Anda di halaman 1dari 5

Hanya Islam Yang Mampu Melindungi Kaum Buruh

Perburuhan dalam Islam dinamakan ijarah. Dalam Islam, ijarah adalah: ‘aqd[un] ‘ala manfa’at[in] bi
‘iwadh[in] (akad/kesepakatan atas suatu jasa dengan adanya imbalan/kompensasi tertentu).

Ijarah (perburuhan) adalah mubah (boleh). Dalilnya antara lain firman Allah SWT:

َ ‫ضعْ َن لَ ُك ْم َفٔـََٔا ُتوهُنَّ أُج‬


َّ‫ُورهُن‬ َ ْ‫َفإِنْ أَر‬
Jika mereka (mantan istri) menyusui (anak-anak) kalian demi kalian maka berikanlah kepada mereka
upahnya (TQS ath-Thalaq [65]: 6).

Al-‘Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan bahwa ayat di atas merupakan dalil kebolehan
upah-mengupah atas suatu jasa.

Terkait ayat di atas, Ibnu Jarir ath-Thabari juga menuliskan: jika mantan istri kalian menyusui anak-anak
kalian dengan upah maka bayarkanlah upah mereka sebagai jasa penyusuan terhadap mereka.

Dalil lainnya adalah riwayat dari Ibnu Syihab bahwa Nabi saw. dan Abu Bakar ash-Shiddiq ra. pernah
mempekerjakan seorang musyrik Quraisy dari Bani Dayl sebagai penunjuk jalan saat keduanya hijrah
dari Makkah ke Madinah.

Nabi saw. juga bersabda:

َ ‫طوا األَ ِج‬


‫ير أَجْ َرهُ َق ْب َل أَنْ َي ِجفَّ َع َر ُق ُه‬ ُ ْ‫أَع‬

Berikanlah kepada pekerja upahnya sebelum keringatnya kering (HR Ibnu Majah).

Hadis ini menunjukkan kewajiban seorang majikan membayar upah buruh manakala telah selesai
pekerjaannya. Hadis ini pun menunjukkan bahwa Nabi saw. membolehkan aktivitas ijarah (perburuhan).

Dalil lainnya adalah Ijmak Sahabat yang juga menunjukkan kebolehan aktivitas perburuhan.

Dengan demikian ijarah (perburuhan) adalah salah satu cara kepemilikan harta yang sah/halal menurut
syariah Islam.
Beberapa Ketentuan Syariah dalam Perburuhan

Dalam akad ijarah (perburuhan) ada beberapa rukun yang wajib diperhatikan: (1) dua pihak yang
berakad, yakni buruh dan majikan/perusahaan; (2) ijab-kabul dari dua belah pihak, yakni buruh sebagai
pemberi jasa dan majikan/perusahaan sebagai penerima manfaat/jasa; (3) upah tertentu dari pihak
majikan/perusahaan (4); jasa/manfaat tertentu dari pihak buruh/pekerja.

Semua jasa yang halal dalam Islam boleh di-ijarah-kan. Misal: jasa dalam industri makanan, garmen,
otomotif, konsultan, pendidikan, dsb.

Sebaliknya, jasa-jasa yang haram terlarang pula untuk di-ijarah-kan. Misal: jasa pembuatan miras
(minuman keras) dan yang berhubungan dengan miras (seperti: menjadi bartender, jasa
pengangkutannya, jasa pembuatan kemasannya, dsb). Contoh lain: riba dan jasa yang berhubungan
dengan muamalah ribawi (seperti: menjadi pegawai perbankan, leasing, dll). Contoh lainnya: jasa
menjadi perantara suap-menyuap, makelar kasus, dsb.

Akad yang telah disepakati wajib dilaksanakan oleh kedua pihak yang berakad. Allah SWT berfirman:

‫ِين آ َم ُنوا أَ ْوفُوا ِب ْال ُعقُو‬


َ ‫َيا أَ ُّي َها الَّذ‬
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu (TQS al-Maidah [5]: 1).

Buruh/pekerja wajib memberikan jasa sebagaimana yang disepakati bersama dengan pihak
majikan/perusahaan. Ia pun terikat dengan jam/hari kerja maupun jenis pekerjaannya. Sebaliknya, sejak
awal majikan/perusahaan wajib menjelaskan kepada calon pekerja/buruh tentang jenis pekerjaannya,
waktu kerjanya serta besaran upah dan hak-hak mereka. Nabi saw. bersabda:

ُ‫َمن اِسْ َتأْ َج َر أَ ِجيرً ا َف ْليُعْ ِل ْم ُه أَجْ َره‬

Siapa saja yang mempekerjakan seorang buruh hendaklah ia memberitahukan upahnya kepada buruh
tersebut (HR Abdur Razaq dan Ibnu Abi Syaibah).

Majikan/perusahaan haram mengurangi hak buruh, mengubah kontrak kerja secara sepihak, atau
menunda-nunda pembayaran upah buruh. Rasulullah saw. bersabda:

َ ‫طوا األَ ِج‬


‫ير أَجْ َرهُ َق ْب َل أَنْ َي ِجفَّ َع َرقُ ُه‬ ُ ْ‫أَع‬
Berikanlah kepada pekerja upahnya sebelum keringatnya kering (HR Ibnu Majah).

Islam Melindungi Kaum Buruh

Syariah Islam memberikan perlindungan kepada kaum buruh dengan mengingatkan para
majikan/perusahaan sejumlah hal: Pertama, perusahaan harus menjelaskan kepada calon pekerja jenis
pekerjaan, waktu/durasi pekerjaan serta besaran upahnya. Mempekerjakan pekerja tanpa kejelasan
semua itu merupakan kefasadan.

Kedua, upah buruh tidak diukur dari standar hidup minimum di suatu daerah. Cara inilah yang dipakai
sistem Kapitalisme di seluruh dunia. Dibuatlah standar upah minimum daerah kota/kabupaten atau
propinsi. Akibatnya, kaum buruh hidup dalam keadaan minim atau pas-pasan. Pasalnya, gaji mereka
disesuaikan dengan standar hidup minimum tempat mereka bekerja. Seberapa keras mereka bekerja
tetap saja mereka tidak bisa melampaui standar hidup masyarakat karena besaran upahnya diukur
dengan cara seperti itu. Bahkan di masyarakat Eropa yang standar gajinya terlihat besar, gaji buruh juga
tidak mencukupi kebutuhan hidup mereka. Pasalnya, biaya hidup mereka juga besar. Inilah kelicikan
sistem Kapitalisme.

Dalam Islam, besaran upah mesti sesuai dengan besaran jasa yang diberikan pekerja, jenis pekerjaan,
waktu bekerja dan tempat bekerja. Tidak dikaitkan dengan standar hidup mininum masyarakat. Pekerja
yang profesional/mahir di bidangnya wajar mendapatkan upah lebih tinggi dibandingkan pekerja
pemula. Meski pekerjaan dan kemampuan sama, tetapi waktu dan tempat bekerja berbeda, berbeda
pula upah yang diberikan. Misal: tukang gali sumur yang bekerja di lapisan tanah yang keras semestinya
mendapatkan upah lebih besar dibandingkan dengan pekerjaan serupa di tanah yang lunak.

Ketiga, perusahaan wajib memberikan upah dan hak-hak buruh sebagaimana akad yang telah disepakati,
baik terkait besarannya maupun jadwal pembayarannya. Majikan/perusahaan haram mengurangi hak
buruh, mengubah kontrak kerja secara sepihak, atau menunda-nunda pembayaran upah. Semua ini
termasuk kezaliman. Nabi saw. bersabda:

ْ ‫ َو َر ُج ٌل اسْ َتأْ َج َر أَ ِج يرً ا َف‬،ُ‫اع ُح ًّرا َفأ َ َك َل َث َم َنه‬


ِ‫ َولَ ْم يُعْ ط‬،ُ‫اس َت ْو َفى ِم ْن ه‬ َ ‫ َو َر ُج ٌل َب‬،‫ َر ُج ٌل أَعْ َطى ِبى ُث َّم َغدَ َر‬،ِ‫َقا َل هَّللا ُ َثالَ َث ٌة أَ َنا َخصْ ُم ُه ْم َي ْو َم ْالقِ َيا َمة‬
ُ‫أَجْ َره‬

Allah telah berfirman, “Ada tiga golongan yang Aku musuhi pada Hari Kiamat: seseorang yang berjanji
atas nama-Ku kemudian ingkar; seseorang yang menjual orang merdeka kemudian menikmati hasilnya;
seseorang yang memperkerjakan buruh dan buruh tersebut telah menyempurnakan pekerjaannya,
namun ia tidak memberikan upahnya.” (HR al-Bukhari).
Menunda pembayaran upah/gaji pegawai, padahal mampu, termasuk kezaliman. Nabi saw. bersabda:

ُ ِّ‫َم ْط ُل ْالغَ نِي‬


‫ظ ْل ٌم‬

Menunda penunaian kewajiban (bagi yang mampu) termasuk kezaliman (HR al-Bukhari dan Muslim).

Bahkan orang seperti ini halal kehormatannya dan layak mendapatkan hukuman, sebagaimana sabda
Nabi saw.:

َ ْ‫لَيُّ ْال َوا ِج ِد ُي ِح ُّل عِ ر‬


‫ض ُه َو ُعقُو َب َت ُه‬

Orang yang menunda kewajiban itu halal kehormatannya dan pantas mendapatkan hukuman (HR Abu
Dawud, an-Nasa’i dan Ibnu Majah).

Negara wajib turun tangan menyelesaikan perselisihan buruh dengan majikan/perusahaan. Negara tidak
boleh berpihak kepada salah satu pihak. Akan tetapi, negara harus menimbang dan menyelesaikan
permasalahan kedua pihak secara adil sesuai dengan ketentuan syariah Islam.

Negara Wajib Melindungi Rakyat

Di Tanah Air regulasi ketenagakerjaan sering justru berpihak kepada pengusaha atau investor. Dengan
dalih menyuburkan iklim investasi, yakni agar para investor mau berinvestasi dan membuka lapangan
pekerjaan, beragam regulasi dibuat untuk kepentingan mereka dengan meminggirkan kepentingan
tenaga kerja.

Acapkali dengan dukungan negara, para pengusaha kapitalis berusaha sekuat tenaga menekan gaji
pegawai agar mereka mendapat keuntungan maksimal. Sebaliknya, mereka berusaha mengeksploitasi
tenaga para buruh untuk meningkatkan produksi demi keuntungan perusahaan. Praktik-praktik seperti
itu sudah lazim di negara-negara kapitalis.

Para pengusaha kapitalis yang rakus akan membuka usaha di negara-negara berkembang yang memiliki
bahan baku murah dan tenaga kerja yang juga bisa dibayar semurah-murahnya. Warga yang
membutuhkan pekerjaan akhirnya terpaksa menerima tawaran upah yang murah karena kebutuhan
nafkah. Akibatnya, terjadilah kesenjangan sosial yang amat dalam. Para pengusaha kaya-raya,
sedangkan buruh menderita.
Padahal untuk kawasan Asia Tenggara, upah pekerja Indonesia (95 US$) lebih kecil dibandingkan Filipina
(142 US$), Laos (140 US$) dan Kamboja (166 US$). Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan rata-rata
upah buruh pada Februari 2020 sebesar Rp 2,92 juta perbulan. Jumlah itu tentu jauh dari pemenuhan
kebutuhan pokok minimum di Tanah Air. Jika UU Omnibus Law Cipta Kerja benar merugikan buruh, akan
semakin terpuruklah nasib mereka di Tanah Air.

Inilah bedanya dengan negara dalam Islam. Islam hadir untuk mengurusi dan melindungi kepentingan
semua anggota masyarakat, baik pengusaha maupun pekerja. Nabi saw. bersabda:

‫اع َو َمسْ ُئو ٌل َعنْ َرعِ َّي ِت ِه‬


ٍ ‫اإلِ َما ُم َر‬
Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya (HR al-
Bukhari).

Negara yang bertanggung jawab penuh atas nasib rakyatnya. Negara yang menerapkan syariah Islam
wajib menjamin kebutuhan hidup rakyat; memberikan lapangan pekerjaan, menjamin kebutuhan hidup
seperti pendidikan dan kesehatan, serta menjaga keamanan mereka.

Negara juga akan menertibkan para pengusaha yang berlaku zalim kepada para pekerja mereka. Bagi
Negara, kesejahteraan rakyat di atas kepentingan para pengusaha.

WalLahu a’lam bi ash-shawwab. []

—***—

Hikmah:

Nabi saw. bersabda:

‫اس إِلَى هَّللا ِ َوأَب َْع َد ُه ْم ِم ْن ُه َمجْ لِ ًسا إِ َما ٌم َجا ِئ ٌر‬ َ ‫اس إِلَى هَّللا ِ َي ْو َم ْالقِ َيا َم ِة َوأَ ْد َنا ُه ْم ِم ْن ُه َمجْ لِسًا إِ َما ٌم َعا ِد ٌل َوأَ ْب َغ‬
ِ ‫ض ال َّن‬ ِ ‫إِنَّ أَ َحبَّ ال َّن‬
Sungguh manusia yang paling Allah cintai pada Hari Kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi-Nya
adalah seorang pemimpin yang adil. Sebaliknya, orang yang paling Allah benci dan paling jauh
kedudukannya dari sisi-Nya adalah seorang pemimpin yang zalim.(HR at-Tirmidzi).

Anda mungkin juga menyukai