Anda di halaman 1dari 4

Nomer : 0225/E.3-C.

7/PP/2023 Bandung, 18 Rajab 1444 H/09 Februari 2023 M


Hal : Penyampaian Aspirasi
Lampiran : Satu Berkas

Kepada Yang Terhormat :


PIMPINAN KOMISI VIII
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONSESIA

Di Jakarta

Bismillahirrahmanirrahim

Salam ta’zhim teriring do’a kami sampaikan, semoga Bapak/Ibu Pimpinan Dewan Yang
Terhormat dan kita semua senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT.

Dengan ini kami sampaikan pandangan dan usulan tentang rencana kenaikan Biaya Perjalanan
Ibadah Haji tahun 1444 H / 2023 M. Dengan harapan semoga manjadi sarana penyampaian aspirasi
bagi masyarakat calon jamaah haji, dan menjadi bahan pertimbangan dalam memutuskan besaran
biaya perjalanan haji tahun ini.

Demikian surat ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan, Jazakumullah Khairan
Katsira.

‫هللا أيخذ أبيدينا إىل ما فيه خري لإل سالم واملسلمني‬


‫والسالم عليكم ورمحة هلال وبركاته‬

Ketua Umum, Sekretaris Umum,

Dr. KH. Jeje Zaenudin, M.Ag Dr. H. Haris Muslim, Lc., MA


NIAT : 01.50.29095.208 NIAT : 01.02.34535.030
PANDANGAN DAN USULAN
ATAS RENCANA KENAIKAN BIAYA
PERJALANAN IBADAH HAJI TAHUN 1444 H/ 2023 M

Bismillahirrahmanirrahim.
Yang Terhormat Pimpinan Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Merespon rencana pemerintah menaikan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BIPIH) tahun 2023
yang telah disampaikan pemerintah melalui Menteri Agama kepada Komisi VIII Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada tanggal 19 Janurai 2023 yang lalu, maka dengan ini
Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PERSIS) menyampaikan tanggapan dan usulan kepada Pimpinan
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia melalui Komisi VIII sebagai berikut:

Dasar Pemikiran
Bahwa Ibadah Haji merupakan rukun Islam yang kelima yang wajib ditunaikan setiap
muslim yang mampu satu kali seumur hidup. Karena itu menjadi cita-cita dan harapan setiap
muslim untuk dapat kesempatan menunaikannya meskipun dengan pengorbanan biaya yang tidak
sedikit.
Mempertimbangkan resiko dan biaya yang harus dikeluarkan dalam menunaikan ibadah
haji, maka Agama Islam mensyaratkan keharusan melaksanakan ibadah haji adalah bagi mereka
yang sudah mampu saja (Istitho’ah). Dimana istitho’ah itu meliputi kesehatan jasmani, rohani,
bekal ilmu pengetahuan, kemampuan biaya perjalanan pulang pergi, termasuk biaya keluarga yang
ditinggalkan, hingga situasi keamanan yang memungkin perjalanan dan pelaksanaan ibadah haji
dapat terlaksana dengan selamat dan sehat wal afiat.
Untuk mencapai istitho’ah dari aspek finansial atau pembiayaan haji, banyak kaum
muslimin Indonesia, terutama dari kalangan masyarakat kecil yang tarap ekonominya rendah, yang
rela menabung bertahun-tahun, bahkan dengan menjual sebagian asetnya yang berharga sebagai
penopang hidup mereka seperti sawah, ladang, dan ternak. Selain mereka juga harus sabar
mengantri mendapat giliran keberangkatan dengan masa tunggu yang sangat lama. Tidak sedikit
dari mereka yang mengantri menunggu tahun giliran mereka untuk berangkat haji, mereka sudah
terlebih dulu dipanggil oleh Allah SWT karena ajal telah menjemput mereka.
Dalam tataran pelaksanaan ibadah haji kaum muslimin Indonesia melibatkan banyak aspek
dan banyak pihak. Oleh sebab itu sangat tepat bahwa penyelenggaraan ibadah haji menjadi hajat
nasional yang penyelenggaraan dan tatakelolanya menjadi tanggungjawab negara dan diatur dalam
peraturan perundang-undangan, sebagai salah satu wujud pelaksanaan dari amanah konstitusi
bahwa negara menjamin dan melindungi warganya dalam menjalankan syariat agamanya. Apalagi
dalam menjalankan ibadah haji mengandung banyak resiko yang harus dipikul dan bukan hanya
menjadi tanggungjawab individu masing-masing jamaah tetapi membutuhkan kehadiran negara
yang dapat memberikan jaminan keamanan dan keselamatan para jamaah haji sejak persiapan
keberangkatan, perjalanan, pelaksanaan ibadah, hingga pulang ke tanah air dan kepada keluarga
masing-masing.

Penyelenggaraan dan Pengelolaan Keuangan Haji


Sesuatu yang patut disyukuri bahwa sejak disahkannya undang-undang penyelenggaraan
ibadah haji yang pertama nomer 17 tahun 1999, kemudian direvisi dengan UU Nomer 13 tahun
2008, UU Nomer 34 tahun 2009, hingga UU Nomer 08 tahun 2019 berikut berbagai peraturan
turunannya, penyelenggaraan dan tata kelola manajemen haji semakin baik dan terus meningkat,
bukan hanya dirasakan oleh para jamaah haji Indonesaia itu sendiri tetapi juga mendapat apresiasi
berbagai negara. Bahkan pemerintah Saudi sendiri mengapresiasi bahwa manajemen
penyelengaraan haji Indonesia adalah terbaik dan patut menjadi contoh bagi negara-negara lain.
Namun demikian, bukan berarti bahwa segala aspek penyelenggaraan haji Indonesia sudah
sempurna. Ada beberapa hal dalam tata kelola penyelenggaraan ibadah haji yang masih
menyisakan permasalahan, baik dari aspek hukum syariahnya maupun dari aspek keadilan dan
prospek keberlangsungannya. Di antaranya adalah masalah biaya atau Ongkos Naik Haji (ONH)
yang menggunakan sistem tabungan dan porsi yang mengakibatkan antrian yang panjang, dan
menjadi permasalahan dalam setiap penetapan besaran ONH yang setiap tahunnya tentu berubah
nilainya. Termasuk permasalahan yang terkait besaran nisbah pembagian nilai manfaat yang
dijadikan kewajiban pemerintah untuk diberikan kepada setiap calon jamaah sebagai “subsidi” dari
nilai manfaat pengelolaan dana tabungan ONH setiap jamaah untuk memenuhi kebutuhan biaya
dalam perjalanan ibadah haji.
Dengan kasus yang terjadi pada tahun 2022 dan 2023 ini, dimana kenaikan biaya
perjalanan ibadah haji (Bipih) dan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) mengalami kenaikan
signifikan sehingga kekurangan biaya dari yang disetorkan para calon jamaah tidak lagi bisa
semuanya ditanggung oleh nilai manfaat dari hasil pengembangan keuangan haji yang dikelola
oleh pemerintah (BPKH). Jalan yang ditempuh pemerintah dengan mengurangkan pemberian
persentase nilai manfaat untuk menutupi kekurangan biaya perjalanan ibadah haji, secara otomatis
berdampak pada penambahan jumlah biaya yang harus ditanggung para calon jamaah. Dimana
pada tahun ini dari Rp. 98.8 juta biaya perjalanan ibadah haji, pemerintah mengusulkan Rp. 69.1
juta (atau 70%) ditanggung jamaah dan Rp. 29.7 juta (atau 30%) ditanggung dari nilai manfaat
pengembangan keuangan haji.

Tanggapan dan Usulan


Setelah mengkaji dari aspek syariah, perundang-undangan, dan aspek sosial
kemasyarakatan, serta mendengar dan memperhatikan penjelasan dari Dirjen PHU Kemenag RI,
BPKH, DPR-RI, juga para analis penyelenggaraan ibadah haji, maka Pimpinan Pusat Persatuan
Islam menyampaikan tanggapan dan usulan:
Pertama. Pada prinsipnya memahami bahwa kenaikan biaya perjalanan ibadah haji adalah
suatu yang tidak bisa dihindari sebagai konsekwensi dari adanya inflasi, termasuk kenaikan harga
berbagai komponen penyelenggaraan haji, juga untuk menjaga distribusi nilai manfaat kepada para
jamaah secara adil dan berkelanjutan bagi yang sudah siap berangkat dan bagi para calon jamaah
yang masih lama antri di belakang. Di sisi lain bahwa ibadah haji juga hanya diwajibkan kepada
kaum muslimin yang benar-benar sudah mampu dari segala aspeknya.
Kedua. Menolak usulan kenaikan biaya perjalanan ibadah haji yang dilakukan secara
drastis dan jumlah besaran yang berlipat dibebankan kepada para calon jamaah. Karena mayoritas
para calon jamaah haji adalah dari kalangan masyarakat berekonomi rendah yang tidak mudah
bagi mereka untuk menyiapkan dana yang cukup besar dalam waktu yang singkat untuk melunasi
kekurangan biaya perjalanan ibadah haji. Hal itu akan berdampak tekanan psikologis yang berat
bagi mayoritas jamaah yang sudah lama mengantri dan tiba-tiba harapan mereka menjadi pupus
seketika karena tidak mampu melunasi kekurangannya.
Ketiga. Mengusulkan agar rencana kenaikan biaya perjalanan ibadah haji dilakukan secara
bertahap pada beberapa tahun ke depan, sehingga sampai kepada batas yang wajar dan adil antara
beban biaya yang harus ditanggung oleh jamaah dan beban biaya yang ditanggung pemerintah dari
nilai manfaat pengembangan keuangan haji.
Keempat. Mengusulkan agar Kemenag dan BPKH meningkatkan transparansi,
komunikasi, dan sosialisasi tentang pengelolaan dan pendayagunaan nilai manfaat keuangan haji.
Sehingga masyarakat dapat memahami secara lebih jelas dan rinci tentang tata kelola keuangan
haji dan besaran nilai manfaat yang tersedia setiap tahunnya. Sehingga dapat diprediksi berapa
angka kenaikan BIPIH pada tahun yang akan datang agar masyarakat mempunyai waktu yang
cukup untuk dapat mempersiapkannya.
Kelima. Mengharapkan agar DPRRI khususnya Komisi VIII, demikian juga BPK dan
KPK agar meningkatkan pengawasan atas pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji terutama
pengelolaan dan penggunaan dana keuangan haji sehingga dapat digunakan seefisien mungkin dan
mengurangi segala penggunaan serta alokasi yang tidak perlu.
Keenam. Mengusulkan agar biaya penyelenggaraan ibadah haji bisa ditekan semaksimal
mungkin sehingga jika mungkin di bawah angka Rp. 98,8 juta. Jika pun tidak mungkin
dikurangkan, maka kami mengusulkan kenaikan yang bertahap untuk tahun 2023 ini adalah
dengan komposisi: 50 % beban Biaya Perjalanan Ibadah haji menjadi kewajiban para jamaah, dan
50 % adalah tanggungan pemerintah dari nilai manfaat pengembangan keuangan haji. Dengan kata
lain dari total BPIH Rp. 98,8 juta, BIPIH yang ditanggung jamaah adalah Rp. 49.400.000,- dan
tanggungan pemerintah melalui nilai manfaat pengembangan keuangan haji juga senilai Rp. 49.
400. 000,-
Perhitungan ini berdasar pertimbangan psikologis agar tidak terjadi kekagetan di
masyarakat dan sebagai penerapan prinsip keadilan dan gradualitas. Dimana masyarakat pada
umumnya tentu membandingkan angka kenaikan itu dari kenaikan tahun sebelumnya, yaitu dari
angka Rp. 39,8 juta ke angka 49, 4 juta. Jadi kenaikan BIPIH masing-masing jamaah adalah
Rp.10,4 juta.
Usulan ini juga didasarkan atas pemikiran bahwa tahun ini adalah titik awal pembagian
beban secara seimbang antara beban para jamaah dan beban pemerintah. Sehingga dalam
pemikiran awam adalah wajar jika diawali dari angka 50 persen-50 persen. Dengan demikian, para
jamaah dan pemerintah sama-sama berpijak dari beban yang sama. Kemudian beban BPKH
mundur secara bertahap, dan beban jamaah naik secara bertahap sampai pada tahap kewajaran
yang dapat menjamin rasa keadilan dan menjamin kesinambungan pemberian nilai manfaat kepada
semua jamaah haji pada masa yang akan datang.
Demikianlah pandangan dan usulan kami sampaikan semoga menjadi bahan pertimbangan.
Terimakasih.
‫هللا أيخذ أبيدينا إىل ما فيه خري لإلسالم واملسلمني‬
‫والسالم عليكم ورمحة هللا وبركاته‬
Pimpinan Pusat Persatuan
Islam.
Ketua Umum, Sekretaris Umum,

KH. Dr. Jeje Zaenudin, M.Ag. Dr. H. Haris Muslim, Lc. MA.
NIAT: 01.05.29095.208 NIAT: 01.02.34535.030

Anda mungkin juga menyukai