Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KEPERAWATAN KRITIS
CARDIAC ARREST

DOSEN :
Ns. Ismawati , M. Sc

KELAS : IV C KEPERAWATAN
KELOMPOK III:
CHADIJA ALANG (201801097)
DEVI FANESA PAKAYA (201801099)
FADIL HIDAYAT (201801101)
HERIYANTO (201801103)
INDAH SUWANDEWI (201801109)
MOH. DUR SULE (201801114)
NUR FADILLAH M. DIRAN (201801121)
SINTA (201801135)

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA PALU
2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih yang maha
penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-nya, yang telah
melimpahkan Rahmat, hidayat, dan inayah-nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah tentang “Cardiac Arrest”.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan


bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat mempelancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritikan dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “Cardiac Arrest”


untuk pembaca ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap
pembaca.

Palu, 06 September 2021

Kelompok III

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
C. Tujuan....................................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI.............................................................................3

A. Definisi..................................................................................................3
B. Etiologi..................................................................................................3
C. Patofisiologi..........................................................................................5
D. Tanda dan Gejala..................................................................................7
E. Prognosis...............................................................................................7
F. Tes Diagnostik......................................................................................7
G. Komplikasi............................................................................................10
H. Penanganan...........................................................................................10
I. Pengobatan............................................................................................11
J. Pathway.................................................................................................12

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN............................................................13

A. Pengkajian.............................................................................................13
B. Diagnosa................................................................................................16
C. Intervensi...............................................................................................17
D. Implementasi.........................................................................................20
E. Evaluasi.................................................................................................20

BAB IV PENUTUP..........................................................................................21

A. Kesimpulan...........................................................................................21
B. Saran.....................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kematian jantung mendadak (SCD) adalah kematian akibat kehilangan
fungsi jantung. Korban mungkin atau mungkin tidak memiliki diagnosa
penyakit jantung. Waktu dan cara kematian yang tak terduga. Hal ini terjadi
dalam beberapa menit setelah gejala muncul. Alasanyang mendasari paling
umum untuk pasien mati mendadak dari serangan jantung adalah penyakit
jantung koroner (buildups lemak dalam arteri yang memasok darah ke otot
jantung). Sehingga pembuluh darah sempit, otot jantung bisa berhenti karena
kekurangan suplai darah
Dari 90 % korban dewasa sudden cardiac death (SCD), dua atau lebih
dari korban disebabkan karena arteri koroner utama menyempit oleh lemak.
Sedangkan dua-pertiga dari korban ditemukan bekas luka dari serangan jantung
sebelumnya. Ketika kematian mendadak terjadi pada orang dewasa muda,
kelainan jantung lainnya merupakan penyebab yang lebihmungkin. Adrenalin
dilepaskan selama aktivitas fisik atau olahraga yang sering menjadi pemicu
munculnya SCD. Dalam kondisi tertentu, berbagai obat jantung dan obat
lainnya, serta penyalahgunaan obat terlarang dapat menyebabkan irama jantung
abnormal yang juga dapat menyebabkan kematian SDC.
Serangan tiba-tiba jantung (SCA) adalah suatu kondisi dimana jantung
tiba-tiba dan tak terduga berhenti berdetak. Ketika ini terjadi, darah berhenti
mengalir ke otak dan organ vital lainnya. SCA biasanya menyebabkan
kematian jika tidak dirawat dalam beberapa menit.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaima konsep teori carrdiac arrest?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pasien dengan cardiac arrest?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami konsep teori carrdiac arrest
2. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pasien dengan
cardiac arrest

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan
mendadak, bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan
penyakit jantung ataupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan,
terjadi dengan sangat cepat begitu gejala dan tanda tampak (American Heart
Association,2010).
Henti jantung terjadi ketika jantung mendadak berhenti berdenyut,
mengakibatkan penurunan sirkulasi efektif. Semua kerja jantung dapat terhenti,
atau dapat terjadi kedutan otot jantung yang tidak sinkron (fibrilasi ventrikel).
(Hackley, Baughman, 2009) Jameson, dkk (2005), menyatakan bahwa cardiac
arrest adalah penghentian sirkulasi normal darah akibat kegagalan jantung
untuk berkontraksi secara efektif.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan
bahwa henti jantung atau cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara
mendadak untuk mempertahankan sirkulasi normal darah untuk memberi
kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya akibat kegagalan jantung
untuk berkontraksi secara efektif.

B. Etiologi
Iskandar (2008), mengatakan bahwa faktor risiko cardiac arrest adalah:
Laki-laki usia 40 tahun atau lebih, memiliki kemungkinan untuk terkena
cardiac arrest satu berbanding delapan orang, sedangkan pada wanita adalah
satu berbanding 24 orang. Semakin tua seseorang, semakin rendah risiko henti
jantung mendadak. Orang dengan faktor risiko untuk penyakit jantung, seperti
hipertensi, hiperkholesterolemia dan merokok memiliki peningkatan risiko
terjadinya cardiac arrest (Iskandar,2008).
Menurut American Heart Association (2010), seseorang dikatakan
mempunyai risiko tinggi untuk terkena cardiac arrest dengan kondisi :
1. Adanya jejas di jantung karena serangan jantung terdahulu atau oleh sebab
lain; jantung yang terjejas atau mengalami pembesaran karena sebab

3
tertentu cenderung untuk mengalami aritmia ventrikel yang mengancam
jiwa. Enam bulan pertama setelah seseorang mengalami serangan jantung
adalah periode risiko tinggi untuk terjadinya cardiac arrest pada pasien
dengan penyakit jantung atherosclerotic.
2. Penebalan otot jantung (cardiomyopathy) karena berbagai sebab
(umumnya karena tekanan darah tinggi, kelainan katub jantung) membuat
seseorang cenderung untuk terkena cardiac arrest.
3. Seseorang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung; karena
beberapa kondisi tertentu, beberapa obat-obatan untuk jantung (anti
aritmia) justru merangsang timbulnya aritmia ventrikel dan berakibat
cardiac arrest. Kondisi seperti ini disebut proarrythmic effect. Pemakaian
obat-obatan yang bisa mempengaruhi perubahan kadar potasium dan
magnesium dalam darah (misalnya penggunaan diuretik) juga dapat
menyebabkan aritmia yang mengancam jiwa dan cardiac arrest.
4. Kelistrikan yang tidak normal; beberapa kelistrikan jantung yang tidak
normal seperti Wolff-Parkinson-White-Syndrome dan sindroma
gelombang QT yang memanjang bisa menyebabkan cardiac arrest pada
anak dan dewasa muda.
5. Pembuluh darah yang tidak normal, jarang dijumpai (khususnya di arteri
koronari dan aorta) sering menyebabkan kematian mendadak pada dewasa
muda. Pelepasan adrenalin ketika berolah raga atau melakukan aktifitas
fisik yang berat, bisa menjadi pemicu terjadinya cardiac arrest apabila
dijumpai kelainan tadi.
6. Penyalahgunaan obat; penyalahgunaan obat adalah faktor utama terjadinya
cardiac arrest pada penderita yang sebenarnya tidak mempunyai kelainan
pada organ jantung.

Penyebab terjadinya henti nafas dan henti jantung tidak sama pada setiap
usia. Penyebab terbanyak pada bayi baru lahir adalah karena gagal nafas,
sedangkan pada usia anak yang menjadi penyebabnya bisa berupa :

1. Sindrom bayi mati mendadak atau SIDS ( Sudden Infant Death


Syndrome )

4
2. Penyakit pernafasan
3. Sumbatan pada saluran pernafasan, termasuk aspirasi benda asing
4. Tenggelam
5. Sepsis

Penyakit neurologis Penyebab terbanyak henti nafas dan henti jantung


pada anak yang berumur diatas 1 tahun adalah cedera yang meliputi kecelakaan
lalu lintas, terbakar, cedera senjata api, dan tenggelam.

C. Patofisiologi
Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya aritmia:
fibrilasi ventrikel (VF), takhikardi ventrikel (VT), aktifitas listrik tanpa nadi
(PEA), dan asistol (Diklat Ambulans Gawat Darurat 118, 2010).
1. Fibrilasi ventrikel
Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian
mendadak, pada keadaan ini jantung tidak dapat melakukan fungsi
kontraksinya, jantung hanya mampu bergetar saja. Pada kasus ini tindakan
yang harus segera dilakukan adalah CPR dan DC shock atau defibrilasi.
2. Takhikardi ventrikel
Mekanisme penyebab terjadinyan takhikardi ventrikel biasanya karena
adanya gangguan otomatisasi (pembentukan impuls) ataupaun akibat
adanya gangguan konduksi. Frekuensi nadi yang cepat akan menyebabkan
fase pengisian ventrikel kiri akan memendek, akibatnya pengisian darah ke
ventrikel juga berkurang sehingga curah jantung akan menurun. VT
dengan keadaan hemodinamik stabil, pemilihan terapi dengan medika
mentosa lebih diutamakan. Pada kasus VTdengan gangguan hemodinamik
sampai terjadi henti jantung (VT tanpa nadi), pemberian terapi defibrilasi
dengan menggunakan DC shock dan CPR adalah pilihan utama.
3. Pulseless Electrical Activity (PEA)
Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak menghasilkan
kontraktilitas atau menghasilkan kontraktilitas tetapi tidak adekuat

5
sehingga tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak teraba. Pada
kasus ini CPR adalah tindakan yang harus segera dilakukan.
4. Asistole
Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada
jantung, dan pada monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis lurus.
Pada kondisi ini tindakan yang harus segera diambil adalah CPR.

Henti jantung timbul akibat terhentinya semua sinyal kendali listrik di


jantung, yaitu tidak ada lagi irama yang spontan. Henti jantung timbul selama
pasien mengalami hipoksia berat akibat respirasi yang tidak adequat. Hipoksia
akan menyebabkan serabut-serabut otot dan serabut-serabut saraf tidak mampu
untuk mempertahankan konsentrasi elektrolit yang normal di sekitar membran,
sehingga dapat mempengaruhi eksatibilitas membran dan menyebabkan
hilangnya irama normal. Apapun penyebabnya, saat henti jantung anak telah
mengalami insufisiensi pernafasan akan menyebabkan hipoksia dan asidosis
respiratorik. Kombinasi hipoksia dan asidosis respiratorik menyebabkan
kerusakan dan kematian sel, terutama pada organ yang lebih sensitif seperti
otak, hati, dan ginjal, yang pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan otot
jantung yang cukup berat sehingga dapat terjadi henti jantung. Penyebab henti
jantung yang lain adalah akibat dari kegagalan sirkulasi (syok) karena
kehilangan cairan atau darah, atau pada gangguan distribusi cairan dalam
sistem sirkulasi. Kehilangan cairan tubuh atau darah bisa akibat dari
gastroenteritis, luka bakar, atau trauma, sementara pada gangguan distribusi
cairan mungkin disebabkan oleh sepsis atau anafilaksis. Organ-organ
kekurangan nutrisi esensial dan oksigen sebagai akibat dari perkembangan
syok menjadi henti jantung melalui kegagalan sirkulasi dan pernafasan yang
menyebabkan hipoksia dan asidosis. Sebenarnya kedua hal ini dapat terjadi
bersamaan. Pada henti jantung, oksigenasi jaringan akan terhenti termasuk
oksigenasi ke otak. Hal tersebut, akan menyebabkan terjadi kerusakan otak
yang tidak bisa diperbaiki meskipun hanya terjadi dalam hitungan detik sampai
menit. Kematian dapat terjadi dalam waktu 8 sampai 10 menit. Oleh karena itu,
tindakan resusitasi harus segera mungkin dilakukan.

6
D. Tanda dan Gejala
Tanda- tanda cardiac arrest menurut Diklat Ambulans Gawat Darurat 118
(2010) yaitu:
1. Ketiadaan respon; pasien tidak berespon terhadap rangsangan suara,
tepukan di pundak ataupun cubitan.
2. Ketiadaan pernafasan normal; tidak terdapat pernafasan normal ketika
jalan pernafasan dibuka.
3. Tidak teraba denyut nadi di arteri besar (karotis, femoralis, radialis).
4. Hipoksia
5. Sianosis

E. Prognosis
Kematian otak dan kematian permanen dapat terjadi hanya dalam jangka
waktu 8 sampai 10 menit dari seseorang tersebut mengalami henti jantung
(Diklat Ambulans Gawat Darurat 118,2010). Kondisi tersebut dapat dicegah
dengan pemberian resusitasi jantung paru dan defibrilasi segera (sebelum
melebihi batas maksimal waktu untuk terjadinya kerusakan otak), untuk
secepat mungkin mengembalikan fungsi jantung normal. Resusitasi jantung
paru dan defibrilasi yang diberikan antara 5 sampai 7 menit dari korban
mengalami henti jantung, akan memberikan kesempatan korban untuk hidup
rata-rata sebesar 30% sampai 45 %. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa
dengan penyediaan defibrillator yang mudah diakses di tempat-tempat umum
seperti pelabuhan udara, dalam arti meningkatkan kemampuan untuk bisa
memberikan pertolongan (defibrilasi) sesegera mungkin, akan meningkatkan
kesempatan hidup rata-rata bagi korban cardiac arrest sebesar 64% (American
Heart Assosiacion.2010).

F. Tes Diagnostik
Menurut Blogg Boulton, 2014 tes diagnostik pada cardiac arrest dapat
dilakukan dengan :
1. Elektrokardiogram

7
Biasanya tes yang diberikan ialah dengan elektrokardiogram (EKG).
Ketika dipasang EKG, sensor dipasang pada dada atau kadang-kadang di
bagian tubuh lainnya misalnya tangan dan kaki. EKG mengukur waktu dan
durasi dari tiap fase listrik jantung dan dapat menggambarkan gangguan
pada irama jantung. Karena cedera otot jantung tidak melakukan impuls
listrik normal, EKG bisa menunjukkan bahwa serangan jantung telah
terjadi. ECG dapat mendeteksi pola listrik abnormal, seperti interval QT
berkepanjangan, yang meningkatkan risiko kematian mendadak.
2. Tes darah
a. Pemeriksaan Enzim Jantung
Enzim-enzim jantung tertentu akan masuk ke dalam darah jika jantung
terkena serangan jantung. Karena serangan jantung dapat memicu
sudden cardiac arrest. Pengujian sampel darah untuk mengetahui
enzim-enzim ini sangat penting apakah benar-benar terjadi serangan
jantung.
b. Elektrolit Jantung
Melalui sampel darah, kita juga dapat mengetahui elektrolit-elektrolit
yang ada pada jantung, di antaranya kalium, kalsium, magnesium.
Elektrolit adalah mineral dalam darah kita dan cairan tubuh yang
membantu menghasilkan impuls listrik. Ketidak seimbangan pada
elektrolit dapat memicu terjadinya aritmia dan sudden cardiac arrest.
c. Test Obat
Pemeriksaan darah untuk bukti obat yang memiliki potensi untuk
menginduksi aritmia, termasuk resep tertentu dan obat-obatan tersebut
merupakan obat-obatan terlarang.
d. Test Hormon
Pengujian untuk hipertiroidisme dapat menunjukkan kondisi ini sebagai
pemicu cardiac arrest.
3. Imaging tes
a. Pemeriksaan

8
Foto Thorax Foto thorax menggambarkan bentuk dan ukuran dada serta
pembuluh darah. Hal ini juga dapat menunjukkan apakah seseorang
terkena gagal jantung.
b. Pemeriksaan nuklir
Biasanya dilakukan bersama dengan tes stres, membantu
mengidentifikasi masalah aliran darah ke jantung. Radioaktif yang
dalam jumlah yang kecil, seperti thallium disuntikkan ke dalam aliran
darah. Dengan kamera khusus dapat mendeteksi bahan radioaktif
mengalir melalui jantung dan paru-paru
c. Ekokardiogram
Tes ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambaran
jantung. Echocardiogram dapat membantu mengidentifikasi apakah
daerah jantung telah rusak oleh cardiac arrest dan tidak memompa
secara normal atau pada kapasitas puncak (fraksi ejeksi), atau apakah
ada kelainan katup.
d. Electrical system (electrophysiological) testing and mapping
Tes ini, jika diperlukan, biasanya dilakukan nanti, setelah seseorang
sudah sembuh dan jika penjelasan yang mendasari serangan jantung
belum ditemukan. Dengan jenis tes ini, mungkin mencoba untuk
menyebabkan aritmia,Tes ini dapat membantu menemukan tempat
aritmia dimulai. Selama tes, kemudian kateter dihubungkan dengan
electrode yang menjulur melalui pembuluh darah ke berbagai tempat di
area jantung. Setelah di tempat, elektroda dapat memetakan penyebaran
impuls listrik melalui jantung pasien. Selain itu, ahli jantung dapat
menggunakan elektroda untuk merangsang jantung pasien untuk
mengalahkan penyebab yang mungkin memicu atau menghentikan
aritmia. Hal ini memungkinkan untuk mengamati lokasi aritmia.
e. Ejection fraction testing
Salah satu prediksi yang paling penting dari risiko sudden cardiac arrest
adalah seberapa baik jantung mampu memompa darah.Ini dapat
menentukan kapasitas pompa jantung dengan mengukur apa yang
dinamakan fraksi ejeksi. Hal ini mengacu pada persentase darah yang

9
dipompa keluar dari ventrikel setiap detak jantung. Sebuah fraksi ejeksi
normal adalah 55 sampai 70 persen. Fraksi ejeksi kurang dari 40 persen
meningkatkan risiko sudden cardiac arrest.Ini dapat mengukur fraksi
ejeksi dalam beberapa cara, seperti dengan ekokardiogram, Magnetic
Resonance Imaging (MRI) dari jantung Anda, pengobatan nuklir scan
dari jantung Anda atau computerized tomography (CT) scan jantung.
f. Coronary catheterization (angiogram)
Pengujian ini dapat menunjukkan jika arteri koroner terjadi
penyempitan atau penyumbatan. Seiring dengan fraksi ejeksi, jumlah
pembuluh darah yang tersumbat merupakan prediktor penting sudden
cardiac arrest. Selama prosedur, pewarna cair disuntikkan ke dalam
arteri hati Anda melalui tabung panjang dan tipis (kateter) yang melalui
arteri, biasanya melalui kaki, untuk arteri di dalam jantung. Sebagai
pewarna mengisi arteri, arteri menjadi terlihat pada X-ray dan rekaman
video, menunjukkan daerah penyumbatan. Selain itu, sementara kateter
diposisikan,mungkin mengobati penyumbatan dengan melakukan
angioplasti dan memasukkan stent untuk menahan arteri terbuka.

G. Komplikasi
Komplikasi Cardiac Arrest adalah:
1. Hipoksia jaringan ferifer
2. Hipoksia Cerebral
3. Kematian

H. Penanganan
Hasil Penelitian menyatakan bahwa, penanganan cardiac arrest dimulai
dengan mengecek respon pasien, cek nadi dan nafas, melakukan pijat jantung
dan paru 30 : 2, kemudian memasang monitor untuk evaluasi pasien. Resusitasi
jantung paru dan defibrilasi yang diberikan antara 5 sampai 7 menit dari korban
mengalami henti jantung, akan memberikan kesempatan korban untuk hidup
rata-rata sebesar 30% sampai 45 %. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa
dengan penyediaan defibrillator yang mudah diakses di tempat-tempat umum

10
seperti pelabuhan udara, dalam arti meningkatkan kemampuan untuk bisa
memberikan pertolongan (defibrilasi) sesegera mungkin, akan meningkatkan
kesempatan hidup rata-rata bagi korban cardiac arrest sebesar 64% (American
Heart Assosiacion, 2015). Resusitasi jantung paru (RJP) adalah upaya
mengembalikan fungsi nafas dan atau sirkulasi yang berhenti dan membantu
memulihkan kembali fungsi jantung dan paru ke keadaan normal. Bantuan
hidup dasar meliputi aktivasi respon sistem gawat darurat, dan defibrilasi
dengan menggunakan defibrillator. Berdasarkan penelitian Aehlert (2011)
bahwa chest compression dilakukan untuk mempertahankan sirkulasi darah
saat jantung tidak berdetak. Chest Compression dikombinasikan dengan
bantuan pernapasan untuk mengoksidasi darah. Kombinasi bantuan pernafasan
dan external chest compression ini disebut cardiopulmonary resuscitation.
Kompresi dada dilakukan dengan pemberian tekanan secara kuat dan berirama
pada setengah bawah sternum. Membuat garis bayangan antara kedua papila
mammae memotong mid line pada sternum kemudian meletakkan tangan kiri
diatas tangan kanan atau sebaliknya. Yang dipakai adalah tumit tangan, bukan
telapak tangan. Siku lengan harus lurus dengan sumbu gerakan menekan
adalah pinggul bukan bahu.
American Heart Association. 2015 AHA guideline update for CPR and
ECC. Circulation Vol. 132.2015, merekomendasikan untuk melakukan
kompresi dada setidaknya 2 inchi (5cm) pada dada. Untuk dewasa, kedalaman
minimal 5 cm (2 inch). Kompresi dada di dua jari diatas sternum di tulang dada
kedalamanya 5 - 6 cm dengan telapak tangan dipaskan ditengah tulang
sternum, kedua siku diluruskan dengan jari-jari tangan dibuat terkunci, bahu
tetap tegak lurus diatas pasien. Komponen yang perlu diperhatikan saat
melakukan kompresi dada yaitu frekuensi 100 - 120 kali permenit.
Memberikan kesempatan untuk dada mengembang kembali secara sempurna
setelah setiap kompresi. Tujuan primer pemberian napas bantuan adalah untuk
mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan tujuan sekunder untuk
membuang CO2.

I. Pengobatan

11
Saat ini, obat-obatan yang direkomendasikan pada bantuan hidup lanjut adalah
epidefrin, amiodron, dan lidokain. Epinefrin diberikan jika irama jantung
asistol atau PEA (Pulseles Electric Activity). Amiodaron atau lidokain
diberikan jika irama jantung fibrilasi ventrikel (VF). Semua obat yang
diberikan melalui jalur intravena (Hazinski et al., 2015).

J. Pathway

Penyakit Jantung Klainan Bawaan Obat-Obatan, Merokok


(Hipertensi, Infark Miokard, Aritmia)


Aritmia Cardiac

Jantung Kekurangan O2 Aliran Darah Kejantung


Menurun

↓ ↓
Suplai O2 Ke Jaringan Tidak Adekuat O2 Dan Nutrien Menurun


Hipoksia Serebral Pembuluh Darah Jaringan Miokard
Iskemik

↓ ↓ ↓
Vasokonstriksi Suplai dan Kebutuhan O2
Penurunan Kesadaran Ke Jantung Tdk Seimbang

↓ ↓ ↓
Pola Nafas Tidak Efektif Metabolisme Iskemia Otot Jantung

↓ ↓
Akral Dingin Kontrak Miokardium

↓ ↓
Gangguan Perfusi Jaringan Perifer Penurunan Curah Jantung

12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN DENGAN CARDIAC
ARESST

A. PENGKAJIAN
1. Primer
a. Airway
Penilaian:
1) Perhatikan patensi airway (inspeksi, auskultasi, palpasi)
2) Penilaian akan adanya obstruksi (lidah, cairan, benda asing)

Management:
1) Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line
immobilisasi
2) Bersihkan airway dari benda asing.
3) Memasang airway definitif (intubasi endotrakeal)

b. Breathing
1) Lihat adanya sesak atau tidak (aktifitas, tanpa aktifitas,nafas cuping
hidung, penggunaan otot bantu)
2) Frekuensi nafas (irama, kedalaman)
3) Adanya batuk produktif atau tidak
4) Adanya bunyi nafas tambahan

c. Circulation
1) Pemeriksaan tingkat kesadaran (GCS atau AVPUR)
2) Pemeriksaan nadi (irama, denyut)
3) Pemeriksaan tekanan darah
4) Ekstremitas
5) Warna kulit

d. Disability
Pemeriksaan neurologis singkat (AVPUR)
1) Alert/perhatian
2) Voice respon/ respon terhadap suara
3) Pein respon/ respon terhadap nyeri
4) Unresponsive/ tidak berespon
5) Reaksi pupil

13
e. Exposure
1) Kaji adanya deformitas
2) Kaji adanya contusio
3) Kaji adanya abrasi
4) Kaji adanya penetrasi
5) Kaji adanya laserasi
6) Kaji adanya edema
7) Kaji adanya keluhan lain

2. Sekunder
a. Kaji riwayat kesehatan sekarang
Keluhan Utama :
1) Nyeri dada
2) Sesak nafas
3) Edema
b. Kaji riwayat kesehatan keluarga
c. Anamnesa singkat (AMPLE)
1) Alergi
2) Medikasi
3) Nyeri
4) Terakhir kali makan
5) Event of injury
d. Pengkajian Fisik
JANTUNG
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan fisik umum dan khusus pada
jantung. Sebelum melakukan pemeriksaan fisik khusus pada jantung,
maka penting terlebih dahulu melihat pasien secara
keseluruhan/keadaan umum termasuk mengukur tekanan darah,
denyut nadi, suhu badan dan frekuensi pernafasan. Keadaan umum
secara keseluruhan yang perlu dilihat adalah
1) Bentuk tubuh gemuk/kurus
2) Anemis
3) Sianosis
4) Sesak nafas
5) Keringat dingin
6) Muka sembab
7) Edema kelopak mata
8) Asites
9) Bengkak tungkai/pergelangan kaki
10) Clubbing ujung jari-jari tangan

14
Pada pasien khususnya penyakit jantung amat penting melakukan
pemeriksaan nadi adalah : a. Kecepatan/menit b. Kuat/lemah
(besar/kecil) c. Teratur atau tidak d. Isi setiap denyut sama kuat atau
tidak.

Inspeksi

Palpasi

Perkusi

Aulkultasi

e. Riwayat Sosial
1) Cara hidup pasien.
2) Latar belakang pendidikan
3) Sumber-sumber ekonomi
4) Agama
5) Kebudayaan dan etnik
f. Riwayat Psikologis Informasi tentang status psikologis penting untuk
mengembangkan rencana asuhan keperawatan. - Mengidentifikasi
stress/sumber stress. - Mengidentifikasi cara koping, mekanisme dan
sumber-sumber coping.
g. Pola persepsi kesehatan dan penanganan kesehatan :
1) klien merasakan kondisi kesehatan dan bagaimana cara menangani
2) Pola nutrisi/metabolik : gambaran pola makan dan kebutuhan
cairan b/d kebutuhan metabolik dan suplai nutrisi
3) Pola eliminasi : gambaran pola fungsi pembuangan (BAB, BAK,
melalui kulit)
4) Pola aktifitas/olah raga : gambaran pola aktifitas, olahraga, santai,
rekreasi
5) Pola tidur-istirahat : gambaran pola tidur, istirahat, dan relaksasi
6) Pola kognitif dan perceptual : gambaran pola konsep diri klien dan
persepsi terhadap dirinya
7) Pola peran/hubungan : gambaran pola peran dalam
berpartisipasi/berhubungan dengan orang lain

15
8) Pola seksualitas/reproduksi : gambaran pola kenyamanan/tidak
nyaman dengan pola seksualitas dan gambaran pola reproduksi
9) Pola koping/toleransi stress : gambaran pola koping klien secara
umum dan efektifitas dalam toleransi terhadap stress
10) Pola nilai/keyakinan : gambaran pola nilai-nilai, keyakinan-
keyakinan (termasuk aspek spiritual) dan tujuan yang dapat
mengarahkan, menentukan pilihan/keputusan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kemampuan pompa jantung


menurun.

2. Gangguan sirkulasi spontan berhubungan dengan suplai Oksigen tidak


adekuat.

3. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan perubahan


preload, afterload, dan kontraktilitas.

16
C. INTERVENSI

NO. Diagnosa NOC NIC


1. Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan RJP
jantung berhubungan keperawatan selama 3 x 8 menit
2. Observasi TTV
dengan kemampuan dihrapkan curah jantung dapat
pompa jantung kembali normal di buktikan 3. Kaji tingkat kesadaran pasien
menurun dengan keefektifan pompa
jantung, status sirkulasi, perfusi 4. Observasi EKG/ irama jantung
jaringan (organ abdomen), dan 5. Observasi CRT
perfusi jaringan (perifer).
6. Kolaborasi dengan memberikan oksigen, IV
dengan kriteria hasil : line, defibrilasi / AED, inj. Epinephrin dan
1. Tekanan darah amiodrone
sistilik,diastolik dalam batas
normal
.
2. Denyut jantung dalam batas
normal
3. Tekanan vena sentral dan
tekanan dala paru dbn
4. Hipotensi ortostatis tidak ada
5. Gas darah dbn
6. Bunyi napas tambahan tidak

17
ada
7. Distensi vena leher tidak ada
8. Edema perifer tidak ada

2. Gangguan sirkulasi Setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan pasien dalam posisi sesuai
spontan berhubungan keperawatan selama 3 x 8 menit kebutuhan
dengan abnormalitas diharapkan Sirkulasi spontan 2. Pertahankan kepatenan jalan napas
kelistrikan jantung dengan kriteria hasil : 3. Monitor TTV
4. Monitor SPO2
5. Monitor kekuatan nadi perifer
1. TTV dalam batas normal
4. Monitor perubahan warna kulit
2. SPO2 95-100% 5. Monitor EKG
3. Nadi perifer teraba kuat 6. Anjurkan pasien dan keluarga mengenai
4. Akral hangat tanda-tanda gangguan sirkulasi
5. Tidak mengalami penurunan 8. kolaborasi memberikan terapi oksigen sesuai
kesadaran kebutuhan, AED / defibrillator , pemberian obat
6. Gambaran EKG tidak – obatan dan infuse.
menunjukkan kelainan
3. Resiko perfusi serebral Setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan Kaki Lebih Tinggi Dari Jantung
tidak efektif keperawatan selama 3 x 8 menit
dihrapkan sirkulasi darah 2. Pantau Adanya Pucat, Sianosis Dan Kulit
berhubungan dengan Dingin Atau Lembab
perubahan preload, kembali normal sehingga
afterload, dan transport O2 kembali lancar. 3. Pantau Pengisian Kapiler (CRT)
4. Kolaborasi Pemberian O2, IV Line,

18
kontraktilitas Dengan kriteria hasil : Resusitasi Cairan (Atasi Penyebab)
5. Observasi GCS
1. Pasien akan memperlihatkan 6. Observasi Pupil
tanda-tanda vital dalam batas 7. Observasi Ttv Dan Spo2
normal 8. Cek Tanda – Tanda Sianosis
2. Warna dan suhu kulit normal
3. CRT < 2 detik.
4. Tidak ada tanda – tanda
sianosis
5. SPO2 normal
6. Tingkat kesadaran meningkat

19
D. IMPLEMENTASI
Implementasi (pelaksanaan) keperawatan disesuaikan dengan rencana
keperawatan (intervensi), menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan
dengan pedoman atau prosedur teknis yang telah ditentukan.

E. EVALUASI
Evaluasi yang diharapkan :
a. Sirkulasi darah kembali normal sehingga transport O2 kembali lancar
b. Sirkulasi darah kembali normal sehingga pertukaran gas dapat berlangsung
c. Kemampuan pompa jantung meningkat dan kebutuhan oksigen ke otak
terpenuhi

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Henti jantung merupakan suatu keadaan terhentinya fungsi pompa otot
jantung secara tiba-tiba yang berakibat pada terhentinya proses penghantaran
oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Keadaan ini bisa terjadi akibat
hipoksia lama karena terjadinya henti nafas yang merupakan akibat terbanyak
henti jantung.
Kerusakan otak dapat terjadi luas jika henti jantung berlangsung lama,
karena sirkulasi oksigen yang tidak adekuat akan menyebabkan kematian
jaringan otak. Hal tersebutlah yang menjadi alasan penatalaksanaan berupa
CPR atau RJP harus dilakukan secepat mungkin untuk meminimalisasi
kerusakan otak dan menunjang kelangsungan hidup korban.
Hal yang paling penting dalam melakukan resusitasi pada korban, apapun
teknik yang digunakan adalah memastikan penolong dan korban berada di
tempat yang aman, menilai kesadaran korban dan segera meminta bantuan.

B. Saran
Informasi dan pelatihan tatalaksana henti nafas dan henti henti jantung
sebaiknya dapat diberikan kepada masyarakat umum, mengingat bahwa
resusitasi dapat memberikan pertolongan awal. Dampak yang di timbulkan
semakin berat jika waktu datangnya pertolongan semakin lama.

21
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. Basic Life Support : 2010 American Heart


Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and
emergency cardiovascular care. Circulation 2010
Blogg Boulton, 2014. Anestesiologi. Jakarta : EGC
Guyton AC, Hall JE, 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke 11, Jakarta:
EGC.h. 163.
Muttaqin, Hackley, Baughman, 2009. Keperawatan Medikal- Bedah. Jakarta :
EGC
Muttaqin, A. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.
Ulfah AR. 2010. Advance Cardiac Life Sipport, Pusat Jantung Nasional Harapan
Kita. Jakarta. 2003AHA Guidelines For CPR and ECC.
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan : diagnosa
NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC
Kasron, 2012. Kelainan dan penyakit jantung : pencegahan serta pengobatannya.
Penerbit Nuha Medika. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai