Anda di halaman 1dari 9

Kapitalisasi ibadah haji-umrah, Serta Solusi dalam Sistem Islam

Oleh : Prayogi

Fakta Biaya Haji 2023

Kementrian agama RI bersama komisi VIII DPR berencana memutuskan biaya haji
2023, hari selasa (14/2). Usulan biaya haji yang diajukan kemenag belakangan ini menjadi
sorotan banyak pihak. Ini bermula ketika menteri agama yaqut cholil qoumas mengusulkan rata
rata BPIH per jamaah sebesar Rp. 98.893.909 dalam rapat kerja dengam komisi VIII DPR pada
19 januari lalu. Dari BPIH sebanyak Rp 98,8 juta itu kemudian dibebankan ke jemaah haji
sebesar Rp 69 juta atau 70%. Sementara 30 % sisanya ditanggung dana nilai manfaat sebesar
Rp 29,7 juta. Usulan proporsi pemenuhan BPIH tahun ini yang mengalami perubahan drastis
telah memantik perdebatan.

Bila dibandingkan tahun lalu, biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) alias ongkos yang
harus dibayar calon jemaah sebesar Rp39.886.009,00 atau 40,54% dan sisanya ditanggung
dari nilai manfaat alias optimalisasi yang mencapai 59,46% sebesar Rp58.493.012,09. Skema
ini dikenal dengan komposisi 40:60. Tetapi tahun ini diusulkan menjadi 70:30, di mana 70 %
pembiayaan dibebankan langsung kepada calon Jemaah.

Usai raker dengan Komisi VIII DPR bulan lalu, Menag Yaqut menilai usulan mengurangi
komposisi nilai manfaat haji tahun 2023 per jemaah bertujuan untuk menjaga keberlangsungan
dana nilai manfaat haji di masa yang akan datang. Ia menjelaskan, pembebanan biaya haji
harus menjaga prinsip istitha'ah dan likuiditas penyelenggaraan ibadah haji tahun tahun
berikutnya. "Kan, ada syarat jika mampu. Haji itu jika mampu. Kemampuan ini harus terukur,
kami mengukurnya dengan nilai segitu," kata Yaqut dikala itu. Pro kontra pun bermunculan
menyikapi usulan pemerintah ini. Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) misalnya
mengungkapkan potensi habisnya nilai manfaat yang ditabung sepanjang 2020-2021 jika
pemerintah sepakat tak menaikkan biaya haji tahun ini. Ketua BPKH Fadlul Imansyah
memperkirakan dengan asumsi Prosentase seperti tahun lalu yaitu 60% nilai manfaat dan 40%
biaya perjalanan ibadah haji, maka dana yang dikelola bakal habis pada 2025. Namun, hal itu
hanya berlaku jika pada 2023-2024 pemerintah menggunakan Prosentase yang sama,
meskipun Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) secara akumulatif meningkat. "Kalau kita
hitung berdasarkan hitungan kita, kalau memang kita harus memenuhi asumsi BPIH itu nilainya
sama kayak tahun lalu, itu kita hitung, simpanan hasil investasi yang kita dapatkan akibatkan

1
tidak berangkat dari 2020-2021 akan tergerus dan akan habis di 2025," kata Fadlul di Jakarta
Pusat, Selasa (24/1). Suara dari para anggota DPR di Senayan banyak yang menolak usulan
proporsi kenaikan biaya haji sebesar Rp69 juta oleh Kemenag. DPR menilai usulan Kemenag
membuat calon jemaah kaget karena kenaikannya signifikan.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI sekaligus Ketua Panja BPIH dari DPR Marwan
Dasopang menegaskan bahwa usulan 70:30 % dari pemerintah, di mana calon jemaah
membayar 70 % biaya haji, belum pantas. Guna mencari formulasi biaya haji tahun ini, DPR
lantas membentuk panitia kerja (Panja) Biaya Haji pada bulan lalu. Panja lantas berangkat ke
Saudi di awal Februari lalu meninjau komponen biaya pendukung jemaah di Arab Saudi. Baru-
baru ini, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Hilman Latief memaparkan
bahwa usul BPIH 2023 dipangkas dari Rp98.893.909,11 menjadi Rp96.477.955,59 alias turun
sekitar Rp2.415.953,12. Penurunan usul BPIH tersebut dilakukan setelah kunjungan panitia
kerja (panja) BPIH ke Arab Saudi. Kendati, biaya penerbangan haji masih mandek di
Rp33.979.784,00. "Dari keseluruhan kajian kami sementara ini, direct dan indirect cost, bahwa
usulan (BPIH) per jemaah sebelumnya masih Rp98,8 juta kemudian menjadi Rp96,4 juta, yaitu
berkurang Rp2.415.953 dan itu belum dikurangi dengan biaya maskapai," kata Hilman.

Persiapan pelaksanaan haji di Indonesia sudah makin mendekati jadwal. Pasalnya,


proses awal perjalanan dimulai pada 23 Mei 2024 para calon jemaah gelombang pertama mulai
memasuki asrama haji sebelum pemberangkatan ke Arab Saudi.
Sehari berikutnya atau 24 Mei 2023, para jemaah haji gelombang pertama mulai
diberangkatkan secara bertahap ke Arab Saudi.

Spirit of the Bisnis

Dalam sistem kapitalisme, jika ada barang atau sesuatu yang bernilai manfaat atau
menguntungkan, tidak boleh didiamkan saja, alias harus menghasilkan keuntungan. Begitulah
ketika sistem yang diterapkan bukan berasal dari yang menciptakan manusia. Ketamakan
sekelompok orang membuat masyarakat yang ingin beribadah pun turut dimanfaatkan.

Sebetulnya, masalah mendasar dalam pengelolaan dana hingga penyelenggaraan haji


saat ini terletak pada keuntungan bisnis yang hadir di tengah tingginya hasrat umat Islam untuk
berhaji. Sebagai rukun Islam, kaum muslim tentu berupaya semaksimal mungkin untuk
menjalankannya. Dengan demikian, semestinya tidak boleh ada komersialisasi
penyelenggaraan haji oleh pihak mana pun. Sayangnya, dalam sistem kapitalisme, semua yang

2
bisa bernilai bisnis adalah peluang, termasuk penyelenggaraan ibadah haji. Tidak peduli
dengan kondisi umat yang mengazamkan niat suci nya untuk mengunjungi Tanah Haram.
Akhirnya, prinsip-prinsip pengelolaan dana haji kental dengan spirit kapitalisme. Bagi kaum
kapitalis, mana mungkin dana sebesar itu akan dibiarkan menganggur. Keinginan untuk berhaji
yang bertemu dengan naluri bisnis dalam sistem yang kapitalistik, ampuh menjadi bahan bakar
dalam menjalankan prinsip-prinsip investasi. Inilah masalah mendasarnya. Terlebih lagi,
wewenang Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang tertuang dalam UU 34/2014
menetapkan bahwa dalam pengelolaan keuangan haji, BPKH tidak hanya mengelola
penerimaan dana haji, melainkan juga pengembangan, pengeluaran, dan
pertanggungjawabannya. Dampaknya adalah hitung-hitungan untung-rugi dalam pengelolaan
dana. Walhasil, naiknya biaya bukan semata karena kurs rupiah, melainkan juga konsekuensi
dari spirit bisnis yang hadir dalam pengelolaan dana.

Padahal, dalam Islam, prinsip-prinsip pengembangan harta sesungguhnya bersifat khas.


Seorang pemilik harta (shahibul-mal) dapat mengembangkan hartanya melalui kerja sama
dengan pengelola harta (mudarib). Dalam konteks investasi dana para jemaah, jelas tidak
memenuhi prinsip pengembangan harta dalam Islam. Dengan sendirinya, maqhasid syariat
(terwujudnya manfaat bagi umat) dalam pengelolaan dana para jemaah justru kabur dan
konteksnya tidak sesuai.

Kapitalisasi Ibadah

Hitung-hitungan ala kapitalisme ini berawal dari kian panjangnya antrean para jemaah
haji yang telah terdaftar. Merujuk data Kemenag, jumlah pendaftar haji setiap tahunnya
mencapai angka 5,5 juta. Jika dibagi kuota normal per tahun sebanyak 221.000, masa tunggu
haji rata-rata bisa mencapai 25 tahun. Dalam rentang waktu ini, dana haji yang telah calon haji
setorkan berada di bawah pengelolaan BPKH. Mengutip buku elektronik Apa dan Bagaimana
Investasi Keuangan Haji BPKH, dijelaskan bahwa pengelolaan tersebut dilakukan oleh Badan
Pelaksana Bidang Investasi Surat Berharga dan Emas. Sebelum BPKH, pengelolaan dana haji
menjadi tanggung jawab Kemenag. Pada saat itu, Kemenag berwenang untuk
menginvestasikan BPIH ke tiga instrumen investasi, yaitu deposito berjangka syariat, surat
utang negara (SUN), dan surat berharga syariah negara (SBSN). Akan tetapi, sejak
pengelolaan dana haji beralih pada BPKH, alokasi investasi menjadi lebih luas. Sesuai
peraturan, investasi keuangan haji dapat melalui berbagai bentuk instrumen investasi yakni,
surat berharga syariah, emas investasi langsung, dan investasi lainnya.

3
Tatkala masyarakat Indonesia—yang notabene mayoritas muslim—gaduh dengan
rencana pemerintah menaikkan ongkos haji, hal berbeda terjadi di Arab Saudi. Wakil
Kementerian Haji dan Umrah untuk Layanan Haji dan Umrah Dr. Amr bin Reda al-Maddah
mengatakan bahwa biaya paket ibadah haji 2023 30% lebih murah dibandingkan tahun lalu.
Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi mengumumkan bahwa lebih dari 90% paket haji
ekonomi telah terjual sejauh ini. Dikutip dari Gulfnews, Jumat (20-1-2023), Al-Maddah
menambahkan, kategori domestik dibagi berdasarkan perusahaan penyedia layanan.
Oleh karena itu, daya serap akan diputuskan sesuai jenis layanan yang disediakan di kamp
atau penginapan. Awal pekan lalu, Kementerian mengatakan, jemaah haji dalam negeri
memiliki pilihan untuk mencicil paket haji mereka sebanyak tiga kali daripada membayar jumlah
penuh di muka sebagaimana diwajibkan sebelumnya.

Untuk memesan tempat, calon jemaah harus melakukan pembayaran sebagian sebesar
20% total biaya dalam waktu 72 jam sejak pendaftaran. Angsuran kedua sebesar 40% harus
dibayar pada 7-7-1444 Hijriah, dan 40% sisanya harus dibayar pada 10-10-1444 Hijriah.
Menteri Haji Arab Saudi Tawfiq al-Rabiah mengatakan, jumlah jemaah haji akan kembali ke
angka sebelum pandemi Covid-19 dengan pembatasan, termasuk batasan usia. Pemerintah
Arab Saudi bahkan telah mencabut semua pembatasan yang diberlakukan pada ibadah haji
setelah pandemi virus Korona.

Kepala BPKH Anggito Abimanyu menyebutkan, dana haji per Mei 2021 mencapai
Rp150 triliun. Menurutnya, ini tetap aman, tidak ada utang akomodasi Arab Saudi dan tidak ada
alokasi infrastruktur yang menimbulkan risiko tinggi bagi dana haji. Ia juga mengatakan bahwa
dalam Laporan Keuangan BPKH sampai 2020, tidak ada catatan utang dalam kewajiban BPKH
kepada pihak penyedia jasa perhajian di Arab Saudi. Pada 2020, BPKH membukukan surplus
keuangan lebih dari Rp5 triliun dan dana kelolaan tumbuh lebih dari 15%. Ini tertuang dalam
Laporan Keuangan 2020 (unaudited). Hanya saja apakah dana haji itu likuid? Ataukah cuma
ada dalam catatan? Saat itu, terdapat garansi dana aman karena ditutupnya penyelenggaraan
haji pada 2020. Tidak ada pemberangkatan jemaah haji sehingga tidak butuh cash flow untuk
memberangkatkan jemaah. Namun, 2023 ini, dengan adanya kesepakatan yang ditandatangani
oleh Menag RI Yaqut Cholil Qoumas dan Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi Tawfiq al-Rabiah,
kuota haji Indonesia 2023 sebesar 221 ribu jemaah.

Dengan demikian, harus ada dana tunai untuk memberangkatkan sekitar 221.000
jemaah haji. Dikali Rp40 juta saja, dana yang harus tersedia sudah mencapai Rp8,85 triliun.
Masalahnya, apakah di BPKH tersedia dana yang dibutuhkan tersebut? Kekhawatiran para

4
jemaah adalah dana yang ada di BPKH cuma tercatat, sedangkan uangnya sudah berubah
bentuk menjadi sukuk, pembiayaan proyek infrastruktur, ataupun pembiayaan berbagai proyek
lainnya.
Akhirnya, untuk mendapatkan dana tunai, harus mengambil dari jemaah yang mau daftar
berhaji. Tersebab butuh dana tunai yang besar, biaya haji pun dinaikkan menjadi Rp69 juta
sehingga akumulasi anggarannya bisa memberangkatkan 221.000 jemaah sesuai kuota
(100%). Dengan begitu, jaminan keberangkatan jemaah haji ke tanah suci bukan berasal dari
uang yang sudah mereka bayar (kumpulkan), melainkan bergantung pada pengumpulan dana
calon jemaah haji yang baru. Kondisi seperti Ini mirip dengan skema Ponzi. Keuntungan yang
dibagi ke investor bukan dari keuntungan bisnis, melainkan dari dana investor sendiri ditambah
dana investor baru. Sepanjang ada investor baru, akan ada margin yang dibagi. Begitu tidak
ada investor baru, barulah tampak modus penipuan yang diawali dengan tidak dibaginya
keuntungan hingga hilangnya modal. Sungguh, berhaji adalah ibadah. Sudah seyogianya
negara memudahkan dan tidak menarik keuntungan dari biaya setoran jemaah. Dari sini saja,
tampak jelas adanya kapitalisasi dalam penyelenggaraan haji.

Hukum haji

Haji merupakan rukun Islam yang kelima, dan hukumnya wajib dilaksanakan bagi
seluruh umat Islam yang memenuhi syarat wajib untuk melaksanakannya. Kewajiban
melaksanakan haji bagi yang mampu ini didasarkan pada firman Allah SWT pada QS Ali Imran
ayat 98. Yang artinya “Dan bagi Allah subhanahu wata’ala, wajib bagi manusia untuk
melaksanakan haji ke Baitullah.” (QS Ali Imran 98). Bagi mereka yang mengingkari atau
menghindari haji padahal mampu dan memenuhi syarat, maka ia termasuk kaum yang berdosa.

Pelaksanaan ibadah haji

Pelaksanaan ibadah haji dilakukan setiap satu tahun sekali dan selalu memiliki jumlah
jemaah yang banyak dan berasal dari seluruh penjuru dunia. Waktu pelaksanaan ibadah haji
terbatas dibandingkan waktu pelaksanaan ibadah umroh. Waktu pelaksanaan haji terbatas
hanya pada rentang waktu awal bulan Syawal sampai Hari Raya Idhul Adha di bulan Dzulhijjah.

Rukun ibadah haji

Rukun dalam ibadah menjadi penentu keabsahan ibadah yang dilakukan. Hal tersebut
juga berlaku untuk ibadah haji dan umroh. Rukun dalam ibadah haji  bersifat batal bila tidak
dilakukan dan tidak bisa diganti dengan denda. Seperti yang diketahui, terdapat lima rukun

5
dalam haji yaitu niat ihram, wuquf di Padang Arafah, tawaf, sa’i, dan memotong rambut. Kelima
rukun ini harus dilakukan seluruhnya guna memenuhi keabsahan ibadah haji yang dilakukan.
Jika tidak bisa melaksanakan seluruh rukun haji ini dikarenakan satu dan lain hal, maka nilai
ibadah haji akan berkurang. Syekh Abdullah Abdurrahman Bafadhal al-Hadlrami berkata :

“Rukun-rukun haji ada lima, yaitu niat ihram, wuquf di Arafah, tawaf, sa’i dan memotong rambut.
Dan rukun-rukun umrah ada empat yaitu ihram, tawaf, sa’i dan memotong rambut,” (Syeh
Abdullah Abdurrahman Bafadhol al-Hadlrami, Busyra al-Karim Bi Syarhi Masa-il at-Ta’lim Ala al-
Muqaddimah al-Hadlrasmiyah, Dar al-Fikr, juz 2, hal. 55).

Pada haji, Jemaah wajib menjalankan serangkaian ritual manasik, yang apabila
ditinggalkan tidak membatalkan ibadah, namun wajib diganti dengan denda. Kewajiban ibadah
haji ada lima, yaitu niat ihram dari miqat, batas area yang telah ditentukan sesuai dengan asal
wilayah Jemaah, menginap di Muzdalifah, menginap di Mina, tawaf wada’ atau perpisahan, dan
melempar jumrah.  Syekh Zainuddin Abdul Aziz al-Malibari berkata : “Kewajiban-kewajiban haji
yaitu ihram dari miqat, menginap di Muzdalifah dan Mina, tawaf wada’ dan melempar batu,”
(Syekh Zainuddin Abdul Aziz al-Malibari, Qurrah al-Aini, al-Haramain, hal. 210).

Pengelolaan Haji dalam Negara Khilafah

Allah Swt. telah menetapkan haji sebagai fardu ain bagi kaum muslim yang memenuhi
syarat dan berkemampuan. Allah Swt. menyatakan dalam Al-Qur’an, “Mengerjakan haji adalah
kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke
Baitullah.” (QS Ali ‘Imran [03]: 97). Nabi Saw. bersabda, “Wahai manusia, Allah Swt. telah
mewajibkan haji kepada kalian, maka berhajilah.” (HR Muslim dari Abu Hurairah).

Bagi setiap muslim yang memenuhi syarat dan berkemampuan untuk menunaikannya,
kewajiban haji tersebut telah jatuh kepadanya. Saat itu juga ia wajib berazam untuk
menunaikan haji. Jika karena satu dan lain hal ia tidak bisa menunaikannya, kemudian
meninggal sebelum sempat menunaikannya, ia dinyatakan tidak berdosa karena telah berazam
saat kewajiban tersebut jatuh kepadanya. Namun, jika ia mempunyai ghalabatuzh-zhan
(dugaan kuat) bahwa kemampuannya akan hilang sebelum menunaikan haji, ia tidak boleh
menangguhkan hajinya. Sebaliknya, ia wajib menunaikan haji saat itu juga. Jika tidak, ia
berdosa. (Lihat, al-‘Allamah Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah al-Islamiyyah,
Juz III/41; Ibnu Qudamah, Al-Mughni, hlm. 660).

6
Selain masalah hukum syarak yang terkait syarat, wajib, dan rukun haji, juga terdapat
masalah hukum ijra’i yang terkait dengan teknis dan administrasi, termasuk uslub dan wasilah.
Hanya saja, karena ibadah haji ini dilaksanakan pada waktu tertentu (Syawal, Zulkaidah, dan
Zulhijah) dan tempat tertentu (Makkah, Mina, Arafah, dan Muzdalifah, termasuk Madinah),
dibutuhkanlah pengaturan yang baik oleh negara.

Hukum ijra’i sebagai bentuk pengaturan—yang notabene derivasi dari hukum syarak—
tentu tidak boleh menabrak hukum syarak itu sendiri. Contohnya, ditetapkannya syarat usia 18
tahun dalam UU 13/2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, jelas menyalahi hukum syarak
khususnya ketentuan tentang usia balig. Ketentuan seperti ini tidak boleh ada, meski
dimaksudkan sebagai bentuk pengaturan. Selain itu, Islam juga menetapkan prinsip dasar
dalam masalah pengaturan (manajerial), yaitu basathah fi an-nizham (sistemnya sederhana),
su’ah fi al-injaz (eksekusinya cepat), dan ditangani oleh orang yang profesional.

Berikut ini kebijakan yang bisa ditempuh oleh Khilafah sebagai sebuah negara penyelenggara
ibadah haji :

Pertama, Khilafah akan membentuk departemen khusus untuk mengurus urusan ibadah haji
dan umrah. Ini berlaku dari pusat sampai daerah yang tersentralisasi. Hal ini agar memudahkan
calon haji dalam persiapan, bimbingan, pelaksanaan, sampai kepulangannya. Departemen ini
akan bekerja sama dengan Departemen Kesehatan dan Departemen Perhubungan guna
pelayanan terbaik bagi calon haji.

Kedua, jika negara harus menetapkan ONH, besar dan kecilnya tentu akan disesuaikan
dengan biaya yang dibutuhkan para jemaah berdasarkan jarak wilayahnya dengan tanah haram
(Makkah-Madinah), serta akomodasi yang dibutuhkan selama pergi dan kembali dari Tanah
Suci. Dalam penentuan ONH ini, paradigma negara adalah riayatusy-syuun al-hujjaj wa
al-‘ummar (mengurus urusan jemaah haji dan umrah). Bukan paradigma bisnis, untung-rugi,
apalagi menggunakan dana calon jemaah haji untuk bisnis, investasi, dan sebagainya. Khilafah
juga bisa membuka opsi, yakni rute darat, laut, atau udara. Masing-masing dengan konsekuensi
biaya yang berbeda. Pada masa Kekhalifahan Sultan Abdul Hamid II, membangun sarana
transportasi massal dari Istanbul, Damaskus, hingga Madinah untuk mengangkut jemaah haji.
Jauh sebelum Khilafah Utsmaniyah, Khalifah Abbasiyyah Harun ar-Rasyid membangun jalur
haji dari Irak hingga Hijaz (Makkah-Madinah). Di masing-masing titik dibangun pos layanan
umum yang menyediakan logistik, termasuk dana zakat bagi yang kehabisan bekal.

7
Ketiga, Khilafah adalah sebuah kesatuan wilayah yang berada dalam satu kepemimpinan dan
satu wilayah negara. Oleh karenanya, akan ada kebijakan penghapusan visa haji dan umrah
karena seluruh jemaah adalah warga Khilafah yang bisa bebas keluar masuk Makkah-Madinah
tanpa visa. Mereka hanya perlu menunjukkan kartu identitas diri saja, semisal KTP atau paspor,
sedangkan untuk visa berlaku untuk muslim yang menjadi warna negara kuffar, baik harbi
hukman maupun fi’lan.

Keempat, dalam hal pengaturan kebijakan kuota haji dan umrah, Khalifah berwenang mengatur
masalah ini sehingga keterbatasan tempat tidak menjadi kendala bagi para calon jemaah haji
dan umrah. Khalifah pun harus memperhatikan beberapa hal terkait permasalahan pengaturan
ibadah haji, yakni kewajiban haji dan umrah hanya berlaku sekali seumur hidup dan kewajiban
ini berlaku bagi mereka yang memenuhi syarat dan berkemampuan. Bagi calon jemaah yang
belum pernah haji dan umrah, sedangkan sudah memenuhi syarat dan berkemampuan, maka
mereka akan diprioritaskan. Pengaturan ini akan bisa berjalan dengan baik jika Khilafah
mempunyai database seluruh rakyat di wilayahnya agar pengaturan ini bisa terlaksana dengan
baik dan mudah.

Kelima, pembangunan infrastruktur Makkah-Madinah. Pembangunan ini telah dilakukan terus-


menerus sejak zaman Khilafah Islam. Mulai dari perluasan Masjidilharam, Masjid Nabawi,
hingga pembangunan transportasi massal dan penyediaan logistik bagi jemaah haji dan umrah.
Hal yang sama akan terus-menerus dilakukan oleh Khilafah selanjutnya. Namun, harus dicatat,
perluasan dan pembangunan ini tidak akan menghilangkan situs-situs bersejarah karena situs-
situs itu bisa membangkitkan kembali memori jamaah haji tentang perjalanan hidup Nabi dalam
membangun peradaban Islam sehingga bisa menjadikan motivasi untuk semua ummat…
waallahualam.

Kota mekah tempat yang suci


Orang kesana pergi berhaji
Didepan ka’bah berlabuh diri
Dalam pelukan rabbul izzati

Kita semua ingin berhaji


Karna haji panggilan suci
Walau usia tinggal sehari
Tak mau mati sebelum berhaji

8
Mak enung ingin berhaji
Setiap hari rajin mengaji
Ia menabung didalam peti
Sampai mati tak pergi haji

Bapak menteri dengarlah kami


Kenapa biaya haji makin tinggi
Keluarga kami ingin pergi haji
Kabulkan kami agar pergi berhaji
Aamiinn…

Referensi :

Anda mungkin juga menyukai