Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH CARDIAC ARREST

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Emergency Nursing Skill

Dosen pengampu : Dian Puspita Sari, M.Kep.,Sp.Kep.MB

Oleh:

Marisyeu Diniati Lestari (C1AB23110)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI

TAHUN 2024
i

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat serta

petunjuk-Nya sehingga tersusunlah makalah ini dalam mata pelajaran

Emergency Nursing Skill.

Dengan segala kerendahan hati kami menyadari dan mengakui, bahwa isi

dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena masih dalam proses

pembelajaran.

Tidaklah akan terwujud dalam penyusunan makalah ini tanpa bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak yang membantu kami. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dian Puspita Sari,

M.Kep.,Sp.Kep.MB atas bimbingan yang telah diberikan kepada saya sehingga

kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Akhirnya, harapan kami semoga Allah SWT. membalas kebaikan-

kebaikan semua pihak yang telah memberikan bimbingan serta bantuan dalam

pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi rekan-rekan saya

khususnya mahasiswa Program Studi Sarjana Kesehatan Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Sukabumi.

Cianjur, Maret 2024

Penulis,
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 1

C. Tujuan ............................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................. 3

A. Pengertian Stunting .......................................................................................... 3

B. Etiologi Stunting ............................................................................................... 3

C. Patofisiologi Stunting ....................................................................................... 5

D. Klasifikasi Stunting .......................................................................................... 6

E. Gejala Klinis Stunting ...................................................................................... 6

A. Pengertian KEP (Kekurangan Energi Protein) Error! Bookmark not defined.

B. Etiologi KEP (Kekurangan Energi Protein) ..... Error! Bookmark not defined.

C. Patofisiologi KEP (Kekurangan Energi Protein)Error! Bookmark not

defined.

D. Klasifikasi KEP (Kekurangan Energi Protein) Error! Bookmark not defined.

E. Gejala Klinis KEP (Kekurangan Energi Protein)Error! Bookmark not

defined.
iii

A. Pengertian Wasting ............................................. Error! Bookmark not defined.

B. Etiologi Wasting .................................................. Error! Bookmark not defined.

C. Patofisiologi Wasting ........................................... Error! Bookmark not defined.

D. Klasifikasi Wasting.............................................. Error! Bookmark not defined.

E. Gejala Klinis Wasting ......................................... Error! Bookmark not defined.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN .............................................................. 17

A. Pengkajian ....................................................................................................... 17

B. Pemeriksaan Fisik ............................................... Error! Bookmark not defined.

C. Pemeriksaan Penunjang ..................................... Error! Bookmark not defined.

BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 25

A. Kesimpulan ..................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 27


iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Henti jantung merupakan suatu keadaan terhentinya fungsi pompa

otot jantung secara tiba-tiba yang berakibat pada terhentinya proses

penghantaran oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Keadaan ini bisa

terjadi akibat hipoksia lama karena terjadinya henti nafas yang merupakan

akibat terbanyak henti jantung.(Notoatmodjo,2022)

Kerusakan otak dapat terjadi luas jika henti jantung berlangsung

lama, karena sirkulasi oksigen yang tidak adekuat akan menyebabkan

kematian jaringan otak. Hal tersebutlah yang menjadi alasan

penatalaksanaan berupa CPR atau RJP harus dilakukan secepat mungkin

untuk meminimalisasi kerusakan otak dan menunjang kelangsungan hidup

korban.(Resparar et al.,2019)

Hal yang paling penting dalam melakukan resusitasi pada korban,

apapun teknik yang digunakan adalah memastikan penolong dan korban

berada di tempat yang aman, menilai kesadaran korban dan segera meminta

bantuan.(Mutia dkk.,2019)

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud Cardiac Arrest ?

2. Apa etiologi dari Cardiac Arrest ?

3. Apa patofisiologi dari Cardiac Arrest ?

1
2

4. Apa manifestasi klinik dari Cardiac Arrest ?

5. Apa sajakah penatalaksanaan dari Cardiac Arrest ?

C. Tujuan

1. Mengetahui apakah yang dimaksud dengan Cardiac Arrest.

2. Mengetahui etiologi dan patofisiologi dari Cardiac Arrest.

3. Mengetahui apa saja manifestasi klinik dan penetalaksanaan yang

ditimbulkan dari Cardiac Arrest.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Cardiac Arrest

Henti jantung terjadi ketika jantung mendadak berhenti berdenyut,

mengakibatkan penurunan sirkulasi efektif. Semua kerja jantung dapat

terhenti, atau dapat terjadi kedutan otot jantung yang tidak sinkron (fibrilasi

ventrikel) (Hackley, Baughman, 2019).

Henti jantung adalah istilah yang digunakan untuk kegagalan

jantung dalam mencapai curah jantung yang adekuat akibat terjadinya

asistole atau disritmia (biasanya fibrilasi ventrikel) (Blogg Boulton, 2019).

Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-

tiba dan mendadak, bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa

dengan penyakit jantung ataupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa

diperkirakan, terjadi dengan sangat cepat begitu tanda dan gejala tampak

(American Heart Association, 2020).

B. Etiologi Cardiac arrest

Penyebab utama terjadinya Cardiac arrest karena aritmia, Menurut

American Heart Association (2020), seseorang dikatakan mempunyai

risiko tinggi untuk terkena cardiac arrest dengan kondisi :

3
4

1. Adanya jejas di jantung karena serangan jantung terdahulu atau oleh

sebab lain; jantung yang terjejas atau mengalami pembesaran karena

sebab tertentu cenderung untuk mengalami aritmia ventrikel yang

mengancam jiwa. Enam bulan pertama setelah seseorang mengalami

serangan jantung adalah periode risiko tinggi untuk terjadinya cardiac

arrest pada pasien dengan penyakit jantung atherosclerotic.

2. Penebalan otot jantung (cardiomyopathy) karena berbagai sebab

(umumnya karena tekanan darah tinggi, kelainan katub jantung)

membuat seseorang cenderung untuk terkena cardiac arrest.

3. Seseorang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung;

karena beberapa kondisi tertentu, beberapa obat-obatan untuk

jantung (anti aritmia) justru merangsang timbulnya aritmia ventrikel

dan berakibat cardiac arrest. Kondisi seperti ini disebut proarrythmic

effect. Pemakaian obat-obatan yang bisa mempengaruhi perubahan

kadar potasium dan magnesium dalam darah (misalnya penggunaan

diuretik) juga dapat menyebabkan aritmia yang mengancam jiwa dan

cardiac arrest.

4. Kelistrikan yang tidak normal; beberapa kelistrikan jantung yang tidak

normal seperti Wolff-Parkinson-White-Syndrome dan sindroma

gelombang QT yang memanjang bisa menyebabkan cardiac arrest

pada anak dan dewasa muda.


5

5. Pembuluh darah yang tidak normal, jarang dijumpai (khususnya di arteri

koronari dan aorta) sering menyebabkan kematian mendadak pada

dewasa muda. Pelepasan adrenalin ketika berolah raga atau melakukan

aktifitas fisik yang berat, bisa menjadi pemicu terjadinya cardiac arrest

apabila dijumpai kelainan tadi.

6. Penyalahgunaan obat; penyalahgunaan obat adalah faktor utama

terjadinya cardiac arrest pada penderita yang sebenarnya tidak

mempunyai kelainan pada organ jantung.

C. Patofisiologi Cardiac arrest

Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya

aritmia yaitu fibrilasi ventrikel (VF), takhikardi ventrikel (VT), aktifitas

listrik tanpa nadi (PEA), dan asistol (Kasron, 2019).

1. Fibrilasi ventrikel

Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian

mendadak, pada keadaan ini jantung tidak dapat melakukan fungsi

kontraksinya, jantung hanya mampu bergetar saja. Pada kasus ini

tindakan yang harus segera dilakukan adalah CPR dan DC shock atau

defibrilasi.

2. Takhikardi ventrikel

Mekanisme penyebab terjadinya takhikardi ventrikel biasanya

karena adanya gangguan otomatisasi (pembentukan impuls) ataupaun


6

akibat adanya gangguan konduksi. Frekuensi nadi yang cepat akan

menyebabkan fase pengisian ventrikel kiri akan memendek, akibatnya

pengisian darah ke ventrikel juga berkurang sehingga curah jantung akan

menurun. VT dengan keadaan hemodinamik stabil, pemilihan terapi

dengan medika mentosa lebih diutamakan. Pada kasus VT dengan

gangguan hemodinamik sampai terjadi henti jantung (VT tanpa nadi),

pemberian terapi defibrilasi dengan menggunakan DC shock dan CPR

adalah pilihan utama.

3. Pulseless Electrical Activity (PEA)

Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak

menghasilkan kontraktilitas atau menghasilkan kontraktilitas tetapi tidak

adekuat sehingga tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak teraba.

4. Asistole

Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada

jantung, dan pada monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis lurus.

Pada kondisi ini tindakan yang harus segera diambil adalah CPR.

D. Manifestasi Klinis Cardiac arrest

Tanda- tanda cardiac arrest menurut Diklat Ambulans Gawat

Darurat 118 (2020) yaitu:


7

1. Ketiadaan respon; pasien tidak berespon terhadap rangsangan suara,

tepukan di pundak ataupun cubitan.

2. Ketiadaan pernafasan normal; tidak terdapat pernafasan normal ketika

jalan pernafasan dibuka.

3. Tidak teraba denyut nadi di arteri besar (karotis, femoralis, radialis).

Gejala yang paling umum adalah munculnya rasa tidak nyaman atau

nyeri dada yang mempunyai karakteristik seperti perasaan tertindih yang

tidak nyaman, diremas, berat, sesak atau nyeri. Lokasinya ditengah dada di

belakang sternum. Menyebar ke bahu, leher, rahang bawah atau kedua

lengan dan jarang menjalar ke perut bagian atas. Bertahan selama lebih dari

20 menit. Gejala yang mungkin ada atau mengikuti adalah berkeringat,

nausea atau mual, sesak nafas (nafas pendek- pendek), kelemahan, tidak

sadar (Suharsono & Ningsih, 2012).

E. Penatalaksanaan Cardiac arrest

Henti jantung dapat terjadi setiap saat di dalam atau di luar rumah

sakit, sehingga pengobatan dan tindakan yang cepat serta tepat akan

menentukan prognosis; 30-45 detik. Sesudah henti jantung terjadi, akan

terlihat dilatasi pupil dan pada saat ini harus di ambil tindakan berupa (Ulfah

AR, 2020) :

1. Sirkulasi artifisial yang menjamin peredaran darah yang mengandung

oksigen dengan melakukan:

a. Masase jantung.
8

Dengan ditidurkan pada tempat tidur yang datar dan keras,

kemudian dengan telapak tangan di tekan secara kuat dan keras sehingga

jantung yang terdapat di antara sternum dan tulang belakang tertekan dan

darah mengalir ke arteria pumonalis dan aorta. Masase jantung yang baik

terlihat hasilnya dari terabanya kembali nadi arteri-atreri besar. Sedangkan

pulihnya sirkulasi ke otak dapat terlihat pada pupil yang menjadi normal

kembali.

b. Pernapasan buatan.

Mula-mula bersihkan saluran pernapasan,kemudian ventilasi di

perbaiki dengan pernapan mulut ke mulut/inflating bags atau secara

endotrakheal. Ventilasi yang baik dapat diketahui bila kemudian tampak

ekspansi dinding thoraks pada setiap kali inflasi di lakukan dan kemudian

juga warna kulit akan menjadi normal kembali.

2. Memperbaiki irama jantung

a. Defibrilasi, bila kelainan dasar henti jantung ialah fibrilasi ventrikel

b. Obat-obatan:infus norepinefrin 4 mg/1000ml larutan atau vasopresor dan

epinefrin 3 ml 1:1000 atau kalsium klorida secara intra kardial (pada bayi

di sela iga IV kiri dan pada anak dibagian yang lebih bawah) untuk

meninggikan tonus jantung,sedangkan asidosis metabolik diatasi dengan

pemberian sodium bikarbonat.bila di takutkan fibrilasi ventrikel

kambuh,makapemberian lignokain 1% dan kalium klorida dapat menekan


9

miokard yang mudah terangsang.Bila nadi menjadi lambat dan

abnormal,maka perlu di berikan isoproterenol.

c. Perawatan dan pengobatan komplikasi

d. Perawatan : Pengawasan tekanan darah, nadi, jantung : menghindari

terjadinya aspirasi (dipasang pipa lambung); mengetahui adanya anuri

yang dini (di pasang kateter kandung kemih).

e. Pengobatan komplikasi yang terjadi seperti gagal ginjal (yang di

sebabkan nekrosis kortikal akut) dan anuri dapat di atasi dengan

pemberian ion exchange resins, dialisis peritoneal serta pemberian

cairan yang di batasi.kerusakan otak di atasi dngan pemberian obat

hiportemik dan obat untuk mengurangi edema otak serta pemberian

oksigen yang adekuat.

F. Langkah – langkah Resusitasi Jantung Paru menurut AHA (2020) :

1. Periksa Kesadaran

Panggil korban dengan suara keras dan jelas atau panggil nama korban,

lihat apakah korban bergerak atau memberikan respon, jika tidak berikan

stimulasi dengan menggerakkan bahu korban. Pada korban yang sadar, dia

akan menjawab dan bergerak. Setelah tindakan identifikasi kesadaran,

lakukan pemeriksaan untuk mencari kemungkinan adanya cedera dan

pengobatan yang diperlukan, namun jika tidak ada respon, artinya korban

tidak sadar, maka segera panggil bantuan.


10

2. Posisi Korban

Pada penderita yang tidak sadar, tempatkan korban pada tempat yang

datar dan keras dengan posisi terlentang pada tanah, lantai atau meja yang

keras. Jika harus membalikkan posisi, maka lakukan seminial mungkin

gerakan pada leher dan kepala (posisi stabil miring).

3. Evaluasi jalan nafas

Pada penderita yang tidak sadar sering terjadi obstruksi akibat lidah jatuh

ke belakang. Oleh karena itu penolong harus segera membebaskan jalan

nafas dengan beberapa teknik berikut :

a. Bila korban tidak sadar dan tidak dicurigai adanya trauma, buka jalan

nafas dengan teknik Head Tilt-chin lift Maneuver akan tetapi jangan

menekan jaringan lunak dibawah dagu karena akan menyebabkan

sumbatan.

Caranya adalah satu tangan diletakkan pada bagian dahi untuk

menengadahkan kepala, dan secara simultan jari-jari tangan lainnya

diletakkan pada tulang dagu sehingga jalan nafas terbuka.


11

Gambar : Teknik head tilt and chin lift

b. Korban yang dicurigai mengalami trauma leher gunakan teknik jaw-thrust

Maneuver untuk membuka jalan nafas, yaitu dengan cara meletakkan 2 atau 3

jari di bawah angulus mandibula kemudian angkat dan arahkan keluar, jika

terdapat dua penolong maka yang satu harus melakukan imobilisasi tulang

servikal

Gambar Teknik Jaw Thrust

4. Mengeluarkan benda asing

Obstruksi karena aspirasi benda asing dapat menyebabkan sumbatan

ringan atau berat, jika sumbatannya ringan maka korban masih dapat

bersuara dan batuk, sedangkan jika sumbatannya sangat berat maka korban

tidak dapat bersuara ataupun batuk. Jika terdapat sumbatan karena benda

asing maka pada bayi < 1 tahun dapat dilakukan teknik 5 kali back blows

(back slaps) di interskapula, namun jika tidak berhasil dengan teknik

tersebut dapat dilakukan teknik 5 kali chest thrust di sternum, 1 jari di

bawah garis imajiner intermamae (seperti melakukan kompresi jantung luar

untuk bayi usia< 1 tahun).


12

Gambar : Teknik Back Blow

Jika terdapat sumbatan karena benda asing maka, dapat dilakukan teknik

Heimlich maneuver yaitu korban di depan penolong kemudian lakukan

hentakan sebanyak 5 kali dengan menggunakan 2 kepalan tangan di antara

prosesus xifoideus dan umbilikus hingga benda yang menyumbat dapat

dikeluarkan,

Gambar: Teknik Chest Thrust Gambar: Teknik Abdominal Thrust

5. Periksa nafas

Jika obstruksi telah dikeluarkan maka periksa apakah korban bernafas atau

tidak, lakukan dalam waktu < 10 detik, dengan cara:

a. Lihat gerakan dinding dada dan perut ( look )


13

b. Dengarkan suara nafas pada hidung dan mulut korban ( listen )

c. Rasakan hembusan udara pada pipi ( feel )

Korban yang mengalami gasping (megap-megap/nafas yang agonal atau nafas

yang tidak efektif) , maka korban tersebut dinyatakan tidak bernafas.

6. Berikan bantuan nafas

Lakukan 5 kali bantuan nafas untuk mendapatkan 2 kali nafas efektif.

Hal itu dapat dilihat dengan adanya pengembangan dinding dada. Bila dada tidak

mengembang reposisikan kepala korban agar jalan nafas dalam keadaan terbuka.

Teknik bantuan nafas pada bayi dan anak berbeda, hal ini dapat dilakukan

dengan menggunakan bag valve mask ventilation atau tanpa alat, yaitu pada bayi

dilakukan teknikmouth-to-mouth-and-nose, sedangkan pada anak menggunakan

teknik mouth-to-mouth.

7. Periksa Nadi

Selanjutnya periksa nadi, pada bayi pemeriksaan dilakukan pada arteri

brakialis sedangkan pada anak dapat dilakukan pada arteri karotis ataupun

femoralis. Pemeriksaan nadi ini dilakukan dalam waktu ≤ 10 detik. Jika nadi >

60 kali/menit namun tidak ada nafas spontan atau nafas tidak efektif, maka

lakukan pemberian nafas sebanyak 12-20 kali nafas/menit, sekali nafas buatan

3-5 detik hingga korban bernafas dengan spontan, nafas yang efektif akan

tampak dada korban akan mengembang.


14

8. Kompresi Jantung luar

Jika nadi < 60 kali/menit dan tidak ada nafas atau nafas tidak adekuat

maka lakukan kompresi jantung luar. Pada bayi dan anak terdapat perbedaan

teknik yaitu pada bayi dapat dilakukan teknik kompresi di sternum dengan dua

jari (two finger chest compression technique ). Selain itu, dapat juga dilakukan

dengan menggunakan kedua tangan pada posisi satu jari di bawah garis

imajiner intermamae (two thumb-encircling hands) jika didapatkan dua

penolong.

9. Defibrilasi / AED (Automated External Defibrillator)

Langkah - langkah penggunaan AED, (AHA, 2020) :

1. Pastikan anda dan korban tidak berada dalam situasi yang bisa

membahayakan hidup anda berdua seperti misalnya pada korban yang


15

tersengat listrik, pastikan aliran listrik yang masih menempel pada korban telah

diputuskan terlebih dahulu. Korban kecelakaan yang berada di tengah

keramaian lalu lintas harus dipinggirkan ke tempat yang aman sebelum mulai

diberikan pertolongan pertama.

2. Cek respon dengan menepuk-nepuk bahu korban sambil berteriak apakah

korban baik-baik saja.

3. Mintalah bantuan dengan meminta tolong dan perintahkan pada seeorang

untuk menghubungi ambulan maupun paramedik serta mengambil AED.

4. Bila korban tidak memberikan respon periksa apakah korban yang tidak

sadarkan diri ini bernafas; dengan cara melihat pergerakan dada dan

mendengarkan suara-suara yang keluar dari mulut korban.

5. Aktifkan AED dengan menekan tombol ON.

6. Ambil stiker pad, tempelkan pada dada korban dan pastikan pad menempel

kuat dengan kulit dada korban (alat pencukur jenggot tersedia dalam paket

plastik kecil di kotak AED, termasuk handuk kecil untuk mengeringkan dada

korban apabila basah).

7. Ikuti perintah yang diberikan AED yaitu lakukan Resusitasi Jantung Paru

atau CPR sampai selama kurang lebih 2 menit. AED kemudian akan

memeriksa kondisi detak jantung korban dan memerintahkan semua orang

yang terlibat untuk tidak menyentuh korban: “Don’t Touch Patient Analyzing.”

8. AED akan memutuskan bila korban membutuhkan shock atau tidak dengan

menganalisa detak jantung korban. Apabila AED menemukan salah satu dari
16

dua jenis detak jantung ini yaitu Ventricular Febrillation (tidak teratur),

Ventricular Tachycardia (sangat cepat), AED akan memerintahkan penolong

untuk menekan tombol Shock dengan perintah: “Shocking Advised”.

9. Saat penolong menekan tombol Shock, AED akan memberikan sengatan

listrik ke jantung korban dan penolong tidak boleh menyentuh korban saat

pemberian sengatan berlangsung.

10. Bila belum berhasil membuat korban bernafas/sadarkan diri (biasanya

ditandai dengan pergerakan pada tangan dan mata korban, AED akan

memerintahkan penolong untuk kembali melanjutkan RJP/CPR dengan

perintah: “Continue CPR”.

11. Penolong harus terus melanjutkan set yang sama sesuai perintah AED

sampai paramedik datang memberikan bantuan tambahan dan mengambil alih

proses pertolongan pertama.

12. AED tidak akan memberikan perintah berhenti RPJ atau “Stop CPR” atau

memberitahu penolong bahwa korban sudah meninggal. AED akan terus

memerintahkan penolong untuk tetap melakukan RJP/CPR sampai korban

sadarkan diri.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian

A. Identitas klien

Nama, umur, suku/bangsa, agama, pendidikan, alamat, lingkungan tempat

tinggal.

B. Keluhan utama

C. Riwayat Penyakit

1. Riwayat penyakit sekarang

a) Alasan masuk rumah sakit

b) Waktu kejadian hingga masuk rumah sakit

c) Mekanisme atau biomekanik

d) Lingkungan keluarga, kerja, masyarakat sekitar

2. Riwayat penyakit dahulu

a. Perawatan yang pernah dialami

b. Penyakit lainnya antara lain DM, Hipertensi, PJK

3. Riwayat penyakit keluarga

Penyakit yang diderita oleh anggota keluarga dari anak yang mengalami

penyakit jantung.

17
18

D. Pengkajian Primer

1. Airway/Jalan Napas

Pemeriksaaan/pengkajian menggunakan metode look, listen, feel :

- Look : lihat status mental,pergerakan/pengembangan dada, terdapa sumbatan

jalan napas/tidak,sianosis,ada tidaknya retraksi pada dinding

dada,ada/tidaknya penggunaan otot-otot tambahan.

- Listen : mendengar aliran udara pernapasan,suara pernapasan,ada bunyi

napas tambahan seperti snoring,gurgling,atau stidor.

- Feel : merasakan ada aliran udara pernapasan,apakah ada krepitasi,adanya

pergeseran/deviasi trakhea,ada hematoma pada leher,teraba nadi karotis

atau tidak.

Tindakan yang harus di lakukan perawat adalah :

a. Penilaian untuk memastikan tingkat kesadaran adalah dengan

menyentuh,menggoyang dan di beri rangsangan atau respon nyeri.

b. periksa dan atur jalan napas untuk memastikan kepatenan.

c. Periksa apakah anak/bayi tersebut mengalami kesulitan bernapas.

d. Buka mulut bayi/anak dengan ibu jari dan jari-jari anda untuk memegang

lidah dan rahang bawah dan tengadah dengan perlahan.

e. identifikasi dan keluarkan benda asing (darah,muntahan,sekret,ataupun

benda asing) yang menyebabkan obstruksi jalan napas baik parsial maupun
19

total dengan cara memiringkan kepala pasien ke satu sisi (bukan pada

trauma kepala).

f.Pasang orofaringeal airway/nasofaringeal airway untuk mempertahankan

kepatenan jalan napas.

g. Pertahankan dan lindungi tulang servikal.

2. Breathing/Pernapasan

Pemeriksaan/pengkajian menggunakan metode look, listen, feel :

a) Look : nadi karotis ada/tidak,frekuensi pernapasan tidak ada dan

tidakterlihat adanya pergerakan dinding dada, kesadaran menurun, sianosis,

identifikasi pola pernapasan abnormal,periksa penggunaan otot bantu dll.

b) Listen : mendengar hembusan napas

c) Feel : tidak ada pernapasan melalui hidung/mulut.

Tindakan yang harus dilakukan perawat adalah :

a. Atur posisi pasien untuk memaksimalkan ekspansi dinding dada.

b. Berikan therapy O2 (oksigen).

c. Beri bantuan napas dengan menggunakan masker/bag valve mask

(BMV)/endo tracheal tube (ETT) jika perlu.

d. Tutup luka jika didapatkan luka terbuka pada dada.

e. Kolaborasi therapy untuk mengurangi bronkhospasme/adanya edema

pulmonal,dll.
20

3. Circulation/Sirkulasi

I.Periksa denyut nadi karotis dan brakhialis

II.Periksa perubahan warna kulit seperti sianosis

III.Disability

Pengkajian kesadaran dengan metode AVPU meliputi :

a) Alert (A) : pasien tidak berespon terhadap lingkungan sekelilingnya/tidak

sadar terhadap kejadian yang menimpa.

b) Respon verbal (V) : klien tidak berespon terhadap pertanyaan perawat.

c) Respon nyeri (P) : klien tidak berespon terhadap respon nyeri.

d) Tidak berespon (U) : tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri.

Cara pengkajian :

a) Anamnesa (tanya) : nama dan kejadian

b) Cubit daerah pundak/tepuk wajah

c) Dengan GCS (E1 M1 V1 ), pupil, kemampuan motorik

2. Diagnosa Keperawatan

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kemampuan pompa jantung

menurun.

2. Gangguan sirkulasi spontan berhubungan dengan suplai Oksigen tidak

adekuat.
21

3. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan perubahan

preload, afterload, dan kontraktilitas.

Perencanaan

NO. Diagnosa NOC NIC

1. Penurunan curah jantung Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan RJP

berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 8 2. Observasi TTV

kemampuan pompa menit dihrapkan curah


3. Kaji tingkat kesadaran
jantung menurun jantung dapat kembali normal
pasien
di buktikan dengan
4. Observasi EKG/ irama
keefektifan pompa jantung,
jantung
status sirkulasi, perfusi

jaringan (organ abdomen), 5. Observasi CRT

dan perfusi jaringan (perifer). 6. Kolaborasi dengan

dengan kriteria hasil : memberikan oksigen,

IV line, defibrilasi /
1. Tekanan darah
AED, inj. Epinephrin
sistilik,diastolik dalam batas
dan amiodrone
normal

2. Denyut jantung dalam batas

normal .
22

3. Tekanan vena sentral dan

tekanan dala paru dbn

4. Hipotensi ortostatis tidak ada

5. Gas darah dbn

6. Bunyi napas tambahan tidak

ada

7. Distensi vena leher tidak ada

8. Edema perifer tidak ada

2. Gangguan sirkulasi Setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan pasien dalam

spontan keperawatan selama 3 x 8 posisi sesuai kebutuhan

berhubungan menit diharapkan Sirkulasi 2. Pertahankan kepatenan

dengan abnormalitas spontan dengan kriteria hasil jalan napas

kelistrikan jantung : 3. Monitor TTV

4. Monitor SPO2

5. Monitor kekuatan nadi


1. TTV dalam batas normal
perifer
2. SPO2 95-100%
4. Monitor perubahan
3. Nadi perifer teraba kuat
warna kulit
4. Akral hangat
5. Monitor EKG
5. Tidak mengalami penurunan
6. Anjurkan pasien dan
kesadaran
keluarga mengenai
23

6. Gambaran EKG tidak tanda-tanda gangguan

menunjukkan kelainan sirkulasi

8. kolaborasi memberikan

terapi oksigen sesuai

kebutuhan, AED /

defibrillator ,

pemberian obat –

obatan dan infuse.

3. Resiko perfusi serebral Setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan Kaki Lebih

tidak efektif keperawatan selama 3 x 8 Tinggi Dari Jantung

berhubungan dengan menit dihrapkan sirkulasi 2. Pantau Adanya Pucat,


perubahan preload, darah kembali normal Sianosis Dan Kulit
afterload, dan sehingga transport O2 -
Dingin Atau Lembab
kontraktilitas kembali lancar.
3. Pantau Pengisian
Dengan kriteria hasil : Kapiler (CRT)

1. Pasien akan memperlihatkan 4. Kolaborasi Pemberian

tanda-tanda vital dalam batas O2, IV Line, Resusitasi


normal Cairan (Atasi

2. Warna dan suhu kulit normal Penyebab)

5. Observasi GCS
3. CRT < 2 detik.
6. Observasi Pupil
4. Tidak ada tanda – tanda
7. Observasi Ttv Dan Spo2
sianosis

5. SPO2 normal
24

6. Tingkat kesadaran meningkat 8. Cek Tanda – Tanda

Sianosis

4. Implementasi

Implementasi (pelaksanaan) keperawatan disesuaikan dengan rencana

keperawatan (intervensi), menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan

dengan pedoman atau prosedur teknis yang telah ditentukan.

5. Evaluasi

Evaluasi yang diharapkan :

a. Sirkulasi darah kembali normal sehingga transport O2 kembali lancar

b. Sirkulasi darah kembali normal sehingga pertukaran gas dapat berlangsung

c. Kemampuan pompa jantung meningkat dan kebutuhan oksigen ke otak

terpenuhi.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Henti jantung merupakan suatu keadaan terhentinya fungsi pompa

otot jantung secara tiba-tiba yang berakibat pada terhentinya proses

penghantaran oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Keadaan ini bisa

terjadi akibat hipoksia lama karena terjadinya henti nafas yang merupakan

akibat terbanyak henti jantung.

Kerusakan otak dapat terjadi luas jika henti jantung berlangsung

lama, karena sirkulasi oksigen yang tidak adekuat akan menyebabkan kematian

jaringan otak. Hal tersebutlah yang menjadi alasan penatalaksanaan berupa

CPR atau RJP harus dilakukan secepat mungkin untuk meminimalisasi

kerusakan otak dan menunjang kelangsungan hidup korban.

Hal yang paling penting dalam melakukan resusitasi pada korban,

apapun teknik yang digunakan adalah memastikan penolong dan korban berada

di tempat yang aman, menilai kesadaran korban dan segera meminta bantuan.

B. Saran

Informasi dan pelatihan tatalaksana henti nafas dan henti henti

jantung sebaiknya dapat diberikan kepada masyarakat umum, mengingat

bahwaresusitasi dapat memberikan pertolongan awal. Dampak yang di

timbulkan semakin berat jika waktu datangnya pertolongan semakin lama.

25
26
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. Basic Life Support : 2020 American Heart

Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and

emergency cardiovascular care. Circulation 2020

Blogg Boulton, 2019. Anestesiologi. Jakarta : EGC

Guyton AC, Hall JE, 2018. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke 11, Jakarta:

EGC.h. 163.

Muttaqin, Hackley, Baughman, 2019. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Muttaqin, A. 2019. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Sistem Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.

Ulfah AR. 2020. Advance Cardiac Life Sipport, Pusat Jantung Nasional Harapan

Kita. Jakarta. 2018 AHA Guidelines For CPR and ECC.

Wilkinson, Judith M. 2019. Buku Saku Diagnosa Keperawatan : diagnosa

NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC

Kasron, 2012. Kelainan dan penyakit jantung : pencegahan serta pengobatannya,

Penerbit Nuha Medika. Yogyakarta.

27

Anda mungkin juga menyukai