Anda di halaman 1dari 9

SKEMA KEUANGAN HAJI DAN UMROH DALAM TINJAUAN FIQH

Nursafitri Rahmadani
Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Darul Qur’an , Bogo
Email: Fitri271102@kuliah.com
Rachmad Risqy Kurniawan
Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Darul Qur’an , Bogor
Email: rah.rizqy@gmail.com

Abstract: This research is motivated by a case that is currently happening in


the modern era, in which the number of Muslims in Indonesia who register for Hajj
each year increases, while the pilgrimage quota is limited. and hani which have an
impact on the accumulation of funds for the costs of organizing the Hajj and Umrah
pilgrimages in quite large amounts. For example, every year the amount of Hajj
money collected is only Rp. 90 trillion and even reaches Rp. 130 trillion. This
research uses a qualitative approach method where data collection includes research
field which aims to collect location or field data. The results of this study indicate that
bailouts for Umrah installments are legally mandatory, because basically this
concerns Muslims who worship and if misused will result in fatal.
Keywords: Financial Scheme, Umroh and hajj Instalment.
Abstract: Penelitian ini di latar belakangi oleh kasus yang sekarang terjadi di
era modern, yang mana jumlah kaum muslim di Indonesia yang mendaftar haji setiap
tahunnya bertambah, sementara kuota ibadah haji terbatas. Hal ini yang
mengakibatkan Daftar tunggu {Waiting List} di kalangan haji dan umroh, sehingga
menimbulkan cicilan umroh atau haji yang berdampak pada penumpukkan dana biaya
penyelenggaraan ibadah haji dan umroh dalam jumlah yang cukup besar. Contohnya:
setiap tahunnya jumlah uang haji hanya terkumpul sebesar Rp.90 triliun bahkan
mencapai Rp. 130 triliun. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif
di mana pengumpulan data termasuk penelitian lapangan yang bertujuan untuk
mengumpulkan data lokasi atau lapangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
talangan atau cicilan umroh hukumnya wajib, karena pada dasarnya hal tersebut
menyangkut umat islam yang beribadah dan jika disalah gunakan akan
mengakibatkan fatal.
Kata Kunci: Skema keuangan, cicilan umroh dan haji.

Ulumul Qur’an: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Volume x, Nomor x, September 20xx| p-ISSN: 0000-0000; e-ISSN: 0000-000| xx-xx


Pendahuluan
Pada zaman sekarang ini Jumlah masyarakat muslim yang menunaikan
ibadah haji di indonesia paling tinggi dibandingkan dengan negara-negara yang
lainnya, bahkan sekarang pemerintah Indonesia sudah serius untuk terus merumuskan
instiatif model terbaik dalam pengelolaan haji dan umroh di Indonesia saat ini.
Ketertarikan saya untuk meneliti judul ini karena ingin mengetahui seperti apa
mekanisme dan akad-akad yang terjadi dalam pengelolaan dana haji dan umroh untuk
infrastruktur, karena kita sama-sama mengetahui banyak sekali jamaah haji yang
sudah menyimpan dana dan bertambahnya dana di setiap tahunnya, supaya ada
keterbukaan dari pengelola keuangan haji Indonesia kepada masyarakat sehingga
mengetahui uang mereka digunakan untuk para calon jamaah haji lainnya.
Penelitian ini akan menganalisis bagaimana pengelolaan dana haji untuk
infrasruktur ditinjau dari prespektif islam dan mekanisme pengelolan dana haji
tersebut. Yang bertujuan untuk mengetahu investasi yang dilakukan oleh pengelola
keuangan haji yang sudah sesuai dengan fiqh muamalah, yang bermanfaat untuk
menambah ilmu pengetahuan dalam bidang pengelolaan dana terhadap jamaah haji.
Terdapat juga rumusan masalah dalam penelitian ini adalah hukum hutang piutang
juga yang terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 282 yang dibahas adalah masalah
bahwa hal tersebut diperbolehkan, tetapi memang perlu pemahaman dan kajian yang
mendalam, dan banyak orang yang salah paham dalam memahami pandangan islam
tentang hutang piutang.

Pembahasan

A. Pengertian Skema Keuangan dan Haji

Perencanaan keuangan adalah sebuah proses evaluasi komprehensif dari


pemasukan individu saat ini dan keadaan keuangan di masa depannya dengan
menggunakan variabel- variabel yang sudah diketahui untuk memprediksi pendapatan
masa depan, nilai aset, dan rencana penarikannya.
Haji dan umroh adalah ibadah yang dikerjakan di tanah Suci dengan sengaja
mendatangi Ka'bah. Haji berasal dari bahasa arab al-hajju yang berarti al-qashdu,
yakni sengaja. Jika menurut definisi syara, haji adalah menyengaja pergi ke Ka'bah
untuk melakukan amalan-amalan tertentu.
Menurut istilah hukum islam, haji ialah sengaja mengadakan perjalanan
menuju mekkah untuk menunaikan ibadah tawaf, sai, wuquf di arafah dan manasik
haji dalam rangka memenuhi perintah Allah dan mencapai ridha-Nya. Ibadah haji
juga merupakan salah satu rukun islam yang kelima dan mempunya krakteristik yang
khusus, berbeda dengan rukun yang lainnya.
B. Pengelolaan Dan Pembayaran Pada Keuangan Haji

Dalam sejarah penyelenggaraan ibadah haji, pengelolaan keuangan. Haji


sudah dilakukan sejak dahulu, namun dalam khasanah kebijakan yang mengatur
Penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia, secara umum terus berkembang dan
Ulumul Qur’an: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Volume x, Nomor x, September 20xx| p-ISSN: 0000-0000; e-ISSN: 0000-000| xx-xx


mengalami perubahan sesuai dengan kondisi sosial, politik dan sistem pemerintahan
yang berlaku di setiap pemerintahan. Kompleksitas permasalahan dalam pengelolaan
haji dari tahun ke tahun, menuntut lahirnya sistem manajemen yang mampu
mengakses segenap fungsi-fungsi managerial, seperti perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian, serta adanya pengawasan guna mencapai pengelolaan dan
pelayanan haji yang aman, lancar, tertib, teratur dan ekonomis. Pembayaran biaya
umroh dilakukan dengan cara dicicil dengan tenor sesuai kesepakatan. Bisa berangkat
lebih dulu, tanpa harus menunggu pelunasan. Menggunakan akad murabahah yang
sesuai syariat islam. Pembiayaan umroh dalam pandangan islam itu dibolehkan, tetapi
tetap saja pembiayaan umroh justru memberatkan jama’ah ketika sudah selesai
melasanakan ibadah umroh. Sebab umroh yang Sunnah justru menimbulkan perkara
yang wajib, yaitu membayar hutang, karena hakikatnya hutang itu wajib dibayarkan.
Sesuai UU No.34 Tahun 2014 dijelaskan pada pasal 20 bahwa Pengelolaan
keuangan haji di Indonesia dilakukan oleh BPKH, yang merupakan badan hukum
publik bersifat mandiri dan bertanggungjawab kepada Presiden melalui Menteri dan
dilakukan secara korporatif dan nirlaba Sesuai UU No.34 Tahun 2014 dijelaskan
pada pasal 20 bahwa Pengelolaan keuangan haji di Indonesia dilakukan oleh BPKH,
yang merupakan badan hukum publik bersifat mandiri dan bertanggungjawab kepada
Presiden melalui Menteri dan dilakukan secara korporatif dan nirlaba. Pada pasal 22
menjelaskan tentang tugas BPKH yakni mengelola keuangan haji yang meliputi
penerimaan, pengembanan, pengeluaran, dan pertanggungjawaban keuangan haji dan
juga memiliki fungsi yang dijelaskan di pasal 23 sebagai berikut:
❖ Perencanaan penerimaan, pengembangan, dan pengeluaran keuangan
haji Pelaksanaan penerimaan, pengembangan, dan pengeluaran
keuangan haji
❖ Pengendalian dan pengawasan penerimaan, pengembangan, serta
pengeluaran keuangan haji
❖ Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan penerimaan,
pengembangan, dan pengeluaran keuangan haji
Pada pasal 24 dijelaskan tentang wewenang BPKH untuk menempatkan dan
menginvestasikan keuangan laji sesuai dengan prisip syariah, keamanan, dan nilai
manfaat, juga melakukan kerja sama dengan lembaga lain dalam rangka pengelolaan
keuangan haji. Di pasal 25 dijelaskan BPKH berhak memperoleh dana operasional
untuk penyelenggaraan program pengelolaan keuangan haji yang bersumber dari nilai
manfaat keuangan haji.
Undang No.34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji pada pasal I
yaitu keuangan haji adalah semua hak dan kewajiban pemerintah yang dapat dinilai
dengan uang terkait dengan penyelenggaraan ibaadah haji, serta semua kekayaan
dalam bentuk uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut, hak yang bersumber dari calon jamaah haji
maupun sumber lain yang sah dan tidak mengikat Pengelolaan dana haji dikelola
berdasarkan prinsip syariah, nilai manfaat, nirlaba, transparan, dan akuntabel.
Pengelolaan keuangan haji meliputi penerimaan dalam hal setoran BPIH atau BPIH
khusus, nilai manfaat keuangan haji, dana efisiensi penyelenggaraan ibadah haji,
Dana Abadi Umat (DAU), dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Dan
pengeluaran yang meliputi penyelenggaraan ibadah haji, operasional BPKH
penempatan atau investasi keuangan haji, pengembalian seuran yang dibatalkan,

Ulumul Qur’an: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Volume x, Nomor x, September 20xx| p-ISSN: 0000-0000; e-ISSN: 0000-000| xx-xx


pembayaran saldo setoran BPIH Khusus ke PIHK, pembayaran nilai manfaat,
kegiatan untuk kemaslahatan umat islam, dan pengambilan selisih saldo.
Pada pasal 24 dijelaskan tentang wewenang BPKH untuk menempatkan dan
menginvestasikan keuangan laji sesuai dengan prisip syariah, keamanan, dan nilai
manfaat, juga melakukan kerja sama dengan lembaga lain dalam rangka pengelolaan
keuangan haji. Di pasal 25 dijelaskan BPKH berhak memperoleh dana operasional
untuk penyelenggaraan program pengelolaan keuangan haji yang bersumber dari nilai
manfaat keuangan haji.
Sistem Pengelolaan Dana Haji di BPKH Indonesia. Pengelolaan Keuangan
Dana Haji Sistem pengelolaan dana setoran awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji
(BPIH) diatur dalam Undang- Undang No.34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Keuangan Haji pada pasal I yaitu keuangan haji adalah semua hak dan kewajiban
pemerintah yang dapat dinilai dengan uang terkait dengan penyelenggaraan ibaadah
haji, serta semua kekayaan dalam bentuk uang atau barang yang dapat dinilai dengan
uang sebagai akibat pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut, hak yang bersumber
dari calon jamaah haji maupun sumber lain yang sah dan tidak mengikat Pengelolaan
dana haji dikelola berdasarkan prinsip syariah, nilai manfaat, nirlaba, transparan, dan
akuntabel. Pengelolaan keuangan haji meliputi penenmaan dalam hal setoran BPIH
atau BPIH khusus, nilai manfaat keuangan haji, dana efisiensi penyelenggaraan
ibadah haji, Dana Abadi Umat (DAU), dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
Dan pengeluaran yang meliputi penyelenggaraan ibadah haji, operasional BPKH
penempatan atau investasi keuangan haji, pengembalian seuran yang dibatalkan,
pembayaran saldo setoran BPIH Khusus ke PIHK, pembayaran nilai manfaat,
kegiatan untuk kemaslahatan umat islam, dan pengambilan selisih saldo.
Didalam pengelolaan keuangan haji ini juga ada yang disebut BPKH yaitu
lembaga yang melakukan pengelolaan keuangan haji. Keuangan haji adalah semua
hak dan kewajiban pemerintah yang dapat dinilai dengan uang yang terkait dengan
penyelenggaran ibadah haji serta semua kekayaan dalam bentuk uang sebagai akibat
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Terkait durasi pelaksanaan ibadah haji
reguler Indonesia sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah.
Dan jikalau kita tinjau juga dari segi hukum apabila dana haji dan umroh
dikembangakkan ataupun diinvertasikan dengan tujuan menjadi produktif . Dana haji
dapat dilakukan untuk menjamin kesyariahan dalam pengolaan dana haji, maka dana
haji wajib dikelola di bank umum syariah dan atau unit usaha syariah, dana haji dapat
diinvestasikan sesuai dengan prinsip syariah dengan mempertimbangkan aspek
keamanan, nilai manfaat dan likuiditas. Salah satu yang dapat diquaian akad
Munurubah muqayyaaun westricted investment merupakan akad mudharabah yang
terikat, akad mudharabah muqayyadah adalah kebalikan dari akad mudharabah
muthlaqah.1
Dalam akad tersebut berlaku dalam pembatasan atas jenis usaha, waktu dan
tempat usaha sehingga jenis dan ruang lingkup usaha yang akan dilakukan oleh
mudharib (nasabah penerima pembiayaan) dalam hal ini adalah BPKH sudah
ditentukan di awal akad. Pada dasarnya dana setoran haji tersebut secara syar'i
adalah milik pendaftar (calon jemaah haji), dan boleh digunakan. Namun,

1
Nun Harrieti,” Pelaksanaan Akad Mudharabah Muqayyadah Off Balance Sheet Pada
Perbankan Syariah dan Pengaturannya di Indonesia”, Jurnal Hukum Positum, Vol. 1, No. 2, Juni 2017,
h. 252.
Ulumul Qur’an: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Volume x, Nomor x, September 20xx| p-ISSN: 0000-0000; e-ISSN: 0000-000| xx-xx


penyaluran pemanfaatannya (tasharruf) harus untuk hal- hal produktif yang dikelola
dengan mitigasi tinggi atas risiko dan men- tasharuf-kan dana tersebut ke sektor
halal.2
Di samping itu, hukum penempatan dana BPIH pada bank konvensional
adalah dana BPIH tidak boleh (haram) ditempatkan di bank-bank ribawi
(konvensional); karena haji adalah perbuatan ibadah yang suci yang harus terhindar
dari yang haram dan syubhat. “Dana BPIH seharusnya ditempatkan terhindar dari
yang haram dan syubhat”. Dana BPIH seharusnya ditempatkan oleh pemerintah pada
bank-bank syariah; karena bank syariah operasionalnya sesuai syariah yang substansi
atau ruhnya sejalan dalam mendukung kesucian ibadah haji (karena terhindar dari
transaksi yang haram; dan mendukung pertumbuhan industri keuangan syariah.
C. Tinjauan Hukum Islam Tehadap Pembiayaan Ibadah Haji
Melalui Hutang
Melihat banyaknya peminat haji dari tahun ke tahun cukup banyak, banyak
pula masyarakat yang dengan melakukan segala cara untuk melaksanakan ibadah haji.
Pergi haji merupakan perjuangan yang cukup panjang. Sehingga dibutuhkan
perbekalan yang mencukupi, khususnya perbekalan yang bisa memudahkan baginya
mencapai derajat haji yang mambrur. Telah menjadi kesepakatan ulama bahwa syarat
diwajibkannya haji adalah adanya kemampuan, mampu disini diartikan mampu secara
real, bukan sesuatu yang dipaksakan seperti mengutang untuk melaksanakan ibadah
haji. Tidak dibenarkan seseorang pergi haji, tetapi meninggalkan keluarganya dalam
keadaan kelaparan dan melarat, maka seseorang yang memaksakan dirinya untuk
menunaikan ibadah haji. padahal ia tidak mampu, misalnya dengan cara berutang
maka hukumya minimal makruh bahkan bisa menjadi haram. karena ongkos hajinya
itu berasal dari uang yang dipinjamkan dari orang lain?
Melihat hal itu maka penulis menganalisis bahwa jika seseorang ingin berhaji
dengan cara berhutang dan hutang tersebut belum dilunasi sampai ia pergi haji dan
keluarga yang ditinggalkan dalam keadaan melarat maka jelas hukumnya tidak boleh
bahkan bisa dikatakan haram menurut pendapat sebagian ulama, karena ia masih
meninggalkan hutang, karena hutang wajib dibayar, dan dengan adanya hutang maka
gugurlah kewajiban seseorang untuk melaksanakan hajinya. Allah sendiri tidak
memaksakan seseorang berdasarkan kemampuannya, jika haji dengan berhutang
maka itu sama saja memaksakan diri bukan karena Allah, sebagaimana firman Allah
dalam surah Al-Baqarah ayat 286 terjemahannya “Allah tidak membebani seseorang
melainkan sesuai dengan kesanggupannya, ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya”.
Adapun beberapa Kelompok yang melarang haji dengan berhutang, yaitu:
1) Nashr Farid Washil.
Nashr Farid Washil (Mantan Mufti Negara mesir) menolak fatwa yang
memperbolehkan haji dengan berutang, dan menganggapnya bertentangan dengan QS
Ali Imran 3:97, ayat ini memberi isyarat muslim dan muslimat sekali seumur hidup
bahkan sudah terpenuhi semua syarat wajibnya ibadah haji, diantaranya kemampuan

2
R.A. Evita Isretno , Pembiayaan Muudharabah dalam sistem perbankan syariah { Jakarta :
cintya Press, 20011], H. 43
Ulumul Qur’an: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Volume x, Nomor x, September 20xx| p-ISSN: 0000-0000; e-ISSN: 0000-000| xx-xx


harta dan fisik. Dari sini tidak perlu seseorang pergi haji dengan cara berhutang
dengan cara mencicil sehingga ia bersikap berlebihan dalam berhaji.
Beberapa ulama menentang argumentasi syeikh Nashr Farid dengan
mengatakan bahwa argumentasi ulama yang melarang haji dengan utang tidak
relevan, karena kemampuan adalah syarat wajib untuk pergi haji, bukan syarat sah
ibadah haji. Sehingga ibadah haji seseorang dengan hutang adalah tetap sah, asalkan
seluruh rukun dan syarat dalam ibadah haji sudah sempurna dilaksanakan. Hukum
asal bagi seseorang yang tidak punya kemampua harta dan fisik adalah tidak wajib
untuk melaksanakan haji. Tapi tidak ada nash yang melarang untuk mendapatkan
kemampuan harta, baik dengan cara berutang atau cara lainnya yang halal, sehingga
dia mampu untuk segera melaksanakan ibadah haji. Seperti pernyataan Syeikh Khalid
Ar-Rifa'l yang menyatakan bahwa tidak wajib baginya untuk berhutang guna pergi
haji, yang lebih utama dia tidak berutang. Tapi jika ia melakukannya dan berhaji
dengan utang (dengan cara mencicil) maka tetap sah hajinya.
2) Syeikh Ibn Utsaimin
Menurut Syeikh Ibn Utsaimin, hendaknya ia tidak melakukan hal itu, sebab
sseseorang tidak wajib menunaikan ibadah haji jika ia sedang menanggung hutang.
Lalu bagaimana halnya dengan berhutang untuk menunaikan ibadah haji? Syeikh Ibn
Utsaimin menyarankan untuk tidak berhutang untuk menunaikan ibadah haji, karena
ibadah haji dalam kondisi seperti itu hukumnya tidak wajib atasnya, seharusnya ia
menerima rukhshah (keringanan) dari Allah SWT dan keluasan rahmat-Nya dan tidak
membebani diri dengan berhutang, dimana tidak diketahui apakah ia mampu
melunasinya atau tidak. Bahkan jika ia meninggal dunia dan tidak mampu
menunaikan hutangnya. Sementara hutang tersebut tetap menjadi tanggung jawabnya.
Berikut ulama yang Membolehkan pergi haji dengan hutang:
1. Fatwa Lajnah Daimah dan Fatwa Syeikh Bin Baz
Diperbolehkan bagi seseorang berhutang untuk melaksanakan ibadah haji,
jika ia yakin atau percaya dengan kemampuan financialnya untuk membayarnya,
seperti pegawai yang punya pendapatan perbulan dan ia mengetahui dengan gaji yang
diperoleh dapat digunakan untuk membayar hutang, atau jika ia seorang pedagang
atau semisalnya.
2. Ustadz Abdul Fatah Idris
Ustadz Abdul Fatah Idris merupakan professor perbandingan fiqh (ustadz figh
muqaranah) di universitas Al-Azhar, beliau menyampaikan fatwa bahwa haji dengan
hutang adalah mubah. Karena tidak ada dalil yang melarang perginya seseorang untuk
menunaikan ibadah haji dengan harta hutang. Hal ini sesuai dengan madzhab yang
berpendapat bahwa kemampuan (istitha'ah) dengan harta atau jiwa dapat terwujud
walau harta tersebut berasal dari hutang atau lainnya. Ini adalah pendapat madzhab
syafi'l dan madzhab dhohiri, yang menguatkan bahwa haji yang sempurna dengan
menggunakan dana yang brasal dari hutang adalah sah (shohih) dan orang yang
melakukannya akan mendapat pahala dari hajinya.
3. Markaz Fatwa
Seputar hukum ibadah haji dengan hutang yang dicicil, markaz fatwa
menekankan bahwa hal yang dituntut dari mereka yang hendak melaksanakan ibadah

Ulumul Qur’an: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Volume x, Nomor x, September 20xx| p-ISSN: 0000-0000; e-ISSN: 0000-000| xx-xx


haji adalah berhaji dengan harta yang halal dan bebas dari harta yang syubhat,
sehingga hajinya menjadi haji yang mambrur dan dosanya diampuni, seperti dalam
sebuah hadis: “sesungguhnya Allah dzat yang baik dan ia tidak akan menerima
kecuali sesuatu yang baik (thoyib)” (HR. Muslim). Dengan demikian hal paling
penting yang harus diperhatikan terkait dengan hukum melaksanakan ibadah haji
dengan cara hutang yang dicicil adalah hartanya terbebas dari hal-hal yang dilarang
agama. Jika harta yang akan digunakan untuk ibadah haji terbebas dari sesuatu yang
dilarang agama, maka diperbolehkan digunakan untuk biaya ibadah haji dan hal
lainnya. Hal yang dilarang dari hutang yang dicicil adalah adanya riba atau denda
tambahan karena mengakhirkan pembayaran (riba atas hutang). Maka denda
tambahan karena mengakhirkan pembayaran adalah riba yang diharamkan.
D. Hukum Umroh dengan Dana Talangan

Pada dasarnya terdapat dua pendapat tentang hukum umroh dengan talangan
yaitu:
• Diperbolehkan
• Tidak diperbolehkan

Namun sebagian besar ulama membolehkan umroh atau daftar haji dengan
dana talangan tentunya dengan beberapa catatan sebagai berikut:
1. Dikutip dari www.nu.or.id bahwa penggunaan dana talangan untuk berumroh
atau daftar haji hukumnya boleh ketika biaya yang digelontorkan oleh pihak
ketiga sesuai dengan standar harga yang ditetapkan oleh pemerintah, dalam
hal ini Kementerian Agama. Namun ketika biaya yang ditawarkan itu
melebihi tarif normal itu tidak diperbolehkan.
2. Hukum umroh dengan dangan dana talangan atau daftar haji juga
diperbolehkan ketika yang mengambil fasilitas tersebut memang mampu
melakukan pembayaran angsuran atau cicilan. Kemampuan untuk membayar
angsuran itu ditentukan melalui mekanisme yang ketat. Jadi tidak asal
mengatakan bahwa saya mampu harus ada system untuk menentukan apakah
ia mampu atau tidak
3. Dewan Syariat Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) mengeluarkan
fatwa bahwa penggunaan dana talangan untuk kepentingan ibadah haji dan
umroh boleh dengan syarat di antaranya:
• Utang talangan bukan utang ribawi
• Orang yang mengambil fasilitas dana talangan harus mampu
membayarnya, dibuktikan dengan kepemilikan asset.
• Dana talangan harus berasal dari lembaga keuangan syariah.
4. Majelis dan Tajdid PP Muhammadiyah juga membolehkan penggunaan dana
talangan untuk kepentingan haji dengan syarat pinjaman utang itu bukan
takaluf'.

Takaluf dapat diartikan mengada-ada, atau tidak sesuai semestinya. Jadi


takaluf adalah orang yang meminjam uang untuk kepentingan ke tanah suci tetapi
ia tidak mempunyai kemampuan untuk mengembalikan dana tersebut. Jadi

Ulumul Qur’an: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Volume x, Nomor x, September 20xx| p-ISSN: 0000-0000; e-ISSN: 0000-000| xx-xx


berdasarkan uraian di atas maka hukum umroh dengan talangan pada dasarnya
boleh selama memenuhi ketentuan- ketentuan syariat islam sebagaimana yang
disampaikan di atas.

E. Skema Pembiayaan Ibadah Haji Harus Proporsional


Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menyebut skema pembiayaan
pelaksanaan ibadah haji harus proporsional, sebab sejak 2010 hingga 2022
penggunaan dana dari nilai manfaat terus mengalami kenaikan. Dari 2010 sampai
saat ini terjadi kenaikan biaya ibadah haji yang signifikan. Ini termasuk inflasi dan
kurs dolar terhadap rupiah, kata Kepala BPKH Fadlul Imamsyah di Jakarta, Selasa, la
pada 2010 nilai manfaat yang dikeluarkan hanya Rp 4,45 juta (13 persen) dan biaya
perjalanan ibadah haji (Bipih) Rp 30,05.
penyelenggaraan haji (BPIH) Rp 34,5 juta. Pada 2011, nilai manfaat sebesar
Rp 7,31 juta (19 persen) dan Bipih Rp 32,04 juta (81 persen) dari total BPIH Rp 39,34
juta. Kemudian tahun 2012 hingga 2022 rincian penggunaan nilai manfaat menjadi 19
persen (2012), 25 persen (2013), 32 persen (2014), 39 persen (2015), 42 persen
(2016), 44 persen (2017), dan 49 persen (2018 dan Kemudian pada 2022, karena Arab
Saudi menaikkan layanan biaya Masyair secara signifikan jelang dimulainya
operasional haji (saat jamaah sudah melakukan pelunasan), penggunaan dan nilai
manfaat naik hingga 59 persen. “Sekarang (2023) angkanya sekitar Rp98 jutaan juga.
Jadi nilai manfaat yang dibayarkan harusnya naik dua kali lipat dari biasanya. Secara
angka, dari cuma nilai manfaat Rp 30 jutaan menjadi hampir Rp 60 juta,” katanya.
Maka dari itu, skema yang diusulkan Kementerian Agama untuk penyelenggaraan
ibadah haji 2023 yakni 30 persen dari nilai manfaat dan 70 persen dari Bipih sudah
ideal.”

Kesimpulan

Penulis lebih condong dengan pendapat yang membolehkan ibadah haji dan
umroh jika ia percaya dengan kemapuan financial untuk membayarnya, dan jika dia
mampu melaksanakan haji tapi dia berhutang untuk melaksanakannya maka dia boleh
melaksanakan ibadah haji dan umrohnya akan tetapi niatnya diperbaiki hanya
beribadah kepada Allah Swt, karena jika dia mampu dan dia berhutang semua orang
akan pergi melaksanakan haji dan umroh dengan niat tersebut bukan karena yang lain.
Bahkan dengan adanya cicilan untuk melaksanakan haji dan umroh untuk
mempermudah masyarakat dan mengetahui hukum talangan atau cicilan itu wajib
keuangan haji adalah semua hak dan kewajiban pemerintah yang dapat dinilai
dengan uang yang terkait dengan penyelenggaran ibadah haji serta semua
kekayaan dalam bentuk uang sebagai akibat pelaksanaan hak dan kewajiban
tersebut. Dan beribadah umrah dengan cara berutang masih menimbulkan pro
dan kontra. Ada yang menyatakan boleh, ada pula yang mengharamkannya.
Hukum Umroh dengan Dana Talangan ada yang diperbolehkan ada yang tidak
diperbolehkan.

Ulumul Qur’an: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Volume x, Nomor x, September 20xx| p-ISSN: 0000-0000; e-ISSN: 0000-000| xx-xx


Daftar Pustaka

Isretno, R.A. Evita, Pembiayaan Mudharabah dalam Sistem Perbankan Syariah.


Jakarta: Cintya Press, 2011.
Mubarok, Jaih, Akad Mudharabah. Bandung: Fokus Media, 2013.
Yahdi, Mohammad. 2016. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pengelolaan Dana Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji. Skripsi diterbitkan. Yogyakarta: UIN
Sunan Kalijaga.
Wibowo, Adi. 2016. Analisis Pengelolaan Dana Haji Dalam Perspektif Keuangan
Islam. Skripsi diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.

Ulumul Qur’an: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Volume x, Nomor x, September 20xx| p-ISSN: 0000-0000; e-ISSN: 0000-000| xx-xx

Anda mungkin juga menyukai