amplitudo dan durasi impuls apeks
pada iktus. 4

13
a. Lokasi : dinilai aspek vertikal (biasanya pada sela iga 5 atau 4) dan aspek
horisontal (berapa cm dari linea midsternalis atau midklavikularis).

Gambar 2.2.2 Lokasi Impuls Apeks

Sumber: Bickley LS. Bates buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan. Edisi 8.
Jakarta: EGC; 2009.

b. Diameter : pada posisi supinasi, diameter impuls apeks kurang dari 2.5 cm
dan tidak melebihi 1 sela iga, sedikit lebih lebar pada posisi left lateral
decubitus. Pelebaran iktus menunjukkan adanya pelebaran ventrikel kiri.

c. Amplitudo : amplitudo iktus normal pada palpasi terasa lembut dan cepat.
Peningkatan amplitudo terjadi pada dewasa muda, terutama saat tereksitasi atau
setelah aktifitas fisik berat, tapi durasi impuls tidak memanjang. Peningkatan
amplitudo impuls terjadi pada hipertiroidisme, anemia berat, peningkatan
tekanan ventrikel kiri (misal pada stenosis aorta) atau peningkatan volume
ventrikel kiri (misal pada regurgitasi mitral).

14
d. Durasi : untuk menilai durasi impuls, amati gerakan stetoskop saat
melakukan auskultasi pada apeks atau dengarkan bunyi jantung dengan
stetoskop sambil mempalpasi impuls apeks. Normalnya durasi impuls apeks
adalah 2/3 durasi sistole atau sedikit kurang, tapi tidak berlanjut sampai
terdengar BJ2.

Dengan palpasi dapat ditemukan adanya gerakan jantung yang menyentuh dinding
dada, terutama jika terdapat peningkatan aktifitas ventrikel, pembesaran ventrikel atau
ketidakteraturan kontraksi ventrikel. Gerakan dari ventrikel kanan biasanya tak teraba,
kecuali pada hipertrofi ventrikel kanan, dimana ventrikel kanan akan menyentuh
dinding dada (ventrikel kanan mengangkat). Kadang-kadang gerakan jantung teraba
sebagai gerakan kursi goyang (ventricular heaving) yang akan mengangkat jari
pemeriksa pada palpasi.5

c. Perkusi
Perkusi berguna untuk menetapkan batas jantung, terutama pada
pembesaran jantung. Perkusi batas kiri redam jantung (LBCD - left border of
cardiac dullness) dilakukan dari lateral ke medial dimulai dari sela iga 5, 4 dan
3. LBCD terdapat kurang lebih 1-2 cm di sebelah medial linea midklavikularis
kiri dan bergeser 1 cm ke medial pada sela iga 4 dan 3. Batas kanan redam
jantung (RBCD - right border of cardiac dullness) dilakukan dengan perkusi
bagian lateral kanan dari sternum. Pada keadaan normal RBCD akan berada di
medial batas dalam sternum. Kepekakan RBCD diluar batas kanan sternum
mencerminkan adanya bagian jantung yang membesar atau bergeser ke kanan.
Penentuan adanya pembesaran jantung harus ditentukan dari RBCD maupun
LBCD. Kepekakan di daerah dibawah sternum (retrosternal dullness) biasanya
mempunyai lebar kurang lebih 6 cm pada orang dewasa. Jika lebih lebar, harus
dipikirkan kemungkinan adanya massa retrosternal.

15
d. Auskultasi
Auskultasi memberikan kesempatan mendengarkan perubahan-
perubahan dinamis akibat aktivitas jantung. Auskultasi jantung berguna untuk
menemukan bunyi-bunyi yang diakibatkan oleh adanya kelainan struktur
jantung dan perubahan-perubahan aliran darah yang ditimbulkan selama siklus
jantung. Untuk dapat mengenal dan menginterpretasikan bunyi jantung dengan
tepat, mahasiswa perlu mempunyai dasar pengetahuan tentang siklus jantung.4

Bunyi jantung diakibatkan karena getaran dengan masa amat pendek.


Bunyi yang timbul akibat aktifitas jantung dapat dibagi dalam :4
a. BJ1 : disebabkan karena getaran menutupnya katup atrioventrikuler terutama
katup mitral, getaran karena kontraksi otot miokard serta aliran cepat saat katup
semiluner mulai terbuka. Pada keadaan normal terdengar tunggal.
b. BJ2 : disebabkan karena getaran menutupnya katup semilunaris aorta maupun
pul-monalis. Pada keadaan normal terdengar pemisahan (splitting) dari kedua
komponen yang bervariasi dengan pernafasan pada anak-anak atau orang muda.
c. BJ3 : disebabkan karena getaran cepat dari aliran darah saat pengisian cepat
(rapid filling phase) dari ventrikel. Hanya terdengar pada anak-anak atau orang
dewasa muda (fisiologis) atau keadaan dimana komplians otot ventrikel
menurun (hipertrofi/dilatasi).
d. BJ4 : disebabkan kontraksi atrium yang mengalirkan darah ke ventrikel yang
kompliansnya menurun. Jika atrium tak berkontraksi dengan efisien misalnya
fibrilasi atrium maka bunyi jantung 4 tak terdengar.

Cara auskultasi :4

1. Lakukan auskultasi di seluruh prekordium dengan posisi pasien terlentang.


2. Pasien berbaring miring ke kiri (left lateral decubitus) sehingga ventrikel kiri
lebih dekat ke permukaan dinding dada.
16
a. Tempatkan bagian mangkuk dari stetoskop di daerah impuls apeks (iktus).
b. Posisi ini membuat bising-bising area katub mitral (misalnya pada stenosis
mitral) dan bunyi jantung akibat kelainan bagian kiri jantung (misalnya BJ3 dan
BJ4) lebih jelas terdengar.

Gambar 2.2.3 Teknik Auskultasi pada Posisi Left Lateral Decubitus

Sumber: Bickley LS. Bates buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan. Edisi 8.
Jakarta: EGC; 2009.

Gambar 2.2.4 Teknik Auskultasi Posisi Duduk dengan Sedikit Membungkuk

Sumber: Bickley LS. Bates buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan. Edisi 8.
Jakarta: EGC; 2009.
17
a. Mintalah pasien untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi maksimal
kemudian sejenak menahan nafas.
b. Bagian diafragma dari stetoskop diletakkan pada permukaan auskultasi
dengan tekanan ringan.
c. Lakukan auskultasi di sepanjang tepi sternum sisi kiri dan di apeks,
dengan secara periodik memberi kesempatan pasien untuk mengambil
nafas.
d. Posisi ini membuat bising-bising yang berasal dari daerah aorta lebih
jelas terdengar.

Tabel 2.2.1 Bunyi Jantung pada auskultasi

Sumber: Bickley LS. Bates buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan. Edisi 8.
Jakarta: EGC; 2009.

18
2.3 Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang Jantung

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah:

1. Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan EKG tidak dapat mendeteksi adanya sumbatan koroner
secara langsung namun dapat mendeteksi adanya gangguan aktifitas listrik
jantung yang terjadi akibat adanya sumbatan di arteri koroner jantung.
Pemeriksaan ini bermanfaat untuk mendiagnosis klinis pada mereka yang
mengeluh ‘angina’, disertai dengan adanya faktor risiko PJK/Serangan
jantung.Elektrokardiografi (EKG) adalah salah satu pemeriksaan utama yang
dapat membedakan ACS STEMI/ NSTEMI dengan UAP. Gambaran pada
STEMI yang khas adalah adanya gelombang ST elevasi persisten. Gelombang
non spesifik, T terbalik, atau ST depresi bisa mengarahkan pada NSTEMI atau
UAP yang selanjutnya dapat dibedakan melalui pemeriksaan laboratorium.6

Gambar 2.3.1 Perbedaan Khas Gelombang EKG Infark Miokardium PJK


Sumber: Agrina T. Penyakit jantung 26oroner. Semarang: Universitas Diponegoro;2010.
Halaman 18-20

19
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan dalam waktu 24 jam
evaluasi bagi seluruh pasien dengan nyeri dada adalah sebagai berikut:34 a.
Profil lipid puasa Terdiri atas TC, LDL, HDL, dan trigliserida. b. Glukosa puasa
c. Complete Blood Count dan Hb d. Biomarker jantung Banyak macam
biomarker yang dapat dipakai, diantaranya troponin, mioglobin, dan creatine
kinase myocardial band (CKMB). Biomarker tersebut secara lebih spesifik
dapat membedakan UAP dengan NSTEMI. Troponin cTnT dan cTnI adalah
protein spesifik yang mengatur hubungan aktin miosin dalam proses kontraksi
miokardium melaui perantara kalsium. Apabila terjadi cedera, protein ini dapat
menjadi pertanda diagnosis. Troponin meningkat dalam 4 jam setelah onset dan
menetap selama hingga 2 minggu.40 Troponin bersifat lebih spesifik dan
sensitif dibandingkan marker lain sperti CK-MB dan myoglobin. Peningkatan/
penurunan marker jantung tersebut mengarahkan pada diagnosis NSTEMI,
sedangkan apabila kadarnya normal menandakan UA.6

Gambar 2.3.2 Spektrum ACS Berdasarkan EKG dan Biomarker Jantung


Sumber: Agrina T. Penyakit jantung koroner. Semarang: Universitas Diponegoro;2010.
Halaman 18-20
20
3. Pemeriksaan angiografi koroner
Pemeriksaan ini sering disebut juga sebagai pemeriksaan kateterisasi
jantung, sebab pada pemeriksaan ini suatu kateter akan dimasukkan melalui
pembuluh darah di lipat paha atau lengan hingga menuju jantung. Ketika ujung
kateter telah mencapai arteri koroner jantung, suatu zat kontras di injeksikan
sehingga gambaran sumbatan di pembuluh darah pada hasil foto Rontgent akan
tampak dengan jelas.6
Pemeriksaan angiografi merupakan ‘gold standar’ atau pemeriksaan
baku emas yang sangat akurat untuk mendiagnosis adanya sumbatan di arteri
koroner jantung.Pemeriksaan angiografi menggunakan CT Angiogram Koroner
dimana apabila Pada saat scaning di tabung CT, zat kontras dapat diinjeksikan.
CT angiogram dapat menilai skor kalsium, untuk menilai banyaknya masa
kalsium di dinding pembuluh darah. Bila nilainya 0, artinya tidak ada endapan
kalsium di dinding pembuluh darah.. Bila nilainya >0, artinya ada endapan
kalsium di dinding pembuluh darah.6

4. Rontgen toraks, dapat menilai ukuran dan bentuk jantung, serta vaskularisasi
paru dan kelainan non-jantung lainnya (hipertensi pulmonal, edema interstitial,
edema paru).5

5. Pemeriksaan fungsi ventrikel kiri: ekokardiogram 2-D Doppler, untuk menilai


ukuran dan fungsi ventrikel kiri, serta kondisi katup dan gerakan dinding
jantung. lndeks fungsi ventrikel yang paling berguna ialah fraksi ejeksi (stroke
volume dibagi end-diastolic volume). Fraksi ejeksi normal bila 50%.5

21
2.4 Menjelaskan Faktor Resiko Terkait Skenario

Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan salah satu masalah kesehatan
utama di negara maju maupun berkembang. Pada tahun 2008 diperkirakan
sebanyak 17,3 juta kematian disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Kematian
yang disebabkan oleh penyakit jantung pembuluh darah, terutama penyakit jantung
koroner dan stroke diperkirakan akan terus meningkat mencapai 23,3 juta
kematian pada tahun 2030.7

Di Indonesia sendiri sudah terdapat banyak kasus mengenai penyakit jantung


koroner. Berdasarkan data dari Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2010,
penyakit jantung koroner termasuk dalam peringkat 10 besar kematian penyakit
tidak menular rawat inap di rumah sakit dengan presentase jumlah yang meningkat
dari 6,74% pada tahun 2009 menjadi 7,13% pada tahun 2010. Berdasarkan
presentase dari jumlah tersebut, penyakit jantung koroner kemudian dijadikan
sebagai salah satu penyakit tidak menular yang menjadi prioritas utama dalam
proses perawatannya.7

Fakto resiko yang tidak dapat dimodifikasi :

1. Usia
Proses penuaan ini dapat mengakibatkan beberapa organ tidak lagi
berfungsi dengan baik yang dapat memicu berbagai macam penyakit jantung
salah satunya adalah Penyakit Jantung Koroner (PJK). Seperti halnya yang
dikatakan oleh Price (2005) bahwa kerentanan terhadap terjadinya PJK
meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Kejadian PJK meningkat lima
kali lipat pada usia 40-60 tahun. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Rosmiatin (2012) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara umur dengan kejadian PJK (p value = 0,001).8 7

22
2. Jenis kelamin.
Sebelum berusia 40 tahun, perbandingan penyakit jantung antara laki-
laki dan perempuan adalah 8 : 1, dan setelah usia 70 tahun perbandingannya
adalah 1 : 1. Puncak insidens penyakit jantung pada laki-laki adalah usia
50-60 tahun, sedangkan pada perempuan adalah usia 60-70 tahun. Penyakit
jantung pada perempuan terjadi sekitar 10-15 tahun lebih lambat dari laki-laki
dan risiko meningkat setelah menopause.8

3. Riwayat keluarga.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara faktor riwayat keluarga dengan kejadian penyakit jantung (p
value = 0,000). Hal ini disebabkan karena pengaruh sifat genetik yang
diturunkan dari anggota keluarga lainnya yang mengalami PJK. Seperti yang
dikatakan Price (2005), bahwa riwayat penyakit jantung dalam keluarga
meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis prematur. Sehingga
seseorang akan menjadi lebih beresiko terkena PJK jika memiliki anggota
keluarga yang mengalami PJK.7

Faktor resiko yang dapat dimodifikasi :

1. Diabetes mellitus.
Hal ini disebabkan oleh komplikasi dari penyakit diabetes yang diderita
oleh responden. Kadar gula darah yang terus meninggi dan tidak terkontrol akan
berdampak pada kerusakan organ-organ penting lainnya, seperti jantung, mata,
ginjal dan lain-lain. Penderita diabetes cenderung memiliki prevalensi
aterosklerosis yang lebih tinggi, demikian pula pada kasus aterosklerosis
koroner dini.7

23
2. Hipertensi .
Sebanyak 39 responden yang mengalami Penyakit jantung juga
mengalami hipertensi. Hal ini disebabkan oleh tekanan darah yang tinggi dapat
meningkatkan beban kerja jantung sehingga membutuhkan suplay oksigen yang
lebih banyak. Adanya sumbatan pada pembuluh darah koroner menyebabkan
jantung tidak mendapatkan suplay oksigen yang dibutuhkan. Tekanan darah
yang tinggi juga dapat memperparah sumbatan yang terdapat pada pembuluh
darah jika tidak segera ditangani dengan tindakan medis yang tepat.7

3. Obesitas.
Hal ini sependapat dengan teori yang dinyatakan oleh Soegih, bahwa
obesitas akan menambah beban kerja jantung dan terutama adanya penumpukan
lemak di bagian sentral tubuh akan meningkatkan resiko Penyakit jantung.7

4. Kebiasaan merokok.
Seseorang dengan resiko tinggi Penyakit jantung dianjurkan untuk
berhenti merokok. Merokok berperan dalam memperburuk kondisi penyakit
arteri koroner dengan cara menghirup asap rokok yang akan meningkatkan
kadar CO dalam darah yang akan mengikat hemoglobin yang mengangkut
oksigen. Sehingga membuat jantung bekerja lebih berat untuk menghasilkan
energi yang sama besarnya.7

5. Aktivitas fisik.
Olahraga dapat membantu mengurangi bobot badan, mengendalikan
kadar kolesterol, dan menurunkan tekanan darah yang merupakan faktor resiko
lain terkena jantung dan stroke.7

24
2.5 Menjelaskan Pencegahan Terkait Skenario

Namun demikian, banyak jenis penyakit ini yang dapat dicegah, dengan
menjalani pola hidup sehat. Selain sebagai pencegahan, pola hidup sehat di bawah
ini juga dapat membantu pasien penyakit jantung dalam proses penyembuhan:9

1. Berhenti merokok
2. Rutin memeriksakan diri.

- Tekanan darah normal adalah di bawah 120/80 mm Hg.


- Kadar kolesterol jahat (LDL) normal adalah di bawah 130 mg/dL.
Namun pada orang dengan faktor risiko penyakit jantung, kadar LDL
sebaiknya berada di bawah 100 mg/dL. Sedangkan pada individu dengan
penyakit jantung atau diabetes, kadar LDL disarankan di bawah 70
mg/dL.
- Kadar gula darah. Kadar gula darah normal umumnya kurang dari 100
mg/dL setelah tidak makan (puasa) selama setidaknya 8 jam, dan kurang
dari 140 mg/dL 2 jam setelah makan.

3. Latihan atau olahraga rutin.


Selain membantu menjaga kesehatan, latihan rutin selama 30-60 menit
sehari dapat membantu mengontrol tekanan darah, serta kadar kolesterol
dan gula darah. Akan tetapi, pada pasien aritmia dan kelainan jantung
bawaan, sebaiknya konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter mengenai
durasi latihan yang aman.
4. Konsumsi makanan sehat.
Perbanyak konsumsi buah, sayuran, gandum, dan lemak omega-3.
Selain itu, batasi konsumsi daging merah, serta hindari makanan tinggi gula,
lemak, kolesterol, dan garam.
25
5. Jaga berat badan ideal.
Berat badan berlebih atau obesitas, dapat meningkatkan risiko terserang
penyakit jantung.
6. Kelola stres dengan baik.
Stres dalam jangka panjang dapat menyebabkan jantung bekerja lebih
keras. Oleh karena itu, sebisa mungkin kurangi stres dengan menjalani
aktivitas fisik. Sebagai contoh, lakukan latihan yang melibatkan teknik
pernapasan dan relaksasi otot, seperti yoga. Konsultasikan dengan dokter
bila Anda sering merasa bingung, tertekan, dan marah tiap kali menghadapi
masalah.
7. Menjaga kebersihan tubuh.
Rutin mencuci tangan, menyikat gigi, dan hindari kontak dengan orang
yang sedang terserang penyakit infeksi seperti flu.

26
BAB III
PENUTUP

3.1Kesimpulan

Jantung merupakan organ vital yang perlu diperhatikan kesehatan fungsi kerja
serta strukturnya. Itu sebabnya pemeriksaan jantung penting dilakukan demi
meyakinkan diri atas kondisi jantung. Sebelum pemeriksaan dimulai, sebuah
anamnesis akan menjadi langkah awal yang baik untuk mengetahui seluk beluk
sebab akibat sebuah keluhan yang dirasakan untuk menuju oenegakkan diagnosis
yang lebih baik. Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan selanjutnya adalah dengan
menilai keadaan umum, inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi akan membantu
seorang pemeriksa tuk menegakkan sebuah diagnosis sementara dan beberapa
diagnosis diferensial serta dapat mengindikasi pemeriksaan penunjang selanjutnya
yang dapat diambil. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah dengan
pemeriksaan darah, penilaian EKG, foto torax, CT-scan, MRI, serta yang lainnya
tergantung indikasi penyakit (jika ada). Jantung dapat kita jaga untuk tetap sehat
dengan pola hidup sehat, olah raga teratur, serta diet sehat dan terkontrol.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC; 1995.


2. Bickley LS. Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Ed.8. Jakarta: EGC;
2009.
3. Burnside JW, McGlynn TJ. Diagnostic fisik. Ed.17. Jakarta: EGC; 2011.
4. Bickley LS. Bates buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan. Edisi 8.
Jakarta: EGC; 2009.
5. Mansjoer A, Triyanti K, dkk. Kapita Selekta kedokteran. Edisi 4 jilid 1. Jakarta:
Essentials Medicine; 2016.
6. Agrina T. Penyakit jantung koroner. Semarang: Universitas Diponegoro;2010.
Halaman 18-20
7. Dali V. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Jantung
Koroner di Puskesmas Dulalowo Kecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo. J
Kesehatan. Jumat 03 Juli 2015.
8. Susilo C. Identifikasi faktor usia, jenis kelamin dengan luas infark miokard
pada penyakit jantung koroner (PJK) di ruang ICCU RSD DR. Soebandi
Jember. The Indonesia Journal of Health Science. Vol. 6 , No. 1, Desember
2015.
9. Stewart, J. Primary Prevention of Cardiovascular Disease: A Review of
Contemporary Guidance and Literature. JRSM Cardiovasc:2017

vii

Anda mungkin juga menyukai